Sambil mengibaskan mantelnya, Prabu membalikkan badan dan bergegas keluar dari tenda. Dia memimpin sekelompok orang untuk pergi ke depan tenda. Sesuai dugaan, saat melihat Harnold, wajah pria itu terlihat sangat bangga saat berkata, "Hehehe .... Prabu, kamu ini benar-benar pengecut! Bisa-bisanya kamu kembali ke markasmu sendiri. Entah apa yang kamu pikirkan sebenarnya. Apakah ini yang disebut dengan pandai membual tapi tidak punya kemampuan? Dasar pengecut, ayo keluar untuk bertarung kalau kamu berani?"Begitu ucapan itu dilontarkan, wajah muram Prabu tiba-tiba terlihat kejam. Dia mengepalkan tangan dengan erat dan menggertakkan giginya dengan kesal. Berani-beraninya si berengsek ini memakinya seperti itu! Seorang pria sejati tidak akan membiarkan dirinya dihina-hina!Namun, di saat Prabu baru saja mempersiapkan pasukannya untuk bertarung dengan Harnold, Harnold malah kembali berbalik dan melarikan diri bersama para pasukannya. Adegan ini membuat Prabu kesal bukan main! Dia tidak bisa
Sebelum sempat melihat jelas benda apa itu, Prabu sudah mendengar suara ledakan yang dahsyat. Dia pun membelalakkan mata sembari berseru dengan tidak percaya, "Apa yang meledak? Berengsek! Berani sekali mereka menggunakan senjata rahasia!""Tuan Prabu, cepat kabur!" teriak seorang prajurit yang sontak menjatuhkan Prabu ke tanah. Tebersit kepanikan di wajahnya. Dia meneruskan dengan ketakutan, "Ada senjata rahasia!"Saat berikutnya, keduanya sama-sama bertiarap di tanah. Begitu terdengar suara ledakan, gelombang udara yang panas pun menyebar ke sekeliling.Prabu merasa punggungnya seperti terbakar. Dia menengadah sambil memandang ke sekitar dengan ketakutan. Selanjutnya, dia langsung melihat mayat berserakan di mana-mana. Sungguh adegan yang menyedihkan!Kini, ekspresi Prabu tampak kewalahan. Dia merasa dirinya telah gagal. Sementara itu, Harnold yang kabur barusan juga mendengar suara ledakan dari markas Prabu. Dia tentu tahu bahwa Wira sudah beraksi.Harnold tersenyum, lalu menarik ta
Sebelum datang kemari, Wira sudah mendapatkan kabar, yaitu Keluarga Barus ingin bekerja sama dengan Yudha untuk melawan Keluarga Juwanto.Prabu diserang oleh Wira dan Kerajaan Monoma sehingga para elite ini tidak bisa kembali ke Provinsi Suntra secepat mungkin. Mungkin, hari ini akan menjadi akhir dari Keluarga Juwanto.Begitu mendengar ucapan Wira, ekspresi Prabu sontak berubah. Dia berteriak dengan tidak percaya, "Apa katamu?"Keluarga Barus bekerja sama dengan Yudha untuk melawan mereka? Bagaimana hal ini bisa terjadi? Keluarga Juwanto terus memantau Keluarga Barus, jelas-jelas tidak ada pergerakan apa-apa. Mengapa Keluarga Barus tiba-tiba menyerang? Ini tidak seharusnya terjadi!Wira terkekeh-kekeh sebelum menimpali, "Prabu, terserah mau percaya atau nggak, bukan urusanku. Sekarang, sepertinya kamu akan sulit untuk bertahan hidup."Sesudah berbicara, Wira melambaikan tangannya. Meri dan ratusan pasukannya langsung muncul di tembok kota. Masing-masing dari mereka memiliki sekeranjan
