Saat memikirkan Julian, meskipun Wira menyadari tiga bulan ini adalah waktu yang singkat, mungkin masih ada peluang jika dimanfaatkan dengan tepat. Namun, dia selalu tidak tahu apa yang akan terjadi setelah tiga bulan, karena Hasto tidak mengatakannya dan Wira juga tidak bertanya. Dia berpikir mungkin Hasto ada alasannya sendiri untuk tidak mengatakannya. Waktu berlalu dengan cepat dan waktu satu bulan sudah tiba."Ayo, Wira. Para pemuda bangsa Kuta sudah kamu kalahkan, hanya aku yang tersisa. Tapi, aku merasa aku sekarang juga bukan tandinganmu lagi." Kusno berdiri di air dan tertawa terbahak-bahak."Wira, semangat!""Kalahkan Kusno!""Orang ini selalu menindas kami, kalahkan dia!""Hahaha. Beri dia sebuah pelajaran!"Para pemuda bangsa Kuta berkumpul di tepi danau dan menyaksikan pertarungan ini dengan sangat bersemangat.Wira tersenyum dan melompat ke dalam air. Kali ini, dia terlihat sangat percaya diri.Sementara itu, Kusno juga langsung melangkah maju ke arah Wira. Dia sangat kua
Pria tua itu sepertinya sudah sangat lama tidak mandi, mengganti pakaian, dan sekujur tubuhnya sangat bau hingga menyengat hidung.Melihat pria tua itu, Hasto langsung memberi hormat dan berkata, "Senior, saya datang menjenguk Anda dan membawa seseorang untuk bermain dengan Anda."Pria tua itu berdiri di depan Wira dan langsung menatap Wira dengan tajam.Wira juga buru-buru memberi hormat dan berkata, "Wira memberi hormat kepada senior."Namun, setelah Wira memberi hormat, pria tua itu tetap menatapnya dengan tajam. Yang lebih pentingnya lagi, tatapan pria itu dipenuhi dengan kebingungan.Dengan ekspresi yang terlihat bingung, Wira memandang ke arah Hasto yang sedang menggelengkan kepalanya.Pada saat itu, pria tua itu tiba-tiba berbicara dan membuat Wira langsung tertegun. "Nak, kamu ... bisa main petak umpet?"Mendengar perkataan itu, Wira merasa bingung dan hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia merasa otak pria tua itu sepertinya agak bermasalah."Baiklah, kamu tangkap aku ...." S
Wira menjadi bingung saat melihat gerakan pria tua itu begitu cepat. Dalam sekejap mata, kelinci panggangnya sudah diambil. Dia ingin merebutnya kembali, tetapi pria tua gila itu langsung menggigit kelinci itu. Hanya dengan beberapa langkah ringan saja, pria tua itu sudah berlari hingga beberapa meter jauhnya. Kecepatan pria tua itu benar-benar membuatnya terkesan, terutama gaya langkahnya yang aneh dan agak unik. Memang terlihat aneh, tetapi kecepatannya sangat luar biasa, seolah-olah hanya terlihat bayangan saja saat pria tua itu berada di depannya."Keahlian yang bagus. Kalau bisa menguasai gerakan ini, bukankah aku akan menjadi tak terkalahkan?"Wira merasa sangat terkesan dan akhirnya mengerti juga mengapa Hasto membawanya ke sini. Awalnya, Hasto melatih fisiknya hingga memperoleh kekuatan yang luar biasa, tetapi gerakannya menjadi terlalu kaku. Meskipun sangat kuat, serangan juga harus bisa mengenai lawan. Jika tidak bisa mengenai lawan, kekuatan itu juga tidak berguna.Oleh kare
