Bian ikut daddy dan mommy-nya pulang. Mereka besok akan datang ke rumah Flavia. “Pernikahan itu adalah sesuatu hal yang sakral. Tapi, beberapa orang mempermainkannya. Ada banyak hubungan yang dijalin dalam sebuah pernikahan. Tidak hanya dua orang yang menjalani pernikahan itu, tetapi juga dua keluarga. Dalam keadaan Flavia yang begitu membenci kamu, tentu saja itu adalah pilihan tepat. Tapi, segalanya bisa berubah dengan berjalannya waktu. Jadi kamu punya kesempatan untuk meluluhkan Flavia. Kamu bisa mencegah adanya perceraian. Mommy berharap jika kamu dan Flavia menjalani pernikahan tanpa perceraian.” Di mobil Mommy Shea mencoba menasihati anaknya. Dia melihat anaknya yang sedang menyetir. Mommy Shea berharap jika apa yang terjadi padanya dulu bisa terjadi pada Bian dan Flavia. Akan ada cinta ketika mereka menjalani hidup bersama.“Aku akan mencoba, Mom. Berusaha untuk tidak mencegah adanya perceraian.” Bian melihat mommy-nya dari kaca yang berada di atas dasboard. Dia mencoba meyak
Pagi ini Bian bersiap untuk pergi ke rumah Flavia. Dia memakai kemeja agar lebih terlihat rapi. Saat sedang melihat penampilannya di depan cermin, suara pintu terdengar diketuk. Bian mengalihkan pandangannya ke arah pintu.“Masuk,” ucap Bian mempersilakan siapa pun di balik pintu untuk masuk.Pintu terbuka, tampak kakak dan kakak sepupunya yang masuk. Ada El dan Al di sana. Bian yang melihat kakaknya menatap malas. Dia kesal karena kakaknya ikut bagian dalam mengerjai. El dan Al masuk ke kamar Bian. Melihat adiknya yang sudah rapi. Tampak sudah siap untuk ke rumah Flavia. “Kamu sepertinya marah denganku?” El melihat jelas wajah Bian yang malas melihat kedatangannya. “Kalian benar-benar tega membohongi aku!” Bian merasa kakaknya benar-benar hebat membodohinya. Sampai membuat rapat saat dirinya datang. Hingga Bian tidak sama lagi curiga jika kakak-kakaknya sedang mengerjainya. “Kamu yang tega. Bisa-bisanya melakukan hal keji itu.” El menepuk bahu adiknya. Merasa jika sang adik bena
Keluarga Adion datang. Mereka disambut oleh keluarga Claire. Mereka mempersilakan untuk masuk ke rumah. Beberapa barang seserahan dibawa keluarga Adion untuk diserahkan pada keluarga Claire. Al dan El membawa barang-barang itu ke dalam rumah. Memberikan keluarga Claire.Mama Agnes segera memanggil Flavia. Mengajak Flavia untuk bertemu dengan keluarga Adion. Flavia tampil polos tanpa riasan di wajahnya. Dia hanya memakai gaun biasa. Seolah tak ada yang istimewa hari ini. Orang yang pertama dilihatnya adalah Flavia adalah Bian. Sekalipun pria itu akan menjadi suaminya, tetap saja masih ada kebencian dalam dirinya. Bian melihat Flavia yang cantik tanpa riasan. Sejak melihat gadis itu memang dia tahu jika Flavia memang begitu cantik. Flavia duduk di samping papanya. Berharapan dengan keluarga Adion. “Terima kasih sudah menerima kami. Saya paman Bian, Regan Maxton. Mewakili keluarga Adion, kami ke mari datang untuk melamar putri Pak Harry yaitu Flavia Claire.” Daddy Regan sebagai perw
