Bian menggantungkan roti isi yang saat ini siap masuk ke mulutnya. Bibirnya sudah terbuka lebar, roti pun siap masuk ke tempat yang semestinya. Namun tatapan Berlian sangat tajam menusuk Bara membuat pria itu menghentikan aksinya yang akan menyuapkan roti. Bian lupa tidak sarapan dan kini ia mau menyantap roti gosong dari Berlian untuk mengganjal perut, tetapi perempuan itu tiada angin tiada hujan dan tanpa aba-aba menendang pintu ruangannya dan masuk begitu saja. Padahal Bian sudah bersiap untuk enak-enakan karena Bosnya ada urusan dengan Kenan.
“Bu Berlian, ada yang bisa saya bantu?” tanya Bian meletakkan kembali roti isi coklat ke tempatnya.
“Apa tidak ada hal yang ingin kamu jelaskan padaku?” tanya Berlian yang kini semakin mendekati Bian. Bian terkesiap, pria itu dengan cepat berdiri dan menghadap atasannya.
“Kamu sudah lama bekerja denganku, Bian. Segalanya aku berikan untuk mencukupi fasilitas kamu. Dalam segi apapun ak
Pukul lima sore menjadi jam yang paling ditunggu-tunggu oleh karyawan kantor. Pasalnya di pukul lima sore, mereka menyudahi pekerjaan dan bersiap pulang ke rumah. Rumah selalu menjadi tempat pulang paling nyaman meski pun untuk sekadar meluruskan punggung. Seperti saat ini contohnya, Bintang merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku karena kesibukannya dari pagi. Bintang menatap teman-temannya yang juga sama seperti dirinya, bersiap untuk pulang. Bintang merasa aneh dengan teman-temannya yang tidak lagi menerapkan sistem senioritas. Mereka berubah menjadi baik padanya, tidak pernah menyuruhya di luar pekerjaannya. Dan anehnya lagi mereka juga seolah sangat akrab denganya hingga mengajaknya main bareng.Ingatan Berlian mengarah pada malam di mana ia bertemu dengan Bian. Saat itu Bian sudah mengultimatum temannya untuk tidak memperlakukannya dengan buruk. Dan saat ini terbukti kalau mereka baik pada Bintang.“Wah, Pak Bian membawa pengaruh juga ternyata,”
"Bawa ini, bawa ini, ini... ini dan ini!"Bintang menerima dengan kuwalahan sampel-sampel kain yang diberikan oleh Pak Bian. Di tangan gadis itu sudah menumpuk banyak barang, ditambah lagi sampel kain yang katanya akan dibawa ke perusahaan. Sungguh nelangsa menjadi Bintang, ia pikir akan ada hal baik setelah ia diajak oleh atasannya. Tapi ternyata Bian malah menyuruhnya membawa banyak barang. Berlian dan Kenan sibuk berbincang dengan supliyer dan melihat-lihat kain. Apapun yang ditunjuk Berlian akan Bian ambil lalu ia serahkan pada Bintang. "Percuma aku ikut kalau hanya jadi tukang bawa barang," ucap Bintang dengan pelan. "Kamu pikir kita mau ngapain?" tanya Bian menatap sinis Bintang. Bintang mendengus kesal karena perlakuan Bian yang semena-mena. Seketika Bintang tidak mempercayai ucapan Lita yang mengatakan kalau Bian menyukainya. Kalau Bian menyukainya, tidak mungkin Bian akan bersikap sesuka hatinya seperti ini. Definisi suka itu akan menjaga orang
Suara ricuh berada di tengah-tengah restoran seafood karena Bian dan Bintang yang terus ribut. Ada saja bahan untuk kedua orang itu untuk melakukan pertengkaran. Berlian dan Kenan sudah sangat jengah melihat kedua orang itu, terlebih Bian yang sangat usil terus menggoda Bintang."Kalian bisa gak sih diam semenit saja?" tanya Berlian menatap Bian dan Bintang. Kedua orang itu pun langsung terdiam.Berlian mengambil hpnya, gadis itu memencet tombol kamera dan mengarahkan hpnya pada Bian dan Bintang."Bu Berlian mau apa?" tanya Bian."Memotret kalian. Siapa tahu kalian bisa akur meski hanya di kamera," jawab Berlian. Bintang langsung berpose dengan gaya seiumut mungkin. Gadis itu sama sekali tidak ada malu-malunya. Sedangkan Bian yang melihat Bintang berpose pun ikut berpose mengikuti Bintang.Kedua orang itu yang semula sangat ribut kini berlomba-lomba perpose sekeren dan seimut mungkin. Berlian membidik banyak gambar den