Wira berbicara dengan sangat kesal, tetapi pria tua gila itu sama sekali tidak memedulikannya dan langsung menghilang bersama rusa panggang itu. Dia sangat ingin menangis, tetapi dia akhirnya memiliki sebuah rencana untuk menghadapi pria tua itu juga. Selanjutnya, dia hanya akan memanggang sedikit daging buruannya saja, dia ingin lihat apakah pria tua itu masih bisa langsung merampas semuanya.Wira merasa tak berdaya dan hanya bisa terus berburu. Dia akhirnya berhasil menangkap seekor ayam liar, lalu membersihkannya dan memanggangnya. Dengan cerdas, dia memotongnya menjadi potongan kecil dan memanggangnya. Selain itu, dia juga membuat tujuh atau delapan api unggun dengan sepotong ayam panggang di atasnya. Dia tidak percaya pria tua gila itu bisa langsung merampas semua daging itu di depan matanya.Tak lama kemudian, ayam panggangnya sudah matang dan wanginya pun mulai menyebar. Tanpa banyak bicara, dia bersiap untuk mengambil dagingnya. Siapa sangka, pria tua gila itu tiba tepat pada w
Pada saat ini, Hasto berdiri di tempat yang gelap dan selalu mengawasi. Dia tersenyum dan diam-diam berpikir Wira ini memang pandai. Namun saat melihat pria tua itu, dia selalu menghelakan napasnya dan tatapannya terlihat tidak tega dan sedih."Hah ...." Hasto menghela napas, lalu menghilang.Pada saat ini, Wira masih terus mengejar, tetapi pria tua itu benar-benar membuatnya tidak punya pilihan lain selain menyerah. Tak lama kemudian, dia akhirnya mengakhiri pengejaran hari ini.Wira duduk di bawah pondok kayunya dan diam-diam mengeluarkan sepotong paha ayam yang belum dipanggang. Melihat sudah larut malam, dia pun mulai memanggangnya. Tepat pada saat itu, pria tua gila itu tiba-tiba berada di belakangnya. Gerakan pria itu sangat pelan, sehingga dia tidak menyadari kedatangan pria itu. Dia merasa sangat cemas dan perlahan-lahan memanggangnya. Tak lama kemudian, paha ayam itu pun matang. Dia tersenyum saat menajamkan pendengarannya dan tidak menyadari kedatangan pria tua itu."Sepertin
Tanpa ragu sedikit pun, pria tua itu segera berucap, "Beri tahu aku tujuanmu datang kemari dan siapa kamu."Wira tertegun sejenak, lalu membalas, "Pak Tua, ini bukan satu pertanyaan!" Ini 2 pertanyaan yang digabungkan olehnya menjadi satu. Apa pria tua ini sedang mengerjainya?"Diam, kamu harus menjawab jujur kalau berada di sini. Hal ini sangat penting!" ujar pria tua itu dengan serius. Mendengar ini, Wira tidak terlalu peduli. Bagaimanapun, pria tua ini kadang sadar kadang tidak. Mungkin, dia akan melupakan Wira sebentar lagi.Wira merasa pria tua ini belum tentu bisa mengingat ucapannya, bahkan belum tentu paham. Jadi, tanpa ragu sedikit pun, dia menyahut, "Namaku Wira, aku dari Dusun Darmadi. Aku sudah bertani sejak kecil dan pernah lolos ujian. Aku sudah punya istri, kehidupanku sangat bahagia."Sesudah mendengar perkenalan ini, pria tua itu termangu. Dia bertanya, "Heh? Kamu bertani sejak kecil? Kamu bukan orang Sekte Langit atau Sekte Gunung?"Pertanyaan pria tua ini lagi-lagi m
"Teknik Matahari Besar ini jelas sangat bernilai bagi mereka. Banyak yang akan mengincarmu atau berwaspada terhadapmu. Kamu mungkin akan mati. Jadi, kamu yakin ingin berkorban sebesar itu hanya demi seorang teman?" tanya pria tua itu.Wira tersenyum, lalu mengedikkan bahu sembari menyahut, "Aku memang selalu memperlakukan teman dengan baik. Aku akan berusaha membantu mereka yang butuh bantuan. Selain itu, aku juga ingin melihat seperti apa dunia persilatan. Makanya, aku memilih untuk berlatih."Jawaban Wira membuat mata pria tua itu sontak berbinar-binar. Pemuda ini memiliki kesetiaan dan keberanian, sungguh luar biasa."Bagus, kamu jauh lebih baik daripada mereka yang munafik," puji pria tua itu sambil menatap Wira dengan puas."Pak Tua, karena kamu sudah sadar, apa bisa mengembalikan paha ayam itu kepadaku? Aku sudah nggak makan daging berhari-hari ...," ujar Wira segera.Pria tua itu mendengus dingin dan membalas, "Aku sudah mengambil paha ayam ini, mana mungkin dikembalikan lagi!"
