Sepulang kerja, begitu membuka pintu, aku melihat ibu mertuaku duduk di sofa, bersila sambil mengunyah biji bunga matahari, menyapaku sambil tersenyum."Nak, kamu sudah pulang."Ekspresiku langsung kaku.Belum sempat mencerna kenapa dia ada di sini, dia sudah bangkit dari sofa, berjalan mendekat, "Kaget, ya? Nggak sangka, ya?""Ibu ini diundang langsung oleh suami dan anakmu.""Kesal, 'kan?"Ibu mertuaku berkata bangga, "Kamu tahu yang disebut hubungan darah? Aku kasih tahu ya, Ibu, anak, dan cucu Ibu punya ikatan darah yang nggak bisa dipisahkan, kamu sebagai orang luar nggak akan pernah bisa masuk ke dalamnya!"Wajahnya tetap seperti dulu, membuatku muak.Baru melihat dirinya saja sudah membuat perutku terasa tidak enak. Sebelum sempat bertanya, aku melihat suami dan anakku keluar dari kamar.Suami dan anakku, yang tadi sedang tertawa, langsung terdiam begitu melihatku.Ruang tamu yang tadi hidup seketika dipenuhi keheningan yang mencekam.Ibu mertuaku, yang tadi masih menyombongkan
Tangisan ibu mertuaku membuat Yoga kesal.Dia tetap harus bersikap baik dan menghibur ibunya. Makin dihibur, makin puas ibu mertuaku, dan tatapannya kepadaku sangat menantang, meskipun nada suaranya terdengar sangat memelas."Nak, ayahmu meninggal begitu cepat. Ibu bersusah payah membesarkanmu seorang diri, itu sudah seperti sebuah pencapaian besar!""Sekarang, giliran Ibu, orang tua ini, yang akan mati.""Ibu nggak berharap diperlakukan sebaik ayahmu, tapi Ibu cuma ingin lebih banyak waktu bersamamu dan Hendi. Akhirnya ini semua salah Ibu, Ibu yang bikin kalian suami istri bertengkar. Ibu pergi, Ibu pergi!"Tentu saja aku tahu ibu mertuaku tidak akan pergi.Aku maju dan menarik Yoga, melarangnya ikut campur. Ibu mertuaku berjalan ke pintu. Melihat Yoga yang kutahan, dia pun mulai meraung dan menjatuhkan dirinya ke lantai sambil menangis histeris."Nggak punya hati nurani!""Nak, kamu nggak boleh melupakan ibumu hanya karena punya istri!""Huhuhu!"Ibu mertuaku tidak akan pergi. Ini bu
Hendi mengucapkan kata-kata manis yang membuat ibu mertuaku tertawa terbahak-bahak.Sekeluarga terdengar begitu harmonis, hanya saja keharmonisan ini dibangun di atas penderitaanku. Mendengar tawa ibu mertua membuatku merasa tersiksa, seperti jarum halus menusuk-nusuk hatiku."Kamu juga jangan terlalu mempermasalahkan ibumu," ibu mertuaku terus memainkan perannya sebagai orang baik, "Meskipun dia dari muda suka menyimpan dendam, memang agak sempit hati, tapi bagaimanapun dia tetap ibumu. Ingat waktu kamu baru lahir dulu."Ibu mertua berbicara sambil suaranya mulai serak lagi."Nenek pikir dia akan berubah, tapi siapa sangka selama bertahun-tahun, bukannya berubah malah makin parah."Aku memasukkan pakaian terakhir ke dalam koper.Ingatanku kembali ke hari itu.Aku diam-diam memberi makan anjing liar dan ketahuan oleh ibu mertua. Dia marah besar, menganggap binatang kotor itu bisa membahayakan cucunya, lalu mengambil pisau dapur dan mengejar untuk membunuh anjing-anjing malang itu.Aku
"Yoga," aku melemparkan surat perjanjian cerai yang sudah kusiapkan kepadanya, "tandatangani saja.""Setelah itu, bagaimana caramu mengabdi pada ibumu, itu bukan urusanku lagi."Yoga melihat surat cerai di tangannya, suaranya menjadi tajam."Yana, kamu kira aku akan mengalah padamu, ya!"Dia marah besar. "Jangan pikir karena kamu merasa agak menderita dulu, kamu bisa menginjakku seenaknya! Aku kasih tahu, kalau kamu benar-benar bercerai, kamu cuma jadi barang bekas yang nggak diinginkan, sampah!""Kamu pikir kamu itu sehebat apa?"Yoga memaki-maki tanpa henti, sementara aku hanya melihat ekspresi puas yang jelas terpancar dari wajah ibu mertuaku. Lalu, anakku pun ikut-ikutan menyalahkanku dengan wajah tidak senang."Kalau kamu benar-benar mau bercerai dengan ayah cuma karena hal ini, aku menyesal kenapa aku dilahirkan dari rahimmu."Mata Hendi dipenuhi kebencian terhadapku."Bagaimana aku bisa punya ibu sejahat kamu!""Memalukan!"Jika itu dulu ....Hendi mengatakan hal seperti itu unt
