Endrick menepikan mobilnya di depan sebuah mall. Ia turun dari mobil, lalu berlari menuju pintu sebelah untuk membukakan pintu buat Zsalsya.Zsalsya membuka sabuk pengaman itu dan bersiap melangkah keluar. Tetapi, saat hendak keluar, juluran tangan Endrick menghentikan langkahnya. Ia melihat ke arah tangan itu tanpa mengatakan apapun."Ayo, jangan sungkan!"Zsalsya merasa ragu sekaligus gugup. Tetapi, melihat beberapa orang yang memandang ke arah mereka, itu membuat Endrick menarik pergelangan tangannya."Jangan biarkan ada yang salah paham dengan kita!""Pelankan sedikit, pergelangan tanganku sakit!" keluhnya. Endrick melihat ke arah pergelangan tangan Zsalsya. Ia mengubah posisi tangannya dengan sebuah genggaman."Sekarang tidak sakit, 'kan?"Zsalsya hanya terdiam seraya memandangi wajah Endrick. Matanya menatap sayu dengan mulut mengatup rapat. Ada sedikit rasa kagum pada Endrick yang seakan memahami apa yang diinginkannya.Mereka terus berjalan berdampingan sama-sama. Endrick ber
Untungnya, penjaga yang ada di sana pun langsung memberi sedikit teguran kepada wanita yang entah siapa dan main serobot itu."Maaf, tolong jangan ambil sembarangan, ya!" Wanita itu berpura-pura tuli. Ia terus melihat-lihat seraya mencoba berbagai macam cincin yang ada di hadapannya."Kita pergi saja!" ajak Endrick kepada Zsalsya seraya meninggalkan tempat itu. Ia sudah terlanjur kesal, tetapi ia tidak ingin mendebat siapapun.Mereka meninggalkan toko itu. Pelayan yang tadi melayani itu pun berusaha mengejar. "Tunggu, Pak! Tolong jangan pergi! Perhiasannya masih banyak dan bisa mencoba yang lainnya!" serunya.Namun, Endrick tidak menggubrik seruan itu. Ia terus berjalan tanpa menoleh sedikitpun ke belakang."Sekarang kita mau ke mana?" tanya Zsalsya."Kita cari tempat yang lain."Sementara itu, wanita yang tadi mengacau di toko perhiasan itu pergi begitu saja tanpa membeli apapun. Ia berjalan perlahan dan terus mengikuti Endrick dan Zsalsya yang tengah saling bergenggaman tangan. Sa
Kini, ia tidak meminta orang lain untuk bantu mencarikan aksesoris dan pelengkap lainnya. Tetapi, Endrick sendiri yang turun tangan melakukannya untuk Zsalsya.Endrick mengambil high heels yang tingginya sekitar lima centimeter. Pikirnya, heels yang tingginya masih diperkiraan sedang tidak akan membuat Zsalsya kelelahan saat memakainya. "Coba ini!" pintanya. Ia menurunkan tubuhnya dan memasukkan kaki Zsalsya ke dalam heels tersebut.Ada rasa gugup yang mulai tumbuh dalam dirinya. Ia merasa sikap Endrick terhadapnya terlalu act of service. "Apa dia begini juga pada wanita lain?" pertanyaan itu kembali muncul dalam benaknya.Tetapi, ia mencoba memendam pertanyaan itu dan menerima perlakuan baiknya tersebut.Setelah mencoba memakaikannya pada kaki Zsalsya, Endrick berdiri kembali dengan pandangan mengarah pada kaki Zsalsya lalu pada dress yang dikenakannya kala itu."Memangnya kamu tidak ada kesibukan?" tanya Zsalsya tiba-tiba. "Kenapa kamu mengajak saya ke sini?" lanjutnya.Daripada
Jarum jam terus berputar. Langit orange pun berubah sedikit gelap. Mentari pun telah tenggelam dan kembali pada peraduannya."Ketika sedang ada orang lain, sebaiknya kamu panggil saya, Mas!" bisik Endrick di telinga Zsalsya. Zsalsya menoleh. Ia paham dengan maksud Endrick. Sebetulnya, ia sendiri pun ingin memanggilnya dengan sebutan itu agar tidak terlalu kaku. Hanya saja, ia masih ragu. Takut jika Endrick merasa risih dengan panggilan itu."Baik, Mas."Endrick mengangkat salah satu alisnya di depan Zsalsya. "Kamu tidak gugup sama sekali?" tanyanya heran."Sebenarnya saya memang mau manggil kamu dengan sebutan itu, tapi takut kamu tidak nyaman. Sekarang saya bisa melakukannya tanpa ragu!" Dengan percaya dirinya Zsalsya mengatakan kejujuran yang sempat ia simpan dalam hatinya."Emmm." "Ya sudah, sekarang kita masuk!" Mereka pun berjalan sama-sama memasuki pintu kaca yang lebar. "Sebenarnya aku bosan terus diajak ke restoran. Kenapa dia mengajak ke tempat makan begini?" batin Zsalsya
