"Gelang itu …." tunjuk Aisyah.
"Ada apa? Kenapa--"
"Awas!" teriak Aisyah menghalangi tubuh Chen dari lesatan peluru.
Dor!
Suara tembakan itu sangat keras. Aisyah terluka di bagian bahunya. Beruntung tidak melukai bagian yang serius. Feng, Asisten Dishi, Syamsir dan juga Aom segera mendekati Aisyah dan Chen saat itu.
"Kau terluka?" Chen panik. "Tolong kau obati dia dulu, aku dan Asisten Dishi akan mengejar siapa orang yang telah berusaha menembakku!" pinta Chen kepada Feng.
"Tidak!" reflek, Aisyah menahan tangan Chen di bagian telapak tangannya. "Sebaiknya kita segera pergi dari sini. Aku takut, semua warga di sini malah tidak akan aman jika kita masih di sini." imbuhnya.
"Woy elah! Mentang-mentang sipit bicaranya pakai bahasa Mandarin. Kamu pikir aku juga tidak bisa, hah!" Gwen tak terima di todong senjata oleh Asisten kakaknya. "Hey, bule! Siapa dia?" ketus Gwen sembari melirik ke arah Asisten Dishi."Astaghfirullah, Gwen. Kamu yang sopan sedikit. Jangan seperti ini. Hormati, dia lebih tua darimu," tegur Aisyah. "Asisten Dishi, dia adikku. Tolong turunkan senjatamu, ya …."Tutur sapa Aisyah yang lembut membuat Asisten Dishi mudah luluh. Kemudian, Chen meminta salah satu dari mereka yang bisa memperbaiki mobil yang mogok itu untuk segera diperbaiki."Siapa yang bisa memperbaiki mobil?" tanya Chen."Nih, si pirang ini lulusan teknik!" tunjuk Feng dengan wajah kesalnya."Dih, ogah!" tolak Gwen mentah-mentah.Bertengkarlah Feng dengan Gwen seperti biasa. Antara mereka berdua memang jarang sekali bisa se sweet antara Feng dengan Aisyah. Chen mulai pusing dan malah membuat situasi s
"Apa? Chen sudah bertemu dengan kedua saudari kembarnya?" Cindy tak bisa menerima kenyataan itu. "Bagaimana bisa? Dan sejak kapan Chen menyadari jika dirinya masih memiliki keluarga kandung?""Nyonya pertama, Tuan Muda sudah tahu sejak dirinya pergi ke Amerika," jawab salah satu orangnya."Apa? Selama itu dan aku tidak pernah mengetahuinya?" sulut Cindy. "Tak ada gunanya juga jika aku mengatakan ini kepada Tuan Wang. Sebab, memang saat ini Suamiku itu lebih mencintai Chen daripada aku sebagai istrinya. Apalagi ada istri mudanya itu, sungguh mengesalkan!"Selama Cindy melahirkan anak perempuannya dan Tuan Wang memutuskan menikah lagi, memang dia kehilangan kepercayaan dari Tuan Wang sendiri. Pasalnya, jika memang Chen menemukan keluarga kandungnya, Tuan Wang tidak akan pernah mempermasalahkannya.Tuan Wang tetap akan percaya jika Chen, selamanya tetap menjadi putra satu-satunya baginya. Sementara itu, Cindy masih tak terima dengan pengkhianatan
Sesampainya di rumah sewa Rafa, sesegera mungkin Rafa merawat luka Aisyah dengan baik. Rafa juga memanggil dokter terdekat malam itu juga. Ia sangat khawatir dengan kondisi Aisyah kala itu."Semua ini salahku. Aku nggak bermaksud untuk meragukan kasih sayangnya," sesal Gwen mulai gelisah."Aku tahu dia lebih sayang denganku daripada yang lainnya. Pak Raza, Pak Raza ngertikan maksud aku itu gimana, 'kan? Hanya Pak Raza yang bisa menghamiliku, eh salah! Memahamiku maksudnya. Jadi tolong katakan kepada kakakku yang baik hati itu kalau aku tak pernah meragukan kasih sayangnya,""Pak Raza, tolong katakan!"Gwen semakin tak bisa mengendalikan emosinya lagi. Reflek, Pak Raza memeluknya dan mencoba menenangkan Gwen dengan membawa Gwen duduk. Lalu, Pak Raza juga melantunkan sholawat yang merdu, sehingga membuat hati dan pikiran Gwen jauh lebih tenang."Aku merindukan Ayahku. Ayah selalu seperti ini ketika aku tak bisa mengontrol emosiku, Pak Raza …."