Flavia sampai di butik. Di sana sudah ada Mommy Shea dan beberapa wanita. Flavia tidak begitu mengenal wanita-wanita tersebut. “Fla, kenalkan ini Mama Chika-mertua Freya. Ini Shera-kakak sepupu Bian. Kalau ini Ghea, pasti kamu sudah kenal dia adalah kakak Bian.” Mommy Shea memperkenalkan semua pada Flavia. “Flavia.” Flavia langsung mengulurkan tangan berkenalan dengan mereka semua. Sambutan dari saudara Bian membuat Flavia tak menyangka. Karena mereka semua begitu ramah. Mereka semua masuk ke butik. Mencari gaun pengantin. Kebetulan pernikahan sebentar lagi. Jadi tentu saja hal itu membuat mereka tidak punya pilihan untuk mencari gaun yang sudah jadi. Mereka semua berpencar. Mencarikan gaun untuk Flavia. Flavia sendiri mencari gaun bersama Mommy Shea. Kesempatan bersama Mommt Shea seperti ini memang membuat Flavia menggunakan dengan baik. Apalagi dia belum banyak bicara. “Bu, saya meminta maaf karena telah berani mendekati Pak Bryan.” Flavia belum sempat meminta maaf pada Mommy S
Hari pernikahan tinggal empat hari lagi. Hari ini Flavia akan pergi ke Malya Jewelry untuk memesan cincin. Kali ini Flavia ditemani oleh Ghea saja. Karena semua sedang sibuk. Mommy Shea sedang mengecek makanan yang akan disajikan di pesta. Bersama dengan mommy yang lain.Sebenarnya Bian juga datang bersamaan. Namun, dia sengaja tidak masuk ke toko perhiasan. Flavia tak mau bertemu dengannya. Jadi dia memilih melihat dari kejauhan. Dia berada di ruangan pemilik perhiasan. Jadi tentu saja dia dapat melihat Flavia dari dalam. “Terima kasih sudah memberikan akses di sini.” Bian berterima kasih pada Arriela Malya, pemilik toko perhiasan ini. Dari kakaknya Ghea, dia mendapatkan akses untuk melihat Flavia dari balik kaca yang hanya bisa dilihat dari dalam. Bagi mereka yang di luar sedang melihat-lihat perhiasan, tidak tahu jika ada orang yang memerhatikan mereka dari dalam. “Sama-sama. Nikmati saja. Aku harus kembali ke ruangannya.” Arriel mempersilakan Bian untuk menikmati secangkir tehny
Sejak kemarin keluarga Adion sibuk sekali. Mulai menyiapkan berkas, menyebar undangan, menyiapkan hotel, menyiapkan WO, dan banyak hal remeh temeh yang lainnya. Semua bahu membahu membantu. Tak ada satu orang pun yang tak ikut membantu. Menjelang dua hari pernikahan, keluarga Adion sudah di hotel. Cia, Noah, Rylan, dan Retta juga sudah pulang. Mereka sengaja pulang untuk mengunjungi pernikahan Bian. Walaupun mendadak, mereka menyempatkan untuk datang. Kamar presidential suite sudah tampak ramai diisi dengan keluarga yang berkumpul. Terutama para cucu. Mengingat semua sedang berkumpul. Adan Kean, Lean, Anka, Rigel, Lora, Gemma, Rivans, Nick, Rysand, dan Derran. Semua cucu berkumpul. Kamar menjadi sangat ramai sekali. Anak-anak bermain. Berlari-lari. Hingga menangis. Siapa lagi jika bukam Derran yang menangis. Bayi dua tahun itu ingin ikut kakak-kakaknya bermain, meminta mainan yang dimainkan kakak-kakaknya. Beruntung kakak-kakaknya pintar-pintar. Jadi tahu cara berbagi.“Lihatlah sa
Flavia menuju ke restoran hotel bersama Anika. Mereka ingin makan malam di restoran tersebut. Mengingat jam makan malam sudah tiba. “Aunty Fla.” Kean memanggil Flavia. Flavia tersenyum ketika Kean memanggilnya. Tetangga kecilnya itu langsung menghampirinya. Tak sendiri dia membawa pasukan. “Hai, Kean, Lean.” Flavia menyapa anak-anak yang dikenalnya. “Hai, Aunty.” Lean menyapa Flavia. “Wah ... siapa saja ini?” tanya Flavia yang begitu penasaran. Dia yakin semua ini adalah cucu keluarga Adion dan Maxton. “Ini Rigel, Anka, Gemma, dan Lora.” Kean memperkenalkan satu per satu sepupunya. “Hai, aku Aunty Fla.” Flavia melambaikan tangan pada anak-anak kecil yang berada di depannya. “Hai, Aunty.” Semua melambaikan tangan.