Mendengar perkataan itu, ekspresi Kumar terlihat ketakutan. Setelah merenungkannya cukup lama, dia langsung berkata, "Lari! Saat ini, kumpulkan semua pasukan untuk melarikan diri dari Provinsi Sebra! Sekalian selamatkan kakakmu! Hanya satu cara ini untuk tetap hidup!"Kumar tidak memiliki waktu untuk bersedih.Gibran menjadi bengong, tetapi dia juga tahu saat ini adalah saat yang sangat genting. Tanpa basa-basi lagi, dia segera mengumpulkan pasukan.Dalam sekejap, 20 ribu pasukan berkumpul, lalu Kumar dan keluarganya langsung pergi meninggalkan Kerajaan Ahola. Dia tahu jika mereka tetap menjaga kota, mereka tidak akan bisa bertahan. Mereka hanya bisa melarikan diri dan mencari kesempatan di lain hari. Jika tidak, mereka pasti akan mati. Dengan cara ini, mungkin mereka masih memiliki kesempatan untuk bangkit kembali lagi.Di sisi lain, saat Ciputra dan Prabu sedang bertarung, Raja Tanuwi sudah tiba di tempat itu. Seratus delapan puluh ribu pasukan melawan seratus ribu pasukan. Meskipun
Keluarga Juwanto tidak mungkin bangkit kembali, sehingga Keluarga Barus dan Kerajaan Agrel tentu saja tidak akan menghabiskan terlalu banyak kekuatan untuk memusnahkan Keluarga Juwanto. Jika ada salah satu pihak yang menghabiskan terlalu banyak kekuatannya, keseimbangannya akan terganggu.Terutama Kerajaan Agrel yang sudah bersusah payah menguasai satu provinsi. Jika kehilangan terlalu banyak pasukan, mereka juga akan sulit mempertahankan provinsi itu dan malah akan direbut oleh Keluarga Barus.Oleh karena itu, Keluarga Juwanto masih memiliki peluang untuk melarikan diri."Benar. Kamu pikirkan dengan saksama dulu, apa Keluarga Barus dan Kerajaan Agrel akan berusaha sekuat tenaga untuk membunuh Prabu? Selain itu, Prabu ini kuat dan hebat, mungkin keduanya pun bukan tandingannya!"Setelah mendengar perkataan Wira, Biantara tidak membantahnya."Prabu memang sangat kuat. Bukan hanya kemampuan bela dirinya hebat, tapi kemampuannya dalam memimpin pasukan pun nggak ada yang bisa menandinginya
Setelah mendengar itu, Biantara makin mengagumi Wira. Meskipun dia sudah tahu kegeniusan Wira dan selalu berusaha mengikuti jejak Wira. Namun saat ini, dia menyadari bahwa pemikirannya masih kurang jauh dibandingkan Wira. Langkah Wira ini benar-benar terlalu luar biasa. Bukan hanya menghancurkan Keluarga Juwanto, dia juga meninggalkan sebuah ancaman bagi Keluarga Barus.Wira dan yang lainnya sudah mendapatkan satu provinsi dan menghabisi Keluarga Juwanto, tetapi mereka mungkin masih tidak bisa tenang. Setelah Kerajaan Ahola, sekarang Keluarga Nuala yang menjadi masalah mereka yang baru.Pada saat itu, sebuah surat datang. Setelah membacanya sejenak, Biantara tersenyum. "Kak Wira, sesuai perkataanmu, perang besar sudah berakhir. Dengan bantuan Kumar, dari 120 ribu pasukan Prabu, hanya tersisa empat puluh ribu pasukan yang berhasil melarikan diri! Tempat mereka melarikan diri adalah Kerajaan Nuala! Melihat itu, Kerajaan Agrel langsung mundur dan Ciputra juga nggak berani mengejar lagi! K
