Aku menahan tawa, karena pertanyaannya yang sangat lucu. Bagaimana bisa mengepel lantai disebut permainan, padahal sudah jelas sekali aku mengeringkan lantai dengan cara itu. Aku merasa kalau Ara bukan berasal dari dunia lain, tapi lebih merasa seperti dia anak kecil yang belum tahu tentang apapun. Tapi menurutku dia lebih menggemaskan dibandingkan anak kecil, wajahnya yang kecil dengan mata yang sedikit besar dan hidung mancung terlihat sangat imut. Garis wajahnya sangat sempurna bagiku, jarang sekali melihat wajah perempuan kecil namun berkarakter sepertinya. Bahkan menurutku dia lebih cocok untuk jadi tokoh dalam novel, karena sosoknya lebih tepat untuk dibayangkan dan bukan kenyataan."Itu tadi bukan permainan, Ara. Aku membersihkan dan mengeringkan bekas air yang tercecer tadi. Apa ditempatmu juga tidak ada yang namanya mengepel lantai?""Mengepel lantai? Aku kira tadi kamu sedang bermain dengan tongkat dan air.""Hahaha...kamu sangat lucu, Ara. Maaf aku tidak bisa menahan tawak
Aku mengambil pesanan, yang di tinggalkan oleh kurir di depan pintu setelah tadi membunyikan bel. Ayam goreng yang kupesan ini adalah salah satu langgananku, karena rasanya yang tidak pernah mengecewakan. Dulu aku sering pesan ayam goreng ini untukku makan bersama nenek, saat aku tidak sempat memasak makanan untuk beliau. Semoga saja pilihan makananku ini tidak salah,dan Bisa cocok dengan lidah Ara.Aku langsung bergegas menuju dapur untuk menata ayam goreng di atas piring, sebelum aku memanggil Ara untuk keluar dari tempat persembunyiannya. Sebenarnya masih ada rasa khawatir jika aku tidak melihatnya seperti sekarang, aku takut kalau dia tiba-tiba menghilang lagi walaupun kotak tadi sudah tidak berfungsi. Jika ia kembali, aku tidak akan tahu lagi bagaimana cara dapat bertemu lagi dengannya. Secara saat ini penghubung diantara kami hanya kotak itu, tapi kini kotak itupun sudah tidak dapat digunakan lagi."Ara! Kemarilah! Aku sudah selesai menyiapkannya."Kekhawatiranku bertambah saat
"Jadi kamu suka?""Aku sangat suka! Bagaimana bisa rasanya seperti ini? Aku baru pertama kali merasakan sesuatu yang seenak ini."Tatapan matanya yang berbinar, membuatku ikut mengulum senyum. Aku sendiri sangat bahagia, bisa membuat Ara terlihat bahagia seperti sekarang hanya dengan ayam goreng. Aku jadi membayangkan hal-hal di masa depan bersamanya, sambil terus melihatnya yang bahagia seperti saat ini. Memang terdengar sangat konyol saat ini, tapi aku berharap bisa melihat dan berada disisinya seperti ini terus kedepannya."Sudah aku bilang kan, kalau makanan ini sangat enak. Makanlah yang banyak, agar energimu yang terkuras tadi bisa kembali. Besok aku akan masak makanan yang lebih enak dari ini, jadi nikmatilah saat ini dan jangan terlalu banyak pikiran.""Terima kasih, Deffa. Kamu sangat baik sekali. Maaf aku harus merepotkanmu seperti ini.""Aku tidak merasa kerepotan sama sekali, aku malah senang kalau kamu bisa merasa nyaman denganku."Aku menjawabnya sambil memperlihatkan se