“Aunty cantik sekali.” Lora memuji Flavia. Dia merasa jika Flavia begitu cantik. “Terima kasih.” Flavia tersenyum.“Ayo Aunty, kita makan bersama.” Anka menarik tangan Flavia. Disusul dengan Lora yang ikut menarik tangan Flavia juga. Flavia tidak punya pilihan. Apal
“Lihat aku cantik sekali.” Anka memamerkan gaunnya. “Aku juga cantik.” Lora pun tak kalah. “Aku juga cantik.” Gemma berputar ketika gaunnya. Tiga anak perempuan itu heboh sendiri dengan gaunnya. Rencana, mereka akan dapat menjadi pendamping pengantin. Jadi tentu saja itu membuat mereka begitu senang sekali. “Semua anak perempuan cantik.” Lean menimpali. Membuat mereka semua menghentikan saling menyombongkan diri. “Kalau tampan namanya anak laki-laki.” Kean tertawa. Merasa lucu dengan obrolan anak perempuan. Rigel hanya diam ketika mereka semua sibuk bicara. Rencananya anak-anak akan menjadi pendamping pengantin. Ada Kean, Lora, Lean, Gemma, Rigel, dan Anka. Mereka akan berpasangan menuju ke pernikahan bersama dengan pengantin. “Sudah-sudah. Jangan bertengkar siapa yang paling cantik. Semua cantik.” Freya menenangkan keponakannya itu. “Sekarang ayo, kita harus bersiap untuk menemui pengantin wanita.” Freya mengajak anak-anak itu untuk bersama-sama keluar dari kamar hotel. Frey
Bayi Flavia dan Bian masih di ruang NICU karena mereka masih perlu perawatan. Mengingat berat badan mereka masih begitu kecil. Flavia sendiri sudah belajar bangun paska operasi. Dia semangat melakukan itu semua karena ingin segera bertemu dengan anak-anaknya. Flavia pergi ke ruang NICU diantar oleh Bian. Dia duduk di kursi roda didorong oleh suaminya. Flavia ingin menyusui anak-anaknya. Tidak hanya sendiri, Flavia bersama dengan papanya, mertuanya, kakak, dan bibi dan paman mertuanya. Mereka semua melihat anak-anak Flavia dan Bian lebih dulu dari balik kaca. Tiga anak sedang pulas tertidur. Hal itu membuat mereka begitu gemas sekali. “Kalian sudah punya nama?” Mommy Shea menatap Flavia dan Bian. “Sudah Ma.” Flavia mengangguk. “Siapa?” Daddy Bryan begitu penasaran sekali dengan nama cucunya.“Si sulung, namanya Nathan Fabio Adion.” Karena anak laki-lakinya lahir pertama, jadi Bian menyebutnya sulung. “Itu yang bibirnya tebal namanya Fiorenza Claire Adion.” Bian menunjuk satu anak
Bian mengajak Flavia keliling komplek. Kebetulan sore hari. Cuaca tidak terlalu panas, jadi enak untuk berkeliling komplek. “Apa kamu suka?” Bian menoleh sejenak pada sang istri. “Tentu saja aku suka. Ternyata seru sekali.” Flavia begitu berbinar menikmati perjalanan. Angin yang bertiup sepoi-sepoi begitu nikmat sekali. “Kapan lagi kita berlima bisa naik motor ini. Nanti jika anak-anak lahir. Aku rasa hanya cukup mereka bertiga.” Bian tertawa. “Iya, satu di sana, dan dua di sini.” Flavia menunjuk tempat duduk di belakang Bian.“Iya, pasti seru membawa mereka bertiga keliling komplek bersama.” Bian sudah membayangkan akan seseru apa nanti kehidupan mereka dengan tiga anak. Bian dan Flavia menikmati perjalanannya keliling komplek. Bian melihat wajah sang istri yang benar-benar berbinar. Tidak sia-sia akhirnya Bian membelikan motor. Walaupun entah kapan akan dipakai lagi. Puas berkeliling-keliling. Akhirnya mereka kembali ke rumah. Bian membantu Flavia untuk turun dari motor. Tanga
