Sudah beberapa bulan Dimas dan Della menjalin hubungan. Sampai waktu itu juga Dimas belum memberitahu perihal Della kepada keluarga, bukan karena tak mau, tapi karena Della sendiri masih menunggu surat cerainya.
"Del, ini sudah lima bulan. Apa kamu tidak mau bertemu orangtuaku?" tanya Dimas yang memang dari awal sudah berniat mengajak Della, naik ke jenjang selanjutnya.
"Bukannya nggak mau, tapi suratnya baru keluar bulan depan," jawab Della.
"Ya sudah, bulan depan ketemu keluargaku," ujar Dimas kemudian.
Della terkejut dengan perkataan Dimas. Meski dirinya memberi kesempatan untuk menjalin hubungan dengan Dimas, tapi bukan berarti harus cepat juga dalam naik tahap ke jenjang selanjutnya.
"Kita pikirkan saja lagi nanti, aku masuk ke rumah dulu," kata Della yang tak ingin memperpanjang pembahasan itu.
Bukannya Della tak ingin, hanya takut jika keluarga Dimas tak bisa menerima. Secara, Dimas adalah orang kaya, anak laki-laki satu-satunya, bisa
Karena Dimas mengancam takkan mau bertemu lagi dengan Alena, jika gadis itu memaksa pergi ke Linch Resto, membuat Alena akhirnya menurut apa kata Dimas untuk makan di tempat lain."Apa di sini makanannya enak?" tanya Alena yang tampak tak senang dengan tempat makan yang dipilihkan Dimas."Makan yang penting masuk perut," jawab Dimas dengan sedikit nada ketus.Tentu saja Dimas tidak mau makan di Linch Resto, karena itu adalah tempat Della bekerja, restoran milik Livia.Alena mengerucutkan bibir karena sikap Dimas, tapi hanya demi bisa mendekati pemuda itu, membuat Alena hanya bisa menurut saja.--"Kenapa ngajak aku keluar?" tanya Susan. Kakak ipar Della itu kini tengah hamil 6 bulan."Suntuk, mumpung aku lagi libur juga," jawab Della dengan nada malas.Della memang meminta Susan untuk menemaninya jalan-jalan, sekedar melepas penat karena permasalahan dengan Dimas, di mana antara dirinya maupun Dimas sama-sama memilih di
Di sisi lain, Dimas yang sangat kesal mendengar ucapan Alena tadi, terlebih karena membuat Della semakin marah padanya."Siapa sih dia? Kenapa kamu sampai kejar dia?" tanya Alena yang memaksa ikut mobil Dimas.Dimas tidak bisa mengejar Della karena ada Alena, tidak bisa pula jujur karena Alena bisa saja mengadu pada Salsa."Tidak perlu tahu, yang terpenting kamu tidak usah mengadu pada mama!" Dimas bicara tegas pada Alena."Kenapa tidak boleh?" tanya Alena yang sepertinya tahu kalau Dimas menyimpan sesuatu."Pokoknya awas kalau mengadu!" ancam Dimas. Dimas hanya tak mau Salsa membenci Della sebelum dirinya memperkenalkan secara resmi, tak ingin Salsa menganggap kalau Della adalah pengganggu.Alena langsung menghadap Dimas, seakan ada sesuatu yang sedang dipikirkan olehnya."Mari buat perjanjian!" ajak Alena."Perjanjian, apa maksudmu?" tanya Dimas keheranan, sampai hampir tidak fokus karena ajakan Alena."Aku tidak akan
Dimas pergi dari rumah Della. Sepanjang jalan berpikir, apakah benar dugaan yang disebutkan Della? Apakah benar orangtuanya takkan setuju jika mengetahui status Della?"Aku harus mencari tahu, akan aku buktikan kalau penilaian Della tentang orangtuaku adalah salah."Dimas kembali ke rumah, hari itu ingin membuktikan jika semua yang dikatakan Della tidak benar. Dimas melihat Salsa yang sedang duduk di ruang keluarga bersama ayahnya, pemuda itu langsung menghampiri."Eh, baru pulang." Salsa tersenyum lebar melihat Dimas yang baru datang, bahkan wanita itu langsung duduk menghadap pada Dimas yang duduk di single sofa."Bagaimana?" tanya Salsa.Anggara sendiri memilih mendengarkan meski tatapan tertuju pada layar televisi yang sedang menayangkan berita."Apanya gimana, Ma?" tanya Dimas balik."Ya, bagaimana tadi jalan sama Alena? Dia cantik, 'kan?" Salsa terlihat sangat antusias ingin mendengar penilaian Dimas tentang Alena."Biasa
