Home / Lain / Perawat Untuk Tuan Duda Lumpuh / Mengurus Arvin Yang Mengamuk

Share

Mengurus Arvin Yang Mengamuk

Author: ALFAJAYA
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Kiya berdiri dengan kedua tangan melipat di dadanya , memandang ke arah lelaki yang akan menjadi pasiennya. Dia melihat Arvin yang masih terus mengamuk, menyakitinya sendiri bahkan orang-orang yang ada di sekitarnya.

"Biar kan saja dia mengamuk, nyonya jangan beri dia makan dan minum," ujar Kiya dengan tegas. Dia melihat Arvin terus mengamuk dan merasa bahwa memberikan makanan dan minuman mungkin akan membuat kondisi Arvin semakin parah.

Namun, Nyonya Ratih lebih berfokus pada keadaan kesehatan Arvin. Dia berkata, "Tapi Arvin harus minum obat."

Kiya merasa bahwa memberikan obat mungkin akan sulit saat Arvin masih dalam keadaan marah seperti ini dan merasa kesulitan untuk merawatnya. Namun, dia memberikan bantal yang tergeletak di lantai dan dengan lembut memasangnya di bawah kepala Arvin.

"Percayalah, tuan tidak akan mati sekarang. Cukup biarkan dia mengamuk dan jangan beri dia makan dan minum obat sekarang, Nyonya," jawab Kiya dengan penuh kehati-hatian.

Kiya terus memandang Arvin dengan perhatian dan masih melipat kedua tangannya di depan dadanya. Dia bertanya dengan tenang, "Masih mau marah? Ngamuk? Lanjutkan sampai Tuan lelah. Kiya akan menunggu sampai akhir."

Namun, Arvin nampak kesal dan bingung melihat sosok asing di dekatnya. "Siapa kamu?" tanyanya dengan nada tinggi, bingung melihat orang yang tak dikenal di sekitarnya.

"Tak perlu pusing siapa saya mau dipanggil juminten atau jimin  sekalipun saya tidak peduli, tugas saya adalah membantu Anda dalam melakukan aktivitas sehari-hari," jawab Kiya dengan tenang, mencoba memberikan rasa tenang dan mendukung kepada Arvin.

"Jangan kebanyakan ngimpi bisa ku panggil jimin. Loe perempuan?", tanyanya pada Kiya.

Kiya tertawa kecil sambil menjawab pertanyaan Arvin dengan santai, "Laah, Tuan. Liatnya seperti apa? Rambut saya panjang, hidung saya mancung, tapi kedalam saya datang bulan tiap bulan. Masa iya Tuan kira saya laki-laki."

Tawa Kiya sempat membuat beberapa asisten rumah tangga dan asisten Tuan Arvin tersenyum tipis sambil tertunduk, memendam tawa mereka. Arvin sendiri gugup, merasa canggung dengan pernyataannya tadi.

Merasa perlu mengalihkan perhatian, Nyonya Ratih, ibu rumah tangga yang sedari tadi diam menyimak, akhirnya memberi aba-aba agar semua keluar meninggalkan Arvin dan Kiya. "Udah keluar, kalian biarkan suster mengurus Arvin," ucap Nyonya Ratih dengan suara pelan.

Kiya melihat Arvin diam dalam beberapa menit, sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Namun, tiba-tiba saja Arvin memecah keheningan dengan teriakan marah yang tidak jelas. Dia melontarkan kata-kata kekecewaan yang cukup mengagetkan Kiya.

Kiya khawatir dengan perubahan suasana hati Arvin.  Diatiba saja  amarah dan frustrasi, dan tidak bisa mengontrol emosinya dengan baik.

"Semua wanita sama saja! Dia penghianat! Main perasaan orang! Gua benci pernikahan!" Arvin berteriak dengan suara lantang dan menghantam meja dengan tangannya.

Kiya merasa terkejut ketika Arvin tiba-tiba marah dan memaki-maki tentang wanita. Arvin kelihatan marah besar dan tampak tidak bisa mengontrol emosinya.

"Semua wanita banyak masalah. Mereka hanya bermain-main dengan perasaan lelaki. Ada banyak kasus perilaku buruk pada wanita saat ini," ucap Arvin dengan nada tidak setuju pada wanita.

