Pria tua itu sepertinya sudah sangat lama tidak mandi, mengganti pakaian, dan sekujur tubuhnya sangat bau hingga menyengat hidung.Melihat pria tua itu, Hasto langsung memberi hormat dan berkata, "Senior, saya datang menjenguk Anda dan membawa seseorang untuk bermain dengan Anda."Pria tua itu berdiri di depan Wira dan langsung menatap Wira dengan tajam.Wira juga buru-buru memberi hormat dan berkata, "Wira memberi hormat kepada senior."Namun, setelah Wira memberi hormat, pria tua itu tetap menatapnya dengan tajam. Yang lebih pentingnya lagi, tatapan pria itu dipenuhi dengan kebingungan.Dengan ekspresi yang terlihat bingung, Wira memandang ke arah Hasto yang sedang menggelengkan kepalanya.Pada saat itu, pria tua itu tiba-tiba berbicara dan membuat Wira langsung tertegun. "Nak, kamu ... bisa main petak umpet?"Mendengar perkataan itu, Wira merasa bingung dan hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia merasa otak pria tua itu sepertinya agak bermasalah."Baiklah, kamu tangkap aku ...." S
Wira menjadi bingung saat melihat gerakan pria tua itu begitu cepat. Dalam sekejap mata, kelinci panggangnya sudah diambil. Dia ingin merebutnya kembali, tetapi pria tua gila itu langsung menggigit kelinci itu. Hanya dengan beberapa langkah ringan saja, pria tua itu sudah berlari hingga beberapa meter jauhnya. Kecepatan pria tua itu benar-benar membuatnya terkesan, terutama gaya langkahnya yang aneh dan agak unik. Memang terlihat aneh, tetapi kecepatannya sangat luar biasa, seolah-olah hanya terlihat bayangan saja saat pria tua itu berada di depannya."Keahlian yang bagus. Kalau bisa menguasai gerakan ini, bukankah aku akan menjadi tak terkalahkan?"Wira merasa sangat terkesan dan akhirnya mengerti juga mengapa Hasto membawanya ke sini. Awalnya, Hasto melatih fisiknya hingga memperoleh kekuatan yang luar biasa, tetapi gerakannya menjadi terlalu kaku. Meskipun sangat kuat, serangan juga harus bisa mengenai lawan. Jika tidak bisa mengenai lawan, kekuatan itu juga tidak berguna.Oleh kare
Wira berbicara dengan sangat kesal, tetapi pria tua gila itu sama sekali tidak memedulikannya dan langsung menghilang bersama rusa panggang itu. Dia sangat ingin menangis, tetapi dia akhirnya memiliki sebuah rencana untuk menghadapi pria tua itu juga. Selanjutnya, dia hanya akan memanggang sedikit daging buruannya saja, dia ingin lihat apakah pria tua itu masih bisa langsung merampas semuanya.Wira merasa tak berdaya dan hanya bisa terus berburu. Dia akhirnya berhasil menangkap seekor ayam liar, lalu membersihkannya dan memanggangnya. Dengan cerdas, dia memotongnya menjadi potongan kecil dan memanggangnya. Selain itu, dia juga membuat tujuh atau delapan api unggun dengan sepotong ayam panggang di atasnya. Dia tidak percaya pria tua gila itu bisa langsung merampas semua daging itu di depan matanya.Tak lama kemudian, ayam panggangnya sudah matang dan wanginya pun mulai menyebar. Tanpa banyak bicara, dia bersiap untuk mengambil dagingnya. Siapa sangka, pria tua gila itu tiba tepat pada w