Dimas merasa bersalah karena tidak percaya dengan ucapan Della, hari itu datang ke resto dan berniat menemui Della untuk meminta maaf. Namun, sayangnya niat itu tidak terlaksana karena Della tidak datang hari itu."Della libur?" tanya Dimas memastikan. Saat ke resto hanya bertemu dengan Della."Iya, Mas. Katanya ambil cuti dua hari," jawab teman Della.Dimas pun berterima kasih atas info itu dan pergi dari sana. Ia tampak frustasi karena tidak bisa bertemu Della, hingga kemudian berpikir untuk mencari ke kontrakkan. Namun, Dimas lagi-lagi dibuat kecewa, kontrakkan Della terlihat sepi, bahkan lampu teras menyala, menandakan kalau Della tidak di rumah sejak semalam."Di mana kamu, Del?" Dimas mengguyar kasar rambut.Dimas mencoba menghubungi nomor Della, tapi ponsel janda satu anak itu tidak aktif, tentu saja membuat Dimas semakin bingung dan cemas."Apa dia di rumah tempat Bagas tinggal, ya?"Dimas buru-buru kembali ke mobil, dir
Bukan dua hari, Della sudah pergi dan belum kembali selama hampir satu minggu, membuat Dimas semakin khawatir."Dia belum kembali?" tanya Dimas ketika siang itu sengaja datang ke rumah Livia."Belum, padahal aku kangen Bagas. Aku coba telpon nomornya juga tidak bisa," jawab Livia yang juga merasa cemas, terutama dengan keadaan Bagas.Livia menatap Dimas, melihat guratan kekhawatiran di wajah pemuda itu."Kamu, apa sebenarnya cuma teman saja? Atau kalian memiliki hubungan khusus?" tanya Livia yang merasa aneh.Dimas sudah mendatangi rumah Livia lebih dari 4 kali, terus menanyakan keberadaan Della.Dimas terkejut dengan pertanyaan Livia, haruskah dirinya jujur dengan mengatakan kalau mereka sempat menjalin hubungan, meski pada kenyataannya mereka sedang berhenti menjalin hubungan itu."Ya, kami memang menjalin hubungan khusus. Bahkan saya sudah sering mengajak Bagas main. Namun, karena kesalahpahaman, membuat hubungan kami terhenti. Ked
Della menyerahkan lagi Bagas pada Livia, karena sudah berjanji bahwa akan tetap membiarkan wanita itu merawat putranya."Eh, Del. Kamu kenal dengan pemuda bernama Dimas?" tanya Livia memastikan meskipun Dimas sudah menjelaskan.Della terdiam, memilih menurunkan perlahan Dimas yang ada di gendongan ke baby stroller."Kalian pacaran?" tanya Livia lagi karena sepertinya bisa menebak jawaban dari ekspresi wajah Della. "Bukannya mau ikut campur, tapi kamu sudah aku anggap sebagai anak sendiri, karena itu aku peduli," ujar Livia yang tak ingin Della beranggapan kalau dirinya terlalu banyak bicara."Ya, udah lama. Tepatnya setelah aku kerja di resto," jawab Della mencoba jujur. Della membungkuk, lantas mencium wajah Bagas yang kini tentu saja sudah berumur satu setengah tahun. "Tapi, aku memilih pisah. Kenyataannya, dunia kami beda," imbuhnya.Livia cukup terkejut dengan ucapan Della, hingga kemudian mencoba menasihati."Tapi aku lihat dia itu pemu