Apalagi, Sigra juga mendapatkan Provinsi Sebra yang merupakan markas besar Keluarga Juwanto.Pada saat ini, setelah meninggalkan pasukan penjaga, Ciputra juga kembali ke ibu kota. Dia melaporkan tentang situasi pertempuran dan kehilangan dua ratus ribu pasukan. Namun, Prabu tidak tewas dalam pertempuran, malah melarikan diri menuju ke arah Kerajaan Nuala."Setelah pertempuran ini, Keluarga Juwanto nggak akan bisa bangkit kembali! Tapi ... mereka sudah pergi ke perbatasan Kerajaan Nuala. Hal ini ... sungguh ... memusingkan!" Ekspresi Sigra menjadi sangat muram.Mendengar perkataan itu, Ciputra menarik napas dalam-dalam dan tiba-tiba muncul sebuah pemikiran aneh di hatinya. "Ayahanda, menurut Anda ... apa Wira sudah memperhitungkan hal ini sejak awal?"Begitu mendengar pertanyaan itu, Sigra dan Farrel terkejut, terutama Sigra yang juga merasa seperti itu. Dia bergumam, "Kalau Wira sudah memperhitungkan hal ini sejak awal ... berarti perhitungannya ini terlalu kejam!"Saat terkejut, tatap
Masalah sudah sampai seperti ini sehingga tidak ada gunanya membahas siapa yang salah lagi. Kumar adalah orang yang berlapang dada. Meskipun kalah, bukan berarti mereka rugi sepenuhnya. Setidaknya, mereka masih memiliki 40.000 pasukan.Sebelum pergi, mereka juga mengambil banyak harta Keluarga Juwanto sehingga masih ada peluang untuk bangkit kembali, meskipun tidak akan semudah itu."Ayah, apa yang harus kita lakukan sekarang? Ini adalah wilayah Kerajaan Nuala. Mungkin mereka sudah tahu kalau kita menyerang wilayah mereka. Kalau Yudha memimpin 60.000 pasukan kemari, takutnya kita nggak bisa melawan! Kita sudah pasti mati kalau Kerajaan Nuala bekerja sama dengan Keluarga Barus!" ucap Prabu dengan panik. Terlihat kecemasan pada tatapannya.Mendengar ini, Kumar menarik napas dalam-dalam dan menyahut, "Sepertinya, satu-satunya cara untuk sekarang adalah bergabung dengan Kerajaan Nuala."....Pada saat yang sama, Jihan sedang berada di kamar tidurnya. Tiba-tiba, Saiqa masuk dan membawa Yudh
Keluarga Juwanto tidak akan bisa mempertahankan wilayah tersebut. Mendengar ini, Yudha pun bertanya, "Yang Mulia, apa pendapat Anda?"Maksud Yudha tentu saja apakah Jihan akan menerima Keluarga Juwanto atau melenyapkan mereka. Selain kedua ini, tidak ada pilihan lain lagi.Jihan tersenyum sambil berucap, "Keluarga Juwanto akan mencari kita untuk bernegosiasi. Mungkin, surat mereka sudah dalam perjalanan kemari."Begitu ucapan ini dilontarkan, seorang pelayan wanita berjalan masuk dan melapor, "Yang Mulia, ada surat rahasia!"Saiqa yang mendengar ini pun mengambilnya, lalu menyerahkannya kepada Jihan. Begitu melihatnya, Jihan terkekeh-kekeh dan berkata, "Lihat, Keluarga Juwanto memilih untuk bergabung dengan kita."Yudha bertanya, "Keluarga Juwanto sangat ambisius. Jika membiarkan mereka berada di sini, apa akan timbul masalah?"Jihan mengangguk sambil menyahut, "Jika dalam situasi normal, aku pasti sudah menghabisi mereka. Keluarga Juwanto memang penyebab kekacauan ini, tapi ... nggak
Wira cukup memiliki kesan baik terhadap Yahya. Ketika dia berada di Kerajaan Nuala, Yahya yang bersikap paling ramah padanya. Kecerdasan Yahya pun membuatnya takjub!Yahya baru berusia 10 tahun, tetapi kecerdasannya melampaui anak-anak seusianya. Sayangnya, Raja Bakir malah diracuni oleh Keluarga Juwanto. Jika tidak, Yahya mungkin bisa menjadi penguasa hebat."Siapkan kediaman, bawa mereka kemari. Aku ingin menemui Yahya," perintah Wira.Di sisi lain, Yahya, Alina, dan beberapa pelayan yang mengikuti mereka merasa sangat gugup. Alina menatap Yahya sambil bertanya dengan cemas, "Yahya ... kita berada di wilayah kekuasaan Wira. Apa dia akan membunuh kita?"Yahya menggeleng sembari menjawab, "Nggak akan, Guru orang paling baik dan ramah di dunia ini.""Wira ... baik dan ramah?" tanya Alina dengan heran. Bagaimana bisa Yahya menilai Wira seperti itu?"Ya, tenang saja, Ibu. Guru nggak akan melukai kita. Di Provinsi Lowala ini, kita mungkin bisa hidup tenang tanpa terlibat dalam perebutan ta
