Beranda / CEO / Perfect Partner / Bab 91 Aku Obati Dulu

Share

Bab 91 Aku Obati Dulu

Penulis: Myafa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-12 12:32:08

“Mommy.” Anak-anak langsung menghampiri mommy-mommy mereka. Mereka begitu girang sekali ketika ibunya datang.

Mereka berkumpul di ruang keluarga. Para ibu langsung diserang anak-anak mereka. Baru ditinggal sebentar saja mereka sudah menempel bak prangko.

Bian yang melihat Flavia berdiri, menepuk sofa yang berada di sebelahnya. Meminta istrinya itu untuk duduk di sebelahnya.

“Bagaimana kumpul-kumpulnya?” Bian menoleh pada sang istri. Dia ingin tahu apa yang terjadi pada sang istri.

“Seru.” Flavia menjawab singkat.

Bian bersyukur Flavia bisa bergabung dengan yang lain. Berharap Flavia betah berada di antara keluarganya.

“Apa kalian tadi bermain dengan baik?” Freya menatap anak-anaknya.

“Tadi kami bermain dengan Unlce Bian.” Kean menjawab pertanyaan sang mommy sambil naik ke pangkuan sang mommy.

“Tidak mau dengan daddy?” tanya Freya.

“Tidak, daddy main catur dengan Daddy Al.” Kean menjawab sambil bermanja-manja dengan sang mommy.

“Jadi mainnya dengan Uncle Bian saja?” Freya men
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Perfect Partner    Bab 92 Kalian Sedang Apa?

    Suara Flavia itu seketika membuat Bian membuka matanya. Dia begitu terkejut ketika mendapati pertanyaan itu. Tentu saja dia tidak bisa mengatakan jika dirinya menikmati yang dilakukan Flavia. Yang ada istrinya itu akan merasa tidak nyaman. “Sakit.” Bian sedikit manja. “Tahan dulu. Kamu ini seperti anak kecil saja.” Flavia kembali melanjutkan mengolesi obat merah pada kaki Bian. “Auch ….” Bian kembali mengaduh. “Diamlah, ini harus diobati. Jika tidak bisa infeksi.” Flavia meminta Bian untuk diam. “Tapi, perih.” Bian merengek. Flavia meniup luka tersebut sambil mengolesi. Tentu saja itu membuat Bian semakin senang sekali. Karena Flavia begitu baik padanya. “Aku senang melihatmu perhatian.” Bian menatap Flavia penuh damba. Sejenak Flavia teringat dengan aksinya. Dia sendiri tidak mengerti kenapa tadi dia khawatir sekali. Padahal jelas jika harusnya, dia bersikap dingin pada Bian seperti biasa. “Sudah selesai.” Flavia segera berdiri. Dia memilih untuk segera berlalu pergi. Bian

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-12
  • Perfect Partner    Bab 93 Berpisah Denganmu, Apalagi?

    Malam ini Flavia dan Bian kembali tidur di kamar yang sama. Flavia tidur di kamar Bian karena merasa takut. Seperti kemarin, Flavia tidur di tempat tidur dan Bian tidur di sofa. Mereka berdua bersiap-siap untuk tidur. Melihat ke langit-langit kamar. “Boleh aku tahu sesuatu.” Bian tiba-tiba membuka mulutnya. Memecah keheningan di dalam kamar. “Apa?” Flavia menjawab sambil masih melihat ke langit-langit kamar. “Jika di rahimmu ada anak kita. Apa kamu akan membencinya?” Bian melemparkan pertanyaan itu pada Flavia. “Anak-anak tidak akan pernah minta dilahirkan dari rahim ibu mana. Jadi aku tidak berhak marah padanya. Dulu aku pernah marah pada Tuhan, kenapa aku harus lahir dari rahim ibu yang baru beberapa tahun aku hidup, dia harus pergi meninggalkan aku. Aku ingin lahir di rahim ibu yang selalu menemani aku. Sayangnya, aku tidak bisa memilihnya.” Flavia berkaca pada dirinya sendiri. Jadi untuk kali ini jika sampai dirinya hamil dia tidak akan pernah membencinya. Bian mengangguk-ang

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-12
  • Perfect Partner    Bab 94 Nafkah Apa?