Pada saat ini, Hasto berdiri di tempat yang gelap dan selalu mengawasi. Dia tersenyum dan diam-diam berpikir Wira ini memang pandai. Namun saat melihat pria tua itu, dia selalu menghelakan napasnya dan tatapannya terlihat tidak tega dan sedih."Hah ...." Hasto menghela napas, lalu menghilang.Pada saat ini, Wira masih terus mengejar, tetapi pria tua itu benar-benar membuatnya tidak punya pilihan lain selain menyerah. Tak lama kemudian, dia akhirnya mengakhiri pengejaran hari ini.Wira duduk di bawah pondok kayunya dan diam-diam mengeluarkan sepotong paha ayam yang belum dipanggang. Melihat sudah larut malam, dia pun mulai memanggangnya. Tepat pada saat itu, pria tua gila itu tiba-tiba berada di belakangnya. Gerakan pria itu sangat pelan, sehingga dia tidak menyadari kedatangan pria itu. Dia merasa sangat cemas dan perlahan-lahan memanggangnya. Tak lama kemudian, paha ayam itu pun matang. Dia tersenyum saat menajamkan pendengarannya dan tidak menyadari kedatangan pria tua itu."Sepertin
Tanpa ragu sedikit pun, pria tua itu segera berucap, "Beri tahu aku tujuanmu datang kemari dan siapa kamu."Wira tertegun sejenak, lalu membalas, "Pak Tua, ini bukan satu pertanyaan!" Ini 2 pertanyaan yang digabungkan olehnya menjadi satu. Apa pria tua ini sedang mengerjainya?"Diam, kamu harus menjawab jujur kalau berada di sini. Hal ini sangat penting!" ujar pria tua itu dengan serius. Mendengar ini, Wira tidak terlalu peduli. Bagaimanapun, pria tua ini kadang sadar kadang tidak. Mungkin, dia akan melupakan Wira sebentar lagi.Wira merasa pria tua ini belum tentu bisa mengingat ucapannya, bahkan belum tentu paham. Jadi, tanpa ragu sedikit pun, dia menyahut, "Namaku Wira, aku dari Dusun Darmadi. Aku sudah bertani sejak kecil dan pernah lolos ujian. Aku sudah punya istri, kehidupanku sangat bahagia."Sesudah mendengar perkenalan ini, pria tua itu termangu. Dia bertanya, "Heh? Kamu bertani sejak kecil? Kamu bukan orang Sekte Langit atau Sekte Gunung?"Pertanyaan pria tua ini lagi-lagi m
"Teknik Matahari Besar ini jelas sangat bernilai bagi mereka. Banyak yang akan mengincarmu atau berwaspada terhadapmu. Kamu mungkin akan mati. Jadi, kamu yakin ingin berkorban sebesar itu hanya demi seorang teman?" tanya pria tua itu.Wira tersenyum, lalu mengedikkan bahu sembari menyahut, "Aku memang selalu memperlakukan teman dengan baik. Aku akan berusaha membantu mereka yang butuh bantuan. Selain itu, aku juga ingin melihat seperti apa dunia persilatan. Makanya, aku memilih untuk berlatih."Jawaban Wira membuat mata pria tua itu sontak berbinar-binar. Pemuda ini memiliki kesetiaan dan keberanian, sungguh luar biasa."Bagus, kamu jauh lebih baik daripada mereka yang munafik," puji pria tua itu sambil menatap Wira dengan puas."Pak Tua, karena kamu sudah sadar, apa bisa mengembalikan paha ayam itu kepadaku? Aku sudah nggak makan daging berhari-hari ...," ujar Wira segera.Pria tua itu mendengus dingin dan membalas, "Aku sudah mengambil paha ayam ini, mana mungkin dikembalikan lagi!"
