“Ada apa ini?” seru Phillipe, saat melihat Alexandre yang baru bangkit sambil mengusap sudut bibir.
“Apa yang kau lakukan, Damien?” sentak Julien. Pria itu terbelalak tak percaya, sambil menghampiri putranya yang berdiri dengan raut menakutkan. Kedua tangan Damien masih terkepal sempurna, hingga urat-urat di tangannya terlihat jelas.“Biarkan aku menghabisi bajingan ini, Ayah!” geram Damien dengan sorot tajam, yang terus tertuju kepada Alexandre.“Kau pikir aku takut padamu?” Alexandre bergerak maju. Dia bermaksud untuk meladeni ucapan Damien.Namun, dengan segera Phillipe dan beberapa pria lain menahannya. Begitu juga terhadap Damien. Mereka tak membiarkan kedua pria dari dua keluarga pebisnis ternama Perancis tadi saling mendekat, apalagi sampai baku hantam.“Hentikan!” sergah Philippe tegas. “Aku tidak akan membiarkan kalian merusak jalannya pesta malam ini!” Phillipe yang terkenal tegas, memperlihatkan kharismanya. Dia menatap Al“Masalah seberat apa yang sedang kalian hadapi, sampai-sampai Alexandre harus berkelahi dengan putra Tuan Julien Curtis?” tanya Estelle. “Sudah kukatakan bahwa ini hanya salah paham,” sahut Alexandre dengan gaya bicaranya yang khas. “Aku tidak bertanya padamu. Aku bertanya pada menantuku,” ujar Estelle seraya mengarahkan perhatian sepenuhnya kepada Majandra. “Katakan sesuatu, Sayangku. Apa kau menyembunyikan hal penting dari kami berdua?” selidik wanita paruh baya tersebut. Majandra tidak segera menjawab. Lidahnya tiba-tiba kelu untuk mengungkapkan apa yang terjadi sebenarnya. Berat rasa hati mengatakan, bahwa rumah tangga yang dijalaninya bersama putra sulung dari Keluarga LaRue memang tidak baik-baik saja sejak dulu. Terlebih, karena mereka memang sudah terbiasa melakukan sandiwara di hadapan semua orang. Begitu juga dengan Alexandre. Pemegang jabatan tertinggi di Perusahaan La Bougenville, tersebut memilih tidak banyak bicara. Situasi yang
“Majandra?” Julien menaikkan alisnya yang telah bercampur dengan warna putih, setelah mendengar Damien menyebutkan nama itu. “Dari mana kau mengetahui nama istri Alexandre LaRue?” tanyanya penuh selidik.“Dari ….” Damien menggaruk, lalu mengacak-acak rambut gelapnya yang sudah sedikit berantakan, karena insiden tadi. “Aku mengetahui nama istri Alexandre LaRue dari media sosialnya ….” Damien menjeda kata-katanya, lalu mengembuskan napas pelan. Dia tahu bahwa dirinya telah bertindak bodoh dengan menyebutkan nama Majandra di hadapan sang ayah.Raut gelisah Julien tiba-tiba berubah menjadi ekspresi tak mengerti. Pria paruh baya itu memilih duduk sambil menyilangkan kaki. “Ya, dari media sosial,” ujarnya bernada sindiran, “dan kau menyebutkan nama itu dengan pelafalan yang sa
Majandra tersenyum sinis, setelah mendengar ucapan Alexandre. Wanita cantik bergaun merah itu menatap sang suami beberapa saat, sebelum membalikkan badan tanpa memberi jawaban. Majandra langsung keluar kamar. Padahal, dia belum berganti pakaian serta membersihkan riasan.“Kita belum selesai bicara!” Alexandre mencoba mencegah Majandra. Pria itu beranjak dari tepian tempat tidur. Dia bergegas menuju pintu, mengikuti langkah anggun sang istri yang tak memedulikannya.“Apa lagi yang ingin kau bicarakan?” Majandra menoleh sekilas tanpa menghentikan langkah. Dia terus berjalan menyusuri koridor, hingga dirinya tiba di ruang tamu. Dari sana, Majandra melangkah ke ruangan dengan ukuran jauh lebih kecil dari ruang tamu tadi, yang merupakan mini bar. Meski di sana hanya ada counter bar kecil dengan dua stool bar, mini bar itu didesain denga