    Bian dan Flavia sampai di apartemen. Flavia menuju ke dapur lebih dulu karena tadi Cia dan Freya memberikan kue untuk mereka. Flavia meletakkan di lemari pendingin terlebih dahulu. Bian yang juga ikut ke dapur, ikut berdiri di belakang Flavia. “Mau apa kamu?” Flavia merasa bingung ketika Bian mengekornya ketika membuka pintu lemari pendingin. “Aku ingin minum.” Bian menjawab apa alasan berdiri di belakang Flavia. Mendengar itu, Flavia memberikan jalan pada Bian. Mengambil minuman kaleng yang berada di pintu lemari pendingin. Saat mendapatkan minuman, Bian memilih memundurkan tubuhnya. Memberikan ruang pada Flavia untuk meletakkan minuman. Bian membuka minuman soda yang berada di tangannya. Menikmati minuman dingin yang memberikan sensasi menggigit di lidah. Flavia melanjutkan kembali meletakkan kue yang didapatkannya dari Cia dan Freya. Kue-kue itu bisa dimakannya nanti malam. Karena sepertinya dia tidak mau makan berat lagi setelah tadi makan bersama kakak-kakak Bian. Bian mem

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-13
  • Perfect Partner    Bab 95 Aku Harus Ganti?

    “Menyebalkan sekali.” Bian mendengkus kesal. “Kamu harus banyak bertanya pada daddy-mu bagaimana meluluhkan wanita agar dapat nafkah batin.” Papa Felix melirik temannya. “Memang Daddy juga tidak langsung mendapatkan nafkah batin?” Bian begitu penasaran sekali. Daddy Bryan melotot pada Papa Felix. Anak-anaknya hanya tahu jika mommy dan daddy-nya jatuh cinta dan akhirnya menikah. Apalagi El lahir sebelum waktunya. Jadi jika dilihat dari tanggal pernikahan, El hadir di dalam pernikahan, bukan sebelum pernikahan. “Mommy masih malu saat awal menikah. Jadi Daddy harus berusaha keras.” Daddy Bryan memberikan alasan pada anaknya. “Berapa lama?” Bian penasaran sekali. Daddy Bryan menghitung kira-kira berapa lama El hadir. Agar tidak salah menjawab. “Sebulan.” Setelah menghitung, akhirnya menjawab.Bian melihat pernikahannya belum berjalan sebulan. Baru sekitar tiga minggu, jadi mungkin Flavia belum luluh. Dia berharap jika Flavia akan luluh nanti dalam sebulan juga. ***Di

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-13
  • Perfect Partner    Bab 96 Memasak Bersama

    Sesuai dengan rencana Flavia yang akan memasak untuknya. Mereka berdua menuju ke supermarket yang masih berada dalam satu kawasan apartemen mereka. Bian menggunakan motornya, sedangkan Flavian menggunakan mobilnya. Seperti biasa Bian sampai lebih dulu. Dia asyik menikmati es krim yang dibelinya di depan supermarket. Flavia yang sampai melihat Bian tampak mengemaskan sekali. Pria itu menggendong sambil memakan es krim. Jika Bian tidak memakai jaket motor dan memakai baju sekolah, mungkin orang akan mengira jika Bian anak sekolah. Flavia menghampiri Bian. “Ayo.” “Bentar aku habiskan es krimku dulu.” Bian meminta Flavia untuk duduk di sebelahnya. Flavia harus menunggu Bian dulu. Alhasil, dia duduk di sebelah Bian. “Mau.” Bian menawari Flavia sambil menyodori es krimnya. Es krim tampak begitu menggiurkan. Tentu saja membuat Flavia tergoda. Dia bersiap untuk mendekatkan bibirnya ke arah es krim. “Tidak mau ya sudah.” Bian menarik kembali es krimnya.Flavia hanya membulatkan matanya

