Perpisahan selama 22 tahun memang sangat menyakitkan. Tiga saudara kembar terpisah karena kasus penculikan yang dilakukan oleh seorang dari masa lalu. Triplets ini memiliki keunikan masing-masing. Memiliki sifat dan karakter yang berbeda.
Chen Yuan Wang, si kembar sulung telah di culik ketika usianya 1 jam waktu di rumah sakit. Seorang masa lalu yang begitu membenci ibunya, hendak memisahkannya dengan salah satu anaknya.
Pria 22 tahun ini tumbuh menjadi pria yang dingin, keras kepala dan juga sedikit posesif. Saat usianya 9 tahun, ia mengetahui kenyataan bahwa orang tua yang merawatnya, ternyata bukanlah orang tua kandungnya.
Lalu, dia mencari orang tua kandungnya yang ternyata tunggal di luar negri. Dia juga baru mengetahui bahwa dirinya memiliki dua saudari kembar yang sangat cantik-cantik.
Kedua saudarinya bernama Aisyah Adelia Putri dan Gwen Kalina Lim. Aisyah seorang dokter umum, sementara Gwen adalah mahasiswi abadi dengan sifat yang keras kepalanya dan rasa malasnya.
Ketika usia mereka menginjak 9 tahun, tak sengaja mereka bertemu di salah satu Kota ternama dimana orang tua kandung mereka tinggal. Saat itu, Chen sedang mencari siapa orang tua kandungnya, dan malah bertemu dengan kedua saudarinya lebih dulu.
Bruk!
"Aduh, kamu mau mati, ya? Ganti rugi!" kesal Gwen kecil kala itu. Chen memang tidak sengaja menabraknya dan membuat Gwen terjatuh dan meminta ganti rugi kepada Chen yang saat itu masih berdiri tegak.
"Kau yang cari mati. Katakan! Mau seperti apa caramu mati!" sulut Chen. "Lalu, aku harus ganti rugi apa? Aku sama sekali tidak menyentuh dan melukaimu!" Chen mengatakan itu menggunakan bahasa Inggris.
"Dih, sok Inggris pula! Sebelum kau membunuhku, aku yang akan membunuhmu lebih dulu," Gwen tidak mau kalah.
Mereka berdua reflek mengeluarkan belatinya masing-masing. Mereka berdua juga sama-sama mengarahkan belatinya kearah berlawanan. Di saat itu juga, Asiyah melihat liontin yang ada di pergelangan tangan Chen. Ia paham sekali jika liontin itu sama dengan yang dimiliki Feng dan sepupu laki-laki lainnya.
"Liontin itu--" batin Aisyah.
Belum juga Aisyah selesai mengingat, kedua sadari dan saudaranya sudah saling menyerang. "Anak mafia dari mana kamu?" desis Gwen.
"Itu bukan urusanmu!" seru Chen dengan nada datar.
"Cukup! Kenapa kalian harus saling melukai cuma gara-gara tabrakan aja, sih? Apakah tidak ada cara lain untuk menyelesaikan permasalahan ini?" Aisyah mencoba menengahi perselisihan itu.
Tanpa Chen dan Gwen sadari, mereka sama-sama menurunkan belatinya dan menuruti apa yang dikatakan oleh Aisyah. Chen sendiri sampai bingung mengapa dirinya mau menuruti perkataan orang lain, ia tidak sadar jika memang Aisyah yang selalu bisa meredakan amarah keduanya nanti ketika dewasa.
"Sial, mengapa aku menuruti ucapan gadis bertudung ini?" batin Chen.
"Kenapa aku jadi ikut nurut sama Aisyah, sih? Benar dia lahir duluan, tapi … aku rasa otakku konslet, makanya mau menurut dengannya," gumam Gwen dalam hati.
"Sudah? Bisakah kalian tidak bertengkar lagi? Ayo saling minta maaf!" bentak Aisyah.
"Bahasa Inggrismu lumayan juga," puji Gwen.