Wira awalnya tidak mengerti. Akan tetapi, setelah dipikir-pikir, mungkin pria tua ini sangat ingin menerima murid selama ini. Itu sebabnya, dia menjadi sangat emosional karena bertemu murid yang sesuai keinginannya.Wira bertanya dengan penasaran, "Guru, kenapa kamu memilihku? Jangan-jangan karena kamu telah makan banyak makanan lezat beberapa hari ini?"Namun, jika benar seperti itu, mungkin pria tua ini sudah punya murid yang tak terhitung jumlahnya!Pria tua itu terkekeh-kekeh, lalu menimpali dengan tenang, "Alasannya sederhana. Pertama karena kamu anak baik dan setia kawan, aku sangat suka. Kedua karena kamu punya nyali besar dan tegas.""Ketiga karena kamu bukan anggota Sekte Langit atau Sekte Gunung, Teknik Matahari Besar itu juga bukan milik mereka. Teknik ini adalah warisan Sekte Insan setelah hancur. Tidak ada yang sanggup mempelajarinya."Wira tertegun mendengarnya. Sekte Insan? Sekte macam apa ini? Dia bertanya, "Guru, masih ada Sekte Insan? Apa sekte ini sama dengan Sekte L
"Aku nggak kenal Hasto, tapi tahu Keluarga Lioris. Keluarga mereka berteman baik dengan ayahku. Pantas saja, aku bisa hidup sampai sekarang. Ternyata, karena bantuan mereka," ujar pria tua itu sembari tersenyum mengejek diri sendiri."Muridku, aku mungkin akan menjadi gila di siang hari. Tapi, aku akan mengajarimu Teknik Awan di malam hari." Selesai mengatakan itu, pria tua itu mulai mengajari Wira."Totalnya ada 9 langkah. Dengan kultivasimu yang sekarang, kamu hanya bisa mempelajari langkah pertama, yaitu Langkah Eksplosif. Pusatkan kekuatan pada kakimu, lalu menyerbu ke depan. Tapi, ini bukan ledakan biasa. Ini lembut, tapi juga kuat. Lihatlah," jelas pria tua itu.Kemudian, pria tua itu mendemonstrasikannya untuk Wira. Sosoknya sontak berkelebat, tetapi tidak ada suara sedikit pun."Ini Langkah Eksplosif?" tanya Wira. Jelas-jelas tidak ada ledakan apa pun, yang ada hanya kesunyian. Saat berikutnya, pria tua itu kembali, lalu tersenyum dan menyuruh Wira menyentuh tempat yang diinjak
Saat ini, semua orang sudah tahu Adjie yang sebelumnya memimpin para perampok dari Desa Riwut untuk mengepung kemah pasukan utara, sehingga mereka mengakui kemampuannya. Justru karena alasan inilah, mereka ingin melihat bagaimana pendapat Adjie tentang masalah ini.Melihat banyak orang yang menatapnya, Adjie tersenyum dan berkata, "Hehe. Sebenarnya pemikiranku tentang masalah ini juga sama, nggak terlalu sulit. Kalau diperhatikan dengan saksama, pasukan utara sangat bergantung pada kavaleri. Jadi, kalau kita berhasil menghancurkan kavaleri ini, hal pertama yang akan dipikirkan mereka adalah bagaimana mencegah kehancurannya lebih lanjut."Semua orang langsung tertegun karena mereka benar-benar tidak terpikirkan hal ini.Beberapa saat kemudian, seseorang berkata dengan terkejut, "Yang kamu katakan sepertinya memang benar. Tapi, kelihatannya strategi ini juga tidak begitu menguntungkan bagi kita."Semua orang menganggukkan kepala karena mereka juga setuju dengan perkataan orang itu.Saat
Di dalam lereng bukit yang jaraknya tidak jauh dari kemah pasukan utara di Pulau Hulu, Wira dan yang lainnya sudah menyiapkan penyergapan dan kini sedang menunggu pasukan musuh mendekat.Saat semua orang sedang menunggu dengan cemas, beberapa orang di barisan depan mengernyitkan alis. Beberapa saat kemudian, salah seorang dari mereka berlari ke arah Wira dan berkata, "Tuan, mereka sepertinya sudah mundur, kini kita sudah bisa bergerak. Tapi, dilihat dari situasinya, mereka memang cukup kuat."Mendengar kabar musuh sudah mundur, Wira pun mengernyitkan alis. Menurutnya, musuhnya ini terlalu lemah, malah tidak berniat untuk menyerang.Beberapa saat kemudian, Adjie yang berdiri di samping tersenyum dan berkata, "Tuan, sepertinya Zaki ini mulai cerdik, nggak langsung menyerang kita. Menurutku, sekarang mereka mulai membuat strategi."Wira tersenyum saat mendengar perkataan itu dan berkata, "Hehe. Ternyata begitu, tapi yang paling penting sekarang adalah kita bisa menangkap mereka. Kalau mer
