Flavia sampai di butik. Di sana sudah ada Mommy Shea dan beberapa wanita. Flavia tidak begitu mengenal wanita-wanita tersebut. “Fla, kenalkan ini Mama Chika-mertua Freya. Ini Shera-kakak sepupu Bian. Kalau ini Ghea, pasti kamu sudah kenal dia adalah kakak Bian.” Mommy Shea memperkenalkan semua pada Flavia. “Flavia.” Flavia langsung mengulurkan tangan berkenalan dengan mereka semua. Sambutan dari saudara Bian membuat Flavia tak menyangka. Karena mereka semua begitu ramah. Mereka semua masuk ke butik. Mencari gaun pengantin. Kebetulan pernikahan sebentar lagi. Jadi tentu saja hal itu membuat mereka tidak punya pilihan untuk mencari gaun yang sudah jadi. Mereka semua berpencar. Mencarikan gaun untuk Flavia. Flavia sendiri mencari gaun bersama Mommy Shea. Kesempatan bersama Mommt Shea seperti ini memang membuat Flavia menggunakan dengan baik. Apalagi dia belum banyak bicara. “Bu, saya meminta maaf karena telah berani mendekati Pak Bryan.” Flavia belum sempat meminta maaf pada Mommy S
Hari pernikahan tinggal empat hari lagi. Hari ini Flavia akan pergi ke Malya Jewelry untuk memesan cincin. Kali ini Flavia ditemani oleh Ghea saja. Karena semua sedang sibuk. Mommy Shea sedang mengecek makanan yang akan disajikan di pesta. Bersama dengan mommy yang lain.Sebenarnya Bian juga datang bersamaan. Namun, dia sengaja tidak masuk ke toko perhiasan. Flavia tak mau bertemu dengannya. Jadi dia memilih melihat dari kejauhan. Dia berada di ruangan pemilik perhiasan. Jadi tentu saja dia dapat melihat Flavia dari dalam. “Terima kasih sudah memberikan akses di sini.” Bian berterima kasih pada Arriela Malya, pemilik toko perhiasan ini. Dari kakaknya Ghea, dia mendapatkan akses untuk melihat Flavia dari balik kaca yang hanya bisa dilihat dari dalam. Bagi mereka yang di luar sedang melihat-lihat perhiasan, tidak tahu jika ada orang yang memerhatikan mereka dari dalam. “Sama-sama. Nikmati saja. Aku harus kembali ke ruangannya.” Arriel mempersilakan Bian untuk menikmati secangkir tehny
Sejak kemarin keluarga Adion sibuk sekali. Mulai menyiapkan berkas, menyebar undangan, menyiapkan hotel, menyiapkan WO, dan banyak hal remeh temeh yang lainnya. Semua bahu membahu membantu. Tak ada satu orang pun yang tak ikut membantu. Menjelang dua hari pernikahan, keluarga Adion sudah di hotel. Cia, Noah, Rylan, dan Retta juga sudah pulang. Mereka sengaja pulang untuk mengunjungi pernikahan Bian. Walaupun mendadak, mereka menyempatkan untuk datang. Kamar presidential suite sudah tampak ramai diisi dengan keluarga yang berkumpul. Terutama para cucu. Mengingat semua sedang berkumpul. Adan Kean, Lean, Anka, Rigel, Lora, Gemma, Rivans, Nick, Rysand, dan Derran. Semua cucu berkumpul. Kamar menjadi sangat ramai sekali. Anak-anak bermain. Berlari-lari. Hingga menangis. Siapa lagi jika bukam Derran yang menangis. Bayi dua tahun itu ingin ikut kakak-kakaknya bermain, meminta mainan yang dimainkan kakak-kakaknya. Beruntung kakak-kakaknya pintar-pintar. Jadi tahu cara berbagi.“Lihatlah sa
Flavia menuju ke restoran hotel bersama Anika. Mereka ingin makan malam di restoran tersebut. Mengingat jam makan malam sudah tiba. “Aunty Fla.” Kean memanggil Flavia. Flavia tersenyum ketika Kean memanggilnya. Tetangga kecilnya itu langsung menghampirinya. Tak sendiri dia membawa pasukan. “Hai, Kean, Lean.” Flavia menyapa anak-anak yang dikenalnya. “Hai, Aunty.” Lean menyapa Flavia. “Wah ... siapa saja ini?” tanya Flavia yang begitu penasaran. Dia yakin semua ini adalah cucu keluarga Adion dan Maxton. “Ini Rigel, Anka, Gemma, dan Lora.” Kean memperkenalkan satu per satu sepupunya. “Hai, aku Aunty Fla.” Flavia melambaikan tangan pada anak-anak kecil yang berada di depannya. “Hai, Aunty.” Semua melambaikan tangan.“Aunty cantik sekali.” Lora memuji Flavia. Dia merasa jika Flavia begitu cantik. “Terima kasih.” Flavia tersenyum.“Ayo Aunty, kita makan bersama.” Anka menarik tangan Flavia. Disusul dengan Lora yang ikut menarik tangan Flavia juga. Flavia tidak punya pilihan. Apal