(Dimensi Ignis)Beberapa orang dengan pakaian serba hitam, dengan salah satunya yang memiliki lencana api di sarung pedangnya. Tampak tergopoh-gopoh berlari menuju satu ruangan, yang sangat terang dengan cahaya api yang menyinari seluruh ruangan itu. Di dalam ruangan itu ada sosok pria yang sedang duduk di kursi yang berada di tengah ruangan itu. Pria itu memiliki tanda api di salah satu bola matanya, yang membuatnya terlihat berbeda dibandingkan dengan semua orang yang berpakaian sama.Suasana mencekam langsung terasa, saat memasuki ruangan itu. Semua orang tampak tunduk bersimpuh dihadapannya, namun orang yang memiliki lencana di sarung pedangnya nampak akan mengatakan sesuatu. Hal itu mendapat perhatian dan tatapan tajam, dari sang pemilik mata api. "Pangeran, sepertinya takdir yang disebutkan dalam ramalan benar-benar terjadi. Apakah pangeran yakin akan melakukan ini seorang diri?""Ini sudah menjadi takdirku, untuk membalaskan dendam kedua orang tuaku. Apakah kalian sudah memast
"Apakah pangeran akan masuk lebih dulu? Bagaimana jika ada sesuatu yang berbahaya, dan mengancam keselamatan dibalik portal itu? Lebih baik saya yang terlebih dulu masuk ke dalam sana.""Tidak apa-apa, aku sudah siap menghadapi apapun yang ada dibalik sana. Kamu ikuti aku di belakang.""Baik, Pangeran."Kenzo langsung masuk ke dalam portal, tanpa ada rasa gentar. Diikuti Phineas yang masuk kemudian, diiringi sorakan dari seluruh penduduk Dimensi Ignis.Di dalam lorong dimensi, dua sosok itu tampak terombang ambing. Namun mereka berdua terlihat tetap tegak, dengan posisi bertahan tanpa ada rasa takut sedikitpun. Hingga tiba di ujung lorong, mereka melihat cahaya terang yang membuat mata mereka buta sementara.***(Dimensi Bumi)Disaat bersamaan, ketika Deffa dan Ara sedang makan di ruang makan. Dari kotak yang sudah disimpan kembali oleh Deffa dengan baik di kamar nenek, terbuka dengan sendiri secara tiba-tiba. Cahaya terang kembali keluar dari dalam kotak itu, tanpa ada seseorang yang
Pagi ini entah kenapa, aku lebih bersemangat saat bangun tidur. Rasa lelah yang setiap pagi aku rasakan, tidak terasa saat ini. Padahal jika hari-hari biasanya, aku lebih sering mematikan alarmku dan kembali menarik selimut untuk tidur lagi. Namun saat ini aku malah memasang alarm lebih pagi dari biasanya, dan tanganku tidak berusaha menarik selimut kembali.Begitu mendengar alarm, aku langsung bangun tanpa menunda sama sekali. Ini salah satu rekorku bangun pagi, setelah kepergian nenek. Dulu neneklah yang selalu membangunkan aku, jika alarm sudah tidak berfungsi. Tapi kini sepertinya sosok nenek yang membangunkanku dulu, sudah sedikit tergantikan dengan kehadiran Ara.Mungkin memang Ara salah satu penyemangatku saat ini, selain itu aku juga masih merasa cemas jika ternyata Ara sudah kembali ke tempat asalnya tanpa ada ucapan perpisahan. Bisa saja kotak itu mengembalikan Ara ketempat asalnya secara otomatis, karena kerusakan lorong dimensi itu. Namun Jika benar itu terjadi pasti aku
Aku mengatakannya saat sudah puas melihat Ara, dan kembali menemukan suaraku yang tadi sempat tercekat saat melihatnya. Ara yang mendengar ucapanku, terlihat mulai sedikit paham dengan apa yang aku lakukan tadi dan apa yang kuucapkan barusan. Mungkin dia sudah tahu dengan membaca pikiranku saat ini, tapi aku tidak peduli dengan itu. Aku memang ingin agar dia tahu apa yang aku pikirkan saat ini, dan mengerti akan perasaanku. Walaupun aku juga tidak terlalu berharap, kalau dia memiliki perasaan yang sama denganku. "Maaf jika membuatmu khawatir, Deffa. Aku hanya pergi melihat-lihat isi rumah ini, aku sangat tertarik dengan banyak hal di rumah ini.""Apa kamu tidak bisa tidur nyenyak, karena berada di tempat baru? Apalagi perbedaan waktu antara dimensi kita?""Tidak, Deffa. Aku tidur sangat nyenyak semalam, entah kenapa aku seperti bisa menyesuaikan waktu di tempat ini.""Apakah kamu yakin? Bukan hanya karena kamu ingin menyenangkanku bukan?""Aku serius, Deffa. Aku bahkan merasa badank