Alexandre meletakkan lagi ponsel milik Majandra. Sebelum beranjak, pria itu kembali memandang sang istri yang sudah dinikahinya selama tiga tahun. Alexandre mengembuskan napas pelan. Dia berjalan ke sisi sebelah kanan tempat tidur, di mana dirinya biasa berbaring.Sebelum benar-benar memutuskan tidur, Alexandre terlebih dahulu memeriksa ponselnya. Ada beberapa pesan masuk. Salah satunya dari Lea. Seperti biasa, model cantik itu selalu mengirimkan foto seksi setiap malam. Kali ini pun tak berbeda. Wanita berambut pirang tersebut, memperlihatkan paha mulus serta kaki jenjangnya kepada Alexandre. Caption nakal disertakan dalam foto yang Lea kirimkan. [Apa kau tidak ingin menyentuhnya?]Alexandre tersenyum kalem. Untuk saat ini, dia memang sedang tergila-gila pada model cantik nan seksi tersebut. Alexandre membalas pesan tadi. [Kau sudah tahu bahwa aku sangat menyukainya]Sesaat kemudian, Alexandre menerima pesan balasan dari Lea.
Damien sedang fokus di depan layar komputer, saat terdengar dering pesan di ponselnya. Pria berambut gelap tersebut tengah mengerjakan proyek dari rekannya, yang mengelola perusahaan di Inggris. Sebagai seorang desain interior, Damien dipercaya untuk merancang interior kabin pesawat. Rancangan buatan putra Julian Curtis tersebut sangat unik dan memiliki ciri khas tersendiri.Jika sudah berhubungan dengan urusan pekerjaan, Damien pasti akan lupa waktu. Dia hanya berhenti untuk makan dan ke kamar kecil. Selebihnya, akan pria itu habiskan bersama peralatan di meja kerja. Seperti pesan yang diabaikan kali ini. Damien terus fokus pada apa yang sedang dilakukannya.Sementara, Majandra sudah berada di tepi Sungai Seine. Wanita itu duduk termenung seorang diri, menikmati embusan angin yang menerpa paras cantiknya. Dia mendongak ke langit. Ini adalah musim panas.
Alexandre menatap dingin kepada Majandra, yang berdiri di samping Damien. Pengusaha property tersebut sebenarnya tak ingin memedulikan mereka. Namun, Alexandre harus menjaga, agar jangan sampai ada pelayan di kediamannya yang melihat Majandra bersama pria lain. Pria itu tahu bahwa sang ibu menempatkan seorang informan, di antara beberapa asisten rumah tangga. Karena itulah, dia dan Majandra selalu menjaga sandiwara mereka.Sebenarnya, Alexandre dan Majandra sangat kompak dalam bekerja sama. Namun, sayangnya cinta tak jua hadir dalam biduk rumah tangga mereka. Lebih tepatnya, di hati Alexandre. Pria itu tak jadi masuk ke rumah. Dia kembali ke dekat undakan anak tangga, yang menghubungkan teras dengan halaman di mana Damien memarkirkan kendaraan.“Sudah terlalu malam. Sebaiknya kau segera pulang, Tuan Curtis. Pintu gerbang rumahku akan dikunci o