"Semua wanita penghianat, tidak ada cinta yang tulus." ucap Arvin dengan nada sumbang. Ia merasa kecewa karena pacarnya telah meninggalkannya untuk orang lain. Arvin merasa meremehkan wanita dan merasa takut untuk percaya lagi.

Arvin terus mengulang-ulang perkataannya dengan suara teriakan yang keras. Dia merasa begitu kecewa dan marah yang meletup-letup. Namun, waktupun terus berlalu. Arvin merasa letih dan memutuskan untuk diam dalam waktu yang cukup lama.

Pada saat itu, Arvin membiarkan suasana hatinya tenang. Dia membiarkan dirinya merenungi kembali kejadian yang menyebabkan perasaannya hancur dan kecewa. Namun, Kiya tetap berada di sisinya, memberikan dukungan yang dibutuhkannya.

Setelah beberapa waktu berlalu, Arvin akhirnya merasa lebih santai. Dia menarik nafas panjang dan memandang Kiya dengan senyum di wajahnya.

Keheningan dari Arvin, Kiya menyadari bahwa ia masih belum merasa lebih baik. Dia mencoba mencari cara untuk membantunya melepaskan semua perasaannya.

"Apakah sudah merasa lebih baik? Jika belum, teriaklah sampai Tuan Arvin puas." Ucap Kiya dengan lembut sambil mengambil tisu yang ada di nakas.

Arvin masih tetap diam tak menjawab. Kiya kemudian mendekati Arvin dan memperhatikan dengan teliti. Tangan Kiya dengan luwesnya membersihkan keringat yang ada di wajah Arvin dan lehernya.

Tiba-tiba pintu terbuka dan muncul seorang wanita tua dengan sebuah troli makanan. Wanita itu kemudian memperlihatkan makanan yang telah ia bawa untuk Arvin.

"Sus, makan siang untuk Tuan Muda," ucap wanita tua itu dengan lembut sambil memberikan makanan pada Arvin.

Arvin mengucapkan terima kasih dan memperlihatkan senyumnya yang sudah mulai kembali. Karena disertai anjuran dokter, Arvin siap untuk memperbaiki kesehatannya dan memperhatikan apa yang ia makan.

"Tuan, makan siang dulu ya, habis itu minum obat dan istirahat," perintah Kiya dengan suara menenangkan.

Arvin merasa patuh pada perintah Kiya. Ia mengambil makanan yang disajikan dan memulai makan siangnya dengan lahap. Ternyata makanan yang disajikan oleh wanita tua itu sangat lezat dan bergizi. Arvin merasakan bahwa ia semakin membaik dari sebelumnya.

Arvin masih merasa sangat sedih dan tertekan oleh keadaannya yang berat. Dia merasa tidak memiliki harapan dan hanya ingin menyerah saja. Tapi, Kiya tahu bahwa dia harus berbicara dengan Arvin dan membantunya.

"Hush...jangan bicara seperti itu, Tuan. Kamu pasti bisa melewati semua ini dan akan menjadi sehat seperti sediakala," ucap Kiya dengan suara lembut, sambil meletakan jari di bibir Arvin.

Arvin masih tenang di tempat tidurnya, merasa sangat terpuruk. Dia buru-buru menggelengkan kepalanya dengan menolak, "Nggak mau, nggak peduli."

Namun, Kiya tidak akan menyerah begitu saja. Dia tahu bahwa Arvin sangat membutuhkan dukungan dan semangat dalam waktu yang sulit seperti ini. Ia mencoba mencari cara yang tepat untuk membantu Arvin merasa lebih baik.

"Tuan harus berusaha untuk bertahan. Kamu memiliki seseorang yang peduli dan siap membantu, jadi jangan putus asa," kata Kiya dengan hati-hati.

Kiya membantu Arvin duduk, membantu Arvin bersandar pada tumpukan bantal supaya dia merasa lebih nyaman. Arvin mengambang sepertinya tidak dapat menjalankan dirinya dengan baik, akibat kondisinya yang lemah.

Kemudian, Arvin meminta bantuan sekali lagi pada Kiya, "Bantu aku mau duduk, ya?"

Kiya mengangguk dan menggandeng Arvin dengan lembut, membantu Arvin untuk duduk dengan perlahan. Mereka bergerak dengan hati-hati dan penuh perhatian.

