PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (45)Episode : Harapan Hamizan Untuk Segera Memiliki KeturunanBakda Asar, Umi Afifah dan keluarga, berpamitan untuk kembali pulang ke Tasikmalaya. Dengan perasaan sedih, Arumi mengantar mereka hingga depan rumah."Jaga diri kalian baik-baik. Kalau ada hal yang perlu Umi bantu, jangan sungkan-sungkan untuk memberitahu," pesan wanita tua tersebut sebelum memasuki kendaraan."Iya, Umi. Insyā Allāh," balas Arumi seraya memeluk ibunya dengan erat, lalu disusul Hamizan menyalami dengan takzim. "Terus Umi, mengenai uang itu—""Sssttt …." Umi Afifah menyilangkan telunjuk di bibir. "Jangan pinta Umi buat mengembalikan uang itu pada Abah, Nak. Terus terang saja, Umi gak sanggup. Umi sendiri bingung harus bicara apa nanti sama Abah."Arumi hendak berkata kembali, tapi Hamizan lekas mencolek lengan istrinya tersebut secara diam-diam. Seketika, perempuan itu pun mengurungkan niat semula."Hati-hati di jalan, Umi," ucap Hamizan seraya men
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (46)Episode : Rahasia Hati Seorang AyahPukul tiga dinihari, Arumi sudah bangun tidur lebih awal sebelum Hamizan. Lantas lekas mandi janabah dan menunaikan qiyamulail beberapa rakaat setelahnya. Kemudian dilanjut berdoa, memohon hajat kehadirat Ilahi. Tentu saja di antara untaian kalimat yang terucap, meminta kemaslahatan hidup serta harapan diri untuk segera memiliki momongan, sebagaimana yang diharapkan oleh sang suami tadi sore.“ … Āmīn,” ucap Arumi menutup doa, lalu mengusap kedua telapak tangan ke wajah.Sebelum bangkit dari atas hamparan sajadah, dia menoleh terlebih dahulu ke arah Hamizan yang masih tergolek nyenyak di atas tempat tidur. Raut wajah lelaki itu tampak begitu teduh di mata Arumi. Terpejam dalam buaian alam mimpi.‘Semoga saja, apa yang kamu harapkan itu lekas terwujud, Mas, dan aku bisa menjadi seorang istri yang sempurna bagimu. Mengandung ser
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (47)Episode : Sebuah KejutanSuatu hari di jelang siang, ponsel Hamizan berdering nyaring di atas meja kerja. Lekas lelaki itu memeriksa. Ternyata panggilan dari istrinya sendiri, Arumi.“Assalāmu’alaikum. Halo … dengan Bapak Hamizan di sini. Ada yang bisa dibantu, Ibu Izan?” ucap Hamizan berseloroh.Terdengar cekikik kecil dari balik spiker handphone, lantas Arumi membalas gurauan dari suaminya tersebut. “Wa’alaikumussalām, Bapak. Mohon maaf, apakah saat ini aku mengganggu waktunya Bapak Izan?”Kini balik sang suami yang tertawa di depan ponselnya.“Tergantung, Ibu,” jawab Hamizan masih dengan sisa senyum yang ada, “kalau mengganggunya dalam jangka waktu lama, bisa kita atur nanti di rumah. Bahkan sampai dini hari pun, Insyā Allāh akan aku layani.”“Iiihhh …,” desah Arumi memanja. “Selalu saja begitu Mas Izan ini. Apa yang semalam masih kurang, hh
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (48)Episode : Kejutan Yang Tak DiharapkanSepanjang waktu bekerja, pikiran Hamizan kerap tertuju pada Arumi seorang. Lelaki itu menanti-nantikan kabar dari sang istri dan berharap bahwa berita tersebut sesuai dengan apa yang impikan selama ini.Arumi memang mengirimkan kabar bahwa dia telah kembali ke rumah, sebagaimana yang telah dijanjikan sebelumnya. Alih-alih menunggu panggilan pembicaraan, justru istrinya tersebut memberitahukannya melalui pesan singkat.[Assalāmu’alaikum. Mas, aku sudah ada di rumah lagi, ya. Selesai kerja, Mas langsung pulang. Aku tunggu loh, Sayang.]Berulangkali Hamizan membaca pesan instan dari istrinya tersebut. Sama sekali tidak memberitahukan kabar apa pun, terkecuali kepulangan Arumi ke rumah selepas waktu Zuhur.‘Dari mana sebenarnya Arumi? Apa yang sudah dia lakukan di luar sana tadi?’ Bertanya-tanya Hamizan di dalam hati. S
