Share

72. Tak Berkutik

Author: Enie moors
last update Last Updated: 2024-12-05 18:21:37

"Kamu apain anak saya, HAH?! "

Dengan wajah super galak ibu berdiri berhadapan dengan Mbak Retno yang langsung mengkeret. Kedua tangan terbentang membentengiku yang masih terduduk di tanah. Sementara suara bentakan keluar dengan lantang dari mulutnya.

Jika sudah menyangkut soal anak, ibuk memang tak main main membela. Dari dulu beliau tak mau diam saja jika anaknya diperlakukan dengan semena-mena oleh orang lain. Apalagi jika itu dilakukan tepat di depan mata kepalanya sendiri, sudah pasti ibuk tak akan ada takut takutnya untuk balik membalas.

"Kamu dorong Sufi? Beraninya kamu kasar kasar sama anak saya! " Satu jambakan mendarat di rambut mbak Retno yang langsung meronta-ronta. "Berani kamu ya! Mau mati hah?! " Mbak Retno melolong karena jambakan ibuk makin kencang.

Aku yang merasa tak tega pada mbak Retno yang kesakitan, dan juga takut ibuk akan lebih kalap langsung berusaha berdiri untuk melerai.

"Sudah, buk. "

"Biarin, Ndok. Biar ibuk kasih pelajaran sama janda jahat ini. Biar
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   73. Kejutan Yang Tak Terduga

    Langit sore itu sudah berwarna merah yang artinya senja akan tiba. Tak ada firasat apapun yang aku rasakan selama menyusuri jalanan yang di penuhi daun-daun kering. Aku dan ibuk hanya sesekali mengobrol. Membicarakan hal random seperti apa yang aku lakukan di kota. Apakah aku makan dengan baik selama ini, apakah aku pernah sakit, apakah aku tidur dengan cukup. Meskipun agak judes, tapi percayalah ibuk itu adalah orang yang sebenarnya sangat perhatian pada keluarga. Karena sudah mendapatkan izin dari Mas Suryo, malam ini pun aku berniat untuk menginap. Pria itu pun sudah beberapa kali mengirim pesan, mengingatkan aku harus menepati janji bahwa aku hanya tinggal selama semalam saja. Benar benar semalam saja. Ia menulis itu berulang kali seolah takut aku akan menetap di sini selama sebulan. Dasar bucin. Sampai di depan rumah aku dan ibuk terherna heran karwna ada mobil yang terparkir angkuh di halaman. Aku tak begitu familiar dengan mobil itu jadi aku oun tak bisa menebak siapa pemil

    Last Updated : 2024-12-09
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   74. Pertengkaran Yang Membara

    "Cukup! " Kali ini ibuk yang angkat bicara. Aku sampai terhenyak ketika ibuk berusaha bangkit meskipun aku tau beliau masih merasa lemas. Karena takut ibuku akan kembali tumbang seperti tadi, aku pun ikut berdiri di sisinya sembari menahan lengan ibuk. "Anda sudah keterlaluan! ""Kenapa? " Mbak Melinda tetap meninggikan nada suaranya meski yang ia hadapi kini adalah orang tua. Wanita itu bahkan tak segan untuk berkacak pinggang dengan angkuh. "Apa yang saya katakan tadi benar kan? Ibu kira dengan wajah anakmu yang tak seberapa cantik itu bisa memikat laki-laki kaya tanpa bantuan dukun? ""Saya membesarkan anak saya dengan tata krama dan juga agama yang kuat. Jadi Sufi tidak mungkin melakukan hal itu! Bu Melinda jangan sembarangan menuduh!""Jika memang seperti itu, lalu mengapa sekarang ia hidup sebagai perusak rumah tangga orang?! "Ibuk terdiam. Aku dan bapak pun tak mampu menjawab. Kami semua tergugu oleh pertanyaan itu. "Jika memang ia di ajari tata krama dan agama, mengapa ia se