"Kenapa begitu?" tanya Danu.Wira menatapnya sambil menjelaskan, "Aku nggak tahu bagaimana Ratu berhasil membujuk Keluarga Barus untuk membantunya. Tapi, dengan ambisi Keluarga Barus ini, mereka nggak mungkin menyerah atas takhta begitu saja.""Itu artinya, perselisihan ini nggak akan pernah berakhir?" tanya Danu lagi.Wira tidak membalas lagi, melainkan menuruni tembok kota dan menatap pasukan Kerajaan Monoma yang berada di kejauhan.Prabu jelas-jelas membawa 30.000 prajurit, tetapi sebagian besar terluka parah dan tewas. Dia sudah termasuk hebat karena ada ribuan prajuritnya yang berhasil melarikan diri."Siapa namamu?" tanya Wira yang duduk di atas kudanya. Jaraknya tidak terlalu jauh dengan Harnold.Harnold segera menjawab, "Tuan Wira, aku jenderal besar dari Kerajaan Monoma. Namaku Harnold.""Jenderal Harnold, kalian nggak perlu memperebutkan Provinsi Suntra lagi. Selama aku di sini, kalian nggak akan bisa mendapatkannya. Tentunya, karena kalian punya 50.000 prajurit, silakan saja
Mereka berdua tentu takut! Bagaimanapun, pasukan lawan berjumlahkan 80.000 tentara! Lantas, bagaimana mereka bisa melawan?Selain itu, mengapa Keluarga Barus tiba-tiba bertindak? Apakah mereka bekerja sama dengan Jihan? Apakah Jihan ingin menyerahkan Kerajaan Nuala kepada Keluarga Barus?Kumar sungguh murka memikirkan semua ini. Hanya saja, dia tidak boleh bersikap ragu-ragu di situasi genting seperti ini."Suruh semua pasukan kembali ke Provinsi Sebra. Meskipun kita hanya punya 40.000 tentara, bukan masalah kalau ingin mempertahankan provinsi ini. Selama kakak kalian pulang tepat waktu, semuanya akan aman!" ujar Kumar.Begitu perintah ini diturunkan, 40.000 tentara bergegas kembali ke Provinsi Sebra. Sebelum Sigra dan Yudha datang, mereka sudah membentuk pertahanan yang sangat kuat.Kumar sudah mempersiapkan semua ini sejak awal. Jika terjadi hal-hal di luar dugaan, setidaknya dia bisa mempertahankan satu provinsi. Hanya saja, dia tidak menduga hari ini akan benar-benar datang! Selain
Benar-benar aneh! Namun, beberapa tentara di sekitar juga mengatakan hal yang sama sehingga Taufik hanya bisa terduduk di singgasananya dengan kesal."Sialan! Pantas saja, Wira berani bekerja sama denganku. Rupanya dia sejak awal sudah punya cara untuk mengalahkan Prabu. Dia hanya memanfaatkan kita untuk memancing Prabu keluar! Setelah dia menang dan menguasai kota, kita pun jadi nggak berguna!" maki Taufik.Taufik sungguh tercengang dengan hasil ini. Dia tahu Wira bukan orang biasa, tetapi tidak menyangka pria ini akan menggunakan metode seperti ini."Wira juga menitipkan pesan untuk Anda. Dia bilang Anda boleh menyerang Provinsi Suntra kapan saja ...," ucap Harnold dengan hati-hati.Begitu mendengarnya, Taufik menjadi makin murka. Dia berkata, "Aku mau pergi ke perbatasan untuk menemuinya!"Taufik tentu merasa enggan karena kehilangan Provinsi Suntra, juga tahu mereka tidak akan bisa merebutnya kembali. Meskipun begitu, dia tidak bisa membiarkan masalah ini begitu saja! Dia harus men
Mendengar ini, Wira pun tertawa terbahak-bahak. Dia menyahut, "Ya, aku tentu mengerti. Kalau begitu, aku harus menjelaskannya kepadamu dulu."Taufik mengangguk mendengarnya. Dia berucap, "Boleh saja, tapi biarkan aku berbicara sebentar. Kali ini, Kerajaan Monoma mengerahkan 50.000 pasukan. Kalau pasukanku nggak menarik perhatiannya Prabu, kamu nggak mungkin bisa menang semudah itu. Benar begitu?"Wira mengangguk sambil membalas, "Ya, benar seperti itu.""Oke. Pasukanku menahan Prabu, juga memancingnya keluar, makanya kamu punya peluang untuk menguasai Provinsi Suntra. Apa ini benar?" tanya Taufik."Ya, itu juga benar," sahut Wira yang mengangguk dan tersenyum lagi.Taufik merasa puas melihat ini. Kemudian, dia meneruskan, "Karena kami membantumu mengalihkan perhatian Prabu dan menahannya, meskipun jasa kami nggak sampai 50%, setidaknya ada 30% dong? Kamu setuju?""Hahaha! Ya, ya, aku setuju!" balas Wira yang tergelak setelah mendengarnya.Taufik tersenyum dan berucap, "Bagus kalau kamu