Sebuah pertanyaan tiba-tiba diutarakan oleh Arvin terhadap Kiya pada saat ia menyuapkan Arvin. Pertanyaan yang keluar dari bibir Arvin sempat membuat Kiya sedikit terkejut, namun ia tetap berusaha dengan sabar menjawab pertanyaan itu.

"Berapa kau dibayar oleh mami? Emang kamu kuat mengurus aku? Aku hanya ingin diurus oleh lelaki," tanyanya lagi.

Kiya menyadari bahwa Arvin belum sepenuhnya memahami alasan mengapa Kiya hadir di dekatnya. Oleh karena itu, Kiya pun menjelaskan bahwa Yayasan-lah yang mengirimkannya untuk merawat Arvin.

"Yayasan yang mengirim Kiya ke sini. Jika Tuan merasa malu, tidak perlu khawatir. Kiya akan tetap merawat dan mengurus Tuan sepenuh hati. Tetaplah sabar dan tenang," jawab Kiya dengan lembut.

Arvin tersenyum tipis sambil mengunyah makanannya, lalu tiba-tiba saja ia membuang sisanya di hadapan Kiya di lantai.

"Nggak enak! Sejak kapan Mbok Marini masak nggak enak?" tanya Arvin dengan nada yang kasar sambil melirik Kiya.

Kiya terlihat sedikit terkejut dan sedih melihat Arvin membuang makanan di depannya. Namun, ia tetap tenang dan mencoba meredakan suasana dengan menjawab pertanyaan Arvin.

"Kiya tidak tahu, Tuan. Kiya hanya menyuapkan makanan seperti yang diminta oleh nyonya ratih," jawab Kiya dengan wajah yang sabar.

Wajah Arvin terlihat seolah-olah tidak menyukai kehadiran Kiya di sekitar dirinya. Meskipun Kiya telah bersabar dan mengungkapkan kebaikan hatinya secara berulang-ulang, Arvin tetap tidak bergeming dan lebih memilih untuk menunjukkan kekhawatiran dan ketidakpuasan yang ada dalam dirinya.

Related chapters

  • Perawat Untuk Tuan Duda Lumpuh   Memutar Balikan Fakta

    "Aku tidak akan mudah percaya padamu apalagi kau orang asing di hidupku. Suster Kiya! Lihat saja apa yang akan kuperbuat sampai kau pergi dari rumah ini," gumam Arvin dengan wajah yang mengekspresikan rasa ketidaksukaannya.Namun, Kiya justru menunjukkan profesionalisme dalam menangani situasi tersebut. Meskipun disinggung oleh Arvin, Kiya masih dapat memberikan pelayanan dengan baik. "Tuan, Kiya ke dapur dulu ya," pamit Kiya setelah berhasil membersihkan makanan yang dibuang oleh Arvin. Namun, Arvin hanya diam dan memberikan jawaban yang singkat yaitu "Hmm".Arvin lalu mengeluarkan kata-kata yang kurang pantas diterima oleh Kiya. "Aku akan buat kamu ilfil, malu," gumam Arvin. Meskipun begitu, Kiya tetap menjalankan tugasnya tanpa menunjukkan perasaan yang terlalu dirugikan oleh kata-kata kasar dari Arvin.Kiya merasa terkesima melihat dapur yang penuh dengan ornamen glamor. Ia hanya bisa merenung sejenak dan teringat akan kampung tempat ia dibesarkan, dimana segala sesuatunya terbila

  • Perawat Untuk Tuan Duda Lumpuh   Sosok Lain Dari Anya

    Nyonya Ratih begitu cemas tentang kesehatan putranya dan menatap Kiya dengan tatapan harap-harap cemas. Takut jika putranya akan tamnah sakit dan semakin hari semakin memburuk. “Aku meminta padamu suster Kiya,” kata nyonya Ratih, menggenggam tangannya dengan erat. “Hanya bisa berharap padamu untuk kesembuhan putraku,” tambahnya dengan nada khawatir dalam suaranya.Kiya merasakan kekhawatiran Nyonya Ratih dan melepaskan satu tangannya seraya mengusap bahu ibu yang cemas itu. Dia ingin menenangkan orang tua itu agar tidak khawatir berlebihan, "Ini sudah tanggung jawab Kiya," jawabnya dengan nada yang lembut dan penuh perhatian. "Nyonya tidak perlu khawatir, Kiya akan melakukan yang terbaik untuk kesembuhan tuan arvin nyonya.”"Terima kasih banyak, jika gaji kamu kurang akan saya tambah," ucapnya dengan nada tulus.Namun, Kiya menolak tawaran tersebut dan mengatakan bahwa itu tidak perlu, "Tidak nyonya, itu sudah sangat cukup dan malah lebih banyak dari gaji saya di kampung halaman.""P