"Beri aku waktu meyakinkan orangtuaku. Akan aku buat mereka menerimamu bagaimanapun caranya," jawab Dimas mencoba membujuk Della.Della terkejut mendengar Dimas bicara hal itu, jadi dugaannya selama ini benar."Bagaimana jika orangtuamu masih tidak menerima?" tanya Della lagi. Sebagai wanita yang pernah gagal dalam berumah tangga, tentunya ia kini ingin sebuah kepastian agar kelak tak ada lagi yang akan membuat hidupnya hancur."Asal kamu bersedia menerimaku apa adanya, maka aku akan meninggalkan mereka jika menentang hubungan kita." Kini Dimas bicara begitu tegas, tak ada keraguan di wajah pemuda itu.Della tak menyangka Dimas akan mengatakan hal itu, seolah siap meninggalkan segalanya demi dirinya."Aku sudah terbiasa hidup miskin, memangnya apalagi yang akan aku harapkan darimu, hah? Apa aku tampak mata duitan?" Della tersenyum kecil menanggapi ucapan Dimas, perkataannya mengandung sebuah gurauan yang memecah ketegangan."Ja-jadi, kamu ti
Della menekan punggung tangan Dimas dengan washlap saat mengompres."Del! Sakit!" pekik Dimas."Makanya nggak usah bawel!" Della menahan tawa melihat Dimas yang mengerucutkan bibir karena dikerjai."Ada hubungan, bukan berarti hubungan asmara. Istrinya itu temanku, makanya aku juga akrab sama dia."Dimas memperhatikan Della yang sedang bercerita. Wanita itu bercerita siapa Ahsan, pria itu adalah suami teman Della yang ada di kampung. Saat ibunya meninggal, Della membawa ke kampung untuk dimakamkan. Keluarga Ahsan yang membantu pemakaman ibu Della."Karena itu kami dekat. Ahsan ngantar aku karena dia sekalian ngantar hasil buah dari perkebunannya ke toko langganan di kota. Karena aku juga sedikit repot kalau naik bus bersama Bagas, makanya aku terima tawaran dia saat ngajak bareng," ujar Della pada akhirnya."Kenapa tidak menghubungiku? Aku bisa menjemputmu," protes Dimas."Aku 'kan lagi marah sama kamu!" Della semakin gemas karena Dim
Setelah semua kejadian yang menimpa, akhirnya Della dan Dimas memutuskan untuk tidak jadi pindah karena merasa aman tinggal bersama Salsa dan Anggara. Salsa sendiri begitu bahagia, karena dia tidak harus merasa kehilangan anggota keluarganya.Satu bulan berlalu setelah kejadian penculikan Bagas. Kini baik Della maupun Dimas pun sudah melakukan aktivitas mereka seperti biasa.Siang itu Della masih bekerja seperti biasa, hingga saat melihat darah dari daging yang hendak dibersihkan, Della tiba-tiba merasa mual dan muntah.“Del, kamu baik-baik saja?” tanya teman Della.Della belum menjawab, dirinya terus muntah di washbak. Perutnya rasanya dikocok hingga ingin sekali mengeluarkan semua isi makanan di dalam.Teman Della segera mengambilkan minyak kayu putih, berpikir jika Della mungkin saja masuk angin.“Olesi perutmu dengan ini agar hangat,” kata teman Della memberikan perhatian.Della mengangguk-angguk, kemudian membuka sedikit seragamnya dan mengolehkan minyak itu.“Kamu sakit? Apa kam
Della semakin menitikkan air mata saat tangan Alvian mulai menjamah tubuhnya. Pakaian bagian atasnya kini terbuka, memperlihatkan bra yang menutup dua bukit kembarnya. Alvian semakin bersemangat untuk menyetubuhi Della saat melihat betapa bulat dan indahnya bukit kembar milik mantan istrinya itu.“Tubuhmu benar-benar makin indah, Del.” Alvian menyentuh salah satu bukit kembar Della dari balik bra.Della memejamkan mata begitu rapat dengan buliran kristal yang meluncur bebas saat Alvian menyentuh dan kini meremas bukit kembarnya. Sungguh dia sangat berdosa karena kini ada pria lain yang sudah menyentuh tubuhnya selain sang suami.“Menangislah, Del. Aku sangat suka melihatmu tersiksa dalam kenikmatan.”Alvian semakin menggila, dia bahkan kini menciumi belahan dada mantan istrinya itu.Kedua kaki Della terus menendang, mencoba memberontak tapi usahanya sia-sia karena Alvian menindih dengan satu kaki berada di antara dua pahanya.Di luar kamar, Max tersenyum miring mendengar Della yang me
