Danu yang berada di sebelah juga menjadi sangat waspada. Namun, jumlah lawan mereka sangat banyak. Tidak peduli seberapa hebat pun dirinya dan Pasukan Zirah Hitam, lawan mereka berjumlah sekitar 1.000 orang. Perbedaan jumlah yang sangat banyak ini sangat merugikan mereka.Danu pun secara refleks membawa orang untuk melindungi Dewina dan Wira agar mereka tidak diserang secara diam-diam oleh lawan mereka.Wira juga tahu apabila tidak bisa melarikan diri kali ini, mereka semua pasti akan mati di sini. Oleh karena itu, dia diam-diam memasukkan tangannya ke saku dan bersiap-siap untuk menggunakan senjata andalannya di saat-saat genting.Orang yang memimpin di paling depan itu tidak mengetahui tentang kehebatan Wira. Dia terlihat sangat sombong, lalu mengancam Wira dengan dingin, “Wira, maaf. Salahkan saja dirimu karena sudah menyinggung orang yang nggak sepantasnya kamu singgung. Tindakanmu itu memang sangat konyol!”“Kalian, cepat bunuh mereka! Bertindaklah dengan cepat, jangan sampai mere
Prabu pun tersenyum sinis. Dia mengelus dagunya dan berkata dengan suara berat, “Orang bernama Wira itu punya kemampuan yang sangat hebat. Ingin membunuhnya dengan cara biasa nggak akan begitu gampang. Jadi, kita harus memikirkan cara untuk memancingnya keluar dari Dusun Darmadi dulu. Setelah itu, kita baru bisa membunuhnya dengan gampang.”“Tuan Prabu memang bijak.” Wakil jenderal itu berkata, “Nggak peduli seberapa hebat pun Wira, asalkan bisa memancingnya keluar dari Dusun Darmadi, 1.000 orang itu pasti bisa membunuhnya!”Prabu tertawa sambil menatap ke kejauhan dengan mata berapi-api. Kemudian, dia mendengus, “Benar! Bukannya Wira mengaku kecerdasannya itu nggak tertandingi? Berhubung begitu, aku mau tahu bagaimana dia bisa melarikan diri dari serangan pasukan sebanyak 1.000 orang.”“Tuan, orang yang kamu utus itu adalah para ahli. Begitu mereka bertemu dengan Wira, Wira pasti akan mati!” jawab wakil jenderal itu.Kemudian, kedua orang itu saling memandang dan tertawa. Prabu terlih
“Benda itu mirip petasan, tapi ... kekuatannya sangat dahsyat. Orang yang terkena ledakan itu akan kehilangan tangan atau kakinya, ada juga yang tubuhnya langsung hancur ...,” jelas prajurit itu dengan sangat ketakutan.Sampai sekarang, dia masih tidak mengerti apa sebenarnya yang sudah terjadi. Apa yang dilemparkan Wira sehingga bisa menimbulkan ledakan yang begitu luar biasa?Setelah mendengar cerita ini, Prabu merasa sangat tercengang. Mampu membunuh ratusan orang dalam sekejap? Bahkan kekuatan panah juga tidak sehebat itu! Apa sebenarnya benda itu?Dari informasi yang Prabu dapatkan, Wira memiliki sebuah senapan yang berbentuk kecil dan indah, tetapi sangat mematikan. Jangan-jangan, Wira telah menciptakan senjata baru yang lebih mengerikan lagi? Prabu benar-benar tidak percaya bahwa Wira adalah orang yang begitu genius.“Wira, Wira, ternyata kamu memang sangat mengejutkan. Tapi, kedua provinsi ini sudah dikendalikan oleh anggota-anggotaku. Bandit-banditmu memang cukup hebat. Sayang
Wira pun tersenyum dan menjawab, “Biarpun nggak yakin sepenuhnya, aku punya cara untuk membuat Prabu nggak bisa mencari masalah dengan kita lagi.”Setelah mendengar jawaban Wira, Danu pun tertawa dan bertanya, “Kak Wira, katakanlah. Apa yang harus kita lakukan?”Wira mengedipkan matanya dan menjawab, “Mengandalkan orang lain untuk menghabisinya!”Begitu mendengar jawaban itu, semua orang pun kebingungan karena tidak mengerti maksud Wira. Namun, Wira hanya tersenyum misterius tanpa menjelaskannya.Pada saat kejadian-kejadian ini berlangsung, Sigra sedang meninggalkan istana sambil tersenyum. Setelah dia pergi, Jihan terlihat sedikit merasa bersalah.Saat ini, Saiqa berjalan menghampiri Jihan dan bertanya dengan hati-hati, “Ratu, An ... Anda benar-benar menyetujuinya? Kalau begitu ... bagaimana Pangeran Jefry bisa menguasai dunia?”Saiqa yang dari tadi mendengar pembicaraan mereka merasa sangat terkejut setelah mendengar syarat itu. Awalnya, dia merasa Jihan seharusnya tidak akan setuju.