Melihat Zaki dan Joko begitu tidak sabar, Darsa tersenyum dan berkata, "Hehe. Cara ini memang bisa berjalan, kita hanya perlu memindahkan medan perang ke arah selatan. Dengan begitu, kita bisa langsung menahan pasukan musuh di sana."Mendengar perkataan itu, kedua orang itu tertegun sejenak. Mereka merasa rencana ini mungkin bisa berjalan dengan baik, tetapi mereka harus memastikan rencana ini tidak bermasalah terlebih dahulu.Semua orang menganggukkan kepala.Setelah berpikir sejenak, Darsa yang sepertinya teringat sesuatu pun menoleh dan berkata pada Zaki dan Joko, "Kalian pergi siapkan tali perangkap kuda sebanyak mungkin, kita akan membalas musuh dengan cara yang sama."Zaki dan Joko langsung merasa sangat bersemangat saat mendengar perintah itu. Mereka segera merespons perintah itu dan segera pergi menyiapkan tali perangkap kuda.Saat ini, hanya tersisa Darsa dan para wakil jenderal yang berada di dalam tenda. Setelah mengumpulkan mereka, Darsa berkata, "Sekarang hanya sisa kalian
Mengingat tali jebakan kuda, Zaki langsung mengumpat, "Tuan, aku menderita kerugian besar di tangan Wira sebelumnya juga karena tali perangkap kuda ini. Kali ini aku harus membuat mereka membayar perbuatan mereka."Darsa tersenyum karena dia juga tahu kerugian yang sudah dialami Zaki, lalu berkata, "Hehe. Aku sudah mendengar tentang hal itu. Musuh memang terlalu licik. Bukan hanya memasang tali perangkap kuda, mereka juga menebar paku kuda di jalur mundur. Benar-benar licik dan kejam."Zaki menganggukkan kepala karena situasi kali ini memang cukup sulit untuk dihadapi. Jika bukan karena tali perangkap kuda, dia tidak akan kehilangan ratusan kuda perang begitu saja. Oleh karena itu, saat mendengar Darsa akan menggunakan tali perangkap kuda, dia langsung menganggukkan kepala dengan sangat bersemangat.Joko yang berada di samping berkata, "Kalau hanya mengandalkan tali perangkap kuda, dampaknya nggak terlalu besar. Musuh akan menyerang dari atas bukit dan melewati pintu masuk lembah. Kala
Mendengar kata dari selatan ke utara, Zaki dan Joko langsung tertegun dan kembali melihat peta di depan mereka.Setelah mengamati petanya dari sudut pandang berbeda, Zaki langsung terkejut sampai keringat dinginnya mengalir dan berkata dengan pelan, "Aku mengerti sekarang. Kalau tebakanku benar, mereka akan memblokir kita sepenuhnya di wilayah utara kalau mereka berhasil merebut Gunung Linang ini. Dengan begitu, seluruh wilayah dari Gunung Linang ke selatan akan dikuasai Wira."Mendengar perkataan itu, Darsa tersenyum.Setelah mendengar analisis Zaki, Joko yang berdiri di samping juga akhirnya mengerti situasinya dan berkata, "Ternyata begitu. Kalau begitu, selama pasukan Wira belum berhasil merebut Pulau Hulu dan bergerak ke Gunung Linang, mereka akan terus menyerang kita, 'kan?"Mendengar perkataan itu, semua orang tersenyum.Sementara itu, Darsa menganggukkan kepala dan berkata, "Benar. Sekarang mereka sudah menggunakan rencana saluran air dan kavaleri untuk menyerang kita pun masih