“Kau juga datang bersama kekasihmu. Kenapa aku tidak boleh?” ucap Majandra enteng.“Bukannya tidak boleh. Aku hanya berharap semoga kau tidak berciuman dengan pria itu di hadapan orang tuaku. Lagi pula, Lea akan mengisi acara di sana. Kami bertemu setelah semua selesai,” ujar Alexandre tak acuh.“Ah, kau memang licik.” Majandra tersenyum sinis. Dia tak ingin menanggapi lagi ocehan Alexandre. Majandra meletakkan kembali ponselnya. Wanita itu memejamkan mata, bersiap untuk tidur. Namun, baru saja dirinya terpejam, suara berat Alexandre kembali membuat si pemilik rambut cokelat itu terjaga.“Aku tak ingin kau mengacaukan semuanya. Ingat, orang tuaku akan hadir di sana. Jadi, jangan mempermalukanku,” tegas Alexandre. Tak biasanya, pria itu menjadi banyak bicara. Alex
“Alex!” jerit Lea seraya menghambur ke arah Alexandre. Dia tak menyangka bahwa lemparannya akan mengenai kening pria itu. “Astaga. Apa yang sudah kulakukan?” Lea menangis. Dia bermaksud mengusap darah yang menetes dari luka robek pria itu.Namun, dengan segera Alexandre menepiskan tangan Lea. Tanpa mengatakan apapun, dia berlalu dari hadapan sang model seksi tersebut.“Tidak, Alex!” Lea berusaha mencegah agar sang kekasih tidak pergi dari sana. “Tunggu, Sayang! Biarkan aku mengobati lukamu terlebih dulu.” Lea terus membujuk. Dia bahkan mengikuti Alexandre hingga ke lift.Akan tetapi, Alexandre tetap tak menggubris wanita itu. Dia langsung masuk ke lift, membiarkan Lea dengan rasa bersalah yang teramat besar di hatinya.
Langit cerah menaungi Kota Paris, ketika Damien dan Majandra keluar dari bandara. Mereka langsung memasuki mobil jemputan yang sengaja Alexandre siapkan. “Selamat siang, Nyonya,” sapa sopir yang tak lain adalah Felix. Majandra menanggapi sapaan tadi dengan anggukan pelan. Dia tak mengatakan apa pun, karena dirinya tak lagi mengenali Felix. Namun, Felix sudah mengetahui kondisi Majandra. Dia tetap bersikap ramah seperti biasa. “Kita akan langsung ke kantor pengacara. Tuan Alexandre sudah menunggu Anda di sana,” ucap pria yang sudah mengabdi sekian lama kepada Alexandre. “Iya,” sahut Majandra pelan. Dia menoleh kepada Damien, yang menatapnya penuh arti. Majandra tersenyum, sambil meremas pelan jemari pria yang sengaja menemani dirinya ke Perancis. Majandra mengalihkan pandangan ke luar jendela. Dulu, dia kerap menjelajahi setiap sudut jalanan Kota Paris. Namun, semua itu sudah terhapus dari ingatannya. Majandra juga tak menyangka, bahwa dirinya akan bercerai dari Alexandre, dal
“Damien …,” desah Majandra pelan, setelah pria tampan bermata abu-abu itu melumat mesra bibirnya. “Oh ….” Desahan manja meluncur begitu saja, ketika Damien menjalarkan ciuman lembut penuh godaan ke leher. Geli dan nikmat bercampur menjadi satu, membuat Majandra memejamkan mata sambil menggigit pelan bibirnya. “Berbaliklah,” bisik Damien setelah puas mencium mesra Majandra. Majandra tersenyum. Dia membalikkan badan. Wanita itu menebak apa yang akan Damien lakukan. Majandra mengangkat tangan lurus ke atas.Perlahan, Damien menaikkan T-Shirt longgar yang Majandra kenakan. Dia melepas, lalu melempar kaos polos berwarna putih tadi ke lantai. Begitu juga dengan tali bra berwarna hitam yang melintang di sana. Kini, Majandra hanya mengenakan pakaian dalam, masih dalam posisi membelakangi pria tampan tersebut. “Aku menyukai warna kulitmu,” ucap Damien pelan sambil mengecup pundak Majandra. Perlakuan sederhana, yang seketika menimbulkan desiran aneh dalam dada wanita berambut panjang itu. Ma