  • Perawat Untuk Tuan Duda Lumpuh   Memandikan, Kata Pedas

    Kiya sudah berkali-kali memperingatkan Tuan Muda Arvin untuk mandi setiap hari, tetapi kali ini Tuan Muda Arvin menolak untuk mandi karena ia begitu lelah setelah seharian bekerja.Kiya dengan nada lembut bertanya, "Tuan Muda, apakah Tuan masih tak ingin mandi?”Tuan Muda Arvin dalam nada sombongnya menjawab kembali, "Saya tidak butuh mandi untuk merasa bersih, Kiya. Saya selalu merawat kebersihan tubuh saya dengan cara lain."Kiya dengan sabar mencoba mengubah pikiran Tuan Muda Arvin dan menjaga kesehatannya dengan berkata, "Mandi itu penting, Tuan Muda. Mandi bukan hanya untuk membuat kita merasa bersih, tetapi juga untuk menjaga kesehatan tubuh kita dari berbagai penyakit yang bisa menyerang kulit dan tubuh."Tuan Muda Arvin masih terlihat enggan dan menjawab, "Sudahlah, Kiya. Saya tidak butuh mandi. Saya cukup merasa bersih dengan cara saya sendiri.""Tak perlu lagian aku ini menjijikkan dan hina," ucap Tuan Muda ArvinKiya menunjukkan foto seorang wanita di ponselnya dan berkata,

  • Perawat Untuk Tuan Duda Lumpuh   Jatuh Sakit

    Tidak diragukan lagi bahwa aroma yang tak sedap bisa mengusik penciuman seseorang. Kiya harus berurusan dengan aroma yang sangat menyengat dan tak diinginkannya saat ini, namun ia tidak punya pilihan selain mengikuti permintaan Nyonya Ratih untuk mencuci pakaian kotor milik Arvin.Kiya mencuci dengan kedua tangannya karena ia tak terbiasa menggunakan mesin cuci. Hujan turun dengan derasnya, tetesan air kembali membasahi tubuh Kiya dengan perlahan. Tak ada yang tahu bahwa saat ini Kiya berada di bawah guyuran hujan.Walaupun Kiya merasa tak nyaman dan tak ingin melakukannya, ia tetap bersikap sabar dan mengikuti permintaan Nyonya Ratih.Semua orang sibuk dengan urusan masing-masing, termasuk Mbok Marini yang bekerja hingga larut malam. Pukul 22.30 WIB, ia melihat Kiya sedang menjemur pakaian dalam keadaan basah kuyup di tempat gantungan yang khusus.“Suster main air?” tanya Mbok Marini.“Iya Mbok, sebentar lagi selesai. Tinggal beberapa ember lagi,” jawab Kiya. “Tidak usah dibantu, nan

  • Perawat Untuk Tuan Duda Lumpuh   Murkanya Arvin

    Tuan Muda Arvin menatap mbok Marini dengan tatapan tajam. Wajahnya terlihat curiga dan penuh dengan pertanyaan. "Kenapa mbok Marini yang memandikanku? Kemana suster itu? Dia nggak betah kerja disini?" tanya Tuan Muda Arvin dengan gaya bicara yang tegas dan to the point.Mendengar pertanyaan tersebut, mbok Marini merasa sedikit kesulitan untuk memberikan jawaban yang pasti. Namun, ia masih mampu memberikan penjelasan singkat. "Dia pingsan tadi saat akan ke kamar tuan," jawab Mbok Marini sambil menyuapinya.Tuan Muda Arvin terdiam sejenak. Ia masih belum puas dengan jawaban tersebut. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang disembunyikan dari dirinya. Ia merasa bahwa suster tersebut memiliki alasan yang jelas untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai suster di rumah ini menjalani sebagai perawat pribadinya."Bagus kalau dia sakit. Aku juga malas melihat wajahnya." Mbok Marini merasa geram dan kesal mendengar perkataan tersebut. Namun, ia masih tetap menjaga sopan santun dan memberikan penjelasan