"Silakan duduk," ucap Wira sambil melirik Alina sekilas."Tuan Wira nggak perlu begitu sungkan denganku lagi. Panggil saja aku Kak Alina," ujar Alina. Yahya sudah tidak berniat untuk menguasai dunia, jadi untuk apa status selir agung ini?"Hehe, baiklah. Aku sudah menyiapkan pesta penyambutan untuk kalian," sahut Wira. Mereka mulai makan setelah semuanya duduk.Ini pertama kalinya Alina dan Yahya memakan makanan selezat ini. Keduanya merasa sangat takjub, bahkan merasa sangat gembira selama makan."Yahya, kediaman ini hadiah untukmu. Tempat ini akan menjadi rumahmu. Omong-omong, apa kamu sudah punya rencana?" tanya Wira.Yahya tersenyum sambil menimpali, "Awalnya belum ada rencana, tapi sekarang sudah ada."Wira pun tertegun mendengarnya. Dia menjadi penasaran sehingga bertanya, "Apa rencanamu?""Aku ingin mengikuti Guru berbisnis," sahut Yahya. Dia tentu harus punya cara untuk melangsungkan hidup. Dengan otak cerdasnya, dia pasti cocok menjadi seorang pebisnis.Wira tertawa terbahak-b
Orang itu segera menangkupkan tangan dan menyahut, "Tuan Wira sudah tiba di selatan. Beliau secara khusus mengirim kami untuk membantu, terutama karena khawatir pihak Desa Riwut menempatkan mata-mata di pasukanmu. Kalau itu terjadi, tentu akan sangat menyulitkan pergerakanmu."Mendengar kata-kata itu, Adjie tersenyum tipis. Setelah beberapa saat, dia merasa sangat terharu. Tak disangka, Wira berpikir sejauh ini untuknya.Setelah terdiam sesaat, Adjie bertanya dengan suara rendah, "Berapa banyak orang yang datang bersama kalian kali ini? Apakah ada orang luar yang melihat kalian?"Meskipun Adjie telah mengirim sebagian besar anak buahnya untuk berjaga di sekitar saluran air, di sekitar perkemahannya masih ada cukup banyak orang. Terlebih lagi, pihak musuh juga terus mengawasinya, dia khawatir keberadaan pasukan bantuan ini ketahuan."Jangan khawatir, Jenderal. Orang-orang yang mengawasi tadi sudah kami tangani. Sekarang, yang berada di luar semuanya adalah orang-orang kita sendiri. Kami
Mendengar kata-kata itu, semua orang termangu sesaat. Menurut mereka, yang dikatakan Wira masuk akal juga. Namun, bagaimana mungkin mereka tahu Wira akan mengirim pasukan untuk menyerang Pulau Hulu?Saat beberapa orang masih diliputi kebingungan, mereka tiba-tiba teringat pada Adjie yang berada di dalam wilayah tersebut. Seketika, wajah mereka berseri-seri. Sebelumnya, mereka sangat penasaran. Namun, tampaknya jawabannya sudah jelas. Adjie adalah kuncinya.Banyak di antara mereka yang langsung merasa yakin. Pada saat itu, beberapa orang tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, mengirim Adjie ke sana memang pilihan yang tepat. Dengan begini, kita nggak akan sepenuhnya berada dalam posisi yang pasif."Mendengar hal ini, semua orang tersenyum. Namun, Wira berbicara dengan suara pelan, "Saat ini, sebaiknya kita jangan terlalu percaya diri. Kita harus ingat bahwa keadaan bisa berubah kapan saja. Untuk sekarang, kita tunggu saja kabar dari Adjie."Mendengar kata-kata itu, mereka kembali termenu