“Lihat aku cantik sekali.” Anka memamerkan gaunnya. “Aku juga cantik.” Lora pun tak kalah. “Aku juga cantik.” Gemma berputar ketika gaunnya. Tiga anak perempuan itu heboh sendiri dengan gaunnya. Rencana, mereka akan dapat menjadi pendamping pengantin. Jadi tentu saja itu membuat mereka begitu senang sekali. “Semua anak perempuan cantik.” Lean menimpali. Membuat mereka semua menghentikan saling menyombongkan diri. “Kalau tampan namanya anak laki-laki.” Kean tertawa. Merasa lucu dengan obrolan anak perempuan. Rigel hanya diam ketika mereka semua sibuk bicara. Rencananya anak-anak akan menjadi pendamping pengantin. Ada Kean, Lora, Lean, Gemma, Rigel, dan Anka. Mereka akan berpasangan menuju ke pernikahan bersama dengan pengantin. “Sudah-sudah. Jangan bertengkar siapa yang paling cantik. Semua cantik.” Freya menenangkan keponakannya itu. “Sekarang ayo, kita harus bersiap untuk menemui pengantin wanita.” Freya mengajak anak-anak itu untuk bersama-sama keluar dari kamar hotel. Frey
Flavia mengalihkan pandangan. Dia mengangguk dan segera bangun. Langkahnya diayunkan menghampiri sang papa sambil menarik gaunnya agar dapat berjalan dengan benar. “Kamu cantik sekali.” Papa Harry tersenyum sambil melihat putrinya. “Terima kasih, Pa.” Flavia tersenyum.“Kamu cantik seperti mamamu.” Papa Harry membelai lembut wajah anaknya. Flavia berusaha menahan tangisnya. Dia merasa begitu rindu dengan mamanya di saat seperti ini. “Papa berharap kamu bisa menjalani hidup dengan baik setelah mamamu meninggal, tetapi Papa tidak bisa menjagamu dengan baik.” Papa Harry merasa menyesal ketika hal buruk terjadi pada anaknya. Sebagai orang tua, harusnya dia menjadi pelindung pertama untuk mereka. “Aku yang meminta maaf pada Papa. Karena sudah membuat Papa kesulitan.” Flavia merasa begitu bersalah sekali dengan papanya. Dia merasa harusnya bisa menjadi anaknya berguna, tetapi nyatanya dia masih menyulitkan papanya. “Kamu tidak pernah menyulitkan. Kamu justru sudah banyak membantu.” Pa
Flavia dan Bian berjalan ke ballroom hotel. Kali ini tamu undangan jauh lebih banyak di banding tadi. Flavia melingkarkan tangannya di lengan Bian sesuai dengan arahan WO yang mengatur jalannya pernikahan mereka. Di belakang mereka ada enam anak kecil yang menjadi pendamping pengantin. Mereka memegangi gaun panjang yang dipakai Flavia. Dibanding gaun pertama yang dipakai Flavia tadi, gaun kali ini jauh lebih besar dan lebar. Gaun pertama lebih simple karena mengingat acara akad, mengharuskan pengantin untuk duduk, sedangkan untuk kali ini dia akan lebih banyak berdiri menerima ucapan selamat dari tamu undangan. Flavia mengulas senyumnya ketika para tamu melihat ke arahnya. Senyum palsu karena dia tidak sebahagia yang di pikirkan orang. “Aku rasa jika mendapatkan nominasi untuk akting terbaik, kamu akan mendapatkannya.” Bian berbicara dengan suara lirih. Flavia menoleh ke arah Bian. Tidak mengerti kenapa pria yang menjadi suaminya itu berkata seperti itu.“Kamu bisa tersenyum untuk
Flavia berusaha untuk tenang. Tak terpancing emosi pada Bian. Dia kembali tersenyum menyalami para tamu undangan. Di bawah pelaminan kakak, sepupu, dan ipar Bian melihat Bian dan Flavia dari kejauhan. Mereka melihat wajah Bian dan Flavia terus tersenyum ketika menyalami para tamu. “Mereka pandai berakting.” Ghea mengomentari aksi adik dan iparnya itu. “Benar. Padahal keduanya jelas sedang menabuh genderang perang.” Freya menimpali ucapan adik iparnya itu. “Apa mereka akan saling mencintai?” Shera begitu penasaran dengan kehidupan Flavia dan Bian ke depan. “Sepertinya bisa jika Flavia mau membuka hati dan Bian tulus.” Cia ikut mengomentari. Dia sudah dengar cerita dari kakak-kakaknya. Saat pertama kali mendengar cerita tersebut, dia seolah berkaca padanya. Karena jika ditelaah lagi, kisah mereka sedikit mirip dengannya. Bedanya, dulu suaminya-Noah, tidak langsung bertanggung jawab. Berbeda dengan Bian yang bertanggung jawab. “Iya, berharap saja yang terbaik untuk mereka.” Dearra