Majandra sudah bersiap untuk meninggalkan rumah sakit. Penampilannya terlihat jauh lebih rapi dan segar, meski masih ada beberapa sisa luka di wajahnya. Namun, itu tak sedikit pun mengurangi kecantikan wanita asal Meksiko tersebut. Sementara, Alexandre juga sudah melunasi seluruh biaya administrasi. Dia bahkan telah kembali ke kamar rawat Majandra. Alexandre begitu terpesona, melihat kecantikan sang istri yang tak lama lagi akan dirinya ceraikan. Namun, sesaat kemudian pria itu tersadar. Sang pemilik La Bougenville tadi harus membuang jauh segala ketertarikan serta perasaan indah, yang baru dia persembahkan terhadap Majandra. “Kita pergi sekarang?” tanya Damien yang sudah datang menjemput, sambil mendorong kursi roda ke dekat sofa di mana Majandra berada.“Untuk apa kursi roda ini?” tanya Majandra dengan tatapan heran, kepada Damien yang berdiri di dekatnya. “Tentu saja untukmu,” jawab Damien enteng, diiringi senyuman kalem. Majandra menautkan alisnya. Dia menatap semua yang ada d
Majandra terdiam beberapa saat, setelah mendengar penuturan Alexandre. Dia menatap Miguel sekilas, lalu beralih kepada Amelia. “Tolong tinggalkan kami bertiga,” pinta wanita cantik itu. Meski dalam keadaan hilang ingatan, ternyata tak membuat Majandra kehilangan aura tegasnya.“Sayang ….” Amelia seakan hendak melakukan protes.Namun, Miguel memberi isyarat. Pria itu menggeleng samar. Dia langsung meraih tangan sang istri, lalu mengajaknya keluar kamar.Kini, di dalam sana hanya ada Majandra bersama dua pria tampan yang mencintainya. Wanita berambut cokelat itu awalnya memandang lekat Alexandre, lalu beralih kepada Damien. Lagi-lagi, dia seperti tak kuasa mengalihkan pandangan dari sosok berparas rupawan dengan warna mata sama seperti dirinya.
“Ya, Tuhan.” Amelia langsung menghambur ke dalam pelukan Miguel. Dia tak mampu membayangkan, andai Majandra mengalami amnesia secara permanen. “Apa dosaku, Sayang? Kenapa Tuhan menegurku dengan cara seperti ini?” Amelia tak kuasa menyembunyikan kepedihannya. “Tenangkan dirimu, Sayang,” ucap Miguel seraya menepuk-nepuk punggung sang istri. “Apa yang terjadi pada Majandra, bukanlah karena kesalahanmu atau siapa pun. Tak ada hukuman dari dosa seseorang, yang dialihkan pada orang lain,” ucap pria paruh baya itu lembut. Sementara, Alexandre hanya diam. Terlebih, karena dia tak mengerti apa yang mertuanya itu bicarakan. Alexandre baru bereaksi, saat dirinya menerima satu pesan masuk. Dia langsung membalas pesan tadi.[Kemarilah]Sesaat kemudian, Alexandre berdiri. Dia menyambut kehadiran seseorang yang sedang dirinya tunggu. “Kupikir kau tak akan datang,” ucap pria berambut cokelat tembaga itu, pada seseorang yang tak lain adalah Damien. “Itu sudah merupakan satu jawaban bagiku,” ucapnya