Della pergi ke alamat yang dikirimkan Alvian. Demi mendapatkan Bagas kembali, dia rela melakukan segalanya. Della tidak akan pernah terima jika Bagas diambil begitu saja oleh Alvian yang tidak pernah bertanggung jawab sama sekali.Wanita itu sudah sampai di depan pintu kamar di sebuah apartemen tua, bangunan di sana tidak terlalu terawat, terlihat dari cat yang memudar dan seperti lama tidak diperbaharui.Della mengetuk pintu beberapa kali, hingga terlihat pintu itu terbuka.Alvian menyeringai melihat Della benar-benar datang ke sana dengan sebuah tas di tangan. Pria itu menyembulkan kepala keluar, menengok ke kanan dan kiri untuk memastikan Della datang sendirian.“Kamu tidak datang bersama orang lain, ‘kan?” Alvian mencoba memastikan.“Apa matamu buta? Apa kamu tidak lihat jika tidak ada orang lain di sini?” Della bicara dengan nada membentak karena begitu benci dengan mantan suaminya itu.Alvian terkekeh mendengar Della memaki, tapi dirinya cukup tertarik karena ternyata istrinya i
Della pergi dari rumah tanpa sepengetahuan Dimas dan yang lain. Pikirannya kini hanya penuh dengan Bagas, dia hanya ingin agar Bagas kembali ke pelukannya.Sebelum menemui Alvian di alamat yang dikirimkan mantan suaminya itu. Della pergi ke bank untuk menarik sejumlah uang, Alvian ingin menukar Bagas dengan uang, sehingga Della mau tidak mau harus mengambil tabungannya juga uang pemberian Dimas.Di rumah. Dimas kembali ke kamar karena ingin bicara dengan Della. Namun, alangkah terkejutnya Dimas saat tidak melihat Della di kamar.“Del! Della!” Dimas memanggil sang istri tapi tidak ada balasan.Dimas panik dan kebingungan, hingga kemudian keluar dari kamar untuk mencari Della di tempat lain.“Ada apa, Dim?” tanya Anggit yang melihat Dimas panik.“Della tidak ada di kamar,” jawab Dimas.Anggit ikut panik, hingga kemudian mencari Della di seluruh rumah. Namun, mereka tidak menemukan Della di mana pun, membuat Dimas semakin cemas dan takut jika istrinya mencari keberadaan Bagas sendirian.
Anggit masih berada di kamar Dimas. Dia mencemaskan adik iparnya yang sampai pingsan karena memikirkan Bagas yang dibawa kabur ayah kandungnya.“Apa kamu sudah melaporkannya ke kantor polisi?” tanya Anggit, menatap sang adik yang terlihat cemas sambil memandang sang istri.“Sudah, polisi akan membantu mencari berbekal nomor plat mobil yang membawa Bagas,” jawab Dimas tanpa menoleh sang kakak.“Apa kamu ada video rekaman Cctv-nya?” tanya Anggit yang penasaran.Dimas menganguk, lantas mengeluarkan ponsel dan membuka galeri untuk menunjukkan video yang dimilikinya.Anggit pun terlihat begitu antusias, mengambil ponsel dari tangan Dimas, kemudian menonton rekaman video Cctv. Hingga Anggit menekan tombol paus saat video memutar posisi mobil berhenti di depan rumah Dimas, lantas dirinya memperbesar resolusi gambar itu.“Tunggu!” Anggit mengerutkan dahi saat melihat nomor plat mobil itu.Dimas menoleh sang kakak, hingga melihat Anggit yang mengerutkan dahi.“Ada apa, Kak?” tanya Dimas.“Ini