"Sampai jumpa besok, Bu Berlian!" ujar Kenan melambaikan tangannya pada Berlian. Berlian turut melambaikan tangannya mengiringi kepergian Kenan. Pria itu mulai menjalankan mobilnya menjauh dari kawasan apartemen. Setelah memastikan mobil Kenan melaju, Berlian membalikkan tubuhnya untuk segera pulang. Tenaganya sudah terkuras habis sejak pagi tadi, dan malam ini waktunya ia istirahat. Berlian melirik jam di pergelangan tangannya yang sudah menginjak pukul sepuluh malam. Makan malam disertai pertengkaran Bian dan Bintang membuat jam pulangnya harus mundur. Berlian mendongakkan kepalanya, langkahnya semakin cepat saat ia melihat seorang pria berdiri tidak jauh dari dirinya. "Mas Bara," panggil Berlian antusias. Berlian mendekati Bara dan menarik lengan pria itu untuk ia peluk. "Dianterin Kenan?" tanya Bara yang dari suaranya sangat tidak enak didengar. Berlian menganggukkan kepalanya. "Enak ya makan-makan bareng seperti double date," sinis Bara lagi menyind
"Nenek, kenapa Om Bara sampai saat ini belum pulang?" tanya Azka yang berada di pelukan Ira. Malam ini Ira menemani Azka tidur karena sejak selesai belajar, Azka tidak bisa memejamkan matanya. Dan sejak Bara pamit keluar untuk menemui Berlian, Azka tidak berhenti bertanya kapan omnya pulang."Mungkin pulanganya nanti pas sudah larut, Azka. Kamu tidur duluan ya," pinta Ira menepuk-nepuk paha cucunya agar cepat tidur. Kebiasaan Azka sejak kecil, tidak bisa tidur kalau tidak ditepuk pahanya."Kenapa harus larut, Nek? Aku ingin bertemu Om Bara," jawab Azka."Sabar ya. Tumben banget kamu nanyain om kamu saat om kamu pergi." Ira merasa aneh dengan cucunya. Biasanya Azka tidak begitu rewel saat Bara pergi. Tapi malam ini cucunya tidak seperti biasanya. Azka terus rewel dan merengek hanya karena Bara tidak kunjung datang."Telfonin Om Bara, Nek. Aku pengen Om Bara pulang sekarang," ucap Azka merajuk. Bocah kecil itu juga menggoyang-goyangk
Kalau sudah berdua, Bara dan Berlian sangat sulit lepas. Bara seolah tidak merasa cepek sama sekali setelah seharian bekerja. Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul setengah spuluh malam, tetapi Bara masih berada di rumah Berlian. Saat ini kedua orang dewasa itu tengah menonton televisi di ruang tamu Berlian.Bara menyandarkan tubuhnya di sofa, sedangkan Berlian duduk sembari bersandar di dada Bara. Meski sudah sama-sama dewasa, Berlian dan Bara masih menonton serial kartun anak-anak. Kartun kuning the movie yang selalu menjadi kartun favorit Bara. Bara biasa menonton dengan Azka, kali ini ia mentonton dengan Berlian. Tangan Bara benar-benar tidak bisa dikondisikan. Tangan pria itu terus mengelus puncak kepala Berlian. Mengelus rambut Berlian menjadi candu untuk Bara.Suara dering ponsel terdengar nyaring, Berlian menegakkan tubuhnya senejak untuk meraih hpnya di saku piyamanya. Panggilan suara dari Kenan. Berlian menggeser ikon merah untuk menolaknya. Ini
"Berlian, nanti aku jemput jam lima ya," kata Bara mengulurkan tangannya di puncak kepala Berlian."Setelah pulang kerja, ayo nanti jalan-jalan sama Azka sekalian," ajak Berlian. Bara menimang sejenak, semalam setelah ia pulang ibunya bercerita kalau Azka menangis karena tidak ingin dirinya menikah dengan Berlian. Alasan Azka pun karena tidak ingin kasih sayang Bara terbagi. Mungkin dengan lebih mendekatkan Berlian dan Azka, semua akan baik-baik saja."Baik, nanti kita jalan-jalan.""Aku ingin membeli bahan makanan sama belajar memasak. Sekarang sudah waktunya kerja, cepat gih nanti kamu terlambat," oceh Berlian."Baik, aku ke rumah sakit dulu, ya," pamit Bara. Berlian melambaikan tangannya pada Bara, sedangkan Bara kembali menyalakan mesin motornya. Bara meninggalkan area perusahaan Indah Jaya dan menuju tempatnya bekerja.Bara melajukan motornya ke rumah sakit tempatnya bekerja. Setelah sampai, sebelum ia memasuki ru