Hayam memang seorang ahli dalam intelijen dan pembunuhan. Jelas sekali, dia sudah memahami informasi ini dengan sangat baik. Sambil tersenyum, dia berkata dengan suara pelan, "Sebelumnya kami sudah menyelidiki semuanya. Dari sudut pandang strategis, target utama yang harus kita amankan lebih dulu adalah bagian timur, selatan, dan utara Pulau Hulu.""Berdasarkan informasi yang kami kumpulkan, ditambah dengan bukti yang diberikan oleh Adjie, sekarang sudah jelas bahwa wilayah selatan dikuasai oleh Guntur. Dia dulunya adalah orang nomor dua di Desa Riwut. Tapi sejak Adjie tiba di sana, dia turun menjadi orang nomor tiga."Mendengar ini, semua orang tidak bisa menahan tawa. Tak perlu dipikir panjang, jelas bahwa Adjie pasti menggunakan kekuatan untuk merebut posisinya.Wira pun tersenyum geli. Dia tahu bahwa Adjie dan orang-orangnya sangat kuat. Adjie bukan hanya unggul dalam strategi, tetapi juga dalam pertarungan. Jika tidak, saat melakukan penyergapan terhadap kavaleri pasukan utara, W
Mendengar hal itu, Wira mengangguk pelan. Setelah beberapa saat, dia tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, ini akan lebih mudah bagi kita. Berapa jauh lagi jarak dari sini ke Pulau Hulu?"Hayam yang berdiri di samping segera maju dan menyahut, "Sekarang jaraknya tinggal beberapa ratus meter. Nggak jauh lagi. Sebelumnya, aku sudah mengirim mata-mata dan ternyata pasukan utara nggak menempatkan pengintai sama sekali."Mendengar ini, Wira sedikit terkejut. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa pasukan utara tidak menugaskan mata-mata di tempat yang sedekat ini. Dalam hati, dia merasa cukup heran dengan situasi ini.Seolah-olah mengerti apa yang ada di benaknya, Hayam tersenyum sebelum berkata, "Tadinya kami juga merasa aneh, tapi sekarang tampaknya semuanya mulai masuk akal. Yang paling penting bagi kita sekarang adalah memastikan kita bisa menangani orang-orang ini. Tapi, yang lebih menarik adalah kami menemukan orang-orang dari Desa Riwut."Wira terkejut. Dia tidak menyangka orang Desa
Selain itu, Pasukan Harimau yang melakukan perjalanan jauh dengan kecepatan tinggi tetap menjaga formasi tanpa ada tanda-tanda kekacauan.Hayam,yang sudah lebih dulu menerima kabar pun tersenyum tipis. Dia langsung berdiri di depan dan menangkupkan tangan, lalu berkata, "Jenderal Arhan, akhirnya kalian sampai. Nggak ada kendala selama perjalanan, 'kan?"Arhan juga menangkupkan tangan, lalu tersenyum dan menyahut, "Tentu saja nggak ada. Tuan Wira ada di belakang, sepertinya juga akan segera tiba."Sejujurnya, Arhan cukup mengagumi Hayam. Bukan hanya karena orang ini berani dan teliti, tetapi juga karena dia mengendalikan pusat Paviliun Langit dan sangat dipercaya oleh Wira.Biasanya, orang yang sudah berada di posisi tinggi akan lebih berhati-hati dalam membuat kontribusi. Namun, Hayam bukan tipe orang seperti itu. Meskipun sudah memiliki kedudukan tinggi, dia masih ingin terus maju.Beberapa saat kemudian, seolah-olah teringat sesuatu, Hayam terkekeh-kekeh dan berujar, "Tadi aku sempat
Mendengar perkataan itu, mata-mata itu tertegun sejenak. Dia memang meragukan identitas Adjie karena pria ini terlihat begitu berwibawa dan sama sekali tidak seperti seorang perampok.Melihat mata-mata itu ragu, anak buah Adjie langsung menendang mata-mata itu dan berkata dengan dingin, "Kenapa masih bengong? Cepat keluarkan suratnya."Setelah tertegun sejenak, mata-mata itu akhirnya mengeluarkan suratnya.Setelah membaca isi surat itu, Adjie berkata dengan pelan, "Habisi dia, jangan tinggalkan jejak."Ekspresi mata-mata itu langsung berubah karena dia benar-benar tidak menyangka Adjie ternyata begitu kejam. Dia langsung berlutut dan memohon ampun.Namun, anak buah Adjie tidak peduli dan langsung menyeret mata-mata itu pergi.Beberapa saat kemudian, Adjie pun menghela napas. Dia tidak menyangka pasukan utara ternyata berniat untuk bersekutu dengan Desa Riwut. Namun, setelah berpikir sejenak, dia langsung memahami tujuan mereka yang hanya ingin memanfaatkan perampok Desa Riwut untuk men