  • Perawat Untuk Tuan Duda Lumpuh   Sekongkol

    Tuan Muda Arvin mengumpulkan semua pekerjanya yang bekerja dengannya dan menanyakan apakah ada yang tahu tentang keadaan kesehatan susternya. "Siapa yang tahu susterku sakit? Sudah berapa lama sakit?" tanya Tuan Muda Arvin dengan rasa khawatir yang terlihat jelas.Namun, para pekerja yang berkumpul di sekitarnya tidak dapat memberikan jawaban yang pasti. Dinda, salah satu pekerja Tuan Muda Arvin yang sangat dekat dengan suster Kiya, bahkan tidak tahu secara pasti kapan dan mengapa susternya bisa sakit.Tuan Muda Arvin terlihat semakin khawatir dan kesal ketika para pekerjanya yang berhubungan dengannya tidak memberikan jawaban yang pasti mengenai keadaan kesehatan suster Arvin. "Tidak ada yang menjawab? Atau aku pecat kalian semua," ancamnya sekali lagi.Namun, suara Anya terdengar dari balik kerumunan. "Dinda kan yang satu kamar," ujarnya. Diapun memberikan jawaban yang diminta Tuan Muda Arvin."Iya, memang aku satu kamar tapi kan suster Kiya nggak bicara apa-apa kalau sakit. Hanya t

  • Perawat Untuk Tuan Duda Lumpuh   Kepergok

    Selama beberapa tahun terakhir, hubungan harmonis antara ibu dan ayah telah berakhir dalam perceraian yang menyedihkan. Kini, sang ayah, Gagan, hanya bisa duduk di atas kursi roda seperti sebuah sampah bagi keluarga mereka. Keadaan ini sangat memilukan, terlebih lagi mengingat sejarah masa lalu yang penuh kasih sayang dalam keluarga tersebut.Di usianya yang masih terbilang sangat muda, yaitu 5 tahun, Rey sering terpaksa pindah-pindah antara rumah Ayah dan ibunya. Selain itu, Rey juga kondisi yang sangat sulit , terutama melihat ayahnya yang kini lumpuh.Rey merasa agak asing dan canggung saat bertemu dengan Arvin setelah sekian lama tidak bertemu. Namun, meskipun sedang mengalami masalah besar, Arvin tetap harus mempertahankan citra positif sebagai seorang ayah dan ingin menjaga agar Rey tidak mengetahui apa yang sedang terjadi dalam hidupnya.Sebuah pertanyaan sederhana dilontarkan Rey dengan polos, "Papa, kenapa nggak jalan-jalan kaya Rey?". Pertanyaan

  • Perawat Untuk Tuan Duda Lumpuh   Memandikan Tanpa Menyentuh

    "Kiya, apakah kamu baik-baik saja? Jika tuan muda marah, apakah kamu masih merasa sakit?" tanya Keen sambil menahan tangan Kiya yang berusaha melepaskan selang infusnya."Kiya baik-baik saja, Pak. Saya hanya merasa sakit perut biasa, tapi saya sudah merasa lebih baik saat ini. Saya akan minum obat setelah ini, dan pasti Tuan Muda akan mencari saya," ucap Kiya dengan mantap.“Baiklah, jika itu sudah keputusan suster. Jika ada apa-apa gimana?” tanya Keen.“Tenang saja, Pak. Kiya akan bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri,” jawab Kiya dengan lirih, seperti merasakan keprihatinan dari Keen.Keen terus memperhatikan Kiya yang duduk di sebelahnya dengan rasa prihatin. Ia melihat sahabatnya itu sedang lemas tanpa tertarik dengan sekitarnya. Kiya hanya menatap keluar jendela dan membiarkan sebagian anak rambutnya terombang-ambing tersapu angin dengan lesu. Perasaan cemas menyelimuti hati keen, ia ingin membantu tapi tidak tahu harus melakukan apa untuk Kiya.Kiya pasti merasakan lemas k