Aku duduk di tepi jendela sambil tersenyum, memandang jembatan kecil dan aliran air, teringat saat ibu mertuaku membawa seorang pria kasar masuk ke kamarku, mencengkeram leher Hendi sambil mengancam dengan kejam."Yana, kalau kamu nggak menurutinya, akan kubunuh anakmu."Ibu mertuaku menggunakan nyawa Hendi untuk memerasku. Aku melihat anakku yang menangis keras ketakutan di pelukan ibu mertua, lalu melihat pria kasar itu tersenyum menjijikkan dan menjorok. Pada akhirnya, aku menyerah demi anakku, membuang gunting di tanganku, dan membiarkan pria kasar itu mendekatiku.Untungnya, hal itu tidak sempat terjadi karena Yoga pulang.Dia mengambil pisau dapur dari dapur, membantingnya ke pintu, dan mengusir pria kasar itu. Dari tangisan air mata buaya ibu mertuaku, dia mengetahui semuanya.Ibu mertuaku kalah berjudi, tidak bisa menutup utangnya, lalu memikirkan ide yang tidak bermoral ini. Wanita itu menangis sambil berlutut memohon maaf dan bersumpah tidak akan mengulangi perbuatannya.Baga
Ibu mertuaku terdiam.Aku melanjutkan, "Kalau kamu benar-benar membuatku marah, aku nggak keberatan mengirimmu ke penjara untuk menghabiskan masa tuamu.""Kalau aku jadi kamu, setiap hari aku akan rajin berdoa, dan hidup dengan rendah hati. Kalau memang nggak bisa jadi manusia, jadilah binatang, jangan ganggu aku lagi!"Ibu mertuaku berteriak, "Yana, aku akan melawanmu sampai mati!"Belum selesai ibu mertuaku memaki, aku kembali melancarkan serangan."Dulu kamu mencekik Hendi untuk mengancamku, juga mengarang cerita tentang gagal ginjal untuk menyalahkan keluargaku. Apa kamu benar-benar mau aku buka semua aib itu?"Aku belum selesai bicara.Telepon langsung ditutup.Tanpa perlu berpikir, aku tahu ibu mertuaku ketakutan.Aku tertawa.Ketika aku menoleh ke sahabatku, dia tersenyum sambil mengacungkan jempol, "Kamu luar biasa, Sayang."Aku menyibakkan rambut di dahi, "Lumayanlah."Tidak cukup hanya memblokir nomor Keluarga Kiswari, aku mengakhiri perjalanan lebih awal, langsung pergi ke k
"Kamu sudah berutang tamparan ini padaku selama lebih dari sepuluh tahun."Aku tidak menunggu reaksinya.Aku kembali menampar wajahnya, "Dengan tamparan ini, kita impas. Keluar dari rumahku, kalau nggak, aku akan mengirimmu ke penjara!"Aku berbalik dan pergi.Aku baru berjalan beberapa langkah.Hendi langsung mengejar, "Bu."Aku berhenti dan menatap anakku yang sudah begitu dekat, bertanya kepadanya, "Apa lagi yang mau kamu katakan?""Bu," ekspresi Hendi penuh emosi, "Aku nggak tahu.""Aku nggak tahu kalau Nenek seperti itu," Hendi mendekatiku, "Aku malu dengan dia. Bawa aku pergi.""Aku nggak mau Nenek yang seorang penjahat, dan ayah yang bahkan nggak punya rumah. Aku tahu Ibu yang paling mencintaiku. Bawa aku pergi."Saat Hendi mengatakan ini, dia tidak menyadari Yoga yang buru-buru datang. Aku tersenyum sinis, "Jadi, kamu merendahkan ayahmu?""Aku sudah nggak suka dia sejak lama."Hendi terus mengungkapkan, "Orang yang nggak mampu membelikan konsol gim seharga 8 juta, mana pantas j