    Last Updated : 2024-12-10
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   75. Kesalahan Yang Terkuak

    Tidak. Nyatanya bapak tak memberikan tamparan seperti apa yang aku pikirkan. Pria paruh baya itu hanya diam dan membiarkan hanya ibuk yang melemparkan tanya. Dan dengan terpaksa aku pun menceritakan semuanya pada kedua orang tuaku. Hal hal yang selama ini aku sembunyikan dengan rapat tak bisa kucegah untuk terkuak. Aku membenarkan bahwa aku memang memiliki hubungan dengan Pak Lurah. Itu bahkan sudah berlangsung lama. Dan aku sama sekali tak memiliki niatan untuk mengakhiri hubungan ini. Apalagi sekarang kami sudah menikah--aku masih menyimpan rahasia ini karena aku tak ingin membuat keluargaku semakin syok. Hari ini sudah sangat buruk, kenyataan bahwa aku adalah seorang selingkuhan pria beristri, yang ironisnya adalah seorang Lurah di kampung ku sendiri, tentunya itu sudah sangat mengguncang batin kedua orang tuaku. Aku tak mau menambahinya lagi dengan statusku yang kini sudah menjadi istri Mas Suryo. Apalagi, kami hanya menikah siri, bahkan tanpa restu dari orang tua. Ini adalah s

    Last Updated : 2024-12-11
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   76. Mengendap-Endap

    Ponselku bergetar beberapa kali sejak lima belas menit terakhir. Ada banyak pesan dari Mas Suryo yang menanyakan perihal kepulanganku ini. Meskipun sebelumnya aku sudah pamit dan mendapatkan izinnya untuk bermalam di rumah orang tuaku, nyatanya, pria yang kini menjadi suamiku itu masih saja belum sepenuhnya rela aku menginap. Setelah kami pindah dan menghabiskan waktu berdua, Mas Suryo memang jadi makin rewel dan manja jika ditinggal sebentar saja. Dan aku yakin sikapnya akan makin menjadi karena sejak tadi aku sama sekali tak membalas pesan darinya. Pikiranku masih begitu penuh dengan peristiwa kedatangan Mbak Melinda tadi sore yang mengejutkan semua orang. Bagaimana wanita itu dengan berani membeberkan semuanya di depan keluargaku. Bagaimana aku terpaksa membuka rahasia terbesarku sebagai seorang selingkuhan. Bagaimana bapak yang memerintahkan agar aku mengakhiri hubunganku dengan Mas Suryo. Semuanya berjejalan di dalam otak. Sangat menyesakkan seperti akan meledak.Aku tidak tau

    Last Updated : 2024-12-13
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   77. Mengungkap Rahasia Yang Sesungguhnya

    Sudah sepuluh menit yang lalu bapak membukakan pintu. Meski tak ada suara pukulan atau perdebatan sengit seperti yang pikiran burukku bayangkan, namun tetap saja hatiku tak bisa tenang barang sedetik saja. Jantungku terus berdebar cepat, aku juga harus berkali-kali menarik nafas panjang agar tak bertambah panik. Aku sangat ketakutan sekarang, sampai telapak tanganku pun basah oleh keringat dingin. Aku sangat penasaran dengan apa yang bapak dan Mas Suryo bicarakan di ruang tamu. Tadi saat aku ingin membuka pintu, bapak langsung melarangku dan berkata untuk segera masuk kamar. Aku tentu saja langsung menyerukan ketidak-mauanku, namun bapak mempemperingatkanku bahwa ia akan mencincang tubuh Mas Suryo dengan parang miliknya jika aku tak menurut. Karena takut bapak benar-benar serius dengan ucapannya, tak ada yang bisa aku lakukan selain patuh. Namun tentu saja, itu hanya aku lakukan sebentar karena setelah bapak sudah duduk dan mengobrol dengan pria yang kucintai di depan sana, aku langs