Begitu ada pergerakan sedikit saja, Kerajaan Nuala akan jadi mangsa empuk bagi ketiga pihak. "Kemal dan Ardi telah memikirkan sebuah solusi untukku. Apa kamu mau dengar apa caranya?" tanya Jihan kembali. Usai mendengar hal itu, Yudha tertegun sejenak.Cara? Apakah masih ada cara lain? Masalah ini sepertinya sudah berada di jalan buntu! Kerajaan Nuala tidak punya kekuatan militer, ditambah lagi konflik yang terjadi secara eksternal dan internal. Meski bisa mengalahkan salah satu pihak, kedua pihak lainnya akan langsung mengambil kesempatan. Masalah ini benar-benar sulit ditangani!"Mohon petunjuk Ratu!" ucap Yudha buru-buru. Dia juga sangat penasaran dengan cara yang disarankan oleh kedua penasihat itu.Mendengarnya, Jihan berkata, "Cara yang mereka sarankan sangat sederhana. Mereka ingin meminta bantuan Keluarga Barus."Hanya mendengar beberapa patah kalimat itu, Yudha langsung mengerutkan alisnya. Dia mengetahui masalah Jihan bermusuhan dengan Keluarga Barus, jadi mana mungkin Keluarg
Yudha semakin bingung setelah mendengar reaksi Jihan. Apa maksudnya semua yang dikatakan Ratu? Apa maksudnya Yudha tidak membuatnya kecewa? Jangan-jangan Ratu hanya mengetesnya?"Ratu, apa maksud Anda?" tanya Yudha dengan ragu-ragu. Mendengar perkataan ini, Jihan hanya menarik napas dalam-dalam dan berkata, "Yudha, aku nggak pernah mengkhianati Kerajaan Nuala ataupun mendiang Raja. Baik itu dulu ataupun kelak ... aku membutuhkan bantuanmu!"Yudha hanya terdiam dengan kebingungan mendengarnya. "Yang Mulia, aku tetap tidak mengerti.Jihan kembali menjelaskan, "Aku sudah diam-diam menemui kakakku dan mencapai kesepakatan dengannya. Aku meminta bantuannya, lalu setelah negara ini aman, aku akan membiarkannya mengambil alih Kerajaan Nuala. Ini adalah janjiku. Tapi ... aku hanya pura-pura menyetujuinya, apa kamu mengerti?"Mendengar penjelasannya, Yudha terkejut. "Bukankah ini ... sama saja dengan mengundang penjahat? Kalau Keluarga Barus ikut campur tangan dalam pemerintahan, takutnya kita
Terlebih lagi, Jihan dibesarkan di Keluarga Barus, bagaimana dia bisa setega itu?Jihan tersenyum sambil meneteskan air mata. "Aku juga tidak ingin mengambil keputusan ini, tapi apakah kamu menyuruhku menyerahkan Kerajaan Nuala begitu saja? Aku memang bisa saja melakukan hal seperti itu. Paling-paling aku hanya akan dianggap tidak berguna, aku tidak keberatan. Setidaknya dengan menyerahkannya pada Keluarga Barus, aku dan Jefry akan aman seumur hidup.""Tapi aku sudah berjanji pada mendiang Raja untuk menjaga Kerajaan Nuala demi Keluarga Larasati, aku tidak bisa mengingkar janji! Kalau kamu bersedia membantuku, aku akan berterima kasih padamu terlebih dahulu. Kalau kamu tidak bersedia, aku juga tidak menyesal," tanya Jihan pada Yudha.Yudha hanya menghela napas. Setelah itu, dia merenung cukup lama sebelum mengangguk menyetujuinya. "Baiklah ... aku akan melaksanakannya," jawab Yudha pada akhirnya. Dia tidak punya alasan untuk menolak. Baik ini adalah demi kestabilan negara ataupun pesan