Wira awalnya tidak mengerti. Akan tetapi, setelah dipikir-pikir, mungkin pria tua ini sangat ingin menerima murid selama ini. Itu sebabnya, dia menjadi sangat emosional karena bertemu murid yang sesuai keinginannya.Wira bertanya dengan penasaran, "Guru, kenapa kamu memilihku? Jangan-jangan karena kamu telah makan banyak makanan lezat beberapa hari ini?"Namun, jika benar seperti itu, mungkin pria tua ini sudah punya murid yang tak terhitung jumlahnya!Pria tua itu terkekeh-kekeh, lalu menimpali dengan tenang, "Alasannya sederhana. Pertama karena kamu anak baik dan setia kawan, aku sangat suka. Kedua karena kamu punya nyali besar dan tegas.""Ketiga karena kamu bukan anggota Sekte Langit atau Sekte Gunung, Teknik Matahari Besar itu juga bukan milik mereka. Teknik ini adalah warisan Sekte Insan setelah hancur. Tidak ada yang sanggup mempelajarinya."Wira tertegun mendengarnya. Sekte Insan? Sekte macam apa ini? Dia bertanya, "Guru, masih ada Sekte Insan? Apa sekte ini sama dengan Sekte L
Setelah melihat Wira yang duduk di dalam sel, Danu merasa hatinya sakit dan berteriak, "Cepat buka pintu sel ini! Kalian benar-benar berani sekali. Bahkan kakakku juga kalian berani tangkap?"Bukan hanya Adianto yang langsung tercengang begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang berada di sana juga begitu. Danu adalah jenderal yang terkenal dan berkuasa. Di seluruh Provinsi Lowala, tidak ada yang bisa menandinginya dan bahkan tidak ada yang berani mengganggunya. Orang yang dipanggilnya kakak tentu saja adalah Wira.Adianto tidak berani percaya dengan apa yang didengarnya, tetapi kenyataannya sudah ada di depan matanya. Setelah menelan ludah, dia segera membuka pintu sel dan inisiatif masuk ke dalamnya. Dia hanya menundukkan kepala karena tidak berani menatap Wira dan berkata, "Tuan, sebelumnya aku nggak tahu apa-apa dan sudah menyinggungmu.""Aku mohon Tuan bisa memaafkanku, jangan menghukumku. Aku nggak akan mengulanginya lagi kelak."Pada saat ini, Adianto benar-benar ketakutan
"Menurutku, ini ide yang bagus. Kalau begitu, kita lakukan sesuai keinginanmu. Aku akan pergi memberi tahu rekan-rekanku di luar biar mereka membantuku memberi pelajaran pada anak ini. Sejujurnya, aku juga kesal dengan anak ini," kata Adianto sambil tersenyum sinis, lalu bersiap pergi bersama Ruben.Adianto memang tidak bisa langsung memutuskan semua hal yang ada di penjara bawah tanah, dia tetap harus melaporkannya pada atasannya. Namun, jabatannya lebih tinggi daripada orang-orang yang ada di sana. Jika kerabatnya ingin masuk ke kota, semua juga pasti akan melewatinya. Oleh karena itu, dia tentu saja memiliki pengaruh tertentu.Namun, saat baru saja berbalik, Adianto dan Ruben melihat ada sekelompok orang mendekat. Terutama saat melihat orang yang berdiri di paling depan, Adianto langsung tertegun dan tidak tahu harus berbuat apa."Saudaraku, ada apa?" tanya Ruben dengan ekspresi bingung."Aku nggak salah lihat, 'kan? Kenapa Jenderal Danu tiba-tiba datang ke penjara bawah tanah? Buka