    Last Updated : 2024-12-14
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   78. Terungkap

    Aku masih terisak dalam pelukan Mas Suryo saat bapak menyentak tanganku kuat untuk menjauh dari pria itu. "Enggak tau malu sekarang, ya? " Bapak mendesis sembari melotot. "Kalian itu bukan muhrim tapi sudah berani nempel kayak lem. Di depan orang tua pula! "Sekali lagi ia menyeretku, kali ini hingga aku berdiri dan meninggalkan Mas Suryo duduk di kursi sendirian. "Pak! " Aku mencoba melepaskan cengkraman bapak dari lenganku. "Sakit, Pak. Lepas! ""Masuk ke kamarmu sekarang! ""Enggak mau! ""Ngelawan kamu sama Bapak?! ""Tunggu dulu, Pak! " Akhirnya Mas Suryo berseru menghentikan perdebatan kami. Ia ikut beringsut berdiri dan melangkah pelan ke arahku. "Ada yang ingin saya bicarakan dengan Bapak, " tuturnya saat telah saling berhadapan. Aku yang semula menatap wajahnya bingung langsung merasa was-was saat Mas Suryo balik menatapku sembari tersenyum tipis. Tanganku yang mulai gemetaran karena tahu apa maksud ucapannya kemudian pria itu genggam dengan erat. "Sebenarnya... ""Mas

    Last Updated : 2024-12-15
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   79. Masih Sangat Rindu

    "Jangan cemberut, " Ucapku sembari mengecup bibirnya yang manyun. Belum cukup untuk membuatnya tersenyum, aku menambah satu kecupan lagi. "Nanti gantengnya ilang, lho. ""Udah seminggu, Yang. " Aku tersenyum saat Mas Suryo mulai melarikan tangannya untuk meraih punggungku mendekat. "Enggak bakal cukup kalau cuma dikasih dua kecupan kecil. "Aku terkekeh. Menggosokan hidungku yang mungil pada hidungnya yang mancung seperti milik para pria eropa. "Puasa dulu, ya, " bisikku mendayu. "Kita masih ada di rumah bapak. ""Ya udah, ayo pulang sekarang. "Tapi sayangnya aku harus menggelengkan kepala. Bukannya tak mau--tentu saja aku mau, aku pun sangat sangat merindukannya--namun kondisi keluargaku masih kacau. Aku harus tetap ada di sini setidaknya sampai mereka lebih tenang. "Aku enggak bisa pulang sekarang, Mas, " Ucapku memulai dengan tenang. "Tapi aku janji aku bakal tetep pulang secepatnya buat kamu. Sabar sebentar lagi ya? "Mas Suryo menghela nafas. "Kapan? "Aku menggedikan bahu. "E

    Last Updated : 2024-12-17
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   80. Janji Seorang Suami

    Aku hanya menatap datar pria yang sedang nyengir lebar dihadapanku. Mau mengeluh tapi memang seperti itulah sikapnya. Tidak sabaran. Ini bahkan masih pukul enam pagi. Aku belum mandi dan hanya sempat mencuci muka. Hari minggu seharusnya untuk beres beres rumah dan aku bahkan belum melakukannya, bahkan belum memulainya. Adikku, Ratna bahkan masih ngorok di kamarnya. Tapi pria ini, Mas Suryo sudah berdiri di depan pintu rumah orang tuaku dengan dandanan rapi. "Mas, Ngapain? ""Mau jemput kamu lah, Yang. ""Ini masih jam berapa? " tanyaku menahan gemas. Pria itu hanya menggedikan bahu dengan santai, "lebih cepat, lebih baik. "Aku menghela nafas sembari mengusap wajahku dengan kedua tangan. Merasa sangat lelah padahal ini masih sangat pagi untuk merasakan itu. Apa ia tak takut dipukul lagi oleh bapak? Karena tak tega mengusirnya seperti semalam, akhirnya aku pun membukakan pintu lebih lebar dan mempersilahkannya masuk. Mas Suryo sempat akan memelukku namun aku segera mendorongnya

