***Entah kenapa tiba-tiba aku berada di sebuah ruangan yang cukup terang, tapi aku sama sekali tidak mengenali tempat ini. Disini banyak tiang-tiang tinggi dan tanaman, tapi semua terlihat berwarna putih. Aku merasa tidak pernah sekalipun datang ke tempat seperti ini, tapi anehnya aku merasa sangat familiar dengan semuanya. Bahkan aku seperti tahu tapi juga tidak tahu dengan ruangan apa itu, aku sendiripun bingung dengan perasaan aneh yang aku rasakan sekarang.Padahal yang terakhir kali aku ingat, aku sedang tidur di kamarku. Tapi saat ini aku terbangun di antah berantah, dan aku tidak tahu apa yang aku lakukan di tempat ini. Aku bangun dari tempatku, dan mulai berjalan menyusuri ruangan itu. Seperti ada sesuatu yang menarikku, tapi aku tidak tahu apa yang sedang menungguku di ujung sana. Yang pasti, aku harus menemukan orang lain untuk menanyakan dimana aku saat ini."Apa ini sebuah istana? Kenapa semua tembok terlihat sangat tinggi-tinggi? Bahkan atapnyapun hampir tidak terlihat,
""Tidak, Deffa. Kamu tidak bermimpi.""Bagaimana mungkin aku tidak bermimpi, jika melihat Nenek disini dan sedang berbicara padaku?"Aku mencoba untuk mengucek mataku berkali-kali, untuk meyakinkan apa yang sedang aku lihat saat ini. Karena yang aku lihat tidak mungkin benar-benar terjadi, apalagi ini nenek yang benar-benar aku rindukan setelah kepergiannya."Nenek memang sudah meninggal, tapi di tempat ini Nenek masih memiliki energi yang tersisa untuk menemuimu, Deffa.""Aku tidak mengerti maksud Nenek, tapi aku sangat bahagia bisa bertemu dengan Nenek lagi. Aku sangat merindukanmu, Nek."Aku mendekat dan mencoba memeluk Nenek, dan saat tubuhku memeluknya ada perasaan hangat yang mengalir kedalam tubuhku. Aku menikmati pelukan itu, karena cukup untukku melepas rasa rinduku kepada beliau yang membuatku merasa sangat kehilangan. Aku benar-benar sangat bersyukur saat ini, bisa bertemu kembali seperti ini. Aku merasa seperti kembali menjadi anak-anak, dan saat aku melihat dari pantulan
Aku melihat Ara sedang berada di sampingku, sambil melihatku dengan tatapan panik. Aku teringat kejadian yang baru saja aku alami, tapi melihat kini aku terbangun apa itu artinya kejadian tadi hanya mimpi. Tapi pembicaraanku dengan Nenek cukup terasa nyata,bahkan aku masih ingat dengan jelas setiap kata yang di sampaikan oleh beliau."Tidak apa-apa, Ara. Kenapa kamu bisa berada disini?""Aku tadi mendengarmu teriak-teriak, jadi aku langsung masuk kesini untuk membangunkanmu. Sebenarnya mimpi apa yang membuatmu berteriak-teriak seperti tadi?""Aku sendiri masih belum yakin dengan apa yang barusan terjadi, bisa beri aku waktu? Aku janji akan menceritakan semuanya setelah aku siap.""Baiklah, aku akan menunggumu di luar. Aku akan menonton televisi di ruang keluarga kalau kamu mencariku.""Baiklah. Terima kasih sudah mau mengerti."Aku duduk dengan badan masih bersender di senderan ranjang, sambil menatap lurus ke arah depan tapi pikiranku tidak fokus dengan apa yang aku lihat. Apakah sem