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-13
  • Perfect Partner    Bab 97 Begitu Menggoda

    Bian dan Flavia sampai di apartemen. Mereka meletakkan belanjaan di atas meja. Flavia langsung membuka kancing tangan kemejanya, kemudian melipatnya agar nanti dapat memasak lebih leluasa. Tak lupa dia mengikat rambutnya. Agar nanti bergerak nyaman. Melihat Flavia yang mengikat rambutnya membuat Bian menelan salivanya. Leher jenjang terdengar begitu putih dan menggoda. “Kamu masukkan belanjaan ke dalam lemari pendingin.” Flavia berlalu sambil mengambil bahan masakan yang akan dibuatnya sekarang. Kemudian berlalu meninggalkan Bian. Bian hanya terpaku saja. Baru saat Flavia berlalu, dia baru tersadar. Bian memilih untuk membuka kancing tangan kemejanya. Kemudian menggulungnya. Belanjaan yang berada di atas meja dibawa oleh Bian ke dapur. Dia merapikan belanjaan ke dalam lemari pendingin. “Aku sudah bawa kotak-kotak penyimpaan. Kamu bisa masukkan belanjaan satu-satu ke dalam kotak lebih dulu sebelum memasukkannya ke dalam lemari pendingin.” Flavia mencari kursi yang biasa di dapur.

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-13
  • Perfect Partner    Bab 98 Menjilat

    Bian langsung mengibas-gibaskan tangannya agar asapnya segera pergi. Tak mau Flavia terganggu. “Aku mau makan es krim, karena itu aku belum tidur.” Flavia ikut melihat pemandangan kota dari apartemen. Kemudian membuka es krim miliknya dan memakannya. Bian memerhatikan Flavia yang sedang asyik makan es krim cone yang dibawanya. Flavia yang terus menyilat es krim membuat Bian menelan salivanya. Pikirannya melayang membayangkan jika itu lehernya yang dijilat. Bayangan itu tentu saja membuat tubuhnya panas dingin. “Kamu sudah lama merokok?” Flavia menoleh ke arah Bian. Mendapati Flavia yang menoleh membuat Bian mengalihkan pandangannya. Memandang pemandangan yang berada di depannya. Tak mau ketahuan jika dia baru saja berpikiran kotor tentang Flavia. “Sejak sekolah menengah.” Bian menjelaskan pada Flavia. “Wah … anak sekolah sudah merokok, apa daddy dan mommy tidak marah?” “Tidak. Justru mereka tahu.” Bian menjelaskan. “Oh … ya?” Lalu mereka mengizinkan?” Flavia penasaran sekali.

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-14
  • Perfect Partner    Bab 99 Malu

    Flavia membulatkan matanya. Dia benar-benar terkejut dengan yang dilakukan oleh Bian. Bian menggigit lembut bibir Flavia agar terbuka, kemudian memasukkan coklat yang masih berada di dalam mulutnya yang masih tersisa. Dengan segera Bian melepaskan tautan bibirnya tersebut setelah memberikan coklatnya. “Coklatnya sudah aku berikan. Jangan menarikku lagi.” Bian tersenyum. Dia berangsur bangun dari tubuh Flavia. Tidak aman untuk adik kecilnya jika berada dalam posisi intimnya.Flavia hanya terpaku. Dia menyesap coklat yang berada di mulutnya. Walaupun Bian tidak benar-benar menciumnya, tetapi bibir mereka sempat menempel.“Kenapa ini?” Flavia memegangi dada sebelah kiri. Di mana jantungnya berada. Dia merasa debaran jantungnya tak beraturan. Flavia tidak berani menyimpulkan apa-apa. Karena dia merasa takut dengan kesimpulannya itu. ***Pagi ini Flavia memilih berangkat lebih dulu ke kantor. Meninggalkan pesan pada Bian untuk menikmati sarapannya. Dia berusaha untuk mengh