Saat memikirkan Wira, Farrel tersenyum dengan tatapan berbinar. Sigra juga mengangguk saat mendengar penilaian Farrel. "Baguslah kalau memang begitu. Wira bisa menangani Prabu, kebetulan kita juga bisa turun tangan untuk melawan Keluarga Juwanto."Farrel terkejut saat mendengar ucapan ayahnya. "Maksudnya, Ayah mau menyuruh Kakak untuk turun tangan?"Sigra menggelengkan kepala. "Nggak perlu, aku masih nggak ingin menunjukkan kekuatan kakakmu. Masih ada Wira yang bisa menghadapi Prabu, nggak ada orang lain yang patut ditakuti di wilayah tiga provinsi milik Keluarga Juwanto. Hanya dengan 50 ribu pasukan saja kita sudah bisa menghancurkan Keluarga Juwanto. Hubungi bibimu, suruh dia perintahkan Yudha untuk membantu sekuat tenaga. Jalankan misi ini secara rahasia. Dengan dikepung oleh dua pihak, Keluarga Juwanto pasti akan hancur kali ini!"Sigra mendengus dengan kilatan dingin dalam tatapannya. Kumar juga pasti tidak akan menduga rencana mereka ini!Pada saat bersamaan, Wira juga sudah tiba
Mendengar itu, Enji mengangguk pelan. Setelah beberapa saat, dia menatap mereka dan tertawa. "Sebelumnya aku memang nggak terpikirkan. Kalau berita ini benar, ini adalah kabar baik."Desa Riwut terletak cukup dekat dengan Pulau Hulu. Jadi, bagi Enji, jika Wira benar-benar membawa orang untuk merebut Pulau Hulu, segalanya akan jauh lebih mudah.Memikirkan hal ini, dia mengernyit dan bertanya, "Baiklah. Kalau begitu, jangan terburu-buru. Ini adalah urusan besar. Setidaknya biarkan kami menyelidikinya terlebih dahulu, 'kan?"Mendengar itu, Adjie tersenyum tipis. Setelah beberapa saat, dia mengangguk dan berujar, "Tentu saja bisa, tapi kita harus bergerak cepat. Kalau sampai melewatkan kesempatan ini, semua akan sia-sia.""Paham! Paham!" Adjie memberi hormat dengan mengepalkan tangan, lalu berbalik dan pergi.Setelah Adjie pergi, Enji dan Guntur berpandangan. Enji berkata, "Sebelumnya aku nggak terlalu memikirkan ini, tapi sekarang aku merasa ini memang peluang yang nyata. Yang paling pent
Mendengar ucapan itu, keduanya sontak termangu. Adjie ini benar-benar berani, sampai berniat merebut Pulau Hulu pada saat seperti ini!Setelah beberapa saat, Enji dan Guntur berpandangan. Meskipun mereka ingin bergabung dengan Wira, kesetiaan mereka masih dipertanyakan.Alasan utama mereka ingin bergabung adalah karena melihat kemungkinan besar pasukan utara akan dihancurkan oleh Wira. Makanya, mereka ingin mengambil kesempatan untuk membelot.Namun, jika harus benar-benar berperang dan merebut Pulau Hulu sebagai hadiah untuk Wira, mereka masih ragu.Setelah berpikir beberapa saat, Enji mengernyit dan berkata, "Adjie, kami harus mempertimbangkan ini dengan matang. Ini bukan perkara kecil. Memang kami merasa ini kesempatan bagus, tapi kita nggak boleh gegabah."Mendengar itu, Adjie terdiam sejenak. Sesaat kemudian, dia tersenyum sambil mengejek, "Jangan-jangan kamu takut?"Mendengar dirinya diragukan, ekspresi Enji langsung berubah. Memang ada sedikit ketakutan dalam hatinya, tetapi dia
Setelah berpikir sejenak, mereka yakin Adjie memang berasal dari selatan. Sebagian besar pengungsi saat ini juga berasal dari selatan, jadi masuk akal jika dia mengetahui banyak hal.Menyadari hal ini, Enji melambaikan tangan dan bertanya, "Adjie, apa yang sebenarnya terjadi di selatan? Apa kamu tahu?"Adjie maju, memberi hormat dengan tangan terkatup, lalu menyahut, "Sebenarnya aku nggak tahu terlalu banyak. Aku cuma dengar Tuan Wira tampaknya muncul di selatan dan berencana untuk melakukan serangan