Sofie yang baru saja selesai menemui kliennya pun akhirnya kembali lagi menghampiri Endrick. Ia duduk di sana dengan wajah yang tampak agak kesal."Maaf, tadi saya ke sana sebentar," katanya. "Ada klien yang ternyata tiba-tiba mengcancel gaun pengantin yang sebelumnya telah dipesan," tambahnya.Endrick yang mendengar hal itu ikut jengkel. "Dicancel?" sahutnya."Iya, tapi itu bukan masalah. Dalam sebuah usaha memang seperti ini dan ini hal yang biasa. Mungkin belum rezeki saja," jawab Sofie.Endrick memahaminya. Tetapi, ia pun tidak bisa berbuat apa-apa karena itu hak semua orang. Membatalkan pesanan dan melakukan sesuatu. Lagi pula, ia merasa bahwa tidak ada urusannya dengan ini. Yang terpenting, gaun yang dipesannya agar selesai tepat waktu, sehingga bisa dipakai ketika nanti pesta pernikahan berlangsung.Sementara Zsalsya masih di toilet, karena ia mencarinya cukup lama. Wajar saja, sebab ia baru datang ke sana. Sehingga, dirinya tidak mengenal tempat itu. Ia tahu lokasi ini pun kar
Sampai di depan Rumah Sakit Aryaloka, Zsalsya segera keluar dari dalam mobil tersebut dengan membawa kantong plastik miliknya."Mas, hati-hati di jalan, ya~!" "Iya~!" sahutnya sembari melambaikan tangan dengan bibir tersenyum.Endrick tidak langsung pergi, ia menunggu Zsalsya memasuki rumah sakit itu. Setelah masuk ke dalam, barulah ia menyalakan mesin mobilnya kembali, lalu tancap gas.Setelah melakukan fitting baju pengantin untuk Zsalsya, barulah ia sedikit lebih tenang. Walaupun untuknya sendiri belum melakukan fitting baju pengantin. Namun, baginya itu sesuatu hal yang gampang dibandingkan Zsalsya.Namun, yang lebih pasti ia pun harus mengurusi sejumlah uang yang akan ia investasikan kepada perusahaan Firman. Ia berharap, dengan begini, ikatan antara dirinya dengan Firman semakin melekat. Sehingga, masalah yang selalu mengikuti bisa segera teratasi.Endrick dalam perjalanan menuju rumah, sedangkan Zsalsya perjalanan menemui Firman. "Aku harap Papa menghabiskannya," gumam Zsalsya
Endrick meletakkan ponselnya kembali di jok samping dirinya. Ia pun kemudian melanjutkan kemudi mobilnya yang sempat tertunda itu."Maaf, Zsa, tadi saya lupa memberimu uang. Semoga uang itu cukup untuk kamu," gumamnya sembari mengemudi. Namun, Zsalsya malah mengartikan hal yang lain. "Apa ini modal untuk biaya nikah. Dia memberikan uang ini untuk itu?" gumamnya.Padahal, biaya nikah yang sesungguhnya telah ditanggung oleh Endrick. Tetapi, Zsalsya berpikir demikian karena memang ini cukup banyak jika untuk keperluan sementara."Apa sebaiknya aku tanyakan langsung saja padanya supaya lebih jelas?" batin Zsalsya. Ia membuka kembali ruang obrolan. Dirinya pun mengetik sebuah pesan, menanyakan langsung apa yang mengganjal di pikiran.Ting! Sebuah pesan masuk ke ponsel Endrick.Tetapi, Endrick hanya melirik dan membiarkannya begitu saja. Ia tidak berniat membukanya sama sekali.Tanpa sepengetahuannya, rupanya Zsalsya sedang menunggu balasan pesan darinya. Namun, Endrick sama sekali tidak
Setelah melakukan perjalanan selama beberapa menit, Endrick pun akhirnya menepikan mobilnya di halaman rumah. Ia keluar dari dalam mobil itu dan langsung berjalan memasuki rumah.Pelayan yang berjajar di sana pun langsung membungkuk sopan ke arah Endrick. Tetapi, Endrick hanya terfokus pada Rosmala yang kala itu tidak ada di sana.Kepala pelayan yang ada di sana pun sontak menghampiri. "Tuan muda, Nyonya ada di kamarnya." Menebak bahwa Endrick tengah mencari keberadaan Rosmala yang saat itu tak terlihat di ruang tamu, ia pun langsung memberitahunya begitu saja."Baiklah!" Endrick melanjutkan langkah kakinya kembali, lalu dengan cepat menaiki tangga. Ia terus berjalan, berjalan dan berjalan naik. Sampai tibalah ia di depan kamar Rosmala.Tok Tok Tok "Ma~!" serunya dengan sebuah ketukan pintu. Rosmala yang saat itu tengah duduk di sebuah kursi dengan sebuah laptop di hadapannya pun membuatnya segera menutup laptop itu."Iya, Nak, masuk saja!" serunya dari dalam kamar.Cklek! Kriieett