    Last Updated : 2024-12-18

Latest chapter

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   103. Persekongkolan Busuk

    " Belum tidur, Yang?" Aku mengalihkan mataku dari pemandangan gelapnya malam dibalik jendela kaca ketika kudengar mas suryo memasuki kamar. Pria tampan itu kini terlihat lusuh. Kemeja yang ia kenakan dari siang masih ia pakai padajal sudah lecek dan kusut. Sinar wajahnya begitu lelah. Sepertinya obrolan panjang duamiku bersama ayah dan beberapa orang penting di kelurahan cukup alot dan banyak memguras energinya. Ia yang biasanya penuh dengan semangat pun kini hanya bisa terduduk diranjang dengan lesu. "Maaf ya, mas. Aku nggak bisa bantuin apa-apa." Aku mendekatinya dan duduk berhadaoan. "Aku cuma bisa bikin kekacauan." "Sst, sudah beraoa aku bilang sih sayang, ini semua bukan salah kamu." Ia berucap lembut sembari merengkuhku dalam oelukan. "Kamu jangan mikir yang macam-macam. Mas bakalan jagain kamu, nggak bakalan bikin kamu kenapa kenapa. Semuanya bakal mas beresin seceoatnya. " Aku mengangguk, makin merangsek dalam pelukannya yang hangat. "Aku percaya kamu, mas." "Kita bisa

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   102. Jaga Jarak Aman

    Sebenarnya ada apa? Apa yang sedang terjadi?Aku meremas jemariku dengan hati gekisah. Mas suryo masih bungkam namun dari raut wajahnya yang tegang aku tau bahwa semuanya tidak baik baik saja.Siapa yang menghubunginya tadu? Kabar apa yang diterimanya? Sebegitu buruk ya kah sampai suamiku terguncang seperti ini?"Mas?"Tak sanggup menahan diri lebih lama dalam keterdiaman, akuoun memecah kesunyian yang mencekam itu dengan memanggilnya pelan. "Sebenarnya ada apa?" Aku memegang oengannya lembut.Mas suryo menoleh. Dari raut wajahnya aku tau pikirannya kini tengah berkecamuk."Nanti, yang..." Ia balas menggenggam jemariku, menyalurkan kekuatan. " Nanti aku jelasin semuanya. Yang pentingbkita harus pergi ke tempat yang aman duku."Meskipun belum cukup puas karena beoum mendapatkan jawaban yang aku inginkan namun sekarang aku hanya bisa menurutinya. Aku harus menahan diri dan bersabar sebentar.Tak lama berkendara aku akhirnya tau kemana mas suryo membawaku. Itu adalah kediam utama kedua

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   101. Semua Orang Akhirnya Tau

    hari ini aku bangun dengan tubuh super lemas. Bedanya, kemarin karena aku digemour habis habisan olehas suryo semalaman suntuk, sementara hari ini entah katena apa. Mungkin aku sedang tak enak badan, kena gejala fDualu, atau masuk angin, entahlah. Yang jelas, saat aku terbangun aku sudah tak memikiki energi. Mulutku terasa pahit, mual juga masih sering hilang timbul. Udaea pegunungan yang biasanya kurasakan segar malah kini membuat tububku memggigil bak orang pesakitan. Aneh sekali...aneh... "Makan duku ya? Dari kemarin kamu belum makan yang?" Mas suryo menyendokan sop hangat yang kutolak mentah-mentah. Aku caoek mencoba menelan apapun karena nantina akan kumuntahkan juga semuanya. Lebih baik tak makan saja sekalian walaupun jadinya oemas begimi. "Dikit aja, sayang. Kalo iamu kayak gini terus kaoan sembuhnya?" "Tapi aku mual," aku menatap mas suryo dengan mata berkaca akaca. Mas suryo menghela nafas oanjang, lelah juga mu gkin menghadapiku yang dalam mode keras kepala. "Atau ma