Flavia mengukur perutnya yang sudah semakin membesar. Flavia selalu mencatat berapa ukuran perutnya. Tak hanya itu, dia mengambil foto setiap perkembangan besar perutnya. Itu akan dipakainya untuk dokumentasi.Bian yang masuk ke kamar melihat sang istri yang sedang asyik mengukur perutnya. Rasanya gemas sekali melihat istrinya. Bian menghampiri sang istri. Memeluk dari belakang. “Tanganku sepertinya tidak muat untuk memeluk.” Perut Flavia yang besar membuat Bian kesulitan.“Iya, ternyata besar sekali perutku.” Flavia sendiri merasa jika yang dikatakan sang suami benar. “Dengar, nanti kamu harus duduk diam saja. Aku yang akan memilih.” Rencananya hari ini Bian, Flavia, dan keluarga akan memilihkan baju untuk anak mereka. Mengingat usia kandungan cukup besar, sebenarnya Bian tidak tega untuk membiarkan sang istri memilih baju untuk anak mereka. “Baiklah, aku akan diam saja nanti di sana. Duduk manis, dan membiarkan kalian untuk memilih.” Flavia tersenyum. Dia juga tidak yakin jika ak
Kehamilan Flavia sudah mencapai enam bulan. Perut Flavia semakin besar. Ukurannya tidak seperti orang hamil pada umumnya. Itu karena di dalam kandungan Flavia ada tiga janin yang tumbuh. Hari ini Flavia akan mengecek kandungannya. Bulan ini rencananya mereka akan mengecek jenis kelamin, karena dua kali pemeriksaan tidak terlihat. Seperti biasa Bian dan Flavia tidak sendiri. Ada mommy, daddy, dan kakak-kakak mereka. Yang penasaran tidak hanya Flavia dan Bian saja. “Setelah ini kira-kira siapa lagi yang akan kita antar untuk ke rumah sakit memeriksakan kandungan?” Mommy Shea menatap anak-anaknya. Semua kakak Bian langsung menggeleng. Karena tidak ada dari mereka yang berniat memiliki anak lagi. Tentu saja Flavia dan Bian adalah yang terakhir diantar oleh keluarga saat memeriksakan kandungan. Tentu saja itu membuat mereka semua memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Mama Lyra sudah menunggu di ruang pemeriksaan. Segera Flavia melakukan pemeriksaan. Mama Lyra segera mengecek keadaan janin
Tidak ada makanan sama sekali di lemari pendingin. Hal itu membuat Bian bingung apa yang bisa dimakan sang istri malam-malam seperti ini.“Bagaimana jika kita ke restoran cepat saja? Mereka buka dua puluh empat jam. Jadi aku rasa kita bisa beli makanan di sana.” Bian pun memberikan ide.“Aku mau.” Sudah hampir sebulan ini Flavia di rumah. Berkutat di rumah terus. Walaupun ada keponakannya, tetap saja dia bosan. Jadi saat diajak keluar, tentu saja dia merasa senang.“Baiklah, kita ambil baju hangat dulu.” Bian mengajak sang istri untuk segera ke kamarnya.Bian dan Flavia menggunakan mobil untuk ke restoran cepat saja. Jalanan begitu lengang sekali. Mengingat sudah malam. Flavia benar-benar senang sekali. Akhirnya setelah sekian lama dia bisa keluar dari rumah, dan lebih menyenangkan adalah melihat suasana luar.“Kamu senang sekali.” Bian melihat jelas sang istri yang begitu senangnya.“Iya, kamu tahu bukan jika aku sudah sebulan jadi tahanan.” Flavia dengan wajah polosnya menatap Bian.