"Iyalah, memangnya kamu … semua pelajaran nggak bisa," jawab Aisyah sinis.
Tak ingin bermasalah dengan Aisyah dan Gwen, Chen mengalah dan memberikan beberapa lembar Yuan kepada Gwen dan pergi begitu saja. Namun, langkahnya terhenti ketika Yusuf memanggil nama Aisyah dan Gwen, dan mereka menyebutnya Ayah kepada Yusuf.
"Ayah? Bukankah itu sebutan untuk …," Chen membalikkan badannya.
Melihat Aisyah dan Gwen dalam pelukan Yusuf, ia menduga jika kedua gadis seusianya itu adalah kedua saudarinya. Chen merasa senang jika kedua saudarinya sudah bersama, meski belum bisa selalu bersama.
"Jika gadis berambut pendek itu ada di sini, bukankah seharusnya Bibinya Feng … oh, bukan. Bibinya Feng adalah Ibuku, berarti Ibuku juga ada di sini?" batin Chen menoleh ke sana-kemari.
"Mereka belum bersatu, aku dengar jika Ibu akan berpisah dengan Ayah angkat saudariku,"
"Aku senang melihat kalian telah bersama. Tunggu aku, aku akan membuat Ibu angkatku menderita lebih dulu, baru aku akan datang kepada kalian. Aku berjanji, ini janjiku, Ayah, Ibu. Aku berjanji." Chen mengepalkan tangannya lagi.
Chen dibesarkan oleh keluarga berlatar Mafia di Tiongkok sana. Sementara itu, Gwen dan Aisyah dibesarkan oleh kedua orang tuanya di Jogja tempat asal Ayah mereka.
Ibu mereka dulunya juga seorang Mafia kecil. Lalu, berbagai insiden menimpanya sampai bertemu dengan Sang Ayah dan akhirnya mereka menikah.
***
13 tahun berlalu.
Kini, Chen masih berbisnis di dunia gelap itu. Ia selalu dikelilingi wanita-wanita seksi yang bersedia menyerahkan dirinya kepadanya untuk menemaninya bermain di ranjang.
"Tuan, lihatlah tubuhku yang seksi ini. Aku mengoles minyak setiap harinya. Aku juga selalu luluran dengan bubuk mutiara asli," ucap wanita itu.
"Oh, minyak apa yang kau gunakan?" tanya Chen memainkan rambut wanita itu.
"Minyak agar milikku besar dan sempit. Apakah kau menyukainya, Tuan Muda Wang?" bisik wanita itu seraya menjilat telinga Chen.
Tanpa belas kasihan, Chen langsung mendorong wanita itu sampai tersungkur di lantai. Kemudian memanggil Asisten Dishi.
Asisten Dishi ini merupakan adik kandung dari Asisten Chen sebelumnya. Usia Asisten Dishi juga tak jauh dengan Chen. Hanya saja, Asisten Dishi jauh lebih tua tiga tahun darinya. Namun, kesetiaan keluarganya sudah tidak diragukan lagi.
"Asisten Dishi! Cepatlah kemari!" teriak Chen.
"Iya, Tuan. Ada urusan apa Tuan memanggil saya?"
"Cepat bawa pergi wanita ini. Saya jijik melihatnya ada di sini!" usir Chen dengan melempar uang tunai kepada wanita tersebut.
Banyak dari kalangan pengusaha yang menyodorkan putrinya hanya untuk membuat perjanjian kontrak kerja. Namun, Chen selalu menolak wanita-wanita itu. Padahal, dari sekian wanita-wanita tersebut tidak pernah mengecewakan. Tetap saja Chen menolaknya.
"Asisten Dishi, kenapa Tuan Chen menolakku? Apakah ini pertanda jika aku harus mati?" tanya wanita tersebut.
"Nona, sebaiknya anda menjauh saja dari Tuan Muda kami. Dia memang tidak pernah ingin di sentuh oleh wanita manapun. Tolong mengertilah!" jelas Asisten Dishi.