Di samping tempat tidur Aisyah, ada Rafa yang selalu menunggunya membuka mata malam itu. Setelah mendengar tawa Gwen, Aisyah memang membuka matanya, ia langsung mencari saudarinya itu dengan memanggil namanya."Gwen …," suaranya terdengar lirih dan gemetar."Gwen, kamu di mana?" sambungnya."Assalamu'alaikum, cantik," sapa Rafa dengan senyuman manisnya. (Btw mereka selisih berapa ya? Rafa dengan saudari kembarnya selisih 5 tahun. Saudari kembarnya dan Aisyah silih 9 tahun)"Wa'alaikumsallam warahmatullahi wabarakatuh, jomblo. Bang Rafa beneran di sini?" jawab Aisyah dengan tertawa melihat Rafa tersenyum seperti itu."Abang tahun ini menikah, Aisyah. Masih aja dikatain jomblo. Kamu ini yang jomblo, umur udah 22 tahun, belum pernah ada lelaki yang nyantol di hatimu juga," ledek Rafa. "Kriteriamu seperti apa, sih? Ustadz Khalid?" kembali Rafa meledek adik sepupunya yang terbaring lemah itu.Aisyah mencubit l
Tengah malam, Aisyah melihat Chen masih sibuk dengan ponselnya. Ditengah gelapnya cahaya ruangan itu, Chen masih saja bekerja menggunakan ponselnya. Sedangkan Rafa dan Pak Raza sudah terlelap di sudut lain."Hai," sapa Aisyah."Belum tidur?" bisik Chen. "Atau kamu tidak bisa tidur karena sakit? Jika iya, aku akan menelpon Asisten Dishi untuk segera mengirim kendaraan ke sini dan membawamu ke Kota," imbuhnya."Boleh aku duduk di sampingmu, kakakku?" izin Aisyah dengan manis."Tentu saja, duduklah. Lihat, aku sedang mendesain cincin untukmu." Chen memperlihatkan hasil karya miliknya.Meski Chen adalah seorang putra yang dibesarkan dalam keluarga Mafia, tetap saja dia memiliki usaha yang jelas halalnya hasilnya. Ia memiliki usaha pembuatan perhiasan dari banyak jenis batu permata lainnya."Cantik sekali, apa itu cincin untukku?" tanya Aisyah seraya memuji karya saudaranya."Tentu saja. Aku juga m
Usai menjalankan kewajiban dua rakaat. Mereka antri mandi dan segera sarapan, dimana itu adalah masakan Pak Raza, tapi diakui oleh Gwen."Makan, aku yang masak!" Gwen sangat bersemangat mengambilkan masing-masing sarapan."Tapi kamu kan nggak bisa masak Gwen. Jadi curiga kalau masakan orang lain," Aisyah melirik kearah Pak Raza."Ini masakan aku, aku belajar dari Pak Raza. Bukan begitu, Pak?" Gwen mengedipkan matanya berkali-kali.Rafa terus menatap Pak Raza, kemudian menatap Gwen dengan seksama. Ada hal yang membuat Rafa tersenyum mengingat keduanya bertingkah lucu di dapur."Lain kali … kalau mau masak jangan berdua ya. Em, nanti cup cup cup itu terulang lagi, dan itu nggak boleh terjadi. Kalian belum jadi mahram, oke? Semangat mengajari Gwen, Pak Raza." ucap Rafa dengan senyuman mencurigakan.Aisyah dengan segala tatapan penuh laser hijau, langsung menatap adiknya dan guru pembimbingnya itu. Pernah den
Belajar kembali setelah kesalahan pahaman kecil itu terjadi. Gwen masih saja diam tak seperti biasanya ketika belajar. Rupanya, dia masih marah kepada Pak Raza ketika di meja makan pagi tadi."Ada apa sih dengannya? Tumben, diem, anteng dan memperhatikan seperti ini. Biasanya juga ada aja alasannya untuk tidak belajar," gumam Pak Raza.Pak Reza terus saja memperhatikan Gwen disaat dirinya sibuk dengan bukunya sendiri. Tak sedikitpun Pak Raza mengedipkan matanya ketika menatap Gwen.--Sudah dua hari mereka bersama, Feng rupanya tak bisa kembali lagi kepada mereka karena ia harus kembali ke Tiongkok setelah penyuluhan usai. Feng menitipkan pesan kepada Chen, agar ia melindungi Aisyah dan Gwen ketika dirinya jauh dengan keduanya.Selama dua hari itu juga, baik Aisyah dan Gwen belum menyatakan kepada orang tuanya bahwa mereka telah bertemu dengan saudaranya yang lama menghilang.Hal itu diinginkan oleh Chen karena ia bel
