"Berlian, sampai kapan kamu akan seperti ini? Kamu tidak perlu pura-pura kuat dan menyembunyikan masalahmu sendiri. Aku siap membantumu, Berlian," ujar Bara.
"Aku tidak butuh berobat lagi, Dokter. Lihat, aku sudah sembuh. Aku sudah sehat-sehat saja. Bahkan aku tidak keberatan lagi saat melihat barang-barang berserakan. Buat apa lagi aku berobat?" oceh Berlian menunjuk dirinya sendiri.
"Tapi lihatlah dirimu sekarang, kamu punya gangguan kecemasan, sulit tidur dan makan yang tidak teratur. Kalau begini terus kesehatanmu yang akan dipertaruhkan."
"Buat apa dokter memikirkan kesehatanku? Aku sudah biasa."
"Hanya karena laki-laki kamu sampai seperti ini, Berlian."
"Siapa yang begini karena laki-laki? Aku sudah membayarmu mahal selama berbulan-bulan dan aku tidak melanjutkan berobatku, kamu masih untung, Bara. Atau kamu mau uang, aku bisa berikan tanpa kamu memaksaku untuk berobat."
"Ini bukan masalah uang
Pukul tiga dini hari, Azka sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP. Masalah administrasi Berlian lah yang sudah mengurusnya. Bara sudah berusaha menolak, tapi Berlian tetap keukeuh. Saat ini Berlian tengah berdiri bersandar di samping pintu, gadis itu menatap Azka yang sudah tertidur lelap. Sedangkan Bara, pria itu tidur di kursi sampaing ranjang Azka. Bara tampak pulas dengan kepala yang bertumpu pada ranjang. Menoleh ke ranjang khusus keluarga pasien, Ira juga tampak tertidur dengan wajah yang mengarah pada cucunya.Perasaan Berlian sungguh campur aduk dengan perkataan Bara yang masih terekam jelas di ingatannya. Bara mengatakan di depan Dokter Andre kalau Azka adalah anak mereka. Berlian tertawa seorang diri, ia pernah membayangkan menikah, lalu punya keluarga kecil dan anak-anak yang sangat lucu. Hal itu sangat menyenangkan saat terlintas jelas di pikiran Berlian. Namun lagi-lagi ia harus mengenyahkan bayangan itu. Berlian kembali menatap Bara yang tampak terlelap, seh
"Berlian, kamu mau kemana?" Bara terus mendesak Berlian dengan pertanyaan-pertanyaan 'mau kemana. Sedangkan yang ditanya pun sama sekali tidak menjawab. Berlian sibuk membersihkan wajah Azka yang berkeringat.Bara mendekati Berlian, pria itu merapatkan tubuhnya dengan gadis yang sudah beberapa hari ia tempeli bak ia seekor lintah darat. "Berlian, kamu mau keluar sama Dokter Andre itu? Dokter Andre itu dokter baru, kamu tidak-""Dokter, Andre teman sekolahku, aku mengenal dekat dia," jawab Berlian."Tapi sudah lama kan tidak bertemu. Dulu dan sekarang itu berbeda.""Dia baik, baik banget malah.""Berlian, kamu tidak tahu pemikiran laki-laki. Pasti Andre ada maunya." Bara terus mengoceh berharap Berlian tidak akan keluar dengan Andre."Dokter, dokter kenapa sih?""Apa? Aku tidak ngapa-ngapain.""Aku mau keluar dengan Andre, kenapa kesannya dokter tidak suka?""Siapa yang tida
Berlian sudah berdandan cantik memakai dress sebatas lutut yang membuat gadis itu terlihat tampak anggun. Berlian juga menggerai rambut pendeknya. Gadis itu tidak berhenti menatap ke cermin yang memantulkan dirinya. Mungkin tidak ada yang lebih percaya diri dari Berlian. Sejak tadi, dalam hati Berlian terus memuji dirinya yang sangat cantik. Kalau bukan diri sendiri yang memuji, mau siapa lagi?Berlian mengambil tas yang sudah dia siapkan, gadis itu segera melenggang pergi begitu saja. Berlian sudah meluangkan waktunya untuk datang ke reuni. Kalau dulu ia jarang datang ke acara teman-temannya, kali ini ia menyempatka datang. Ia punya segalanya, siapa yang akan merendahkannya.Saat membuka pintu, seorang pria sudah berdiri di sana dengan pakaian hitamnya. "Andre," panggil Berlian. Andre tersenyum menatap Berlian, pria itu mengulurkan tangannya pada Berlian berharap Berlian akan menyambutnya. Namun Berlian segera berjalan terlebih dahulu."Ayo!"