"Arzov bagaimana? Bukankah kita memiliki dia yang bisa kita peralat kapan saja?" ucap Mariana dengan kedua mata terbuka lebar penuh semangat kala teringat pada orang yang biasa membantu berjalannya rencana mereka.Tetapi, mereka sendiri tidak tahu jika sebenarnya ada tujuan lain yang memang dengan sengaja Arzov sembunyikan."Benar juga, Ma!" sahutnya bersemangat. Tetapi, kemudian semangat itu langsung memudar seketika kala teringat pada rencananya yang kian gagal. "Tapi dia payah, Ma. Masa setiap kali membujuk selalu gagal!" ungkapnya dengan perasaan kecewa.Namun, ambisi yang kuat dalam diri Mariana membuatnya haus pada kekayaan dan status."Pria itu bagaimana? Apa kamu sudah mulai mendekatinya?""Sudah, sih, tapi susah. Dia terlalu cuek dengan wanita lain. Aku heran, pelet apa yang dipakai Kak Zsalsya sampai mau sama wanita seperti itu!" umpatnya sembari meremehkan. "Pokoknya kamu harus terus pepet dia. Pria memang begitu. Awalnya cuek dan terkadang seolah tidak tergoda, tapi kalau
Secara mendadak, Zsalsya yang awalnya tak sadar dengan kedua mata mengatup rapat itu langsung terbangun dan menarik Endrick ke hadapannya."Aku benci pria yang suka berselingkuh!" teriak Zsalsya.Endrick menjadi bingung. Ia yang awalnya ingin menanyakan sesuatu malah harus menyaksikan Zsalsya yang mabuk berat."Padahal sudah kukatakan agar menaruhnya tidak terlalu banyak, kenapa sampai begini?" gumam Endrick.Kondisi Zsalsya yang jauh dari ekspektasinya membuat dirinya kesulitan untuk mendapat informasi yang ia inginkan."Saya mau tanyakan sama kamu," ujar Endrick.Namun, Zsalsya yang sedang diluar kesadaran dirinya membuatnya langsung marah ketika mendengar kalimat itu."Pergi kamu! Aku tidak mau bicara sama orang yang suka selingkuh!"Endrick memaklumi kondisi Zsalsya kini. Dan, sepertinya bukan waktu yang tepat untuk bertanya. "Aku harus mencari cara lain," gumamnya.Zsalsya yang mendengar Endrick berbicara pelan tetapi samar itu membuatnya menduga sesuatu. "Jangan mengumpat di dep
Pada pagi harinya ....Zsalsya menyibak selimut. Ia membuka matanya perlahan. Kala itu, matanya menyipit, ia melihat ke sekitar dan tubuhnya yang sudah terbaring di tempat tidur. Padahal, ia mengingat samar bahwa dirinya ada di sebuah restoran."Jam berapa ini?" Zsalsya meraba-raba ke tempat tidur untuk mengambil ponselnya, tetapi tidak ada di sana.Dengan kepala yang masih agak berat, Zsalsya menyibak selimut dan bangun. Ia melihat ke sekeliling, yang ternyata ponselnya ada di meja sebelah. Meja yang seperangkat dengan kursi santai di kamar itu.Ia turun dari tempat tidur, dirinya berjalan perlahan menuju meja dan mengambil ponselnya. Di layar terlihat jelas angka yang menunjukkan pukul 07.15 pagi. Zsalsya langsung membelalak, ia pun bersiap-siap. Tetapi saat hendak melangkah ....Tok Tok Tok!Suara ketukan pintu terdengar. Zsalsya langsung menoleh ke arah pintu. "Boleh saya masuk?" Suara lembut dibalik pintu yang terdengar nyaring di telinga."Masuk saja!" sahut Zsalsya dengan san
"Apa boleh saya masuk?" tanya Endrick sembari memegang gagang pintu. Kini, ia tidak langsung masuk begitu saja ke kamar itu. Meski di rumahnya, tetapi ia takut jika Zsalsya terganggu.Zsalsya menoleh kembali. Ia mendengar suara yang memang tidak asing baginya itu. Suara berat yang terdengar agak serak."Ya, masuk saja!" sahut Zsalsya.Endrick melangkah memasuki kamar itu, ia berjalan perlahan melihat-lihat ke sekeliling kamar. Lalu, dirinya berdiri di samping Zsalsya."Bagaimana dengan kondisimu?"Zsalsya agak menjauh, ia memutar tubuhnya, kemudian memicingkan kedua matanya seakan menaruh curiga kepada pria yang ada di sampingnya itu. Ting! Terdengar denting sebuah pesan dari ponsel.Sontak Zsalsya menoleh. Ia mengambil ponselnya untuk membuka pesan yang entah dari siapa itu. Namun, setelah dilihat rupanya ...."Siapa?" tanya Endrick."Mantan saya."Zsalsya menaruh ponselnya kembali dengan malas. Matanya mengerling kesal karena terus mengganggu. Tetapi lain dengan yang ada dalam piki