"Bagaimana kalau aku menyerang kalian saat pertarungan sedang sengit? Bagaimana kalau aku baru turun tangan setelah Kerajaan Monoma kehilangan 20.000 atau 30.000 pasukan? Kalau seperti itu, kalian bukan hanya akan gagal menguasai Provinsi Suntra, tapi juga kehilangan kekuatan tempur, 'kan?""Jadi, para tentara yang selamat itu adalah keuntungan yang kuberikan kepadamu, juga keuntungan yang bisa kuberikan dari kerja sama ini," jelas Wira seraya tersenyum.Hanya saja, Taufik yang mendengarnya merasa sangat geram, bahkan tidak bisa membantah karena semua ini memang fakta.Jika Taufik yang berada di posisi Wira, dia pasti akan mengambil tindakan setelah kedua belah pihak menderita kerugian besar hingga kehilangan kekuatan tempur.Namun, Wira tidak berbuat seperti itu. Dia juga tidak memanfaatkan pasukan Taufik dan berinisiatif untuk melepaskan mereka."Wira, kamu benar-benar licik. Kamu mengembalikan tentaraku sebagai hadiah untukku. Sepertinya, hanya kamu yang bisa melakukan hal seperti i
Mendengar itu, Enji mengangguk pelan. Setelah beberapa saat, dia menatap mereka dan tertawa. "Sebelumnya aku memang nggak terpikirkan. Kalau berita ini benar, ini adalah kabar baik."Desa Riwut terletak cukup dekat dengan Pulau Hulu. Jadi, bagi Enji, jika Wira benar-benar membawa orang untuk merebut Pulau Hulu, segalanya akan jauh lebih mudah.Memikirkan hal ini, dia mengernyit dan bertanya, "Baiklah. Kalau begitu, jangan terburu-buru. Ini adalah urusan besar. Setidaknya biarkan kami menyelidikinya terlebih dahulu, 'kan?"Mendengar itu, Adjie tersenyum tipis. Setelah beberapa saat, dia mengangguk dan berujar, "Tentu saja bisa, tapi kita harus bergerak cepat. Kalau sampai melewatkan kesempatan ini, semua akan sia-sia.""Paham! Paham!" Adjie memberi hormat dengan mengepalkan tangan, lalu berbalik dan pergi.Setelah Adjie pergi, Enji dan Guntur berpandangan. Enji berkata, "Sebelumnya aku nggak terlalu memikirkan ini, tapi sekarang aku merasa ini memang peluang yang nyata. Yang paling pent
Mendengar ucapan itu, keduanya sontak termangu. Adjie ini benar-benar berani, sampai berniat merebut Pulau Hulu pada saat seperti ini!Setelah beberapa saat, Enji dan Guntur berpandangan. Meskipun mereka ingin bergabung dengan Wira, kesetiaan mereka masih dipertanyakan.Alasan utama mereka ingin bergabung adalah karena melihat kemungkinan besar pasukan utara akan dihancurkan oleh Wira. Makanya, mereka ingin mengambil kesempatan untuk membelot.Namun, jika harus benar-benar berperang dan merebut Pulau Hulu sebagai hadiah untuk Wira, mereka masih ragu.Setelah berpikir beberapa saat, Enji mengernyit dan berkata, "Adjie, kami harus mempertimbangkan ini dengan matang. Ini bukan perkara kecil. Memang kami merasa ini kesempatan bagus, tapi kita nggak boleh gegabah."Mendengar itu, Adjie terdiam sejenak. Sesaat kemudian, dia tersenyum sambil mengejek, "Jangan-jangan kamu takut?"Mendengar dirinya diragukan, ekspresi Enji langsung berubah. Memang ada sedikit ketakutan dalam hatinya, tetapi dia