"Mengapa demikian? Apakah aku ini banyak kekurangan? Jika aku gagal, aku pasti akan dibunuh oleh Ayahku, tolong …." mohon wanita itu, bersimpuh di kaki Asisten Dishi.
Chen keluar dan meminta wanita itu masuk kembali. Kemudian memberikan perjanjian kontrak kerja hanya selama 3 tahun saja. Wanita itu sangat girang, ia berinisiatif untuk mengecup Chen, namun di tolak mentah-mentah oleh Chen.
"Tuan, mengapa anda tidak mau saya beri imbalan?" ucap wanita itu dengan manja.
"Saya jijik, dan saya bukan lelaki murahan!" seru Chen memberikan kode kepada Asisten Dishi untuk membawa wanita itu keluar dari kantornya.
Setelah wanita itu keluar, Chen membuka potret lama Aisyah dan Gwen yang pernah dikirimkan oleh Airy sejak perpisahan mereka 13 tahun lalu.
"Tuan," sapa Asisten Dishi seraya mengetuk pintu.
"Masuklah!"
Asisten Dishi duduk di kursinya. Kemudian mempertanyakan tentang mengapa Chen selalu menolak wanita yang menyerahkan diri dan kehormatannya kepadanya.
"Kau mempertanyakan itu lagi, Asisten Dishi?"
"Maaf jika saya lancang, Tuan Muda," ucap Asisten Dishi membungkuk.
"Baiklah, aku akan menjawab pertanyaan yang sering kau tanyakan itu. Duduklah!"
Asisten Dishi duduk di depan meja Chen. Chen menunjukkan potret kedua saudarinya kepada Asisten Dishi. "Mereka kedua saudariku. Dua-duanya perempuan, jika aku memanfaatkan atau bahkan sampai merusak wanita yang datang kepadaku … bagaimana dengan kedua saudariku?"
"Aku mampu menghancurkan markas klan lain. Aku mampu membunuh orang lain dengan tanganku sendiri," Chen mengatakan itu dengan mengelap potret Aisyah dan Gwen.
"Tapi … aku tidak bisa menghukum ataupun melukai kedua saudariku menggunakan karmaku, Asisten Dishi. Paham?" tukas Chen menyimpan kembali potret tersebut.
"Tapi Tuan, saya tidak pernah melihat mereka datang atau anda menemui mereka. Di mana mereka sekarang, Tuan?" tanya Asisten Dishi.
Chen menyeringai, sudah 13 tahun lamanya, ia belum pernah bertemu lagi dengan kedua saudari kembarnya. Itu karena, dirinya terlalu sibuk balas dendam kepada Ibu tirinya saat ini.
*******************
Asiyah dan Gwen tinggal bersama setelah Yusuf dan Rebecca rujuk kembali. Sering kali Rebecca pulang pergi ke Australia hanya untuk mengelola usahanya yang ditinggalkan oleh Jimmy, Papanya.
Sementara itu, Aisyah bergelar sebagai Dokter Umum. Cita-cita yang sudah sejak kecil ia impikan, akhirnya terwujud juga. Kini, ia tengah bekerja di salah satu puskesmas di kecamatannya ia tinggal.
Aisyah tumbuh menjadi gadis yang cantik. Berjilbab dan sangat menjunjung tinggi sopan santu, tegas dan pastinya di takuti oleh Gwen. Pikirannya semakin dewasa dan mampu menyelesaikan kuliahnya hanya 2 tahun. Secerdas neneknya dahulu, Asiyah Putri Handika.
Lalu, bagaimana dengan adik kecil yang menggemaskan kita?
Gwen masih betah menjadi pengangguran bebas. Dia belum bisa berhijab tetap. Masih suka buka tutup, meski selalu Yusuf memberikan pengertian.
Gadis pengangguran ini hanya akan mengenakan jilbab ketika ada Aisyah saja. Tumbuh menjadi anak manja, pemalas dan pikirannya hanya uang saja.
Ia masih kuliah di bidang bisnis, dengan keterpaksaan Rebecca. Sebab, Gwen ini tidak pernah memiliki cita-cita selain ingin menjadi orang kaya.