Bara berjalan lesu menyusuri lorong rumah sakit sembari membawa tas kerjanya. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, pria itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Sejak pagi tadi wajah Bara sangat murung, ia menjalani hari yang berat sejak pagi. pikiran Bara masih belum terbuka untuk membuat keputusan. Bara juga tidak sampai hati memberi tahu Berlian, karena melihat tabiat Berlian, pasti akan menimbulkan pertengkaran untuk mereka. Hubungan Bara dan Berlian masih seumur biji jagung, baru mulai dan lagi hangat-hangatnya. Bara pikir ia tidak akan mendapatkan kesempatan ke luar negeri, maka itu Bara berani menjanjikan pernikahan untuk Berlian. tetapi sekarang keadaan sangat berbanding terbalik.Bara menuju parkiran dengan pandangan yang masih tampak kosong. Saat sampai di motornya. Bara segera mengeluaran dari area parkir. Ia sudah membuat janji dengan Berlian untuk jalan-jalan sore ini dengan Azka. Bara juga ingin Azka bahagia. Ada kecemburan sosial antara Azka dan Berlia
Bara mendorong tubuh Berlian sampai gadis itu telentang di ranjang, tanpa basa basi Bara mencium bibir Berlian. Berlian menerima ciuman suaminya, bunga yang ia pegang pun sudah teronggok di ranjang. Ciuman ini pernah Berlian rasakan tepat pada empat tahun lalu sebelum Bara pergi ke luar negeri. Pertama kali mendapat ciuman dari Bara sungguh membuat candu untuk Berlian. Bahkan Berlian sangat mendambakan ciuman suaminya. Kini ciuman itu bisa Berlian rasakan kembali. Meski sudah empat tahun berlalu, tapi Berlian masih ingat jelas rasa ciuman itu. Berlian mengalungkan tangannya di leher suaminya. Ciuman Bara semakin lama semakin intens, tidak hanya ciuman di bibir, melainkan ciuman Bara turun sampai ke leher Berlian. Harum tubuh Berlian bagai candu untuk Bara. "Berlian, aku mencintaimu," aku Bara dengan jujur. Bara menarik tangan Berlian yang mengalung di lehernya, pria itu menautkan jari jemarinya dengan jari jemari Berlian. "Aku juga," jawab Berlian. "Apa kita harus melakukannya seka
Empat tahun sudah Berlian lalui dengan singkat, satu bulan pun juga terasa sangat singkat untuk Berlian. Setelah ibunya mengatakan satu bulan lali mereka akan menikah, kini Berlian benar-benar sudah menikah dengan Bara. Semua terjadi layaknya mimpi singkat. Di mana Bara mengucapkan janji pernikahan. Saat ini Berlian sudah memakai gaun pengantin berwarna putih dengan hiasan di kepalanya. Berlian sudah resmi menjadi istri Bara, saat ini pesta pernikahan akan dilangsungkan.Beberapa kali Berlian mencubit tangannya sendiri untuk meyakinkan dirinya bahwa yang ia alami ini bukanlah sebuah mimpi. Tetapi tangannya terasa sakit, artinya ia tengah berada di dunia nyata. Berlian berjalan membawa bunganya menuju ke tempat di mana Bara dan Azka tengah berdiri memakai jas yang senada. Suara ricuh tepuk tangan dari tamu undangan terdengar nyaring. Risa membuat pernikahan putri semata wayangnya dengan mewan dan tamu yang diundang pun sangat banyak.Langkah kaki Berlian tam