balasan. Tapi, itu cuma desas-desus.""Apa? Tuan Wira benar-benar sudah datang?" Guntur terkejut, menoleh ke arah Enji. Jelas, mereka mengetahui sesuatu.Melihat reaksi mereka, Adjie sedikit terkejut. Perkembangan situasi ini tampaknya di luar dugaannya. Jangan-jangan ada sesuatu yang bahkan dia sendiri enggan untuk membicarakannya?Sesaat kemudian, Enji berkata dengan penuh semangat, "Bagus kalau itu benar! Semua orang tahu Tuan Wira adalah orang yang sangat setia dan berprinsip. Kalau ki
Mendengar ini, Adjie berpura-pura bodoh dan bertanya dengan ekspresi terkejut, "Apa maksudmu? Sekarat gimana? Jangan bilang dia sudah mati?"Guntur menghela napas. Sepertinya menjelaskan semuanya sekarang akan terlalu panjang, jadi dia hanya menyahut dengan suara rendah, "Sepertinya kamu belum tahu, Zaki mengalami kekalahan besar beberapa waktu lalu dan sekarang mundur ke Pulau Hulu dalam kondisi sekarat. Kalau kita menyerangnya sekarang, bukankah ini akan menjadi kemenangan yang mudah?"Adjie berpura-pura terkejut, menatap Guntur dengan ekspresi penuh kebingungan. Setelah beberapa saat, seolah-olah menyadari sesuatu, dia berujar, "Kalau memang begitu, bisa jadi ini kesempatan bagus. Tapi, aku pernah dengar kalau Zaki sangat kuat."Tak disangka, Guntur malah tertawa dan menimpali, "Kenapa kalau kuat? Kak, kamu mungkin belum tahu, wilayah utara ini dulunya adalah daerah kekuasaan Bobby."Mendengar nama Bobby disebut, Adjie sebenarnya ingin mencari tahu lebih banyak tentang keadaannya sa
Melihat situasi ini, Adjie langsung berseru. Guntur pun termangu, tetapi dia langsung memahami maksud Adjie. Jelas, ini adalah cara untuk menunjukkan statusnya.Mau tak mau, Guntur memaksakan senyuman dan menyapa, "Hehe, Kak Adjie? Mau ke mana?"Adjie melambaikan tangan dan menoleh menatap Tora dan Bajra. Dengan nada tenang, dia berkata, "Kalian berdua pergi dulu, ini bukan urusan kalian. Guntur, temani aku jalan-jalan."Guntur tertegun sesaat. Sebenarnya, dia tidak terlalu ingin mengikuti Adjie. Kemarin, cara Adjie bersikap benar-benar membuatnya merasa tertekan. Namun, melihat wajah Adjie yang tegas, Guntur hanya bisa menghela napas dan mengikutinya keluar.Begitu mereka tiba di tempat yang lebih sepi, Adjie bertanya dengan pelan, "Jadi, aku dengar kamu punya hubungan yang cukup baik dengan Kunaf? Apa itu benar?"Guntur tertegun lagi. Reaksi pertamanya adalah mengira Adjie mendengar percakapan mereka kemarin.Namun, setelah beberapa saat, Adjie melanjutkan dengan suara ringan, "Saat
Mendengar kata-kata Enji, Guntur tersenyum tipis. Setelah beberapa saat, dia berkata, "Boleh dicoba. Tapi, saat ini yang paling penting adalah memastikan agar dia nggak tahu rencana ini. Selebihnya, kita bisa merencanakan dengan matang."Enji mengangguk serius. Setelah memastikan semuanya, dia berujar, "Baiklah. Kalau begitu, besok aku akan mengurus hal ini. Kamu rahasiakan dulu, besok kita buat keputusan akhir.""Baik!" Guntur tersenyum mendengarnya. Menurutnya, jika semua berjalan sesuai rencana, ini adalah kesempatan bagus. Yang harus dipastikan pertama adalah kekuatan mereka saat ini. Begitu waktunya tiba besok, dia bisa langsung menyingkirkan Adjie.Di luar, Adjie yang mendengar percakapan itu ikut tersenyum. Setelah beberapa saat, melihat Guntur hendak keluar, dia segera berdiri dan pergi lebih dulu.....Keesokan harinya, Adjie sudah lebih dulu tiba di aula utama Desa Riwut. Dalam perjalanannya, banyak orang menyapanya dengan ramah. Jelas, mereka benar-benar menganggap Adjie seb