Sejak kecil, ia tidak pernah dimanjakan sama seperti Aisyah. Namun, sifatnya yang keras kepala membuatnya salah paham. Selalu berpikir jika dirinya harus mencari uang sendiri, karena orang tuanya hanya menyayangi saudarinya saja.
"Haih, aku hanya tunduk dengan kakakku saja. Kenapa bisa begitu, ya? Dia galak sekali pula!" umpat Gwen.
Ketegasan Aisyah bukan karena tanpa alasan. Ia hanya ingin adiknya disiplin dan tidak bergantung dengan orang tua. Bagaimana tidak gemas, sejak Gwen sekolah dulu, ia selalu membolos sekolah dan membuat masalah bagi keluarganya.
Hanya demi membantu orang tuanya mendidik Gwen dengan benar, Aisyah memilih kuliah di dalam negri dan menjadi Dokter Umum di desanya dan mengubur mimpinya untuk terbang ke Yaman tempat saudari sepupu lainnya mengenyam ilmu.
"Gwen, usahakan jika memerintah seseorang … diawali dengan tolong dan diakhiri dengan terima kasih. Sekali lagi aku dengar kau tidak mengucapkan itu kepada Ibu ataupun orang lain, kamu akan berakhir di tanganku!" hardik Aisyah.
Usai sarapan, Aisyah berpamitan untuk berangkat ke puskesmas, ia juga memperingati Gwen untuk berhenti membuat ulah.
Pagi di kampus, Gwen ini memang selalu digandrungi banyak sekali ciwi-ciwi yang hanya ingin caper dengan kakak sepupunya yang ada di Tiongkok saat ini, yakni Feng. Pernah beberapa kali dalam tiga tahun lebih di Gwen kuliah di kampus tersebut, diantar oleh Feng yang kebetulan sekali berlibur di Jogja. Fengying Haoucun namanya. Feng ini adalah kakak sepupunya. Ia berprofesi sebagai Dokter umum di Tiongkok sana. Tampang yang begitu menarik dengan mix China dan Korea menambah Feng semakin diganrungi para wanita. "Gwen!" teriak Desta, salah satu dari ciwi-ciwi tersebut. "Haih, mereka lagi. Ngapain sih mereka ini, caper mulu kerajaannya! Hasil ini duit juga kagak!" umpat Gwen dengan senyum palsunya. Ada dua gadis yang selalu nempel dengan Gwen, yakni Desta dan Indri. Mereka sama-sama menyukai Feng dan sering berebut informasi tentang sepupu jauh Gwen itu.  
Bab selanjutnya. "Sialan, beraninya dia mengusirku. Lihat saja, jika dia jatuh cinta kepadaku. Tau rasa dia!" umpat Gwen keluar dari kampus. Ketika keluar dari kampus, Gwen melihat ada seorang ibu-ibu yang dijambret. Tanpa berpikir panjang lagi, Gwen menghadang dua jambret yang mengendarai satu motor tersebut. "Woy, cari mati ya lu!" teriak jambret tersebut. Tanpa banyak bicara, Gwen mengeluarkan belatinya dan menancapkannya ke ban motor jambret tersebut. "Bosan hidup ya lu?" sulut jambret itu sambil menodongkan senjata tajamnya. "Siapa?" "Ya elu, bocah!" "Yang nanya, hahaha. Turun! Kerja
Bab selanjutnya."Lihat saja nanti, jika Kak Chen kembali … pasti aku yang selalu dimanja. Dan Aisyah, akan habis ditangan Kak Chen!" gerutunya."Mbak Gwen ini, kenapa terus menganggap Dokter Aisyah mengerikan? Dia ini sebenarnya baik, loh, Mbak." Perawat yang sebelumnya hendak di suntik oleh Gwen, tengah membalut luka di lengannya."Iya, dia itu terlalu tegas. Semua orang ngecap kalau dia baik dan aku buruk. Itulah!" umpat Gwen.Setelah mengantar Pak Raza dan Ibu Nur keluar, Aisyah bergegas masuk dan menelpon ibunya. Mengingatkan bahwa sore nanti acara pengajian di rumah Airy.Usai menelpon, Aisyah masuk dan mendapati Gwen tertidur di sofa yang selalu dipakai Aisyah untuk istirahat kalau tubuhnya lelah usai bekerja.