"Apakah terlalu pedas? Kalau kamu tidak suka tidak perlu dipaksakan.""Bukan seperti itu, Deffa. Memang ini pertama kalinya aku merasakan rasa yang seperti ini, tapi rasa yang menggelitik lidah ini aku sangat suka""Syukurlah kalau kamu suka. Aku kira kamu tidak akan cocok dengan rasa itu, sebenarnya rasa pedas yang asli seperti membakar lidah. Tapi rasa itu membuat kita semakin nikmat untuk makan, dan membuat ingin terus makan.""Jadi ada rasa yang lebih pedas dari ini? Ini benar-benar sangat enak Deffa, aku mau mencoba yang lebih pedas lagi!"Begitulah Ara kalau sudah bersemangat, padahal dipertemuan pertama kami dia terlihat sedikit menakutkan dengan suaranya yang mengancam. Siapa mengira kalau ternyata sifatnya seperti sekarang ini, bahkan dia terlihat sangat imut dengan sifatnya itu. Sikap garang yang dia perlihatkan waktu itu benar-benar sudah hilang, mungkin karena kini dia mulai nyaman denganku. Bolehkan jika aku sedikit percaya diri tentang ini, aku hanya ingin mempercayai kal
"Bukankah tidak masalah, kitakan suami istri, Ara," ucapku dengan nada menggoda."Tetap saja... Aku malu, Deffa. Kamu tidak mengatakan apa-apa sebelumnya."Jawaban Ara malah membuatku semakin semangat untuk menggodanya, wajah merahnya terlihat sangat menggemaskan saat ini."Jadi kalau aku bilang sebelumnya, kamu akan mengizinkannya?" tanyaku semakin menggoda Ara."Emb... Entahlah! Kamu benar-benar jahat, Deffa!""Kenapa aku yang jahat? Aku hanya bertanya, Ara," jawabku membela diri.Namun ucapanku tidak dihiraukan olehnya, dan aku hanya bisa membujuknya untuk tidak marah kepadaku. Ara langsung keluar dari ruang kesehatan, tanpa memperdulikan panggilanku.Entah Ara benar-benar marah, atau dia hanya menyembunyikan rasa malunya dariku. Tapi aku tidak ingin terlalu lama seperti ini, padahal aku sudah sangat bahagia bisa bersama dengannya terus seperti ini.Saat aku menyusulnya keluar dari ruang istirahat, ternyata Ara kembali membaca buku catatan selanjutnya. Aku mencoba mendekatinya, dan
Aku mengikuti arah yang Ara tunjuk, dan melihat tulisan yang ada di buku itu. kemudian membacanya dengan suara yang cukup lantang, sesuai apa yang diminta olehnya."Semua penerus dari masing-masing dimensi, akan melanjutkan penelitian untuk menciptakan dunia yang indah bagi semua dimensi.""Bukankah penelitian itu yang dimaksud dalam buku ramalan tadi, Deffa?""Sepertinya benar, Ara. Dan hasil penelitian itu, hanya bisa membuat bumi yang memiliki tanaman dan hewan semakin berkembang dengan api dan teknologi. Sedangkan di dimensi Eunoia sudah memiliki satu jenis 'Non Human', mungkin itu juga hasil penelitian itu.""Jadi hanya pemilik api, yang belum bisa mendapatkan manfaat dari penelitian. Dan menjadikan mereka marah dan menghentikan penelitian itu?""Entahlah, Ara. Kita tidak bisa menilai hanya seperti itu, aku merasa tidak mungkin hanya itu akar dari permasalah ini. Jika memang hanya itu, tidak mungkin semua terasa rumit seperti ini."Kami sama-sama diam dengan pikiran masing-masing