"Begini. Entah kalian akan percaya atau tidak, tapi aku yakin karena semua terasa sangat nyata.""Sebenarnya ini tentang apa?""Biarkan Deffa menjelaskan dulu, Sayang."Begitulah mereka saling melengkapi, yang satu tidak sabaran sedangkan yang satunya lagi sangat penyabar. Sebenarnya aku cukup bingung harus memulainya dari mana, yang kutakutkan mereka akan menganggap semua yang aku ceritakan hanya mimpi semata. Tapi jika aku tidak menceritakannya pada mereka, aku tidak akan bisa menemukan cara mencari teka-teki dari ingatan yang aku lupakan itu. "Mungkin ceritaku ini akan sedikit panjang, apa kalian tidak masalah?""Tenang saja, kita gak akan menyela ceritamu kali ini.""Terima kasih, El.""Cepatlah cerita, kita semua sudah sangat penasaran dengan apa yang terjadi."Semua tampak menunggu aku bercerita, dengan tatapan tertarik dan penasaran yang terlihat dengan jelas."Sebenarnya semalam aku bermimpi. Dan di dalam mimpiku itu, aku berada di sebuah ruangan yang aneh tapi juga terasa fa
"Tentu aku percaya. Walaupun sulit, tapi kita sudah melihat Ara secara langsung. Jadi ceritamu bisa masuk akal dengan semua kejadian ini, apalagi ditambah dengan cerita Ara barusan."Aku cukup terharu dengan ucapan Bima, dia langsung percaya dengan ceritaku tanpa meragukannya sedikitpun. Padahal aku yang memimpikannya saja, masih merasa ragu dan tidak percaya."Kalau begitu, apa kata-kata Nenek yang kamu ingat, Bim?""Itu sudah cukup lama, jadi aku sudah sedikit lupa dan kurang yakin juga."Bima tampak berpikir dengan keras, aku mengerti jikapun dia lupa apa yang dikatakan Nenek padanya. Apalagi pekerjaannya sudah mengharuskannya mengingat segala macam hal, jadi sangat wajar jika dia lupa."Ayolah, Sayang. Kamu pasti bisa mengingatnya, pasti itu akan sangat membantu kita memecahkan salah satu teka-teki yang ada.""Tidak perlu dipaksakan El, jika memang Bima tidak ingatpun tidak masalah.""Sepertinya aku ingat, Deff!""Benarkah, Bim?""Benarkah, Sayang?"Aku dan Eli bertanya secara ber
"Dimana itu, Deff?"Eli bertanya dengan semangat, sepertinya dia malah lebih semangat dibanding aku saat ini. Tapi itu membuatku cukup senang, karena mereka berdua menerima cerita gila ini dengan sangat baik."Kalian ingat kan aku dulu pernah cerita, kalau waktu kecil ada pohon besar di belakang rumah yang dijadikan rumah pohon untukku?""Iya aku ingat, Deff. Tapi bukannya rumah pohon itu sudah dihilangkan beserta pohonnya sejak lama?"Bima tampak bingung dengan apa yang aku maksud, aku sendiri juga hanya menebaknya karena ingatan saat itu hilang timbul."Iya benar, pohon itu sudah lama di tebang.""Terus apa hubungannya sama kita yang sedang mencari kunci, Deff?""Aku ingat waktu kecil punya tempat rahasia, kalau tidak salah aku menyebutnya kapsul waktu. Waktu itu sepertinya aku bersama seorang teman, tapi aku tidak bisa mengingatnya. Namun yang masih aku ingat, kami berdua memendamnya ke dalam tanah di dekat pohon besar itu."Hanya ingatan itu yang masih aku miliki saat masih kecil,
Kamipun langsung membagi tugas, agar kami dapat segera memulai pencarian. Aku dan Bima mendapat tugas mencari sekop atau apapun yang bisa di gunakan untuk menggali tanah, sedangkan Ara dan Eli bertugas membuat minuman yang lumayan banyak agar kami tidak dehidrasi nantinya. Setelah selesai dengan semua persiapan, kami juga membagi area pencarian menjadi dua kelompok,tentu saja Aku dengan Ara dan Bima dengan Eli. Karena tanah di area belakang cukup luas, untunglah aku masih sedikit mengingat area tempat pohon besar itu tumbuh. Karena setelah pohon besar itu ditebang, Nenek tidak menanami apapun di area itu, dan membiarkannya bersih."Kalian semua sudah siap? kita istirahat setiap setengah jam, agar tidak terlalu berat sekalian istirahat, bagaimana?""Begitu lebih baik, Deff. Kasihan Eli dan Ara kalau terlalu lama panas-panasan."Akupun memasang alarm, agar nantinya kami tidak terlena oleh waktu. Setelah siap, kami langsung memulai pencarian kami. Walaupun area yang kami cari sudah sanga