Setelah mengganti perban di lengannya, Gwen meminta izin kepada Maminya untuk ke restoran menyusul Ayahnya. Gwen memang dekat sekali dengan Yusuf semenjak Yusuf tahu bahwa dirinya adalah putri kandungnya 13 tahun yang lalu."Mau kemana? Rapi amat?" tanya Aisyah sibuk dengan laptopnya."Suka-suka aku lah!" jawab Gwen sinis. "Yang penting aku udah bilang ke Mami, kalau aku mau otw," imbuhnya sambil memakai sepatu milik Aisyah."Sepatu siapa itu?""Nggak tau, nemu!" jawaban Gwen masih ketus."Masih ngambek?" tanya Aisyah mencoba basa-basi.Namun, Gwen hanya diam saja. Sebelum pergi, ia menadahkan tangan lebih dulu kepada Aisyah, tanda jika dir
Persiapan kondangan sudah selesai. Aisyah juga telah membungkus kado untuk pernikahan Ustadz Khalid dengan istrinya. Masih dalam hati yang terluka, Aisyah membungkus kado tersebut dengan melamun."Jangan melamun, nanti bungkusnya jadi jelek. Sini, biarkan aku yang bungkus kado itu!" tegur Feng meminta kado itu dari tangan Aisyah."Hm, jodoh itu tidak ada yang tau, Ko. Siapa yang mendamba, dan siapa yang mendapatkannya," ucap Aisyah dengan helaan napas panjang."Iso nyawang tapi ra iso nduweni. Huft, ngenes ndes. Tresno pancen ra kudu duweni, sista. Sabar, ya." celetuk Gwen menepuk-nepuk pundak Aisyah.(Bisa memandang, tapi tidak bisa memiliki. Cinta memang tidak harus memiliki)Aisyah dan Feng menatap pakaian yang dipakai Gwen pagi
Tiba saatnya dimana Aisyah dan Feng akan berangkat ke Bangkok. Gwen masih bersikap seperti biasa, dengan rencana yang sudah ia siapkan agar bisa menyusul saudarinya ke sana.Mereka sarapan tanpa Rebecca dan Yusuf, sebab keduanya sedang ada acara sejak semalam belum pulang. Namun, Rebecca dan Yusuf sudah memberikan izin kepada putrinya bertugas."Kalian berangkat jam berapa?" tanya Gwen."Mau tau aja urusan orang!" jawaban Aisyah membuat Gwen kesal tentunya. Gwen merasa memang Aisyah sudah tidak menyayanginya lagi, saat Feng ada bersamanya."Dih, nanya baik-baik juga. Kenapa jawabnya gitu? Kalau masih sakit hati sama ustadz Khalid, ya jang--" ucapan Gwen terputus ketika Aisyah menatapnya dengan tatapan tajam."Um, aku berangkat ke k
"Kamu mau apa, sih?" tanya Pak Raza serius."Jawab aja. Kapan terakhir Pak Raza bepergian keluar negri, terus visa-nya masih aktif atau tidak, gitu!" Gwen masih mendesak agar Pak Raza mau menjawab semua pertanyaannya."Huft, Allahu Akbar. Iya, saya jawab nih, ya. Saya terakhir kali ke luar negri lima hati yang lalu, dengan bisa pelancong. Terus, kamu mau apa?" jelas Pak Raza sedikit kesal."Cocok, hari ini kita otw ke Bangkok. Janji aku bakal belajar dengan gajian. Tapi, hari ini, memang kita harus segera berangkat!" seru Gwen dengan mata yang berbinar-binar.Pak Raza terkejut dengan pernyataan itu. Ia berusaha menolak dan menanyakan mengapa Gwen mengajaknya ke luar negri secara mendadak. Tanpa mendengarkan penolakan dan penjelasan dose