Suasana gelap pada ruangan rumah sakit tampak menyedihkan ketika Zsalsya hanya terbaring sendiri tanpa ada seorang pun yang peduli."Teganya kalian di depanku!" Ingin berbicara lantang, tetapi suara yang keluar hanya terdengar seperti bisikan.Hatinya tampak membenci kelakuan Arzov dan Nana yang seolah sudah kehilangan urat malu. "Aku harus bisa bangun, tidak boleh terus lemah begini!" Berkali-kali Zsalsya mencoba bangkit, tetapi rasanya sulit. Suara gaduh dari sofa menjadikan dirinya saksi akan kisah perselingkuhan antara suami dan Adik tirinya. "Ahh ... sayang ... pelan-pelan," desah Nana dengan nada manja.Mereka terus saling melumat bibir di depan Zsalsya tanpa ada rasa malu. Malah seakan dengan bangga menunjukkan hubungan perselingkuhan mereka secara terang-terangan.Amarah dan kecewa menyatu padu membentuk rasa sesal, kecewa sekaligus dendam yang membuatnya mengutuk Adik tiri dan suaminya."Kenapa kalian rela berbuat hal seperti ini?" Ingin Zsalsya mengatakan kalimat ini deng
Kriing! Kriing! Kriing!Suara alarm terus berdering tanpa henti hingga mendenging di telinga. Membuatnya berpikir apa ini mimpi atau nyata?"Apa ini? Kenapa aku bisa mendengar suara alarm kamarku lagi? Aku 'kan sudah ...."Sontak saja Zsalsya menyentuh pipinya, ia meraba dan kembali merasakan lembut kulit dan halus rambutnya.Tak lama dari itu, seruan sederhana dari seorang pria paruh baya kembali terdengar di telinga."Bangun, Nak, sudah siang! Ayo cepat turun ke bawah sarapan dulu sebelum pergi dengan tunanganmu!" suara tak asing dan selalu dirindukan itu kembali terdengar nyaring.Firman -- Ayahnya duduk di samping Zsalsya dan terus menggemingkan tubuhnya. Hal itu membuat Zsalsya langsung membuka mata, ia menoleh ke arah aroma tubuh yang tidak asing dan masih teringat jelas itu."P-Ppapa?!" Ia merasa linglung kala melihatnya, karena kini seperti hidup di antara halusinasi, mimpi dan nyata. "Sepertinya ini memang Papa!" Menyadari bahwa ini nyata, membuatnya sangat antusias.Tekadny
"A-apa yang membuatmu sampai datang ke tempat itu dan mengaku sebagai suami saya?"Rasa penasaran dalam benaknya tak kunjung hilang ketika pria tampan nan gagah dari kalangan konglomerat itu kini bersamanya."Kamu tidak perlu banyak tanya.Tapi jika memang mau bekerja sama, maka saya setuju!" Endrick tidak menjelaskan panjang lebar, ia merasa bahwa cukup dirinya saja yang tahu alasan dibalik itu semua.Zsalsya masih tidak mengerti kenapa orang itu langsung menyetujuinya pula. Namun, ia senang mendengarnya. "Baik, tapi kerjasama kita hanya sebatas status saja. Kita tidak perlu menikah!"Endrick menyeringai sekilas. "Baik!"Zsalsya sama sekali tidak berpikir banyak pada pria yang ada di sampingnya. Ia bahkan tidak mencurigai sisi lain dari Endrick. Dirinya hanya fokus pada ambisinya untuk memperbaiki hidup dan balas dendam.Waktu terus berjalan dan malam pun telah tiba. Zsalsya mengangkat tangan kirinya, melihat jam tangan yang ternyata jarum jam sudah menunjukkan pukul 19.20."Sekaran
Perjalanan singkat yang dilewati pun usai dan menepi pada sebuah rumah mewah yang bak istana. Air mancur yang jernih dengan taman bunga indah dihinggapi kupu-kupu tampak jelas bak istana negeri dongeng. Ditambah lampu-lampu taman mengikuti sepanjang jalan semakin memperjelas keindahan yang ada di depan mata.Segala keindahan serta kemewahan yang ada membuatnya membuka kedua belah mata lebar-lebar."Mama ada di dalam, ayo masuk!" ajak Endrick kepada Zsalsya, ia terdiam dan masih terpesona dengan bagian luar rumah itu.Zsalsya mengerjap, ia menyadarkan diri dari lamunan untuk melanjutkan langkah kakinya kembali.Sesampainya di sana, seorang wanita dengan rambut ikal sebahu mendatangi Zsalsya. Wanita itu tersenyum begitu melihatnya, seolah tampak senang dengan kedatangan Zsalsya.Meski masih terkagum-kagum dengan keindahan bangunan itu, ia tidak lupa untuk mengkondisikan dirinya di sana. "Selamat malam, Tante," ucap Zsalsya dengan ramah."Mengapa dia datang ke sini?" batin Rosmala.Denga