"Aku mengerti. Melihat situasinya nggak beres, jadi kakakmu langsung pergi, 'kan? Orang bilang suami istri yang selalu bersama pun akan berpisah saat menghadapi bahaya, ternyata kakak adik pun seperti ini," sindir Sahim.Shafa malah tidak berbicara dan menjelaskan apa pun juga. Dia sebenarnya sudah menyadarinya saat tadi Wira berbicara dengan Kaffa. Wira bisa duduk di sini dengan begitu tenang pasti karena sudah memberikan tugas pada Kaffa. Kalau begitu, mengapa dia harus khawatir?Selain itu, Shafa tahu betul kebaikan kakaknya terhadapnya melebihi siapa pun. Oleh karena itu, dia merasa tidak perlu menjelaskan apa pun pada orang lain."Tutup mulutmu," kata Wira dengan kesal.Sahim langsung tidak berani berbicara lagi.Tepat pada saat itu, Ruben dan Adianto datang dan langsung berdiri di depan pintu sel."Sekarang kamu sudah tahu kekuatanku, 'kan? Tadi aku sebenarnya nggak ingin menyusahkan kalian dan menyuruh kalian cepat pergi, tapi kalian nggak mau dengar. Kalian malah mengusir para
Kaffa menyadari liontin giok ini memang berguna. Setelah mendengar perkataan Danu, dia tidak ragu-ragu dan langsung berkata, "Tuan Wira yang memberiku liontin giok ini sudah ditangkap kepala penjaga gerbang kota ke penjara bawah tanah. Jenderal Danu, cepat selamatkan dia."Kepala penjaga gerbang kota memang memiliki kekuasaan, tetapi kekuasaan itu masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Danu. Kaffa merasa lebih yakin lagi, kali ini Wira dan adiknya pasti akan selamat.Swish.Mendengar perkataan Kaffa, ekspresi Danu langsung menjadi sangat muram dan napasnya pun menjadi terengah-engah. "Mereka berani menangkap kakakku? Benar-benar nggak tahu diri!"Setelah memaki sebentar, Danu langsung melambaikan tangan pada kedua penjaga di belakangnya. "Segera kumpulkan orang dan ikut aku ke penjara bawah tanah!"Tak lama kemudian, semua orang sudah siap dan berangkat menuju penjara bawah tanah.Kaffa juga segera mengikuti mereka. Dia ingin menyelamatkan adiknya dengan tangannya sendiri dan berter
Selama tetap mengikuti Wira, Kaffa yakin kehidupannya dan adiknya akan terjamin."Kenapa masih belum pergi? Kamu kira kami sedang bercanda denganmu?" kata penjaga yang tadi berbicara itu dengan kesal. Jika bukan karena Danu sudah memerintahkan untuk harus bersikap rendah hati dan sopan pada orang-orang, mereka sudah memukul Kaffa dengan tongkat. Jelas Kaffa ini hanya seorang pengemis pun berani datang menemui Danu, sungguh tidak tahu diri.Kaffa kembali berkata, "Kalau kalian nggak mengizinkan aku bertemu dengan Jenderal Danu, nggak masalah. Tapi, tolong serahkan benda ini pada Jenderal Danu. Kalau Jenderal Danu ingin bertemu denganku setelah melihat benda ini, kalian baru bawa aku masuk. Bagaimana? Tapi, kalau Jenderal Danu nggak ingin bertemu denganku, aku nggak akan tinggal di sini lagi. Bagaimana menurut kalian?"Meskipun para penjaga itu tidak mengizinkannya masuk, Kaffa merasa dia tetap harus menunjukkan benda ini pada Danu. Dia juga tidak tahu apakah benda ini berguna atau tidak
Setelah mengatakan itu, Wira menatap Kaffa yang berdiri di belakangnya. Dia mengeluarkan sebuah liontin giok dan diam-diam menyerahkannya ke tangan Kaffa, lalu berbisik, "Kamu ambil liontin giok ini dan pergi mencari orang yang bernama Danu di dalam kota. Danu sangat terkenal di sana, jadi kamu hanya perlu bertanya pada orang-orang di sana saja. Kamu pasti akan menemukannya.""Aku akan menjaga adikmu dan nggak akan membiarkan sesuatu terjadi padanya."Kaffa mengenakan pakaian biasa dan terlihat seperti pengemis. Ditambah lagi, situasi di sekitar sedang kacau dan jaraknya yang lebih jauh dari Wira, sehingga orang-orang sulit untuk mengenalinya. Situasi ini justru menguntungkan, setidaknya dia bisa memanfaatkan situasinya untuk mencari celah dan pergi meminta bantuan dari Danu.Setelah ragu sejenak dan melihat Shafa yang menganggukkan kepala, Kaffa menggertakkan giginya dan berkata, "Kalau begitu, maaf merepotkan Kak Wira."Setelah mengatakan itu, Kaffa diam-diam pergi dari sana.Sementa