Kedatangan Chen bersamaan dengan kedatangan Aisyah dan Feng di Bandara Internasional Suvarnabhumi. Mereka telah tiba di waktu yang sama di ibukota Negara Seribu Pagoda itu. Mereka juga sempat jalan depan belakang keluar dari bandar. Lalu, berpisah kembali karena Aisyah dan Feng sudah dijemput dari dinas kesehatan di sana.Chen merasakan kehadiran saudarinya, jantungnya berdebar kencang, dan air matanya mulai menetes tanpa membendung. "Ada apa denganku? Kenapa jantungku berdebar dengan cepat seperti ini?" gumamnya dalam hati seraya menyentuh dadanya.Tanpa Chen sadari, bahwa adiknya baru saja berdiri dibelakangnya. Ia pun menoleh, namun Aisyah sudah tidak ada lagi di sana. Air matanya juga tiba-tiba menetes tanpa sebab, hatinya juga merasakan kegelisahan yang tidak tahu apa penyebabnya juga."Tuan, mobilnya sudah datang. Mari, kita akan segera bertemu dengan Tuan Wil." ucap Asi
"Apa kalian ingin mati sekarang?" -pesan yang Chen kirimkan kepada kedua saudarinya dan juga Asistennya.Mereka baru ingat jika Chen masih ada di dalam kardus. Aisyah meminta Ayah dan Ibunya tetap berada di depan pintu dan melihat kejutan yang mereka bawa."Eh, tunggu! Jangan masuk dulu, kami punya hadiah untuk Ayah dan Ibu!" seru Aisyah."Hadiah apa? Kulkas? Di rumah sudah ada 2, untuk apa kalian nambah lagi?" tanya Rebecca."Ini bukan sembarang kulkas, Mi. Yang ini lebih dingin, bisa menghasilkan uang dan sangat membahagiakan. Ayo kalian buka!" sahut Gwen."Kedua saudariku memang sedang mempermainkan diriku. Lihat saja, aku akan membuat kalian menjadi anak tiri nanti!" sulut Chen dalam hati.Mereka malah semakin lama membuka kardus tersebut. Sehingga membuat Chen lebih kesal lagi, lalu mengirim pesan kepada Aisyah yang berkata, "Apa kau ingin mengirimku ke surga? Kenapa lama sekali bukanya!"Perlahan, Aisyah
Di pesawat, Chen dan Asisten Dishi tak henti-hentinya tertawa mendengar penjelasan Aisyah dan Gwen tentang apa yang sudah mereka lakukan untuk Xia."Lihatlah, wajah dia begitu lucu engan lip warna merah menyala ini," tunjuk Gwen dengan potret Xia di ponselnya."Aku tidak pernah melihat kau memakai lipstik warna ini. Kapan kau pernah memakainya? Dan pasti akan terlihat menor sekali," tanya Chen menunjuk lipstik di photo Xia."Haha, mana ada aku pakai lipstik dengan warna merah menyala seperti ini. Ini sengaja aku beli memang untuk memberi kenangan pada gadis kecil itu."Tak henti-hentinya mereka menertawakan Xia. Sesekali gadis nakal seperti Xia memang harus diberi pelajaran agar bisa menghormati orang yang lebih tua darinya."Lalu, apa yang kalian katakan kepadanya, sehingga gadis seperti Xia ini mampu menurut?" lanjut Asisten DIshi."Aku bilang kepadanya, jika dia tidak mau menurut, aku akan menikahkan kakakku dengan wanit
Hari yang dilalui Aisyah dan Gwen sangat indah di Tiongkok. Tiba saatnya Agam harus kembali ke tanah air karena memang ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal.Pagi itu, Gwen mengantar Agam sampai ke Bandara. Terlihat sekali Gwen khawatir padanya. Gwen memberikan sebuah kalung pemberian Chen untuk Agam."Apa ini?" tanya Agam."Itu cangkul. Ya kalung lah! Apalagi?" jawab Gwen mengesalkan. "Orang melingkar dileher begitu, masa iya nggak