Setelah berpikir sejenak, mereka yakin Adjie memang berasal dari selatan. Sebagian besar pengungsi saat ini juga berasal dari selatan, jadi masuk akal jika dia mengetahui banyak hal.Menyadari hal ini, Enji melambaikan tangan dan bertanya, "Adjie, apa yang sebenarnya terjadi di selatan? Apa kamu tahu?"Adjie maju, memberi hormat dengan tangan terkatup, lalu menyahut, "Sebenarnya aku nggak tahu terlalu banyak. Aku cuma dengar Tuan Wira tampaknya muncul di selatan dan berencana untuk melakukan serangan balasan. Tapi, itu cuma desas-desus.""Apa? Tuan Wira benar-benar sudah datang?" Guntur terkejut, menoleh ke arah Enji. Jelas, mereka mengetahui sesuatu.Melihat reaksi mereka, Adjie sedikit terkejut. Perkembangan situasi ini tampaknya di luar dugaannya. Jangan-jangan ada sesuatu yang bahkan dia sendiri enggan untuk membicarakannya?Sesaat kemudian, Enji berkata dengan penuh semangat, "Bagus kalau itu benar! Semua orang tahu Tuan Wira adalah orang yang sangat setia dan berprinsip. Kalau ki
Mendengar ini, Adjie berpura-pura bodoh dan bertanya dengan ekspresi terkejut, "Apa maksudmu? Sekarat gimana? Jangan bilang dia sudah mati?"Guntur menghela napas. Sepertinya menjelaskan semuanya sekarang akan terlalu panjang, jadi dia hanya menyahut dengan suara rendah, "Sepertinya kamu belum tahu, Zaki mengalami kekalahan besar beberapa waktu lalu dan sekarang mundur ke Pulau Hulu dalam kondisi sekarat. Kalau kita menyerangnya sekarang, bukankah ini akan menjadi kemenangan yang mudah?"Adjie berpura-pura terkejut, menatap Guntur dengan ekspresi penuh kebingungan. Setelah beberapa saat, seolah-olah menyadari sesuatu, dia berujar, "Kalau memang begitu, bisa jadi ini kesempatan bagus. Tapi, aku pernah dengar kalau Zaki sangat kuat."Tak disangka, Guntur malah tertawa dan menimpali, "Kenapa kalau kuat? Kak, kamu mungkin belum tahu, wilayah utara ini dulunya adalah daerah kekuasaan Bobby."Mendengar nama Bobby disebut, Adjie sebenarnya ingin mencari tahu lebih banyak tentang keadaannya sa
Melihat situasi ini, Adjie langsung berseru. Guntur pun termangu, tetapi dia langsung memahami maksud Adjie. Jelas, ini adalah cara untuk menunjukkan statusnya.Mau tak mau, Guntur memaksakan senyuman dan menyapa, "Hehe, Kak Adjie? Mau ke mana?"Adjie melambaikan tangan dan menoleh menatap Tora dan Bajra. Dengan nada tenang, dia berkata, "Kalian berdua pergi dulu, ini bukan urusan kalian. Guntur, temani aku jalan-jalan."Guntur tertegun sesaat. Sebenarnya, dia tidak terlalu ingin mengikuti Adjie. Kemarin, cara Adjie bersikap benar-benar membuatnya merasa tertekan. Namun, melihat wajah Adjie yang tegas, Guntur hanya bisa menghela napas dan mengikutinya keluar.Begitu mereka tiba di tempat yang lebih sepi, Adjie bertanya dengan pelan, "Jadi, aku dengar kamu punya hubungan yang cukup baik dengan Kunaf? Apa itu benar?"Guntur tertegun lagi. Reaksi pertamanya adalah mengira Adjie mendengar percakapan mereka kemarin.Namun, setelah beberapa saat, Adjie melanjutkan dengan suara ringan, "Saat
Mendengar kata-kata Enji, Guntur tersenyum tipis. Setelah beberapa saat, dia berkata, "Boleh dicoba. Tapi, saat ini yang paling penting adalah memastikan agar dia nggak tahu rencana ini. Selebihnya, kita bisa merencanakan dengan matang."Enji mengangguk serius. Setelah memastikan semuanya, dia berujar, "Baiklah. Kalau begitu, besok aku akan mengurus hal ini. Kamu rahasiakan dulu, besok kita buat keputusan akhir.""Baik!" Guntur tersenyum mendengarnya. Menurutnya, jika semua berjalan sesuai rencana, ini adalah kesempatan bagus. Yang harus dipastikan pertama adalah kekuatan mereka saat ini. Begitu waktunya tiba besok, dia bisa langsung menyingkirkan Adjie.Di luar, Adjie yang mendengar percakapan itu ikut tersenyum. Setelah beberapa saat, melihat Guntur hendak keluar, dia segera berdiri dan pergi lebih dulu.....Keesokan harinya, Adjie sudah lebih dulu tiba di aula utama Desa Riwut. Dalam perjalanannya, banyak orang menyapanya dengan ramah. Jelas, mereka benar-benar menganggap Adjie seb