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (49)Episode : Mood Swing Seorang ArumiUsai memenuhi kebutuhan khusus suaminya, Arumi segera membuang lembaran tisu bekas yang telah digunakan untuk membersihkan bagian terpenting dari badan Hamizan. Tampak telaten sekali dan dilakukan penuh keikhlasan.“Kamu gak merasa jijik, Dik?” tanya Hamizan seraya mengenakan kembali celana pendeknya.Arumi menoleh dan tersenyum manis.“Kenapa harus jijik? Aku lakukan ini demi Mas Izan dan pada suamiku sendiri,” jawab perempuan tersebut, masih sibuk membersihkan jemari tangan dan tepian bibir sendiri. “Aku pernah bilang, ‘kan? Bahkan hal terjorok sekalipun, aku rela menunaikannya untuk Mas Izan. Karena apa? Disamping atas dasar cinta, Insyā Allāh … ini adalah salah satu bagian dari bentuk pengabdian seorang istri terhadap suami dan bernilai ibadah.”Menurut Arumi, dalam urusan pemenuhan kebutuhan biologis seorang suami
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (50)Episode : Solusi Yang Memberatkan HatiTerkait pembelian sepeda motor oleh Arumi tersebut, Hamizan bisa memaklumi bahwa niat istri itu sebenarnya baik. Hanya saja yang menjadi masalah adalah tanpa konfirmasi sama sekali. Bahkan sebelum itu, sempat dibicarakan bersama dan pihak suami merasa keberaran. Apalagi dilakukan secara sembunyi-sembunyi, yakni meminta izin keluar rumah tanpa kejelasan.“Memang benar, uang yang diberikan oleh Abah itu milik Adik sepenuhnya. Tapi … aturan di dalam sebuah rumah tangga itu, segala sesuatunya gak boleh dijalankan secara sepihak. Tetap harus melalui jalan musyawarah,” ucap Hamizan pada obrolan menjelang tidur. “Aku sangat menghargai usaha Adik untuk membantu suami dan berterima kasih atasnya.”Namun mempergunakan suatu kewenangan (izin) yang telah diberikan dari suami dengan cara keliru, tetaplah salah.“Tapi aku ‘kan, bermaksud
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (51)Episode : Metode Kehamilan Yang KeliruHamizan memasuki ruangan kerjanya dengan langkah gontai. Kemudian menghempaskan diri ke atas kursi dengan raut wajah sedikit muram. Hal tersebut tidak luput dari perhatian Ammar, rekan seprofesi terdekat, sejak melihat sosok suami Arumi tersebut dari area parkir kantor.“Assalāmu’alaikum, Zan,” ucap Ammar memberi salam begitu tiba di ruangan sama.Hamizan menoleh dingin dan membalas, “Wa’alaikumussalām.” Lantas kembali fokus hendak memulai untuk menunaikan tugas kerja. Pandangan Ammar tetap tidak lepas, memperhatikan sikap sahabatnya tersebut sambil duduk di area tempat kerjanya sendiri.“Ssttt … ssttt ….,” desis Ammar pada Hamizan.Yang dipanggil menoleh lagi untuk kali kedua, tapi masih dengan raut wajah sama seperti sebelumnya.“Apa ….?” tanya Hamizan dengan suara pelan.Ammar menatap
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (52)Episode : Kegundahan Seorang HamizanUsai menunaikan ibadah salat Zuhur, Hamizan dan Ammar balik lagi ke ruangan kerja. Semula dipikir oleh temannya suami Arumi tersebut, hanya untuk mengambil bekal makanan dan dibawa ke kantin —sebagaimana biasa—, tapi nyatanya tidak. Lelaki berberewok tipis itu malah kembali duduk di kursi menghadap komputer. “Hari ini kamu puasa, Zan?” tanya Ammar setelah memperhatikan temannya beberapa saat. Tidak ada tanda-tanda akan bergegas ke kantin. Bahkan misting di atas meja pun, belum juga disentuh.Hamizan menoleh sejenak diiringi senyum tipis, lalu menjawab, “Puasa apaan? Ini saya bawa bekel dari rumah.” Dia berbicara tanpa menoleh sama sekali. Malah sibuk membuka-buka halaman kerja melalui layar komputer.Ammar tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian menarik kursi dari tempat kerjanya sendiri dan duduk di sampi