Tepat saat Adjie hendak pergi melihat keadaannya, salah satu anak buahnya yang bertugas berjaga di luar tiba-tiba berlari mendekat dan berkata, "Bos, kami menemukan ada mata-mata dari pasukan utara di depan, haruskah kita menangkapnya?"Adjie tertegun sejenak saat mendengar ada mata-mata, lalu bertanya-tanya apakah pasukan utara berniat mengirim mata-mata untuk menyelidiki keadaan di sini. Dia bertanya dengan pelan, "Mereka mengirim berapa banyak mata-mata?"Saat sedang berperang, jumlah mata-mata yang dikirim selalu berbeda. Jika untuk membawa laporan militer yang sangat mendesak, biasanya mata-mata yang dikirim akan beberapa orang sekaligus untuk memastikan pesannya bisa sampai ke tangan pemimpin tepat waktu.Anak buah itu tertegun sejenak, lalu berkata, "Hanya satu orang."Adjie tersenyum, tetapi dia juga merasa bingung saat mendengar mata-matanya hanya satu. Jangan-jangan ini hanya mata-mata biasa? Memikirkan hal itu, dia berkata dengan pelan, "Bawa dia ke hadapanku, cepat!""Siap!
Melihat Zaki yang kembali tenang, Darsa langsung menghela napas lega. Situasi seperti ini memang cukup merepotkan, tetapi dia juga tidak menyangka kekuatan lawan benar-benar begitu hebat. Mereka bahkan berhasil mengalahkan pasukan besar Zaki dan juga mencuri kuda yang ditinggalkan. Memikirkan hal ini, dia kembali menghela napas karena malu.Setelah kembali ke tenda, Zaki yang kehilangan selera makannya langsung mengernyitkan alis dan berkata dengan pelan, "Tuan Darsa, cepat katakan, apa yang harus kita lakukan sekarang?"Joko yang berdiri di samping tetap tidak berbicara, tetapi ekspresinya terlihat penuh dengan harapan. Menurutnya, jika Darsa sudah berani berkata seperti ini, berarti Darsa pasti sudah memiliki solusinya.Melihat kedua orang ini menaruh harapan besar padanya, Darsa tersenyum dan berkata, "Sebenarnya masalah ini mudah saja, hanya saja agak merepotkan. Seperti yang aku katakan sebelumnya, kita harus mengirim orang bernegosiasi dengan para perampok di Desa Riwut dulu. Kal
Prajurit itu memberi hormat dan berkata dengan pelan, "Saat kami tiba di tempat itu, semua kudanya sudah hilang. Kami juga sudah mencari di segala arah, kami curiga semua kuda itu sudah dibawa pergi orang-orang Wira."Mendengar laporan itu, Zaki marah sampai hampir memuntahkan darah. Dia akhirnya yakin serangan mendadak sebelumnya pasti ulah dari Wira, sekarang orang-orang Wira bahkan mencuri kuda mereka. Ini benar-benar keterlaluan. Kekuatan utama dari pasukan utara adalah kavaleri. Jika tidak ada kuda, mereka tidak bisa dibilang sebagai kavaleri lagi.Sementara itu, Darsa dan Joko yang berada di dalam tenda juga mendengar Zaki yang sedang memaki prajurit di luar.Darsa pun tersenyum dan berkata, "Zaki ini memang begini, kamu juga tahu temperamennya itu buruk. Ayo kita keluar dan lihat apa yang sudah terjadi."Joko hanya tersenyum, lalu berjalan keluar bersama Darsa. Namun, begitu mereka melihat wajah Zaki yang memerah karena marah, mereka sangat terkejut.Darsa segera maju dan bertan