Berlian dan Andre memasuki gedung restoran biasa yang dipesan ketua kelas. Saat baru satu langkah Berlian melangkahkan kakinya ke restoran, suara teriakan heboh teman-temannya terdengar nyaring. Berlian segera menghampiri teman-temannya dan memeluk mereka satu persatu. Berlian tidak hapal siapa saja nama-nama mereka. Karena ia pun hampir tidak pernah berhubungan dengan mereka."Berlian, sekarang kamu sombong, tidak pernah mau muncul di grub whatsapp kelas," celetuk salah satu teman Berlian."Aku tidak punya waktu untuk membukanya. Kapan-kapan aku akan buka," jawab Berlian. Semua mata menatap ke arah Berlian, wajah cantik dan dress selutut membuat gadis itu terlihat sangat menawan."Berlian, ayo duduk sini!" ajak ketua kelas menepuk kursi sampingnya. Dengan sigap Andre mendekati kursi, ia ingin menarik untuk Berlian. Namun nasibnya sungguh jelek saat Berlian lebih sigap menarik kursi dan segera duduk di sana.Semua mata menatap ke a
Acara reuni yang harusnya penuh suka cita karena bertemu teman lama yang sudah lama tidak bersapa, kini berbeda dengan acara reuni kelas Berlian yang terus ada keributan. Berlian merasa tidak bebas di acara reuni, karena saat ia akan berbicara, Bara selalu menyelanya. Namun itu hanya berlaku saat Berlian berbicara dengan Andre. Saat Berlian berbicara dengan teman perempuan, Bara juga akan anteng."Berlian, kamu mau ini? Bukankah ini kesukaan kamu saat masih sekolah?" tanya Andre menyerahkan ayam panggang pada Berlian. Berlian sudah ingin menjawab iya, tetapi Bara terlanjur menyela."Berlian tidak suka, sini biar aku yang makan sebagai gantinya," ucap Bara menyodorkan piringnya pada Andre. Suara godaan teman-temannya pun terdengar menggoda Bara dan Berlian.Bagi teman-teman mereka, sikap Bara adalah sikap romantis dengan pasangannya. Namun beda bagi Berlian, Berlian sama sekali tidak mengerti maksud Bara yang bertingkah sesuka hatinya. Bagi Berl
Siang ini Berlin sama sekali tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Gadis itu terus memikirkan soal Bara yang katanya mempunyai perasaan padanya. Berlian menghela napasnya berkali-kali, gadis itu meletakkan hp di depan layar laptopnya. Di layar laptopnya tengah ada pekerjaannya, sedangkan di hpnya tengah memutar drama romansa dari negeri Tiongkok. Berlian menatap drama idola yang sudah beberapa lama tidak ia tonton. Gadis itu tampak serius menikmati alur dramanya."Dih, ya kali cowok bisa seromantis itu," ucap Berlian dengan sinis. Kalau soal menonton drama, Berlian tidak akan bisa diam. Karena perempuan itu sibuk mengomentari jalan cerita. Baginya, drama romansa hanyalah kebohongan belaka. Di dunia nyata tidak ada cowok yang romantis, tidak ada cowok yang dingin lalu diam-diam peduli dan melakukan segalanya untuk si cewek."Bu Berlian," panggil Bian menginterupsi. Berlian tidak menjawab, gadis itu masih asik menonton film."Bu Berlian," ulang Bia
Berlian berjalan mengedap-edap menuju ruang rawat Azka. Di tangan gadis itu memegang buah-buahan segar yang tadi sempat ia beli setelah dari kantor. Berlian masih memakai stelan lengkap baju kerjanya. Jam masih menunjukkan pukul empat sore dan Berlian sudah kabur dari kantor, tidak seperti Berlian biasanya yang datang paling awal dan pulang paling akhir. Berlian sengaja mendatangi Azka jam empat sore agar ia tidak bertemu dengan Bara.Bara memang tidak mengucapkan kalimat cintanya secara terus terang, tetapi Berlian tidak siap bila harus bertemu dengan Bara. Apalagi saat ia tahu Bara menyukainya. Bagi Berlian itu sebuah kemustahilan, ia tidak yakin, tetapi di sudut hatinya yang lain seolah ada bunga yang bertebaran di sana.Berlian bergegas berlari menyusuri lorong rumah sakit setelah ia berhasil melewati ruangan Bara. Gadis itu sedikit mengencangkan larinya, sesekali gadis itu akan menengok ke belakang untuk memstikan Bara tidak ada di belakang. Hingga ...
Berlian tersenyum seorang diri sembari mengaduk kopi di tangannya. Hari minggu Berlian yang biasanya bangun kesiangan kini bangun lebih awal. Gadis itu menyeduh kopi sembari tertawa kecil. Terhitung dua minggu sudah hubungannya dan Bara sangat dekat. Sejak pengakuan Bara pada Andre bahwa Bara menyukainya, Bara benar-benar memperlakukan Berlian dengan baik. Kalau biasanya saat bertemu mereka akan bertengkar, kini meski sering adu mulut tapi langsung berbaikan lagi. Setelah dari kantor, Berlian selalu menyempatkan diri ke rumah sakit untuk menjenguk Azka. Sepuluh persen menjenguk, sepuluh persen mengejek Bu Ira dan delapan puluh persennya untuk bertemu Bara. Berlian terkikik geli mengingat kelakuannya.Berlian bagai abg yang tengah dirundung asmara, Berlian tidak pernah segila ini saat pacaran dengan mantannya. Namun berbeda dengan Bara, gadis itu membawa kopinya ke sofa, menyesapnya perlahan dan terus mengusung senyumnya.Ting!Bunyi notifikasi dari h