Aku melihat Yoga mendorong ibunya dengan kuat, sambil berteriak, "Pergi!"Sementara itu, darah mengalir deras dari bagian belakang kepala Hendi, tetapi dia masih sempat melotot penuh kebencian ke arah Yoga dan neneknya, "Semua ini salah kalian, aku benci kalian sampai mati!"Meski dibenci oleh Hendi, Yoga tetap harus membawanya ke rumah sakit.Mengenai bagaimana kondisi Hendi setelah dipukul,itu sudah tidak ada hubungannya denganku.Aku menghubungi perusahaan jasa pindahan, memanfaatkan waktu mereka pergi ke rumah sakit, langsung masuk ke rumah, mengemasi barang-barang mereka bertiga, lalu membuang semuanya keluar. Aku mengosongkan rumah, dan dengan cepat menandatangani kontrak dengan pembeli.Setelah menyelesaikan semuanya, aku juga menyempatkan diri melihat rumah baruku.Aku membeli sebuah rumah baru untuk diriku sendiri.Aku sibuk sepanjang hari. Belum sempat aku beristirahat, tiba-tiba rekan kerjaku mengabarkan bahwa mantan suamiku sekeluarga sedang menggelar spanduk di depan kant
"Kamu sudah berutang tamparan ini padaku selama lebih dari sepuluh tahun."Aku tidak menunggu reaksinya.Aku kembali menampar wajahnya, "Dengan tamparan ini, kita impas. Keluar dari rumahku, kalau nggak, aku akan mengirimmu ke penjara!"Aku berbalik dan pergi.Aku baru berjalan beberapa langkah.Hendi langsung mengejar, "Bu."Aku berhenti dan menatap anakku yang sudah begitu dekat, bertanya kepadanya, "Apa lagi yang mau kamu katakan?""Bu," ekspresi Hendi penuh emosi, "Aku nggak tahu.""Aku nggak tahu kalau Nenek seperti itu," Hendi mendekatiku, "Aku malu dengan dia. Bawa aku pergi.""Aku nggak mau Nenek yang seorang penjahat, dan ayah yang bahkan nggak punya rumah. Aku tahu Ibu yang paling mencintaiku. Bawa aku pergi."Saat Hendi mengatakan ini, dia tidak menyadari Yoga yang buru-buru datang. Aku tersenyum sinis, "Jadi, kamu merendahkan ayahmu?""Aku sudah nggak suka dia sejak lama."Hendi terus mengungkapkan, "Orang yang nggak mampu membelikan konsol gim seharga 8 juta, mana pantas j
Ibu mertuaku terdiam.Aku melanjutkan, "Kalau kamu benar-benar membuatku marah, aku nggak keberatan mengirimmu ke penjara untuk menghabiskan masa tuamu.""Kalau aku jadi kamu, setiap hari aku akan rajin berdoa, dan hidup dengan rendah hati. Kalau memang nggak bisa jadi manusia, jadilah binatang, jangan ganggu aku lagi!"Ibu mertuaku berteriak, "Yana, aku akan melawanmu sampai mati!"Belum selesai ibu mertuaku memaki, aku kembali melancarkan serangan."Dulu kamu mencekik Hendi untuk mengancamku, juga mengarang cerita tentang gagal ginjal untuk menyalahkan keluargaku. Apa kamu benar-benar mau aku buka semua aib itu?"Aku belum selesai bicara.Telepon langsung ditutup.Tanpa perlu berpikir, aku tahu ibu mertuaku ketakutan.Aku tertawa.Ketika aku menoleh ke sahabatku, dia tersenyum sambil mengacungkan jempol, "Kamu luar biasa, Sayang."Aku menyibakkan rambut di dahi, "Lumayanlah."Tidak cukup hanya memblokir nomor Keluarga Kiswari, aku mengakhiri perjalanan lebih awal, langsung pergi ke k
Aku duduk di tepi jendela sambil tersenyum, memandang jembatan kecil dan aliran air, teringat saat ibu mertuaku membawa seorang pria kasar masuk ke kamarku, mencengkeram leher Hendi sambil mengancam dengan kejam."Yana, kalau kamu nggak menurutinya, akan kubunuh anakmu."Ibu mertuaku menggunakan nyawa Hendi untuk memerasku. Aku melihat anakku yang menangis keras ketakutan di pelukan ibu mertua, lalu melihat pria kasar itu tersenyum menjijikkan dan menjorok. Pada akhirnya, aku menyerah demi anakku, membuang gunting di tanganku, dan membiarkan pria kasar itu mendekatiku.Untungnya, hal itu tidak sempat terjadi karena Yoga pulang.Dia mengambil pisau dapur dari dapur, membantingnya ke pintu, dan mengusir pria kasar itu. Dari tangisan air mata buaya ibu mertuaku, dia mengetahui semuanya.Ibu mertuaku kalah berjudi, tidak bisa menutup utangnya, lalu memikirkan ide yang tidak bermoral ini. Wanita itu menangis sambil berlutut memohon maaf dan bersumpah tidak akan mengulangi perbuatannya.Baga
