Hari itu Anggit terlihat buru-buru pergi dari rumah mengemudikan mobilnya. Wanita itu terlihat gelisah, bahkan bola matanya berkaca.
Anggit sampai di sebuah restoran. Ia langsung berjalan cepat masuk dan pergi ke salah satu ruangan yang terdapat di sana. Anggit harus menelan kenyataan pahit jika suaminya benar-benar berselingkuh.
Anggit sendiri sudah mencurigai sang suami berselingkuh sejak beberapa bulan yang lalu, tapi masih ditahan dan mencoba percaya pada suaminya. Namun, ternyata sang suami seakan tak peduli dan semakin menjadi-jadi. Beberapa hari lalu setelah pernikahan Dimas dan Della, Anggit terus meratapi kebodohan mencintai pria yang ternyata terus membohonginya. Bahkan ketika Anggit bertanya, suaminya itu terus mengelak.
"Bagus! Ternyata kamu benar-benar berselingkuh! Pantas saja aku ajak kamu balik ke Paris tidak mau! Bahkan kamu terus mengelak!" bentak Anggit ketika memergoki sang suami dengan wanita lain yang sama-sama berprofesi sebagai model di r
Della mengajak Anggit ke rumah kontrakkan lamanya. Karena tak mungkin mengajak kakak iparnya itu ke tempat umum atau pulang ke rumah, sedangkan Anggit masih terus menangis. "Minum dulu, Kak." Della menyodorkan gelas berisi air putih. "Te-rima ka-sih," ucap Anggit sedikit terbata karena isakan tangisnya. Della menatap kakak ipar yang sedang meminum air. Ia berpikir jika apa yang didengar pagi itu adalah benar, sang kakak ipar tengah bertengkar dengan suami. "Sejak kapan Kakak diselingkuhi?" tanya Della. Anggit meletakkan gelas di meja, lantas mengambil tisu untuk menyeka air mata. "Beberapa bulan yang lalu," jawab Anggit dengan mata kembali berkaca. "Aku pikir mereka hanya berhubungan sebatas bisnis, mengingat suamiku adalah pemilik perusahaan modelling, dan wanita itu modelnya. Namun, saat aku mulai menyadari kedekatan serta banyaknya job yang diberikan pada wanita itu, mulai dari situ aku sadar jika suamiku berselingkuh. Apala
Setelah Anggit mulai sedikit tenang. Mereka pun pulang ke rumah, Della berjanji untuk tidak memberitahu masalah Anggit pada siapa pun, sampai wanita itu sendiri yang siap untuk bercerita.Mereka pulang bersama, begitu sampai di rumah. Della terkejut dan merasa tak enak hati dengan Salsa, apalagi ketika melihat wajah masam mertuanya itu."Ternyata, Mama memang tak dianggap," keluh Salsa, mencoba menarik simpatik Della.Della cukup terkejut dengan ucapan Salsa. Karena melihat Anggit yang sedang diperlakukan buruk oleh sang suami, membuat Della lupa jika sudah berjanji pada Salsa untuk pulang cepat.Salsa langsung masuk rumah setelah mengeluh, meninggalkan Della dan Anggit yang kebingungan."Mama marah," bisik Anggit yang tahu betul bagaimana Salsa."Mama marah padaku," bisik Della balik.Keduanya saling tatap, kemudian berjalan cepat masuk rumah untuk mengejar Salsa. Mereka melihat Salsa yang duduk di sofa ruang tamu dengan bersidekap d
Della terlihat duduk seraya menatap ke arah jendela kamar, sikunya bertumpu pada sandaran sofa dengan telapak tangan menyangga kepala. Ia sedang memikirkan tentang apa yang dilihatnya tadi."Apa mungkin dia? Tidak, mana mungkin kebetulan." Della mencoba menolak pemikirannya sendiri.Dimas yang baru saja pulang dari kantor, merasa heran ketika melihat Della melamun, bahkan saat dirinya masuk dan meletakkan tas ke ranjang, Della pun masih tidak menyadari kedatangannya."Kamu melamunkan apa?" tanya Dimas yang sudah duduk di samping Della.Della begitu terkejut mendengar suara Dimas. Ia menoleh dan melihat Dimas yang sudah tersenyum hangat padanya."Kapan kamu pulang?" tanya Della yang bingung karena tertangkap basah sedang melamun."Beberapa waktu yang lalu, tapi aku malah melihat istriku melamun," jawab Dimas yang kemudian mencubit pelan hidung Della."Dim, sakit!" pekik Della seraya mengusap hidung.Dimas terkekeh, kemudian memi