tau, sih?" imbuhnya."Dek, saya tanyanya untuk apa? Saya tau kalau ini kalung," kata Agam dengan lembut."Eh, tanya yang jelas dong, Mas." ujar Gwen. "Kalung itu, pertanda supaya Mas Agam tidak lupa dengan janji Mas untuk melamarku!" seru Gwen menjelaskan.Agam hanya tersenyum, tak diingatkan saja, Agam tetap akan melamar Gwen dalam waktu cepat setelah pekerjaannya selesai dan menunggu kabar kesehatan dari Ibunya.Perpisahan itu terjadi. Ketika mereka saling melambaika
"Kak Aisyah, kau datang bersama dengan Asisten ini?" tanya Gwen."Assalamu'alaikum," Aisyah mengetuk kening Gwen. "Usahakan jika bertemu dengan orang, sesama muslim juga, ucapkan salam terlebih dahulu, Gwen." tegur Aisyah.Mereka masuk bersamaan. Terlihat Feng sedang bercengkrama dengan Tuan Wang di sana. Sepertinya antara keluarga Wang dan juga Hao sudah mulai membaik karena Chen sendiri. Aisyah dan Gwen menyapa mereka dan Tuan Wang mempersilahkan keduanya duduk.Mulailah perbincangan asik diantara mereka. Terlihat hanya Aisyah dan Agam saja yang diam menyimak perbincangan mereka. Sebab, saat itu mereka tengah membicarakan masalah tiga keluarga yang sebelumnya saling bermusuhan. Yakni keluarga Lim, keluarga Hao dan juga keluarga Wang tentunya."Aku keluar dulu, mau menelpon Ayah. Sejak tadi pagi aku belum menelpon beliau," pamit Aisyah. Disusulah oleh Agam dengan alasan yang sama menghubungi Uminya di rumah sakit.Aisyah benar menelpon Ayahnya dan
Bingung dengan apa yang hendak di masak, Aisyah mengusulkan makan mie sore hari itu. Asisten Dishi tak membiarkan Aisyah menyentuh peralatan dapur, dengan sigap dirinya yang hendak memasak untuk gadis yang ia cintai. Sudah selama 3 bulan, Asisten Dishi terus dibayangi oleh Aisyah."Aku tidak tahu lagi. Ada apa denganku ini? Kenapa aku bisa sangat mencintai Aisyah, sedangkan aku tau jika dia adalah anak dari Tuanku sendiri." gumam Asisten Dishi masih mengaduk mie yang ia masak.Lima menit kemudian, mie rebus dengan topping irisan sayur telah siap. Tak luma telur rebus dua bagian juga ikut serta berenang dalam kuah mie rebus tersebut. Tidak lupa Asisten Dishi juga menyiapkan air dingin."Tara, silahkan dokter manis. Hanya ini yang bisa dimasak cepat. Atau kamu mau makan nugget?" ujar Asisten Dishi perlahan menyodorkan mangkuk di depan Aisyah."Ah tidak. Bersyukurlah bisa makan apa aja hari ini. Di luaran sana, masih banyak orang yang
Berjalan menelusuri Kota dengan menikmati pemandangan di sana. Banyak muda-mudi yang sedang memadu kasih juga di sana. Gwen sepertinya juga mulai menyukai Kota itu."Hm, di sini banyak yang pacaran. Lihat fashion mereka, keren banget tau!" ujar Gwen mengamati beberapa perkumpulan gadis dengan badan yang bagus dan fashion yang menarik."Iya, bagus untuk mereka. Tapi tidak bagus untuk mata saya. Ayo, sebaiknya kita cari makan terlebih dahulu. Ada hal yang harus kita bicarakan juga nantinya," tutur Agam. Ia begitu tak nyaman melihat para gadis memamerkan ketiak dan juga pahanya.Agam berusaha tetap tenang dengan keyakinannya. Menikah memang bukanlah hal yang mudah, namun dirinya yakin jika Gwen adalah jodohnya yang sudah Allah atur untuknya.Setelah sampai di restoran halal, Agam memberikan selembar kertas beserta pulpennya sekalian. Agam meminta Gwen untuk menulis apa yang ia inginkan setelah pernikahan nanti, lalu hal apa yang tak i