"Yoga," aku melemparkan surat perjanjian cerai yang sudah kusiapkan kepadanya, "tandatangani saja.""Setelah itu, bagaimana caramu mengabdi pada ibumu, itu bukan urusanku lagi."Yoga melihat surat cerai di tangannya, suaranya menjadi tajam."Yana, kamu kira aku akan mengalah padamu, ya!"Dia marah besar. "Jangan pikir karena kamu merasa agak menderita dulu, kamu bisa menginjakku seenaknya! Aku kasih tahu, kalau kamu benar-benar bercerai, kamu cuma jadi barang bekas yang nggak diinginkan, sampah!""Kamu pikir kamu itu sehebat apa?"Yoga memaki-maki tanpa henti, sementara aku hanya melihat ekspresi puas yang jelas terpancar dari wajah ibu mertuaku. Lalu, anakku pun ikut-ikutan menyalahkanku dengan wajah tidak senang."Kalau kamu benar-benar mau bercerai dengan ayah cuma karena hal ini, aku menyesal kenapa aku dilahirkan dari rahimmu."Mata Hendi dipenuhi kebencian terhadapku."Bagaimana aku bisa punya ibu sejahat kamu!""Memalukan!"Jika itu dulu ....Hendi mengatakan hal seperti itu unt
Hendi mengucapkan kata-kata manis yang membuat ibu mertuaku tertawa terbahak-bahak.Sekeluarga terdengar begitu harmonis, hanya saja keharmonisan ini dibangun di atas penderitaanku. Mendengar tawa ibu mertua membuatku merasa tersiksa, seperti jarum halus menusuk-nusuk hatiku."Kamu juga jangan terlalu mempermasalahkan ibumu," ibu mertuaku terus memainkan perannya sebagai orang baik, "Meskipun dia dari muda suka menyimpan dendam, memang agak sempit hati, tapi bagaimanapun dia tetap ibumu. Ingat waktu kamu baru lahir dulu."Ibu mertua berbicara sambil suaranya mulai serak lagi."Nenek pikir dia akan berubah, tapi siapa sangka selama bertahun-tahun, bukannya berubah malah makin parah."Aku memasukkan pakaian terakhir ke dalam koper.Ingatanku kembali ke hari itu.Aku diam-diam memberi makan anjing liar dan ketahuan oleh ibu mertua. Dia marah besar, menganggap binatang kotor itu bisa membahayakan cucunya, lalu mengambil pisau dapur dan mengejar untuk membunuh anjing-anjing malang itu.Aku
Tangisan ibu mertuaku membuat Yoga kesal.Dia tetap harus bersikap baik dan menghibur ibunya. Makin dihibur, makin puas ibu mertuaku, dan tatapannya kepadaku sangat menantang, meskipun nada suaranya terdengar sangat memelas."Nak, ayahmu meninggal begitu cepat. Ibu bersusah payah membesarkanmu seorang diri, itu sudah seperti sebuah pencapaian besar!""Sekarang, giliran Ibu, orang tua ini, yang akan mati.""Ibu nggak berharap diperlakukan sebaik ayahmu, tapi Ibu cuma ingin lebih banyak waktu bersamamu dan Hendi. Akhirnya ini semua salah Ibu, Ibu yang bikin kalian suami istri bertengkar. Ibu pergi, Ibu pergi!"Tentu saja aku tahu ibu mertuaku tidak akan pergi.Aku maju dan menarik Yoga, melarangnya ikut campur. Ibu mertuaku berjalan ke pintu. Melihat Yoga yang kutahan, dia pun mulai meraung dan menjatuhkan dirinya ke lantai sambil menangis histeris."Nggak punya hati nurani!""Nak, kamu nggak boleh melupakan ibumu hanya karena punya istri!""Huhuhu!"Ibu mertuaku tidak akan pergi. Ini bu
Sepulang kerja, begitu membuka pintu, aku melihat ibu mertuaku duduk di sofa, bersila sambil mengunyah biji bunga matahari, menyapaku sambil tersenyum."Nak, kamu sudah pulang."Ekspresiku langsung kaku.Belum sempat mencerna kenapa dia ada di sini, dia sudah bangkit dari sofa, berjalan mendekat, "Kaget, ya? Nggak sangka, ya?""Ibu ini diundang langsung oleh suami dan anakmu.""Kesal, 'kan?"Ibu mertuaku berkata bangga, "Kamu tahu yang disebut hubungan darah? Aku kasih tahu ya, Ibu, anak, dan cucu Ibu punya ikatan darah yang nggak bisa dipisahkan, kamu sebagai orang luar nggak akan pernah bisa masuk ke dalamnya!"Wajahnya tetap seperti dulu, membuatku muak.Baru melihat dirinya saja sudah membuat perutku terasa tidak enak. Sebelum sempat bertanya, aku melihat suami dan anakku keluar dari kamar.Suami dan anakku, yang tadi sedang tertawa, langsung terdiam begitu melihatku.Ruang tamu yang tadi hidup seketika dipenuhi keheningan yang mencekam.Ibu mertuaku, yang tadi masih menyombongkan