Aku sedikit terkejut dengan pertanyaan Ara, entah karena aku terlalu fokus dengan buku ini atau masih memikirkan tulisan terakhir itu. Aku menatap Ara berusaha tersenyum untuk menyembunyikan perasaanku saat ini, agar terlihat seperti biasa saja."Aku baik-baik saja, Ara. Lebih baik kita lanjutkan membacanya. Bagaimana kalau kita lanjut dengan buku rangkuman yang kamu temukan?""Sebenarnya aku menemukan rangkuman yang lain, Deffa. Setiap keturunan dari dimensi Eunoia, sepertinya memiliki buku catatan itu.""Mengapa hanya dimensi Eunoia yang memilikinya? Apakah orang tuaku tidak meninggalkan catatan apapun?""Entahlah, aku hanya menemukan buku-buku ini, Deffa."Aku melihat semua buku yang ditemukan oleh Ara, sambil memperhatikan dengan seksama. Mereka memiliki bentuk fisik yang hampir sama, yang membedakan hanyalah angka yang sepertinya nomor urut yang tertulis bersebelahan dengan tulisan 'Summary' dan bahan kertas yang digunakannya.Ternyata apa yang dikatakan oleh Ara benar, mungkin b
Ara menunjuk sebuah lukisan yang terpajang di salah satu dinding, dalam lukisan itu tergambar lambang yang ada di ujung kunci dan pintu masuk ruangan. Namun yang membedakan, lambang itu terlihat lebih jelas dengan tiga dimensi yang menjadi lambang utamanya."Jadi arti lambang itu adalah penggabungan tiga dimensi?""Sepertinya begitu, Deffa. Lebih baik kita mencari tempat terlebih dahulu, untuk membaca buku-buku yang sudah kita temukan tadi.""Iya, Ara. Lebih baik kita mengetahui semua hal terlebih dahulu, daripada kita hanya menebak-nebak semuanya."Aku dan Ara berjalan menuju salah satu meja yang cukup luas, kemudian meletakkan semua buku yang kami bawa di atasnya. Ternyata buku yang kami kumpulkan lumayan banyak, karena masing-masing dari kami menemukan cukup banyak buku yang bersangkutan."Kita akan membaca dari buku yang mana?""Bagaimana menurutmu, Ara? Apa lebih baik kita membaca hal baik atau hal buruk terlebih dahulu?""Emb... Lebih baik kita ketahui hal buruknya terlebih dahu
Aku mendekat ke arah Ara, yang saat ini berada di depan meja di ujung ruangan ini. Tatapannya mengarah ke dalam laci meja yang sudah dibukanya, sambil sesekali mengarahkan pandangannya ke arahku untuk segera datang."Apa yang kamu temukan, Ara?" tanyaku sambil melihat ke dalam laci meja itu."Sepertinya ini sebuah buku catatan, Deffa. Terlihat disana tertulis 'Summary' di sudut sampulnya, bukankah itu tandanya itu sebuah rangkuman?""Sepertinya dugaanmu benar, Ara. Bisa jadi kita bisa tahu apa yang terjadi kepada orang tua kita, dan kita tahu permasalahan apa yang akan kita hadapi."Dugaanku untuk mencari petunjuk di ruangan ini sepertinya tepat, karena semua petunjuk hampir kami temukan semuanya. Dalam hati aku sungguh berharap jika hal yang akan kami hadapi bukanlah hal yang berbahaya, tapi mengingat kematian kedua orang tuaku yang begitu tiba-tiba membuatku ragu akan hal itu."Sebenarnya aku juga menemukan sesuatu, Ara. Tapi aku tidak yakin kalau ini hal bagus, aku menjadi memiliki
"Sepertinya benar, Ara. Tapi entah kenapa aku merasa ruangan ini berbeda, daripada ruangan yang aku ingat saat kecil.""Aku juga merasa seperti itu, Deffa. Apa kita salah ruangan?""Aku yakin kalau ini ruangannya, Ara. Pasti ada sesuatu yang tersembunyi di sini."Aku melihat sekitar, ruangan ini hanya terlihat seperti perpustakaan yang ada di bumi. Di dalam sini terasa hangat, padahal tidak ada yang pernah masuk ke dalam ruangan ini setelah kepergian orang tua kami.Aku berusaha mencari sesuatu yang tampak aneh, namun cukup lama aku melihat hingga sudut-sudut ruangan tetap tidak menemukan keanehan itu. Sedangkan Ara malah tertarik dengan sebuah buku, dan dia kini sedang membacanya dengan wajah yang tampak serius."Buku apa yang kamu baca, Ara?""Deffa, lihatlah! Sepertinya buku ini menceritakan tentang kita dan keluarga kita."Aku sedikit ragu dengan apa yang dikatakan oleh Ara, karena tidak mungkin sebuah buku dibuat untuk menceritakan keluarga kami. Tapi melihat sampul buku saat Ara