Salsa terduduk lemas saat mendengar kabar yang disampaikan Dimas. Wanita itu merasa tulang-tulang di kedua kakinya seolah ditarik keluar dari tubuh.Dimas dan Della pulang setelah mereka melaporkan Bagas yang hilang karena diculik. Mereka memiliki bukti rekaman Cctv yang terpasang di salah satu rumah yang dekat dengan rumah Dimas dan Della.Della pun terduduk tidak berdaya, sejak dari kantor polisi hingga sampai rumah, air matanya terus mengalir hingga membuat wajahnya begitu basah.“Bagaimana bisa kalian tidak hati-hati? Kenapa kalian membuat Bagas diculik!” Salsa menyalahkan Dimas dan Della yang teledor.Wanita itu menangis, bahkan sampai sesenggukan dan mencengkram baju bagian dada.Della terdiam, dirinya pun begitu kehilangan dan takut terjadi sesuatu dengan Bagas. Dalam rekaman itu hanya terlihat Alvian yang menggendong Bagas, kemudian masuk ke mobil dan meninggalkan tempat itu.“Kamu tenang, sayang. Tarik napas panjang dan embuskan perlahan.” Anggara mencoba menenangkan Salsa.D
Dimas sangat terkejut saat mengetahui jika Alvian kembali mendatangi Della, tentu saja pria itu takkan bisa tenang jika sampai Alvian kembali mengganggu Della.“Kamu kasih dia uang lagi?” tanya Dimas sangat geram dengan ulah Alvian.“Tentu saja tidak, Dim,” jawab Della. Dia tak ingin terlalu berbaik hati menuruti keinginan Alvian.Jika dulu Della memberi karena berharap mantan suaminya itu sadar lalu pergi dari kehidupannya, kini Della takkan mengulang kedua kali memberi karena jelas yang kedua karena sebuah keserakahan.“Lalu, apakah dia memaksamu atau melakukan sesuatu kepadamu?” tanya Dimas yang semakin cemas.Della menggelengkan kepala, kemudian menjawab, “Aku langsung pergi, tapi samar-samar mendengar dia berteriak tapi tidak terlalu jelas. Aku mencoba mengabaikan dirinya.”Dimas menghela napas lega, kemudian meraih kepala Della dan membawa ke pelukan. Bahkan mengecup lembut pucuk kepala istrinya itu.“Ya sudah, lain kali kalau dia mengganggumu lagi, segera hubungi aku. Aku takka
Anggit kembali ke rumah Salsa. Sepanjang perjalanan masih terus memikirkan ucapan Max tentang ibunya, apakah benar Salsa yang menyebar informasi tentang perselingkuhan Max dengan salah satu model itu. Gara-gara ucapan Max, Anggit sampai tak fokus di pemotretan keduanya. Membuatnya harus terkena teguran fotografer berulang kali. Mobil Anggit sudah sampai di garasi. Dia langsung turun dan melihat Salsa yang sedang menunggui Bagas bermain di halaman rumah. “Sore, Ma.” Anggit langsung menyapa dan memberikan kecupan kanan-kiri di pipi Salsa. “Sore, sayang. Bagaimana tadi pemotretannya?” tanya Salsa. “Lancar,” jawab Anggit kemudian memilih duduk di kursi bersebelahan dengan Salsa, memandang Bagas yang sedang bermain bola. Salsa pun memandang Bagas, melihat betapa aktifnya bocah itu. Anggit menoleh Salsa, hingga berniat menanyakan tentang Max. “Ma. Boleh aku tanya sesuatu?” Salsa menoleh, melihat Anggit yang sudah memandangnya. “Tanya saja.” Salsa mempersilakan. “Apa Mama yang menyeb
Della masih saja bekerja sebagai seorang pramusaji setelah beberapa bulan menikah dengan Dimas. Dirinya hanya ingin mandiri, karena sejak awal sudah berkomitmen jika dirinya akan tetap bekerja.“Del, aku heran sama kamu,” kata teman Della.“Heran kenapa?” tanya Della yang sedang sibuk mengelap meja.“Kamu tuh sudah nikah sama pria kaya, kenapa masih mau bekerja begini?” tanya teman Della, memandang mantan janda cantik itu dengan perasaan heran.Della mengulas senyum mendengar pertanyaan temannya, hingga menoleh dan melihat teman yang memandang dirinya.“Apa hubungannya menikah dengan pria kaya dan bekerja?” tanya balik Della. Dia berhenti mengelap meja dan memilih menatap temannya.“Ya, bukankah lebih enak di rumah, ngurus anak dan rumah saja. Lagian aku yakin, suamimu pasti tidak kekurangan uang untuk sekadar memberimu uang belanja atau jajan,” jawab teman Della.Della mengulas senyum, kemudian berkata, “Memang uang dari suamiku tidak kurang, tapi aku pun tidak ingin terlalu bergantu