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   99. Selayaknya Gejala

    Aku mengerjap dan menghela nafas panjang begitu mendengar mas suryo terus terusan bergerak gelisah di belakang. Ini sudah hampir tengah malam, waktunya untuk terlelap namun pria besar itu dari tadi belum juga mau tidur. Aku yang sudah sangat mengantuk karena seharian lelah jalan-jalan kesana kemari pada akhirnya jadi terganggu oleh tingkah polah suamikuyang entah sedang kesurupan apa sampai tak mau diam bagai cacing kepanasan. "Kenapa sih mas? " Aku yang jengah dengan sikap suamiku pun membalikan badan untuk berbaring menghadapnya. Mas Suryo terkejut. Ia mengerjap beberapa kali sebelum merangsek mendekat. Entah mengapa setelah itu ia beberapa kali kedapatan menghela nafas panjang seolah sedang menenangkan diri. Suamiku ini kenapa sih? "Kenapa bangun? Udah tidur aja gih, " ujarnya singkat. Tangannya mengelus pipiku dengan lembut. Jakunnya naik turun seperti kesusahan menelan air liur. Sikapnya ini benar benar aneh. Apa mas Suryo tengah menyembunyikan sesuatu? "Gimana mau tidur

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   98. strawberry

    Tubuhku remuk. Semuanya terasa sakit sekali sampai rasanya aku tak mampu bergerak sedikitpun dari kasur. pergulatan kami semalam sungguh menguras energiku sampai tak bersisa. bahkan mungkin aku harus bersyukur dengan kenyataan tak sampai jatuh pingsan, walapun tentu saja terbaring lemah seperti ini pun sangat menyiksa. "Sarapan dulu, Yang." Aku menoleh penuh kemalasan ketika Mas Suryo memasuki kamar dengan membawa dua mangkuk bubur ayam dan teh hangat. Melihat lelaki itu yang sudah rapi menggunakan stelan kasual, segar bugar dan bahkan wajahnya begitu bercahaya membuatku mendengsus. Tiba tiba saja aku merasa jengkel sendiri. Kenapa suamiku bagai baru disuntik satu ton vitamin sementara keadaanku layaknya korban yang habis hanyut terkena banjir bandang begini sih. "Kenapa lagi? Kok malah cemberut?" Ia duduk di sampingku yang masih rebahan. Tangannya mengelusi wajah yang luar biasa lusuh. "Ya gara gara siapa badanku remuk kaya habis ditabrak gerobak!" Bukannya menyesal mas Su

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   97. Meledak Nikmat

    Tak mendapatkan respon positif seperti yang aku bayangkan sebelumnya--bahwa Mas Suryo akan senang melihatku berpakaian minim--aku yang cukup kecewa akhirnya hanya bisa menunduk setelah mencelupkan diri pada air kolam. Kepulan uap hangat terangkat ke udara, menciptakan kabut tipis di antara udara pegunungan yang dingin. Aku duduk di samping suamiku yang terus terdiam. Di antara kami ada jarak, tak terlalu lebar memang, namun tetap saja aku merasa sedih karena Mas Suryo benar-benar tak menanggapi dengan antusias usahaku untuk menyenangkannya. Apa sekarang ia berpikir aku norak? Apa kain kurang bahan yang kupakai ini sangat jelek sehingga dia bahkan tak berniat melirikku? Apa aku terlihat murahan? Tapi dia suamiku. Bukankah hal yang wajar memakai pakaian seksi di depan suami? Apakah sebenarnya ia tak suka jika pasangannya berlaku agresif seperti ini? Apa aku sudah berlebihan? "Mas? " Aku memanggil dengan lirih. Menautkan jemari dan meliriknya yang sekarang seolah menjelma jadi patu