Della dan Dimas terlihat berdiri di depan pintu kamar Anggit, mereka berdua menunggu Salsa dan Anggara keluar. Mereka memang tak ikut masuk dan memilih membiarkan Anggit tenang.Pintu kamar terbuka, Anggara tampak keluar dari kamar dengan senyum masam di wajah, hanya tak menyangka jika putri yang tinggal jauh darinya selama ini, memendam penderitaan itu sendirian."Bagaimana keadaan kakak?" tanya Dimas langsung."Sudah sedikit tenang, sekarang sedang istirahat karena lelah banyak menangis," jawab Anggara dengan wajah tertekuk.Salsa ikut keluar dari kamar, ingin membiarkan Anggit istirahat dengan tenang. Ia langsung menatap Della, hingga kemudian memeluk menantunya itu sampai membuat Della dan Dimas terkejut."Terima kasih ya, Del. Anggit cerita kalau kamu yang membantunya saat suami Anggit bersikap kasar," ucap Salsa dengan bola mata berkaca.Dimas terkejut mendengar hal itu, tak menyangka jika sang istri ternyata membela kakaknya melawan p
Hari itu, Salsa terlihat duduk di sebuah kafe. Ia dengan anggunnya menyesap latte yang dipesan, menunggu seseorang yang memiliki janji temu dengannya. Selang beberapa menit, Salsa melihat seorang gadis berjalan ke arahnya, ia pun tersenyum kemudian mempersilahkan gadis itu duduk."Maaf, Bu. Saya terlambat karena harus membuat alasan agar bisa keluar," kata gadis yang diperkirakan berumur dua puluh enam tahun itu."Tidak apa, aku memaklumi," kata Salsa santai. Ia menawari gadis itu minum, sebelum bicara ke inti pokok permasalah kenapa dirinya meminta bertemu.Salsa memperhatikan gadis yang sedang meminum jus pesanannya, menilai dari segi fisik dan penampilan."Kamu berkata ingin membantuku, apakah kamu bisa dipercaya? Hal apa yang bisa kamu jaminkan kalau tidak akan membocorkan hal ini?" tanya Salsa bertubi. Salsa bukanlah tipe wanita yang mudah percaya pada seseorang, terlebih jika itu tentang hal privasi."Tenang saja, Bu. Saya membantu memang sel
Anggit memesan beberapa makanan, serta mengajak Della makan bersamanya."Kamu benar-benar tidak sibukkan?" tanya Anggit yang tak enak meminta Della menemani, karena memang sedang membutuhkan teman bicara."Nggak apa-apa. Aku sudah minta izin," jawab Della yang kemudian mulai menyantap makanan yang dipesan oleh Anggit.Anggit tersenyum mendengar jawaban Della, tak menyangka kalau bisa seakrab ini dengan iparnya."Aku tadi sudah mengurus pembatalan kontrak kerja dengan perusahaan suamiku." Anggit bercerita seraya menyantap makanannya.Della terlihat berpikir setelah mendengar ucapan Anggit, kemudian menatap pada kakak iparnya itu."Jika membatalkan kontrak, apa Kakak tidak membayar denda?" tanya Della."Tentu bayar, tapi apa kamu pikir aku adalah wanita yang kekurangan uang?" Anggit menatap Della, seakan berpikir kalau Della mempertanyakan kekayaannya.Della tersenyum canggung mendengar perkataan Anggit. Benar juga, dilihat dari
Della dan Dimas terlihat duduk bersama di ranjang. Della sendiri tengah sibuk dengan ponsel, mengabaikan Dimas yang berada di sampingnya."Del," panggil Dimas."Ya." Della menyahut tapi masih dengan tatapan tertuju pada layar ponsel."Kamu lagi ngapain? Kenapa terlihat sibuk sekali?" tanya Dimas yang merasa terabaikan.Della mematikan layar ponsel, kemudian menatap pada Dimas. "Berbalas pesan dengan mama Livi. Aku kangen Bagas, sedangkan dia diajak ke tempat anaknya mama Livi, 'kan!"Sudah dua hari Bagas diajak pergi berkunjung ke rumah anak pertama Livia, hingga membuat Della merasa rindu dengan putranya itu."Yang jauh memang selalu dirindukan, tapi yang dekat juga jangan diabaikan." Dimas bicara seraya memainkan ujung rambut Della dengan telunjuk.Della mengerutkan dahi, hingga menoleh pada Dimas yang berwajah masam."Apa maksud jangan diabaikan?" tanya Della melirik Dimas.Dimas menyandarkan dagu di pundak Dell
Pagi itu Della dan Dimas turun ke bawah bersamaan, wajah mereka terlihat berseri karena jelas menghabiskan malam penuh cinta, adalah sebuah penyemangat di pagi hari. Keduanya melihat Salsa dan Anggit yang duduk di depan televisi, dua wanita itu terlihat saling menggenggam tangan hingga membuat Della maupun Dimas penasaran. "Ada apa? Kenapa Mama dan Kakak begitu tegang?" tanya Dimas, yang menghampiri bersama Della. "Lihat berita itu, Dim." Salsa menunjuk ke layar televisi. Dimas dan Della melihat ke arah televisi bersamaan, mereka melihat berita yang sedang menyiarkan tentang perselingkuhan suami Anggit. "Wah, terbongkar." Della tak percaya bukti perselingkuhan suami kakak iparnya itu tersebar ke media masa. "Kak, kamu yang nyebarin ini?" tanya Dimas pada Anggit yang sedang terlihat begitu serius. Anggit menoleh pada Dimas, lantas menggeleng pelan. "Aku aja tidak tahu tentang foto-foto yang disebar itu." "Apa mungkin ada