Wira bertanya-tanya apakah Lucy sudah memberi tahu orang-orang di Provinsi Lowala tentang situasinya, sehingga para prajurit ini datang untuk menjemputnya."Tuan Ruben, akhirnya kamu datang juga. Aku dengar kamu menghadapi beberapa masalah di sini, jadi aku sengaja datang ke sini untuk melihatnya. Kelihatannya situasimu memang seperti yang mereka katakan, benar-benar ada orang nggak tahu diri yang berani mencari masalah denganmu," kata pria yang menunggang kuda dengan nada dingin sambil menatap Wira."Siapa kamu ini? Kamu tahu siapa pria yang berdiri di depanmu ini? Dia adalah Tuan Ruben yang sangat terkenal. Lihatlah dirimu ini, masih berani melawan Tuan Ruben? Cepat tangkap preman ini," lanjut pria itu.Seiring perintah dari pria yang menunggang kuda itu, para prajurit langsung maju dan segera mengepung Wira dan yang lainnya.Sahim langsung ketakutan sampai kakinya lemas. Sejak zaman dahulu, rakyat takut pada prajurit sudah menjadi situasi yang wajar. Saat teringat dengan semua tinda
"Baiklah. Aku percaya perkataan Tuan ini, jadi aku akan ikut dia ke kota dan melihatnya sendiri," kata pria paruh baya itu lagi dan menjadi orang pertama yang mendukung Wira.Melihat ada yang mulai goyah, yang lainnya juga segera mendukung Wira. Dalam sekejap, banyak orang yang sudah berdiri di belakang Wira.Sementara itu, hanya tersisa sebagian korban bencana yang berdiri di pihak pria gemuk itu, selain beberapa pengawalnya. Namun, hanya dengan orang-orang ini saja, jelas tidak akan cukup untuk mengangkat semua makanan dan hartanya ke dalam kota."Sialan, kamu ini sengaja membuat keributan, 'kan?" kata pria gemuk itu dengan nada dingin dan menatap Wira sambil mengernyitkan alis. Semua rencananya sudah matang, hanya tinggal menyelesaikannya saja. Namun, Wira yang tidak tahu diri ini tiba-tiba muncul dan mengacaukan segalanya. Siapa pun yang menghadapi situasi seperti ini pasti akan marah.Wira malah tersenyum. "Semua yang kukatakan ini benaran, kenapa kamu begitu marah?""Dasar bereng
Penampilan Kaffa dan Shafa memang membuat orang sulit untuk percaya Wira bisa memberikan orang-orang itu cukup uang untuk membeli beras.Wira melanjutkan, "Kalian semua mungkin masih belum tahu, ada kantin umum yang khusus untuk para korban bencana dia Provinsi Lowala. Asalkan kalian pergi makan di sana setiap harinya, setidaknya masalah makanan kalian bisa terselesaikan. Meskipun aku benar-benar nggak bisa memberi kalian makanan, kalian juga nggak akan mati kelaparan begitu kalian masuk ke Provinsi Lowala.""Soal tempat tinggal, aku yakin kelak itu juga akan perlahan-lahan terselesaikan. Kehidupan kalian pasti akan membaik."Sebelum datang ke sini, Wira sudah mendengar dari Lucy bahwa situasi di Provinsi Lowala tidak separah yang dibayangkannya.Osmaro dan yang lainnya bisa mengendalikan situasinya dalam waktu singkat dan bahkan mencegah pemberontakan karena mereka menyediakan cukup banyak persediaan makanan dan tempat perlindungan bagi para korban bencana juga. Kebutuhan makanan dan