"Bukankah ini hanya selembar kertas?""Iya, benar katamu Sayang. Sepertinya ini hanya sebuah surat buatan anak kecil, Deff? Tidak ada hal lain selain ini, apalagi kunci."Semua tampak bingung dengan isi dalam kapsul waktu itu, tidak ada yang menyangka jika di dalamnya hanya ada secarik kertas. Bahkan tidak ada benda lain lagi, selain kertas yang sudah kusam termakan waktu itu."Aku sudah bilang bukan, kalau aku sendiri tidak yakin kunci itu ada di dalam sana atau tidak.""Sepertinya itu bukan surat biasa, Deffa. Siapa tahu itu tulisanmu yang bisa menjadi petunjuk, dimana kamu meletakkan kunci itu.""Benar juga kata Ara, coba ini kamu baca Deff! Tulisanmu waktu kecil, aku sama sekali tidak bisa membacanya.""Enak saja, tulisanku dulu selalu dipuji oleh Nenek asal kalian tahu. Bahkan tulisanku lebih bagus, daripada tulisan anak lain seusiaku waktu dulu.""Iya, iya percaya. Sudah cepetan baca!"Eli mulai tidak sabaran, mungkin efek kecewa yang dia rasakan setelah menemukan kapsul waktu,
"Bukankah tidak masalah, kitakan suami istri, Ara," ucapku dengan nada menggoda."Tetap saja... Aku malu, Deffa. Kamu tidak mengatakan apa-apa sebelumnya."Jawaban Ara malah membuatku semakin semangat untuk menggodanya, wajah merahnya terlihat sangat menggemaskan saat ini."Jadi kalau aku bilang sebelumnya, kamu akan mengizinkannya?" tanyaku semakin menggoda Ara."Emb... Entahlah! Kamu benar-benar jahat, Deffa!""Kenapa aku yang jahat? Aku hanya bertanya, Ara," jawabku membela diri.Namun ucapanku tidak dihiraukan olehnya, dan aku hanya bisa membujuknya untuk tidak marah kepadaku. Ara langsung keluar dari ruang kesehatan, tanpa memperdulikan panggilanku.Entah Ara benar-benar marah, atau dia hanya menyembunyikan rasa malunya dariku. Tapi aku tidak ingin terlalu lama seperti ini, padahal aku sudah sangat bahagia bisa bersama dengannya terus seperti ini.Saat aku menyusulnya keluar dari ruang istirahat, ternyata Ara kembali membaca buku catatan selanjutnya. Aku mencoba mendekatinya, dan
Aku mengikuti arah yang Ara tunjuk, dan melihat tulisan yang ada di buku itu. kemudian membacanya dengan suara yang cukup lantang, sesuai apa yang diminta olehnya."Semua penerus dari masing-masing dimensi, akan melanjutkan penelitian untuk menciptakan dunia yang indah bagi semua dimensi.""Bukankah penelitian itu yang dimaksud dalam buku ramalan tadi, Deffa?""Sepertinya benar, Ara. Dan hasil penelitian itu, hanya bisa membuat bumi yang memiliki tanaman dan hewan semakin berkembang dengan api dan teknologi. Sedangkan di dimensi Eunoia sudah memiliki satu jenis 'Non Human', mungkin itu juga hasil penelitian itu.""Jadi hanya pemilik api, yang belum bisa mendapatkan manfaat dari penelitian. Dan menjadikan mereka marah dan menghentikan penelitian itu?""Entahlah, Ara. Kita tidak bisa menilai hanya seperti itu, aku merasa tidak mungkin hanya itu akar dari permasalah ini. Jika memang hanya itu, tidak mungkin semua terasa rumit seperti ini."Kami sama-sama diam dengan pikiran masing-masing