Cemburu adalah perasaan natural yang pernah muncul di setiap diri manusia. Memiliki rasa cemburu sesekali memang wajar, namun tidak baik jika dirasakan secara terus-menerus.Cemburu harus dibatasi dan rasa percaya harus ditingkatkan. Rasa cemburu bisa dirasakan semua orang dari berbagai usia, jenis kelamin, dan latar belakang.Kecemburuan sering dikaitkan dengan bukti cinta. Rasa cemburu bermula dari ketakukan saat orang yang kita dicintai berada dekat dengan lawan jenisnya, apalagi menurut Gwen, lawan jenisnya adalah saudarinya sendiri."Ada apa denganku, kenapa aku merasa iri hati ketika Pak Raza dekat dengan kakakku sendiri?"Hati Gwen selalu bertanya-tanya dengan keadaan apa yang saat ini ia alami. Selama menyukai lelaki, Gwen tak pernah merasakan hal yang saat itu ia rasakan."Nona, Tuan muda Wang meminta anda untuk datang kepadanya," kata Asisten Dishi dengan sopan."Terima kasih."Senakal-nakalnya
"Apa kalian ingin mati sekarang?" -pesan yang Chen kirimkan kepada kedua saudarinya dan juga Asistennya.Mereka baru ingat jika Chen masih ada di dalam kardus. Aisyah meminta Ayah dan Ibunya tetap berada di depan pintu dan melihat kejutan yang mereka bawa."Eh, tunggu! Jangan masuk dulu, kami punya hadiah untuk Ayah dan Ibu!" seru Aisyah."Hadiah apa? Kulkas? Di rumah sudah ada 2, untuk apa kalian nambah lagi?" tanya Rebecca."Ini bukan sembarang kulkas, Mi. Yang ini lebih dingin, bisa menghasilkan uang dan sangat membahagiakan. Ayo kalian buka!" sahut Gwen."Kedua saudariku memang sedang mempermainkan diriku. Lihat saja, aku akan membuat kalian menjadi anak tiri nanti!" sulut Chen dalam hati.Mereka malah semakin lama membuka kardus tersebut. Sehingga membuat Chen lebih kesal lagi, lalu mengirim pesan kepada Aisyah yang berkata, "Apa kau ingin mengirimku ke surga? Kenapa lama sekali bukanya!"Perlahan, Aisyah
Di pesawat, Chen dan Asisten Dishi tak henti-hentinya tertawa mendengar penjelasan Aisyah dan Gwen tentang apa yang sudah mereka lakukan untuk Xia."Lihatlah, wajah dia begitu lucu engan lip warna merah menyala ini," tunjuk Gwen dengan potret Xia di ponselnya."Aku tidak pernah melihat kau memakai lipstik warna ini. Kapan kau pernah memakainya? Dan pasti akan terlihat menor sekali," tanya Chen menunjuk lipstik di photo Xia."Haha, mana ada aku pakai lipstik dengan warna merah menyala seperti ini. Ini sengaja aku beli memang untuk memberi kenangan pada gadis kecil itu."Tak henti-hentinya mereka menertawakan Xia. Sesekali gadis nakal seperti Xia memang harus diberi pelajaran agar bisa menghormati orang yang lebih tua darinya."Lalu, apa yang kalian katakan kepadanya, sehingga gadis seperti Xia ini mampu menurut?" lanjut Asisten DIshi."Aku bilang kepadanya, jika dia tidak mau menurut, aku akan menikahkan kakakku dengan wanit