Dua musim sudah Berlian dan Azka lewati beberapa kali. Saat ini musim penghujan yang ke sekian kali telat tiba. Berlian dan Azka tengah berdiri di bawah payung yang sama sembari menatap lurus ke depan. Hujan turun dengan sangat deras, Berlian berusaha keras memegang payungnya agar tidak terbang diterpa hujan yang sangat dasyat.Lima belas menit sudah ibu dan anak itu berteduh di bawah payung yang sama sembari pandangannya lurus ke depan. Tiga tahun sudah berlalu, kini usia Azka sudah menginjak sembilan tahun. Azka sudah duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar, setiap semester dan kenaikan kelas, Azka tidak pernah luput dari juara satu. Bocah itu tumbuh menjadi bocah yang aktif dan sangat pintar. Terkadang kepintarannya bisa membuat guru-gurunya kuwalahan."Sudah lebih dari lima belas menit kita di sini. Mama gak mau menunggu di ruang tunggu sambil berteduh?" tanya Azka. Berlian menggelengkan kepalanya.Berlian tetap keukeuh untuk menunggu di lua
Satu tahun sudah berlalu. Kini usia Azka genap enam tahun, bocah itu tumbuh menjadi bocah yang sangat pintar dan menggemaskan. Hari ini juga hari pertama Azka masuk ke kelas satu sekolah dasar. Sejak tadi Berlian sudah sibuk memutari ruangan apartemennya untuk menyiapkan segala kebutuan Azka."Mama, aku capek lihat mama jalan terus," ucap Azka menepuk keningnya dengan pelan. Azka berdiri di atas sofa, tidak berpindah sedikit pun sejak lima belas menit yang lalu. Azka sudah lelah berdiri, tetapi mamanya tidak mengijinkannya berpindah tempat.Azka sudah siap dengan seragam Sdnya. Baju putih, celana merah dan ikat pinggang. Hanya saja di leher Azka belum terkalung dasi karena mamanya lupa menaruh dasi di mana. Satu tahun hidup bersama Berlian membuat Azka mengerti seluruh sikap Berlian, salah satunya perempuan itu yang sangat pelupa saat menaruh barangnya.Azka bahagia hidup bersama mamanya di apartemen ini. Setiap satu minggu sekali nenek Ira dan
Hari ini Bara benar-benar akan pergi ke luar negeri. Pria itu sudah siap dengan kopernya, dibantu dengan Bian, pria itu memasukkan barang-barangnya ke mobil Bian. Azka menangis sembari merangkul leher omnya, bocah lima tahun itu tidak mau turun dari gendongan omnya, membuat Bara kesulitan menata barang-barangnya."Huu huuu ... hikss hiksss ...." Azka menangis sejak pagi karena tidak mau ditinggal pergi. Selama ini omnya lah yang mengurusnya. Mulai dari Azka bangun tidur sampai tidur lagi, Omnya lah yang mengurus. Sekarang bagaimana Azka bisa hidup tanpa Bara. Apalagi Bara akan meninggalkannya selama empat tahun. Bagi Azka itu bukanlah waktu yang singkat."Om, jangan pergi, Om." Azka merengek sembari memeluk leher Bara dengan erat."Azka, Om akan kembali lagi kok. Om Pergi hanya sebentar," bujuk Bara menurunkan Azka. tetapi Azka tidak mau turun, bocah itu semakin melingkarkan kakinya ke tubuh omnya."Bohong. Om pergi sangat lama, om
Brakkk!Berlian dan Bara menolehkan kepalanya ke pintu apartemen Berlian yang saat ini terbuka dengan lebar. Bian lah yang muncul di sana. Berlian menatap Bian dengan pandangan sangat garang, pintu apartemennya yang kokoh tak tertandingi kini rusak karena tendangan Bian."Bian!" desis Berlian dengan tajam."Eh maaf ... maaf bu tidak sengaja," ucap Bian bergegas menghampiri Berlian. Bian menatap Berlian dengan pandangan memelas agar Berlian tidak menghajarnya di sini. Namun fokus Bian teralih saat melihat bibir Berlian yang membengkak dengan bekas gigitan di ujunya. Dengan spontan Bian menatap ke arah Bara, bibir Bara pun demikian, membengkak parah dengan ujung yang berdarah."Ka ... kalian habis ngapain?" tanya Bian menunjuk bibir Berlian dan Bara. Kedua orang itu langsung mengusap sudut bibir masing-masing."Akhh!" Berlian mengaduh kesakitan saat mengusap bibirnya, bibirnya terasa perih.