Aku sedikit terkejut dengan pertanyaan Ara, entah karena aku terlalu fokus dengan buku ini atau masih memikirkan tulisan terakhir itu. Aku menatap Ara berusaha tersenyum untuk menyembunyikan perasaanku saat ini, agar terlihat seperti biasa saja."Aku baik-baik saja, Ara. Lebih baik kita lanjutkan membacanya. Bagaimana kalau kita lanjut dengan buku rangkuman yang kamu temukan?""Sebenarnya aku menemukan rangkuman yang lain, Deffa. Setiap keturunan dari dimensi Eunoia, sepertinya memiliki buku catatan itu.""Mengapa hanya dimensi Eunoia yang memilikinya? Apakah orang tuaku tidak meninggalkan catatan apapun?""Entahlah, aku hanya menemukan buku-buku ini, Deffa."Aku melihat semua buku yang ditemukan oleh Ara, sambil memperhatikan dengan seksama. Mereka memiliki bentuk fisik yang hampir sama, yang membedakan hanyalah angka yang sepertinya nomor urut yang tertulis bersebelahan dengan tulisan 'Summary' dan bahan kertas yang digunakannya.Ternyata apa yang dikatakan oleh Ara benar, mungkin b
Ara menunjuk sebuah lukisan yang terpajang di salah satu dinding, dalam lukisan itu tergambar lambang yang ada di ujung kunci dan pintu masuk ruangan. Namun yang membedakan, lambang itu terlihat lebih jelas dengan tiga dimensi yang menjadi lambang utamanya."Jadi arti lambang itu adalah penggabungan tiga dimensi?""Sepertinya begitu, Deffa. Lebih baik kita mencari tempat terlebih dahulu, untuk membaca buku-buku yang sudah kita temukan tadi.""Iya, Ara. Lebih baik kita mengetahui semua hal terlebih dahulu, daripada kita hanya menebak-nebak semuanya."Aku dan Ara berjalan menuju salah satu meja yang cukup luas, kemudian meletakkan semua buku yang kami bawa di atasnya. Ternyata buku yang kami kumpulkan lumayan banyak, karena masing-masing dari kami menemukan cukup banyak buku yang bersangkutan."Kita akan membaca dari buku yang mana?""Bagaimana menurutmu, Ara? Apa lebih baik kita membaca hal baik atau hal buruk terlebih dahulu?""Emb... Lebih baik kita ketahui hal buruknya terlebih dahu
Aku mendekat ke arah Ara, yang saat ini berada di depan meja di ujung ruangan ini. Tatapannya mengarah ke dalam laci meja yang sudah dibukanya, sambil sesekali mengarahkan pandangannya ke arahku untuk segera datang."Apa yang kamu temukan, Ara?" tanyaku sambil melihat ke dalam laci meja itu."Sepertinya ini sebuah buku catatan, Deffa. Terlihat disana tertulis 'Summary' di sudut sampulnya, bukankah itu tandanya itu sebuah rangkuman?""Sepertinya dugaanmu benar, Ara. Bisa jadi kita bisa tahu apa yang terjadi kepada orang tua kita, dan kita tahu permasalahan apa yang akan kita hadapi."Dugaanku untuk mencari petunjuk di ruangan ini sepertinya tepat, karena semua petunjuk hampir kami temukan semuanya. Dalam hati aku sungguh berharap jika hal yang akan kami hadapi bukanlah hal yang berbahaya, tapi mengingat kematian kedua orang tuaku yang begitu tiba-tiba membuatku ragu akan hal itu."Sebenarnya aku juga menemukan sesuatu, Ara. Tapi aku tidak yakin kalau ini hal bagus, aku menjadi memiliki
"Sepertinya benar, Ara. Tapi entah kenapa aku merasa ruangan ini berbeda, daripada ruangan yang aku ingat saat kecil.""Aku juga merasa seperti itu, Deffa. Apa kita salah ruangan?""Aku yakin kalau ini ruangannya, Ara. Pasti ada sesuatu yang tersembunyi di sini."Aku melihat sekitar, ruangan ini hanya terlihat seperti perpustakaan yang ada di bumi. Di dalam sini terasa hangat, padahal tidak ada yang pernah masuk ke dalam ruangan ini setelah kepergian orang tua kami.Aku berusaha mencari sesuatu yang tampak aneh, namun cukup lama aku melihat hingga sudut-sudut ruangan tetap tidak menemukan keanehan itu. Sedangkan Ara malah tertarik dengan sebuah buku, dan dia kini sedang membacanya dengan wajah yang tampak serius."Buku apa yang kamu baca, Ara?""Deffa, lihatlah! Sepertinya buku ini menceritakan tentang kita dan keluarga kita."Aku sedikit ragu dengan apa yang dikatakan oleh Ara, karena tidak mungkin sebuah buku dibuat untuk menceritakan keluarga kami. Tapi melihat sampul buku saat Ara