Hari yang dilalui Aisyah dan Gwen sangat indah di Tiongkok. Tiba saatnya Agam harus kembali ke tanah air karena memang ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal.Pagi itu, Gwen mengantar Agam sampai ke Bandara. Terlihat sekali Gwen khawatir padanya. Gwen memberikan sebuah kalung pemberian Chen untuk Agam."Apa ini?" tanya Agam."Itu cangkul. Ya kalung lah! Apalagi?" jawab Gwen mengesalkan. "Orang melingkar dileher begitu, masa iya nggak tau, sih?" imbuhnya."Dek, saya tanyanya untuk apa? Saya tau kalau ini kalung," kata Agam dengan lembut."Eh, tanya yang jelas dong, Mas." ujar Gwen. "Kalung itu, pertanda supaya Mas Agam tidak lupa dengan janji Mas untuk melamarku!" seru Gwen menjelaskan.Agam hanya tersenyum, tak diingatkan saja, Agam tetap akan melamar Gwen dalam waktu cepat setelah pekerjaannya selesai dan menunggu kabar kesehatan dari Ibunya.Perpisahan itu terjadi. Ketika mereka saling melambaika
"Kak Aisyah, kau datang bersama dengan Asisten ini?" tanya Gwen."Assalamu'alaikum," Aisyah mengetuk kening Gwen. "Usahakan jika bertemu dengan orang, sesama muslim juga, ucapkan salam terlebih dahulu, Gwen." tegur Aisyah.Mereka masuk bersamaan. Terlihat Feng sedang bercengkrama dengan Tuan Wang di sana. Sepertinya antara keluarga Wang dan juga Hao sudah mulai membaik karena Chen sendiri. Aisyah dan Gwen menyapa mereka dan Tuan Wang mempersilahkan keduanya duduk.Mulailah perbincangan asik diantara mereka. Terlihat hanya Aisyah dan Agam saja yang diam menyimak perbincangan mereka. Sebab, saat itu mereka tengah membicarakan masalah tiga keluarga yang sebelumnya saling bermusuhan. Yakni keluarga Lim, keluarga Hao dan juga keluarga Wang tentunya."Aku keluar dulu, mau menelpon Ayah. Sejak tadi pagi aku belum menelpon beliau," pamit Aisyah. Disusulah oleh Agam dengan alasan yang sama menghubungi Uminya di rumah sakit.Aisyah benar menelpon Ayahnya dan
Bingung dengan apa yang hendak di masak, Aisyah mengusulkan makan mie sore hari itu. Asisten Dishi tak membiarkan Aisyah menyentuh peralatan dapur, dengan sigap dirinya yang hendak memasak untuk gadis yang ia cintai. Sudah selama 3 bulan, Asisten Dishi terus dibayangi oleh Aisyah."Aku tidak tahu lagi. Ada apa denganku ini? Kenapa aku bisa sangat mencintai Aisyah, sedangkan aku tau jika dia adalah anak dari Tuanku sendiri." gumam Asisten Dishi masih mengaduk mie yang ia masak.Lima menit kemudian, mie rebus dengan topping irisan sayur telah siap. Tak luma telur rebus dua bagian juga ikut serta berenang dalam kuah mie rebus tersebut. Tidak lupa Asisten Dishi juga menyiapkan air dingin."Tara, silahkan dokter manis. Hanya ini yang bisa dimasak cepat. Atau kamu mau makan nugget?" ujar Asisten Dishi perlahan menyodorkan mangkuk di depan Aisyah."Ah tidak. Bersyukurlah bisa makan apa aja hari ini. Di luaran sana, masih banyak orang yang