Zaki menambahkan, "Benar. Tuan, setelah memenangkan pertempuran ini, Wira pasti akan langsung pergi. Dia mana mungkin melancarkan serangan kedua."Mendengarkan perkataan keduanya, Darsa tersenyum dan berkata, "Aku tentu saja sangat yakin. Apa kalian tahu kenapa Wira bisa menyerang kita?"Kedua orang itu langsung tertegun sejenak karena sebelumnya mereka memang tidak memikirkan alasan di balik serangan itu.Zaki langsung tercengang sejenak, lalu berkata, "Tuan, bukankah mereka menyerang karena ingin merebut Pulau Hulu ini? Apa mereka punya tujuan lain?"Mendengar pertanyaan itu, Darsa tersenyum. Namun, dia tidak langsung menjawab, melainkan menatap Joko dan berkata sambil tersenyum, "Menurut kalian?"Joko juga tertegun karena dia tidak menyangka Darsa akan melemparkan pertanyaan ini padanya. Setelah berpikir sejenak, dia baru menjawab, "Menurutku, Wira memang ingin merebut Pulau Hulu ini. Tapi, apa mereka ada rencana di balik ini, aku masih belum terpikirkan."Semua orang juga langsung
Mendengar Darsa memuji dan bahkan memberikan penilaian yang sangat tinggi terhadap orang yang bernama Adjie ini, Zaki mengernyitkan alis dan berkata, "Tuan, kenapa kamu malah memuji musuh kita? Menurutku, nggak peduli siapa pun dia, tombakku ini pasti akan membunuhnya."Semua orang sudah terbiasa dengan temperamen Zaki yang buruk, sehingga kebanyakan dari mereka hanya tersenyum.Beberapa saat kemudian, Joko yang berdiri di samping pun tersenyum dan berkata, "Orang ini memang pandai menyusun strategi. Kalau tebakanku nggak salah, rencana membuka saluran air ini pasti ide dari Adjie, 'kan?"Joko menatap Guntur yang sedang berlutut saat mengatakan itu, jelas sedang bertanya pada Guntur.Setelah tertegun sejenak, Guntur baru berkata, "Benar, dia juga yang mengatur strategi penyerangan kami tadi. Tapi, kami benar-benar nggak menyangka dia bisa begitu keterlaluan sampai menjadikan orang-orang dari Desa Riwut sebagai umpan."Zaki mendengus, lalu langsung menendang Guntur dan berteriak dengan
Mendengar perkataan Darsa, semua orang menganggukkan kepala. Menurut mereka, apa yang dikatakan Darsa memang masuk akal.Pada saat itu, pintu tenda tiba-tiba terbuka dan Joko berjalan masuk. Setelah memberi salam pada Zaki, dia menatap Darsa dan berkata, "Aku sudah menangani semua perintah Tuan Darsa, sekarang tinggal menunggu laporan dari mata-mata. Kami sudah mengerahkan banyak mata-mata. Kalau ada informasi, mereka pasti akan segera melaporkannya."Mendengar laporan itu, Darsa merasa sangat puas. Dia menatap semua orang dan berkata, "Baiklah. Karena semuanya sudah diatur, sekarang kita akan menyusun rencana perang. Bisa dipastikan para perampok di Desa Riwut sudah bergabung dengan pasukan Wira. Apa kita berhasil menangkap salah satu dari mereka?"Tepat pada saat itu, salah seorang wakil jenderal yang bertugas untuk membersihkan medan perang memberi hormat dan berkata, "Tuan, sebelumnya kami memang berhasil menangkap satu tahanan. Orang ini tadinya berpura-pura mati, tapi untungnya p
Mendengar perkataan itu, Darsa menganggukkan kepala. Melihat Joko hendak pergi, dia baru teringat sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Oh ya. Setelah selesai mengatur semuanya, datang lagi ke sini. Aku harus merencanakan beberapa hal lagi untuk langkah selanjutnya.""Baik!" jawab Joko.Setelah Joko pergi, Darsa mengernyitkan alis. Pada saat itu, dia melihat Zaki masuk dari luar. Dia langsung tertegun sejenak saat melihat Zaki, lalu bertanya, "Bagaimana? Pikiranmu sudah jernih?"Mendengar pertanyaan Darsa, Zaki menganggukkan kepala dan langsung berkata sambil memberi hormat, "Tuan Darsa, maaf, sebelumnya aku memang terlalu gegabah. Tapi, kali ini ada begitu banyak saudara kita yang tewas, aku benar-benar merasa nggak rela."Darsa tersenyum, lalu berkata, "Hehe. Ini bukan masalah, kita akan membalasnya lain kali. Kali ini mereka memang menang, tapi menang dan kalah adalah hal yang biasa dalam dunia peperangan. Kalau kamu putus asa dan hanya memikirkan soal balas dendam karena kekalahan k