Mendengar hal itu, Guntur tertegun sejenak, agak bingung dengan perkataan Enji. Beberapa saat kemudian, Enji berkata, "Hehe, tak disangka kita mendapatkan harta kali ini. Bukankah saudara yang kamu sebut sebelumnya juga bekerja di pasukan utara?"Guntur tersenyum tipis mendengar itu. Setelah beberapa saat, dia perlahan menyahut, "Jangan dibahas lagi. Aku sudah lama nggak bisa menghubunginya. Entah apa yang terjadi. Terakhir kali pasukan utara berencana menuju perbatasan kota, tapi mereka dijebak. Sekarang mereka semua mundur ke daerah Pulau Hulu."Enji mengangguk. Dalam hatinya, dia mulai menebak identitas Adjie. Setelah beberapa saat, seolah-olah terpikirkan sesuatu, dia berkata pelan, "Apa kamu memperhatikannya? Kemampuan Adjie cukup luar biasa. Aku sampai merasa dia mungkin pernah menjadi tentara."Enji mengangguk lagi, merasa semakin yakin. Tidak berselang lama, Guntur yang berdiri di samping tiba-tiba juga mengangguk seperti teringat sesuatu.Dia mendongak menatap Enji dan berkata
Melihat pemandangan itu, Enji tersenyum dan berkata, "Sebelumnya aku masih nggak yakin. Tapi, dilihat dari situasi sekarang, kamu memang bisa diandalkan. Semuanya, cepat beri hormat pada Kak Adjie kalian ini"Adjie juga terkejut saat mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka orang-orang ini begitu sopan sampai memberi hormat padanya.Melihat ekspresi Adjie yang terlihat canggung, Enji tertawa dan berkata, "Hehe. Kamu nggak perlu gugup, ini memang tradisi di tempat kita. Lagi pula, ini juga penting untukmu."Mendengar perkataan itu, semua orang menganggukkan kepala. Bagi mereka, ini memang hal yang wajar dan harus dilakukan.Guntur juga segera bangkit dan berkata, "Semuanya, jangan basa-basi lagi. Cepat maju dan bersujud pada Kak Adjie."Mengingat adegan sebelumnya di mana Adjie membunuh orang dengan begitu tegas, Guntur benar-benar merasa trauma. Dia merasa dirinya sudah cukup kejam, ternyata Adjie malah lebih kejam lagi.Beberapa saat kemudian, Adjie akhirnya berkata, "
Mendengar perkataan itu, semua orang tertegun sejenak. Mereka benar-benar tidak tahu masalah apa yang dimaksud Enji.Pada saat itu, Guntur yang duduk di bawah berkata, "Bos, langsung katakan saja."Melihat Guntur berkata seperti itu, Enji tersenyum. Dia menunjuk ke arah Adjie dan berkata sambil tersenyum, "Semuanya, mulai sekarang Adjie ini akan menjadi wakil pertama kita. Jadi, kalau kelak kalian bertemu dengannya, jangan lupa memberi hormat."Begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang duduk di bawah langsung mulai berdiskusi. Mereka benar-benar tidak menyangka Adjie akan menjadi wakil pertama.Namun, dua anak buah yang sebelumnya membawa Adjie ke sini, saling memandang dengan ekspresi gembira. Menurut mereka, kesempatan mereka akhirnya datang juga. Saat ini, mereka berada di posisi terbawah di Desa Riwut ini. Oleh karena itu, mereka merasa sangat senang karena merasa mulai sekarang kehidupan mereka akan menjadi lebih baik.Pada saat itu, salah seorang di antara kerumunan tiba-t