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-14

Bab terbaru

  • Perfect Partner    Bab 165 Kebahagiaan Tiada Henti

    Bayi Flavia dan Bian masih di ruang NICU karena mereka masih perlu perawatan. Mengingat berat badan mereka masih begitu kecil. Flavia sendiri sudah belajar bangun paska operasi. Dia semangat melakukan itu semua karena ingin segera bertemu dengan anak-anaknya. Flavia pergi ke ruang NICU diantar oleh Bian. Dia duduk di kursi roda didorong oleh suaminya. Flavia ingin menyusui anak-anaknya. Tidak hanya sendiri, Flavia bersama dengan papanya, mertuanya, kakak, dan bibi dan paman mertuanya. Mereka semua melihat anak-anak Flavia dan Bian lebih dulu dari balik kaca. Tiga anak sedang pulas tertidur. Hal itu membuat mereka begitu gemas sekali. “Kalian sudah punya nama?” Mommy Shea menatap Flavia dan Bian. “Sudah Ma.” Flavia mengangguk. “Siapa?” Daddy Bryan begitu penasaran sekali dengan nama cucunya.“Si sulung, namanya Nathan Fabio Adion.” Karena anak laki-lakinya lahir pertama, jadi Bian menyebutnya sulung. “Itu yang bibirnya tebal namanya Fiorenza Claire Adion.” Bian menunjuk satu anak

  • Perfect Partner    Bab 164 Operasi

    Bian mengajak Flavia keliling komplek. Kebetulan sore hari. Cuaca tidak terlalu panas, jadi enak untuk berkeliling komplek. “Apa kamu suka?” Bian menoleh sejenak pada sang istri. “Tentu saja aku suka. Ternyata seru sekali.” Flavia begitu berbinar menikmati perjalanan. Angin yang bertiup sepoi-sepoi begitu nikmat sekali. “Kapan lagi kita berlima bisa naik motor ini. Nanti jika anak-anak lahir. Aku rasa hanya cukup mereka bertiga.” Bian tertawa. “Iya, satu di sana, dan dua di sini.” Flavia menunjuk tempat duduk di belakang Bian.“Iya, pasti seru membawa mereka bertiga keliling komplek bersama.” Bian sudah membayangkan akan seseru apa nanti kehidupan mereka dengan tiga anak. Bian dan Flavia menikmati perjalanannya keliling komplek. Bian melihat wajah sang istri yang benar-benar berbinar. Tidak sia-sia akhirnya Bian membelikan motor. Walaupun entah kapan akan dipakai lagi. Puas berkeliling-keliling. Akhirnya mereka kembali ke rumah. Bian membantu Flavia untuk turun dari motor. Tanga

  • Perfect Partner    Bab 163 Motor Bian

    Flavia mengukur perutnya yang sudah semakin membesar. Flavia selalu mencatat berapa ukuran perutnya. Tak hanya itu, dia mengambil foto setiap perkembangan besar perutnya. Itu akan dipakainya untuk dokumentasi.Bian yang masuk ke kamar melihat sang istri yang sedang asyik mengukur perutnya. Rasanya gemas sekali melihat istrinya. Bian menghampiri sang istri. Memeluk dari belakang. “Tanganku sepertinya tidak muat untuk memeluk.” Perut Flavia yang besar membuat Bian kesulitan.“Iya, ternyata besar sekali perutku.” Flavia sendiri merasa jika yang dikatakan sang suami benar. “Dengar, nanti kamu harus duduk diam saja. Aku yang akan memilih.” Rencananya hari ini Bian, Flavia, dan keluarga akan memilihkan baju untuk anak mereka. Mengingat usia kandungan cukup besar, sebenarnya Bian tidak tega untuk membiarkan sang istri memilih baju untuk anak mereka. “Baiklah, aku akan diam saja nanti di sana. Duduk manis, dan membiarkan kalian untuk memilih.” Flavia tersenyum. Dia juga tidak yakin jika ak