Berjalan menelusuri Kota dengan menikmati pemandangan di sana. Banyak muda-mudi yang sedang memadu kasih juga di sana. Gwen sepertinya juga mulai menyukai Kota itu."Hm, di sini banyak yang pacaran. Lihat fashion mereka, keren banget tau!" ujar Gwen mengamati beberapa perkumpulan gadis dengan badan yang bagus dan fashion yang menarik."Iya, bagus untuk mereka. Tapi tidak bagus untuk mata saya. Ayo, sebaiknya kita cari makan terlebih dahulu. Ada hal yang harus kita bicarakan juga nantinya," tutur Agam. Ia begitu tak nyaman melihat para gadis memamerkan ketiak dan juga pahanya.Agam berusaha tetap tenang dengan keyakinannya. Menikah memang bukanlah hal yang mudah, namun dirinya yakin jika Gwen adalah jodohnya yang sudah Allah atur untuknya.Setelah sampai di restoran halal, Agam memberikan selembar kertas beserta pulpennya sekalian. Agam meminta Gwen untuk menulis apa yang ia inginkan setelah pernikahan nanti, lalu hal apa yang tak i
"Tuan, jika kita memiliki seorang putri seusia dokter Ais ini … pasti akan jauh lebih bahagia melihat pemandangan seperti ini, ya?" kata Nyonya kedua kepada Tuan Wang."Mari kita anggap jika adik dari putra kita sebagai putri kita sendiri, Sayang. Mereka bertiga adalah anak yang sangat manis. Cindy memang keterlaluan, dia membohongiku tentang status Chen dulu."Tuan Wang masih menyimpan dendam kepada Cindy karena pernah merahasiakan identitas Chen yang sebenarnya. Cindy tidak pernah mengatakan jika Chen adalah bayi yang ia culik dari mantan sang pujaan hatinya dulu.Tentu saja bagi Tuan Wang, itu adalah perbuatan tercela dan sulit untuk dimaafkan. Namun, melihat besarnya hati keluarga kandung putra angkatnya itu, membuat Tuan Wang mengurungkan niatnya untuk memiliki Chen seutuhnya.___lMeninggalkan kisah kemanisan Aisyah dan Asisten Dishi yang mencuci piring bersama, di sisi Gwen dan Agam, mereka malah sedang berdiskusi masalah
"Kak,""Hm?""Kenapa Tuan Wang itu, dengan mudahnya menganggap kita sebagai putrinya? Sedangkan Xia kan memang putrinya, kenapa malah nggak dianggap?" tanya Gwen."Sebaiknya kita jangan terlalu ikut campur dalam urusan keluarga ini. Jika memang Tuan Wang menganggap kita sebagai putrinya .. Ya sudah, nikmati saja," jawab Aisyah."Bersyukur karena kita di sini diterima dengan baik, oke? Sudahlah, jangan bertanya lagi dan cepat tidur. Bukanlah, besok pagi kau akan bertemu dengan calon suamimu, Gwen?" goda Aisyah.Gwen tersipu malu. Malam itu, ia juga menjelaskan perasaannya kepada Raza. Namun, seperti pengertian Aisyah saja selama ini. Raza hanya menyayangi Gwen seperti adiknya sendiri, begitu juga dengan Aisyah. Raza masih sibuk dengan urusan pribadinya dibandingkan dengan urusan hatinya.Jadi, Gwen memutuskan untuk mundur dan berusaha menerima Agam sebagai penghuni baru di hatinya. Aisyah sendiri tidak pernah melarang Gwen a
"Hey, mana permintaan maafmu! Kau yang menyebabkan kerusuhan ini, bukan?" sulut Gwen."Permintaan maaf apa? Untuk apa? Apakah aku berbuat salah? Tidak, 'kan?" sulit Xia."Waanjer, lu--""Gwen, apa sih? Bahasanya di jaga ngapa!" seru Aisyah sebelum Gwen mengumpat lebih buruk.Aisyah menyentil kepada Xia dengan sedikit keras. Sehingga membuat Xia hampir saja terjatuh. Gwen tertawa melihat pertahan Xia yang buruk."Haha, di sentil gitu aja udah tumbang dia, Kak," tawa mengejek Gwen membuat Xia emosi."Kalian bisa tidak bicara pakai bahasa yang aku pahami! Misalnya Inggris gitu, kenapa sih kalian ini kampungan sekali!" hina Xia.Aisyah yang biasanya bisa mengayomi anak-anak hingga remaja, kini malah seperti anak kecil yang sedang berebutan permen dengan Xia."Asal kalian tau, Kak Chen hanya milikku! Kalian ini siapa? Datang-datang main ambil saja kakakku!" seru Xia dengan nada tinggi.