Ara langsung berlari ke arahku, untuk melihat benda yang aku maksudkan. Dan saat dia melihat benda itu, sepertinya memang dia mengingat benda ini. Walaupun benda ini lebih berguna untuk Ara, dibandingkan aku yang menggunakannya."Deffa, ini kan jam tangan dimensi. Apa benar ini bisa menjadi petunjuk? Padahal aku selalu memakainya saat di dimensi Eunoia, karena kakak terus menyuruhku memakainya.""Jadi kamu tidak ingat fungsi dari jam ini, Ara?""Aku hanya ingat kalau itu jam tangan dimensi, emb... Sepertinya aku masih tidak ingat kalau tentang fungsinya."Aku cukup bingung dengan jawaban yang dia berikan, padahal kini aku paham dengan semua keganjilan tentang Ara karena jam ini. Benda itu tidak jauh berbeda, dengan jam tangan digital yang ada di bumi. Namun fungsi dari jam ini sangat luar biasa, karena dapat menyesuaikan waktu dengan tempat yang sudah diaturkan ke dalamnya.Sepertinya jam ini sudah di atur dengan waktu Bumi, yang membuatku akhirnya bisa menerima dengan perbedaan usia
"Deffa! Bangunlah!"Suara Ara seperti menarikku dari kegelapan, dan akhirnya aku terbangun dan mendapati Ara sedang ada di hadapanku dengan tatapan khawatirnya. Entah apa yang sebenarnya terjadi tadi, kenyataan yang membuatku tidak bisa berpikir secara rasional lagi."Kamu tidak apa-apa, Ara?""Aku baik-baik saja sekarang, Deffa. Tapi tadi benar-benar terasa sangat menyakitkan, tapi entah kenapa sekarang perasaan itu sudah tidak bersisa.""Sekarang kamu juga bisa mengingat semuanya?"Ara mengangguk menjawab pertanyaanku, sambil tersenyum simpul dan wajahnya sedikit memerah. Bagaimana tidak jika ternyata kami sudah menikah saat kecil, itu kesepakatan dari kedua orang tua kami. Walaupun pada akhirnya, orang tua kami jugalah yang memisahkan kami dan membuat kami kehilangan semua ingatan itu."Emb... Jadi sebenarnya kita suami istri... emb... maksudku..." Aku mengatakannya dengan tergagap, namun langsung dipotong oleh Ara."Iya, Deffa. Kita suami istri, tapi sepertinya kita bisa membahas
"Deffa! Maaf aku malah ketiduran barusan!""Tidak apa-apa, Ara. Kamu pasti juga kelelahan, karena memasak juga. Kemarilah! Kita buka kotak ini sekarang."Ara turun dari tempat tidur, dan duduk di bawah tepat di sampingku menghadap kotak. Aku benar-benar penasaran, ragu dan takut disaat yang bersamaan. Jantungku terasa berdetak lebih cepat, dan tanganku sudah berkeringat dingin karena cemas. Padahal saat ini aku baru memegang kotak itu, belum mencoba untuk membukanya.Tiba-tiba perasaanku merasa lebih tenang, saat tangan Ara menggenggam tanganku. Entah dia bisa membaca pikiranku saat ini, atau dia melihat ekspresi cemasku yang menurutku akan terlihat dengan jelas. Tapi perlakuan Ara ini benar-benar memberiku kekuatan untuk lebih berani, entah apa yang aku hadapi setelah ini, selama itu bersama Ara sepertinya aku akan sanggup menghadapinya.Mungkin terdengar sangat berlebihan, tapi itu yang aku rasakan. Mungkin aku bisa menjadi lebih berani, karena berpikir kalau aku tidak sendiri. Dan