Mama Lyra segera melakukan tindakan untuk menolong Flavia. Beruntung pendarahan dapat diatasi. Setelah pendarahan dapat diatasi, Mama Lyra meminta perawat untuk membawa ke ruangan USG. Dia ingin memastikan keadaan kandungan Flavia. Bian senantiasa menemani Flavia.Mama Lyra memeriksa kandungan Flavia lewat layar USG. Tubuh Flavia yang lemas hanya pasrah saja ketika Mama Lyra melakukan pemeriksaan.Mama Lyra membulatkan matanya ketika melihat kandungan Flavia. Hal itu membuat Bian begitu panik.“Ma, ada apa?” tanya Bian. “Apa anakku kenapa-kenapa?” Bian benar-benar khawatir sekali.“Ada tiga janin di dalam kandungan Flavia.” Mama Lyra menatap Bian. Kemarin dia tidak melihat. Jadi kali ini dia cukup terkejut.Bian membulatkan matanya. Anaknya tidak lagi kembar dua saja, seperti kakaknya, tetapi tiga. Tentu saja itu membuatnya begitu terkejut.“Sayang, anak kita ada tiga.” Bian meraih tangan Flavia. Memberitahu sang istri. Kebetulan saat dibawa ke ruang USG Flavia tersadar.Flavia tidak
“Aku sudah mencari informasi dari internet, dan sepertinya tidak boleh.” Flavia tadi sempat mencari informasi apa saja yang tidak boleh dilakukan saat hamil muda. Dan dia menemukan hal itu. Apalagi jika bukan larangan untuk berhubungan suami istri. Bian mengembuskan napasnya. “Aku akan coba tanya Kak Dean saja. Agar lebih percaya.” Dia masih tidak percaya. Karena itu dia memilih untuk menghubungi kakak sepupunya itu. Bian segera bangun dari posisi tidurnya. Hal yang pertama dilakukannya adalah mengambil ponselnya. Kemudian, menghubungi Dean. “Halo, Bi.” Suara Dean dari seberang sana terdengar. “Kak, aku mau tanya?” “Tanya apa?” Dean di seberang sana bertanya. “Apa saat hamil muda tidak boleh melakukan hal intim?” Bian tanpa basa-basi bertanya. “Tentu saja tidak disarankan ketika hamil muda. Karena itu berisiko untuk kehamilan.” Dean berada di sana menjelaskan. Bian harus kecewa. Karena ternyata tidak boleh. “Baiklah. Terima kasih, Kak.” “Sama-sama, Bi.” Sambungan telepon ter
“Sebaiknya kamu istirahat saja.” Bian menarik selimut untuk menutupi tubuh Flavia.Bian dan Flavia memutuskan untuk segera pulang setelah makan siang bersama para ibu Mengingat Flavia kelelahan setelah perjalanan dari proyek, tentu saja Bian tidak akan membiarkan.Flavia mengangguk. Dia memang cukup kelelahan, padahal di dalam perjalanan pulang tadi pagi, dia juga sempat tertidur. Namun, tubuhnya seolah tetap saja kelelahan.“Aku akan rapikan barang-barang kita dulu.” Bian mendaratkan kecupan di dahi sang istri.Tidak ada asisten rumah tangga di apartemen Bian. Karena itu Bian mengerjakan sendiri. Dia akan me-laundry semua pakaiannya. Bian terbiasa tinggal sendiri sewaktu di luar negeri. Jadi tentu saja itu membuatnya tidak kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan rumah.Suara bel yang terdengar di tengah-tengah Bian yang sedang asyik merapikan semua pekerjaanya, membuatnya segera beralih ke pintu apartemennya melihat siapa gerangan yang datang.“Mommy.” Bian melihat sang mommy datang ke
Bian duduk di kursi belakang bersama dengan Flavia. Menemani sang istri. Wajah Flavia begitu pucat sekali. Hal itu membuat Bian begitu panik sekali. Bian menyesali keputusannya yang setuju dengan sang istri mengunjungi proyek. Jika seperti ini, dia akan memilih untuk di rumah saja. Akhirnya, mobil sampai di rumah sakit. Mereka sampai di ruang unit gawat darurat. Perawat langsung menyambut Flavia dan Bian. Perawat meminta Bian untuk memindahkan ke brankar, tetapi Bian menolak. Dia memilih menggendong tubuh sang istri masuk ke ruang perawatan. Perawat segera mengecek keadaan Flavia. Mereka segera memasang infus, karena Flavia tidak sadarkan diri. Dokter jaga segera mengecek keadaan Flavia. “Apa yang dirasakan pasien?” Dokter bertanya pada Bian.“Tadi pagi istri saya mual, pusing, dan siang ini tiba-tiba pingsan.” Bian menjelaskan pada dokter. “Bu, apa dengar suara saya.” Dokter memanggil Flavia. Flavia membuka matanya ketika samar-samar mendengar suara. Dilihatnya langit-langit ber