Ara langsung berlari ke arahku, untuk melihat benda yang aku maksudkan. Dan saat dia melihat benda itu, sepertinya memang dia mengingat benda ini. Walaupun benda ini lebih berguna untuk Ara, dibandingkan aku yang menggunakannya."Deffa, ini kan jam tangan dimensi. Apa benar ini bisa menjadi petunjuk? Padahal aku selalu memakainya saat di dimensi Eunoia, karena kakak terus menyuruhku memakainya.""Jadi kamu tidak ingat fungsi dari jam ini, Ara?""Aku hanya ingat kalau itu jam tangan dimensi, emb... Sepertinya aku masih tidak ingat kalau tentang fungsinya."Aku cukup bingung dengan jawaban yang dia berikan, padahal kini aku paham dengan semua keganjilan tentang Ara karena jam ini. Benda itu tidak jauh berbeda, dengan jam tangan digital yang ada di bumi. Namun fungsi dari jam ini sangat luar biasa, karena dapat menyesuaikan waktu dengan tempat yang sudah diaturkan ke dalamnya.Sepertinya jam ini sudah di atur dengan waktu Bumi, yang membuatku akhirnya bisa menerima dengan perbedaan usia
"Deffa! Bangunlah!"Suara Ara seperti menarikku dari kegelapan, dan akhirnya aku terbangun dan mendapati Ara sedang ada di hadapanku dengan tatapan khawatirnya. Entah apa yang sebenarnya terjadi tadi, kenyataan yang membuatku tidak bisa berpikir secara rasional lagi."Kamu tidak apa-apa, Ara?""Aku baik-baik saja sekarang, Deffa. Tapi tadi benar-benar terasa sangat menyakitkan, tapi entah kenapa sekarang perasaan itu sudah tidak bersisa.""Sekarang kamu juga bisa mengingat semuanya?"Ara mengangguk menjawab pertanyaanku, sambil tersenyum simpul dan wajahnya sedikit memerah. Bagaimana tidak jika ternyata kami sudah menikah saat kecil, itu kesepakatan dari kedua orang tua kami. Walaupun pada akhirnya, orang tua kami jugalah yang memisahkan kami dan membuat kami kehilangan semua ingatan itu."Emb... Jadi sebenarnya kita suami istri... emb... maksudku..." Aku mengatakannya dengan tergagap, namun langsung dipotong oleh Ara."Iya, Deffa. Kita suami istri, tapi sepertinya kita bisa membahas
"Deffa! Maaf aku malah ketiduran barusan!""Tidak apa-apa, Ara. Kamu pasti juga kelelahan, karena memasak juga. Kemarilah! Kita buka kotak ini sekarang."Ara turun dari tempat tidur, dan duduk di bawah tepat di sampingku menghadap kotak. Aku benar-benar penasaran, ragu dan takut disaat yang bersamaan. Jantungku terasa berdetak lebih cepat, dan tanganku sudah berkeringat dingin karena cemas. Padahal saat ini aku baru memegang kotak itu, belum mencoba untuk membukanya.Tiba-tiba perasaanku merasa lebih tenang, saat tangan Ara menggenggam tanganku. Entah dia bisa membaca pikiranku saat ini, atau dia melihat ekspresi cemasku yang menurutku akan terlihat dengan jelas. Tapi perlakuan Ara ini benar-benar memberiku kekuatan untuk lebih berani, entah apa yang aku hadapi setelah ini, selama itu bersama Ara sepertinya aku akan sanggup menghadapinya.Mungkin terdengar sangat berlebihan, tapi itu yang aku rasakan. Mungkin aku bisa menjadi lebih berani, karena berpikir kalau aku tidak sendiri. Dan