"Berlian, aku mengatakan yang sejujurnya," ucap Bara masih berusaha meyakinkan Berlian."Lalu apa kabar kamu yang tidak pernah menganggapku, Bar? Semua orang tahu kalau kamu akan pergi melanjutkan sekolah kamu. Bahkan ibuku dan Bian pun tahu, sedangkan aku? Bukankah sikap kamu yang seperti ini menandakan kalau aku tidak penting bagimu?" tanya Berlian bertubi-tubi."Kamu penting bagiku, Berlian.""Kalau penting kenapa kamu membohongiku, Bara? Kalau dari awal kamu mengatakan kamu menyukaiku karena paksaan Bian, lalu kamu jatuh cinta sama aku, pasti masalahnya tidak sampai seperti ini. Juga rasa sakit hatiku tidak akan sedalam ini. Tapi apa yang sudah kamu lakukan? Meski kamu sekarang sudah mencintaiku, tapi aku tidak bisa mengelak bahwa fakta mengatakan awal mula kamu mendekatiku itu adalah terpaksa," oceh Berlian."Apa gunanya memikirkan bagaimana awal kita bersama, Berlian? Yang penting saat ini kita sudah saling mencintai."
Sudah satu minggu Berlian mengunci dirinya di rumah, gadis itu tidak membiarkan siapa saja datang ke rumahnya. Setiap hari ada saja yang mencarinya, tetapi Berlian enggan membukakan pintu. Hpnya pun terus bergetar dan berdering nyaring menandakan ada pesan bertubi dan telfon. Berlian hanya meliriknya sekilas. Panggilan suara dari Bara dan Bian bergantian masuk. Sekali pun Berlian tidak ada niatan untuk mengangkatnya.Sudah satu minggu juga Berlian mangkir dari pekerjaanya, pekerjaan diambil alih oleh ibunya. Berlian sudah tidak menangis lagi, gadis itu hanya sedang berdiam diri di rumah sembari mengerjakan merk barunya seorang diri. Berlian juga menolak kerja sama dengan Kenan, kerja sama yang lalu Berlian putuskan dengan sepihak. Gadis itu hanya ingin melakukannya seorang diri, tanpa gangguan dari siapapun. Berlian mengerjakan semuanya dari rumah, berhubungan dengan orang-orang penting pun hanya via surel.Sekarang Berlian tahu kenapa banyak pria yang ingi
"Berlian, jangan pergi!" cegah Bara mencekal tangan Berlian. Berlian berusaha melepaskan cekalan tangan Bara, tetapi cekalan tangan Bara sangat kuat membuat tubuh gadis itu terhuyung menubruk tubuh Bara."Aku bisa jelasin semuanya, Berlian. Kamu dengerin dulu," titah Bara."Apa yang perku kamu jelasin, Bara. Kamu mau menjelaskan atau mau mengarang bebas? Semua sudah selesai, aku tidak butuh kamu lagi," teriak Berlian mendorong tubuh Bara dengan kencang sampai cekalan tangan Bara terlepas. Namun itu hanya sepersekian detik, setelahnya Bara kembali menarik tangan Berlian. Bukan hanya menarik, tapi juga merengkuh tubuh gadis itu."Berlian, aku akui pertama kali aku mendekatimu karena desakan dari Bian, tapi itu hanya bertahan dua hari, Berlian. Dua hari aku dipaksa, tapi aku jatuh cinta sama kamu setelah tiga hari sama kamu," ujar Bara dengan jujur."Bohong!" sentak Berlian. Berlian sudah berusaha untuk tidak menangis, tetapi nyatanya