Mendengar hal itu, Guntur tertegun sejenak, agak bingung dengan perkataan Enji. Beberapa saat kemudian, Enji berkata, "Hehe, tak disangka kita mendapatkan harta kali ini. Bukankah saudara yang kamu sebut sebelumnya juga bekerja di pasukan utara?"Guntur tersenyum tipis mendengar itu. Setelah beberapa saat, dia perlahan menyahut, "Jangan dibahas lagi. Aku sudah lama nggak bisa menghubunginya. Entah apa yang terjadi. Terakhir kali pasukan utara berencana menuju perbatasan kota, tapi mereka dijebak. Sekarang mereka semua mundur ke daerah Pulau Hulu."Enji mengangguk. Dalam hatinya, dia mulai menebak identitas Adjie. Setelah beberapa saat, seolah-olah terpikirkan sesuatu, dia berkata pelan, "Apa kamu memperhatikannya? Kemampuan Adjie cukup luar biasa. Aku sampai merasa dia mungkin pernah menjadi tentara."Enji mengangguk lagi, merasa semakin yakin. Tidak berselang lama, Guntur yang berdiri di samping tiba-tiba juga mengangguk seperti teringat sesuatu.Dia mendongak menatap Enji dan berkata
Melihat pemandangan itu, Enji tersenyum dan berkata, "Sebelumnya aku masih nggak yakin. Tapi, dilihat dari situasi sekarang, kamu memang bisa diandalkan. Semuanya, cepat beri hormat pada Kak Adjie kalian ini"Adjie juga terkejut saat mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka orang-orang ini begitu sopan sampai memberi hormat padanya.Melihat ekspresi Adjie yang terlihat canggung, Enji tertawa dan berkata, "Hehe. Kamu nggak perlu gugup, ini memang tradisi di tempat kita. Lagi pula, ini juga penting untukmu."Mendengar perkataan itu, semua orang menganggukkan kepala. Bagi mereka, ini memang hal yang wajar dan harus dilakukan.Guntur juga segera bangkit dan berkata, "Semuanya, jangan basa-basi lagi. Cepat maju dan bersujud pada Kak Adjie."Mengingat adegan sebelumnya di mana Adjie membunuh orang dengan begitu tegas, Guntur benar-benar merasa trauma. Dia merasa dirinya sudah cukup kejam, ternyata Adjie malah lebih kejam lagi.Beberapa saat kemudian, Adjie akhirnya berkata, "
Mendengar perkataan itu, semua orang tertegun sejenak. Mereka benar-benar tidak tahu masalah apa yang dimaksud Enji.Pada saat itu, Guntur yang duduk di bawah berkata, "Bos, langsung katakan saja."Melihat Guntur berkata seperti itu, Enji tersenyum. Dia menunjuk ke arah Adjie dan berkata sambil tersenyum, "Semuanya, mulai sekarang Adjie ini akan menjadi wakil pertama kita. Jadi, kalau kelak kalian bertemu dengannya, jangan lupa memberi hormat."Begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang duduk di bawah langsung mulai berdiskusi. Mereka benar-benar tidak menyangka Adjie akan menjadi wakil pertama.Namun, dua anak buah yang sebelumnya membawa Adjie ke sini, saling memandang dengan ekspresi gembira. Menurut mereka, kesempatan mereka akhirnya datang juga. Saat ini, mereka berada di posisi terbawah di Desa Riwut ini. Oleh karena itu, mereka merasa sangat senang karena merasa mulai sekarang kehidupan mereka akan menjadi lebih baik.Pada saat itu, salah seorang di antara kerumunan tiba-t