"Tuan, jika kita memiliki seorang putri seusia dokter Ais ini … pasti akan jauh lebih bahagia melihat pemandangan seperti ini, ya?" kata Nyonya kedua kepada Tuan Wang."Mari kita anggap jika adik dari putra kita sebagai putri kita sendiri, Sayang. Mereka bertiga adalah anak yang sangat manis. Cindy memang keterlaluan, dia membohongiku tentang status Chen dulu."Tuan Wang masih menyimpan dendam kepada Cindy karena pernah merahasiakan identitas Chen yang sebenarnya. Cindy tidak pernah mengatakan jika Chen adalah bayi yang ia culik dari mantan sang pujaan hatinya dulu.Tentu saja bagi Tuan Wang, itu adalah perbuatan tercela dan sulit untuk dimaafkan. Namun, melihat besarnya hati keluarga kandung putra angkatnya itu, membuat Tuan Wang mengurungkan niatnya untuk memiliki Chen seutuhnya.___lMeninggalkan kisah kemanisan Aisyah dan Asisten Dishi yang mencuci piring bersama, di sisi Gwen dan Agam, mereka malah sedang berdiskusi masalah
"Kak,""Hm?""Kenapa Tuan Wang itu, dengan mudahnya menganggap kita sebagai putrinya? Sedangkan Xia kan memang putrinya, kenapa malah nggak dianggap?" tanya Gwen."Sebaiknya kita jangan terlalu ikut campur dalam urusan keluarga ini. Jika memang Tuan Wang menganggap kita sebagai putrinya .. Ya sudah, nikmati saja," jawab Aisyah."Bersyukur karena kita di sini diterima dengan baik, oke? Sudahlah, jangan bertanya lagi dan cepat tidur. Bukanlah, besok pagi kau akan bertemu dengan calon suamimu, Gwen?" goda Aisyah.Gwen tersipu malu. Malam itu, ia juga menjelaskan perasaannya kepada Raza. Namun, seperti pengertian Aisyah saja selama ini. Raza hanya menyayangi Gwen seperti adiknya sendiri, begitu juga dengan Aisyah. Raza masih sibuk dengan urusan pribadinya dibandingkan dengan urusan hatinya.Jadi, Gwen memutuskan untuk mundur dan berusaha menerima Agam sebagai penghuni baru di hatinya. Aisyah sendiri tidak pernah melarang Gwen a
"Hey, mana permintaan maafmu! Kau yang menyebabkan kerusuhan ini, bukan?" sulut Gwen."Permintaan maaf apa? Untuk apa? Apakah aku berbuat salah? Tidak, 'kan?" sulit Xia."Waanjer, lu--""Gwen, apa sih? Bahasanya di jaga ngapa!" seru Aisyah sebelum Gwen mengumpat lebih buruk.Aisyah menyentil kepada Xia dengan sedikit keras. Sehingga membuat Xia hampir saja terjatuh. Gwen tertawa melihat pertahan Xia yang buruk."Haha, di sentil gitu aja udah tumbang dia, Kak," tawa mengejek Gwen membuat Xia emosi."Kalian bisa tidak bicara pakai bahasa yang aku pahami! Misalnya Inggris gitu, kenapa sih kalian ini kampungan sekali!" hina Xia.Aisyah yang biasanya bisa mengayomi anak-anak hingga remaja, kini malah seperti anak kecil yang sedang berebutan permen dengan Xia."Asal kalian tau, Kak Chen hanya milikku! Kalian ini siapa? Datang-datang main ambil saja kakakku!" seru Xia dengan nada tinggi.