Damien menyambut kedatangan Alexandre. Dia bahkan mengarahkan tangannya ke kursi, agar suami Majandra tersebut duduk. “Aku sudah memesankan kopi untukmu. Kuharap, kau menyukainya,” ucap Damien tenang. “Kita satu selera,” balas Alexandre. Ucapannya menyiratkan banyak makna.“Ya. Kau benar.” Damien tersenyum samar. Pria itu terdiam sejenak, saat seorang pelayan menghampiri mereka. Dua cangkir kopi pesanan Damien tersaji di meja. Tanpa dipersilakan, Alexandre langsung mencicipi kopi yang Damien pesan tadi. Entah karena haus, atau sekadar untuk menanggulangi gugup yang tiba-tiba menyergap. Alexandre bahkan beberapa kali mengembuskan napas pendek, demi menetralkan perasaan.“Jadi, untuk apa kau mengajakku bertemu?” tanya Damien membuka percakapan. “Aku ingin membahas sesuatu tentang Majandra,” jawab Alexandre datar.Raut wajah Damien seketika berubah. Kali ini, gilirannya yang merasa gugup. Damien meraih gagang cangkir, lalu meneguk kopi yang sama. Sesaat kemudian, barulah pria tampan b
“Apa? Aku?” Damien melayangkan tatapan protes.“Ayolah, Kawan. Siapa tahu kau menemukan teman hidup di sana. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi beberapa detik kemudian,” ujar Robert setengah membujuk.“Omong kosong.” Damien beranjak dari sofa. Dia menuju dapur dengan sekat dinding setengah, sehingga Robert masih bisa melihat apa yang pria itu lakukan. “Aku belum terpikir untuk pergi jauh dari Eropa. Kau jangan menjadikan statusku sebagai senjata untuk ….” Pria tampan bermata abu-abu itu menggantungkan kalimatnya. Benak putra bungsu Julien Curtis tersebut, seketika tertuju kepada Majandra.“Boleh kupikir-pikir dulu? Aku ingin meminta pendapat ayahku sebelum mengambil keputusan,” ucap Damien sesaat kemudian. Dia meraih gagang cangk
“Bagaimana mungkin aku tak tahu nama sendiri?” Majandra menatap sayu, pada dokter yang duduk di hadapannya. “Apa yang terjadi padaku, Dokter?” Dia terdengar begitu resah.“Tenangkan diri dulu, Nyonya. Kita masih harus melakukan beberapa tes, untuk memastikan kondisi Anda yang sebenarnya. Kami tidak bisa memberikan diagnosa secara sembarangan,” ujar sang dokter seraya berdiri. Dia menatap satu per satu, semua yang ada di sana.“Kami akan menjadwalkan serangkaian tes. Semua itu harus dilakukan, demi mendapat hasil pemeriksaan yang lebih akurat,” ucap dokter itu lagi. Membuat semua yang ada di sana kembali diliputi rasa khawatir. “Untuk permulaan, kami akan melakukan tes darah serta tes kognitif terhadap Nyonya Majandra LaRue. Setelah itu, barulah dilanjutkan dengan serangkaian tes lainnya."
Refleks, Damien berlari ke dalam kamar rawat. Setelah berada di sana, dia tertegun. Pria itu melangkah perlahan ke dekat ranjang. Dia melihat Majandra sudah membuka mata. Bahagia dan haru bercampur menjadi satu. Damien tak tahu harus berkata apa. Dia hanya berdiri mematung, sampai seorang perawat masuk ke sana. “Tolong keluar dulu, Tuan,” pinta sang perawat sopan. Damien tidak menyahut. Pria itu tampak kebingungan. Dia menanggapi ucapan perawat tadi dengan anggukan samar, lalu melangkah keluar. Sebelum benar-benar berlalu, Damien sempat menoleh pada perawat yang tengah memeriksa kondisi Majandra. Setelah berada di luar kamar, Damien tersadar. Dia tertegun mendapati Miguel, Amelia, dan Alexandre yang serempak menatap ke arahnya. “Ah, maaf. Aku tadi hanya refleks.” Pria tampan bermata abu-abu tadi menjadi salah tingkah. Damien mengacak-acak rambutnya, sebagai penghalau rasa kikuk yang mendera. “Kau terlihat sangat bahagia mendengar Majandra telah siuman,” ucap Miguel dengan sorot pe