  • Perfect Partner    Bab 162 Biar Jadi Kejutan

    Kehamilan Flavia sudah mencapai enam bulan. Perut Flavia semakin besar. Ukurannya tidak seperti orang hamil pada umumnya. Itu karena di dalam kandungan Flavia ada tiga janin yang tumbuh. Hari ini Flavia akan mengecek kandungannya. Bulan ini rencananya mereka akan mengecek jenis kelamin, karena dua kali pemeriksaan tidak terlihat. Seperti biasa Bian dan Flavia tidak sendiri. Ada mommy, daddy, dan kakak-kakak mereka. Yang penasaran tidak hanya Flavia dan Bian saja. “Setelah ini kira-kira siapa lagi yang akan kita antar untuk ke rumah sakit memeriksakan kandungan?” Mommy Shea menatap anak-anaknya. Semua kakak Bian langsung menggeleng. Karena tidak ada dari mereka yang berniat memiliki anak lagi. Tentu saja Flavia dan Bian adalah yang terakhir diantar oleh keluarga saat memeriksakan kandungan. Tentu saja itu membuat mereka semua memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Mama Lyra sudah menunggu di ruang pemeriksaan. Segera Flavia melakukan pemeriksaan. Mama Lyra segera mengecek keadaan janin

  • Perfect Partner    Bab 161 Ngidam

    Tidak ada makanan sama sekali di lemari pendingin. Hal itu membuat Bian bingung apa yang bisa dimakan sang istri malam-malam seperti ini.“Bagaimana jika kita ke restoran cepat saja? Mereka buka dua puluh empat jam. Jadi aku rasa kita bisa beli makanan di sana.” Bian pun memberikan ide.“Aku mau.” Sudah hampir sebulan ini Flavia di rumah. Berkutat di rumah terus. Walaupun ada keponakannya, tetap saja dia bosan. Jadi saat diajak keluar, tentu saja dia merasa senang.“Baiklah, kita ambil baju hangat dulu.” Bian mengajak sang istri untuk segera ke kamarnya.Bian dan Flavia menggunakan mobil untuk ke restoran cepat saja. Jalanan begitu lengang sekali. Mengingat sudah malam. Flavia benar-benar senang sekali. Akhirnya setelah sekian lama dia bisa keluar dari rumah, dan lebih menyenangkan adalah melihat suasana luar.“Kamu senang sekali.” Bian melihat jelas sang istri yang begitu senangnya.“Iya, kamu tahu bukan jika aku sudah sebulan jadi tahanan.” Flavia dengan wajah polosnya menatap Bian.

  • Perfect Partner    Bab 160 Keadaan Janin

    Mama Lyra segera melakukan tindakan untuk menolong Flavia. Beruntung pendarahan dapat diatasi. Setelah pendarahan dapat diatasi, Mama Lyra meminta perawat untuk membawa ke ruangan USG. Dia ingin memastikan keadaan kandungan Flavia. Bian senantiasa menemani Flavia.Mama Lyra memeriksa kandungan Flavia lewat layar USG. Tubuh Flavia yang lemas hanya pasrah saja ketika Mama Lyra melakukan pemeriksaan.Mama Lyra membulatkan matanya ketika melihat kandungan Flavia. Hal itu membuat Bian begitu panik.“Ma, ada apa?” tanya Bian. “Apa anakku kenapa-kenapa?” Bian benar-benar khawatir sekali.“Ada tiga janin di dalam kandungan Flavia.” Mama Lyra menatap Bian. Kemarin dia tidak melihat. Jadi kali ini dia cukup terkejut.Bian membulatkan matanya. Anaknya tidak lagi kembar dua saja, seperti kakaknya, tetapi tiga. Tentu saja itu membuatnya begitu terkejut.“Sayang, anak kita ada tiga.” Bian meraih tangan Flavia. Memberitahu sang istri. Kebetulan saat dibawa ke ruang USG Flavia tersadar.Flavia tidak