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   96. Honeymoon Dadakan

    Aku menatap takjub sekelilingku yang menampilkan pemandangan dari ketinggian. Dari sini aku bisa melihat rumah-rumah di bawah sana terlihat begitu kecil. Di bawah payung lebay yang menaungi kami dari terik matahari, aku dan Mas Suryo rehat sejenak setelah menempuh perjalanan panjang. Ia bilang penginapan yang kami tuju masih setengah jam lagi sampai. Karena hari sudah siang dan kami merasa lapar, kami pun akhirnya mampir dan memesan satu set nasi rames di warung pinggir jalan. Jalanan cukup ramai karena ini memang sedang masanya libur panjang. Banyak orang dari berbagai kota yang datang ke daerah pegunungan ini untuk melepas penat. Pemandangan serba hijau ini tentunya sangat tepat untuk dijadikan penyegar mata. Menyeruput teh hangat, aku menyendok menu makan siangku dengan riang. Di hadapanku Mas Suryo sedang mengunyah setusuk sate kambing, nasi ramesnya sudah lebih dulu ia habiskan sejak tadi. Seperti biasa, perutnya yang seperti karet itu tak akan kenyang sebelum dijejali seti

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   95. Diledek Habis-Habisan

    Aku menggeliat kecil dan membuka mata. Meraba bawah bantal dan menemukan ponsekku berada. Sudah hampir pukul setengah lima pagi. Menoleh ke samping, aku menemukan Mas Suryo yang masih terlelap. Ia tidur dalam posisi tengkurap hingga punggungnya yang lebar dan polos terpampang nyata pada dunia. Mengguncang bahunya beberapa kali, aku kemudian berbisik lirih di dekat telinganya. "Mas, bangun. Udah mau subuh. Mandi yuk. "Pria itu hanya menggeliat. Matanya enggan terbuka. Aku terkekeh kecil dan dengan sabar memberikan beberapa kecupan di pipinya. "Mas... Ayo bangun.""Ngantuk, Yang.... Hngggg. " Kini pria itu bergerak telentang. Aku menunggu hingga akhirnya matanya perlahan terbuka sebelum beringsut dan memberinya satu kecupan lagi tepat di rahangnya yang tegas. "Yuk, mandi sekarang. Mumpung masih sepi. "Ia menolehkan kepala padaku sebentar sebelum mengangguk. Tapi sebelum benar-benar bangkit, tangannya lebih dulu terulur meraih pinggangku mendekat hingga tubuh kami yang masih polos d

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   94. Bermalam Di Rumah Bapak

    "Mas? " Bagaimana bisa suamiku ada di sini sekarang? Apakah ia tahu bahwa aku pergi dan langsung menyusul kesini? "Yang! " serunya sembari mencopot helm dengan tergesa. "Kamu kenapa ninggalin aku?! " Aku tak tau mengapa ia kesal karena seharusnya aku lebih kesal sekarang. Memang siapa yang tak akan kesal jika disuruh membiarkan suaminya menginap dengan wanita lain? Meskipun Mbak Melinda masih berstatus istrinya tapi tetap saja aku sakit hati. Apalagi setelah itu aku juga diusir begitu saja tanpa perasaan. Hewan pun juga bakalan menangis jika diperlakukan dengan begitu tega! Apalagi manusia biasa sepertiku? "Kenapa? Bukannya ibumu menyuruh Mas buat nginep sama Mbak Melinda? " Aku menatapnya memicing. Aku tau Mas Suryo tidak salah karena ia tak tau dengan rencana ibu mertua, tapi entah mengapa aku ingin melampiaskan kekesalanku padanya. "Kenapa Mas malah nyusul kesini? Sana tidur sama menantu kesayangan ibumu itu. Dia pingin kalian rujuk kan! " "Kok kamu marah-marah sih, Yang?

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status