  • Perfect Partner    Bab 159 Mual Parah

    “Aku sudah mencari informasi dari internet, dan sepertinya tidak boleh.” Flavia tadi sempat mencari informasi apa saja yang tidak boleh dilakukan saat hamil muda. Dan dia menemukan hal itu. Apalagi jika bukan larangan untuk berhubungan suami istri. Bian mengembuskan napasnya. “Aku akan coba tanya Kak Dean saja. Agar lebih percaya.” Dia masih tidak percaya. Karena itu dia memilih untuk menghubungi kakak sepupunya itu. Bian segera bangun dari posisi tidurnya. Hal yang pertama dilakukannya adalah mengambil ponselnya. Kemudian, menghubungi Dean. “Halo, Bi.” Suara Dean dari seberang sana terdengar. “Kak, aku mau tanya?” “Tanya apa?” Dean di seberang sana bertanya. “Apa saat hamil muda tidak boleh melakukan hal intim?” Bian tanpa basa-basi bertanya. “Tentu saja tidak disarankan ketika hamil muda. Karena itu berisiko untuk kehamilan.” Dean berada di sana menjelaskan. Bian harus kecewa. Karena ternyata tidak boleh. “Baiklah. Terima kasih, Kak.” “Sama-sama, Bi.” Sambungan telepon ter

  • Perfect Partner    Bba 158 Perhatian

    “Sebaiknya kamu istirahat saja.” Bian menarik selimut untuk menutupi tubuh Flavia.Bian dan Flavia memutuskan untuk segera pulang setelah makan siang bersama para ibu Mengingat Flavia kelelahan setelah perjalanan dari proyek, tentu saja Bian tidak akan membiarkan.Flavia mengangguk. Dia memang cukup kelelahan, padahal di dalam perjalanan pulang tadi pagi, dia juga sempat tertidur. Namun, tubuhnya seolah tetap saja kelelahan.“Aku akan rapikan barang-barang kita dulu.” Bian mendaratkan kecupan di dahi sang istri.Tidak ada asisten rumah tangga di apartemen Bian. Karena itu Bian mengerjakan sendiri. Dia akan me-laundry semua pakaiannya. Bian terbiasa tinggal sendiri sewaktu di luar negeri. Jadi tentu saja itu membuatnya tidak kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan rumah.Suara bel yang terdengar di tengah-tengah Bian yang sedang asyik merapikan semua pekerjaanya, membuatnya segera beralih ke pintu apartemennya melihat siapa gerangan yang datang.“Mommy.” Bian melihat sang mommy datang ke

  • Perfect Partner    Bab 157 Periksa Kandungan

    Bian duduk di kursi belakang bersama dengan Flavia. Menemani sang istri. Wajah Flavia begitu pucat sekali. Hal itu membuat Bian begitu panik sekali. Bian menyesali keputusannya yang setuju dengan sang istri mengunjungi proyek. Jika seperti ini, dia akan memilih untuk di rumah saja. Akhirnya, mobil sampai di rumah sakit. Mereka sampai di ruang unit gawat darurat. Perawat langsung menyambut Flavia dan Bian. Perawat meminta Bian untuk memindahkan ke brankar, tetapi Bian menolak. Dia memilih menggendong tubuh sang istri masuk ke ruang perawatan. Perawat segera mengecek keadaan Flavia. Mereka segera memasang infus, karena Flavia tidak sadarkan diri. Dokter jaga segera mengecek keadaan Flavia. “Apa yang dirasakan pasien?” Dokter bertanya pada Bian.“Tadi pagi istri saya mual, pusing, dan siang ini tiba-tiba pingsan.” Bian menjelaskan pada dokter. “Bu, apa dengar suara saya.” Dokter memanggil Flavia. Flavia membuka matanya ketika samar-samar mendengar suara. Dilihatnya langit-langit ber

DMCA.com Protection Status