Latest chapter

  • Perawat Untuk Tuan Duda Lumpuh   Bertemu Mantan

    Ketika Dinda memasuki kamar Arvin, ia langsung memberikan salam pagi dengan ramah."Selamat pagi, Tuan," ucapnya sopan.Arvin memandang Dinda, masih terbaring di atas tempat tidur dan masih terlihat kurang segar. Namun, ia tak dapat menahan rasa penasaran saat melihat ke hadapan."Kok kamu bukan Kiya? mana Kiya?" tanya Arvin penasaran."Duh, Kiya terlambat bangun pagi. Ia sedang mandi," jawab Dinda sambil mempersiapkan sarapan Arvin. Ia meletakkan susu dan roti di atas meja kecil di sebelah tempat tidur Arvin.Arvin merespon jawaban Dinda dengan mengangguk saja tanpa berkata apa-apa. Ia masih menatap bingung ke depan, sementara Dinda merapikan meja makan.Arvin masih menatap ke arah lampu gantung di atas plafon kamar tidurnya, seakan tidak ingin beranjak dari tempat tidur. Walaupun mata terbuka lebar, raut wajahnya masih menampakkan tanda-tanda mengantuk.Namun, Dinda mengamati Arvin dari jauh dan terus memantau tubuh tuannya yang malas bangkit. Ia menunggu Kiya datang, sementara caha

  • Perawat Untuk Tuan Duda Lumpuh   Perubahan Sikap Tuan Muda

    Di sebuah meja makan, Kiya duduk bersama Arvin, Nyonya Ratih, dan seluruh staf pelayan yang lainnya. Makan malam disajikan dalam suasana yang indah di teras rumah keluarga Arvin yang luas dengan pemandangan yang menakjubkan.Mereka duduk untuk menikmati makanan yang tersedia di meja. Kiya hanya memperhatikan Rey saat ia sedang menikmati santapannya dengan lahap."Aku ingin ayam bagian kanan," ucap Rey sambil menunjuk pada potongan ayam yang berada di depan Arvin."Yang mana yang kanan? Sejauh ini, aku tidak melihat adanya tanda penunjuk pada potongan ayam untuk membedakan antara kanan dan kiri," tanya Kiya dengan nada agak kesal."Kalau begitu, mohon ambilkan yang bagian kanan atau tanyakan pada si ayam sendiri," jawab Rey dengan sok cuek.Seketika suasan di dalam ruangan tersebut menjadi riuh gembira karena mereka menertawakan apa yang telah diucapkan oleh Rey. Tawa riang terdengar di seluruh ruangan dan bahkan seorang pria bernama Arvin pun tersenyum kecil ketika melihat Rey dengan

  • Perawat Untuk Tuan Duda Lumpuh   Apakah Aku Jatuh Cinta?

    Ketika Tuan Muda Arvin melihat wajah Kiya, ia merasa khawatir. Wajah Kiya terlihat sembab dan pucat, menandakan bahwa ia masih sakit. Namun, meskipun kondisinya belum pulih sepenuhnya, Kiya tetap bersedia menemani Arvin untuk berlatih berjalan.Arvin menginjak kedua kakinya pada lantai dengan berpegangan pada alat peraga di dekatnya. Kiya berdiri di sisinya dengan memperhatikan gerakan dan langkah Arvin. Meskipun Kiya diam dan tidak berkomentar apapun, jelas terlihat bahwa ia khawatir dan ingin memastikan Arvin aman selama berlatih.Namun, tiba-tiba Arvin kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Kiya cepat bereaksi untuk menolongnya, menarik lengannya agar Arvin tidak benar-benar jatuh."Biar Kiya bantu," ucap Kiya dengan suara lembut, menawarkan bantuan pada Arvin."Enggak, aku bisa sendiri," jawab Arvin dengan sedikit kesal. Dia ingin membuktikan pada Kiya bahwa ia bisa melakukan apapun sendiri dan tidak bergantung pada orang lain.Kiya memperhatikan Arvin dengan seksama saat ia mencob

  • Perawat Untuk Tuan Duda Lumpuh   Di Rumah Sakit

    Kiya merasakan denyutan sakit yang menyengat tubuhnya, sementara rasa ketakutan memenuhi dirinya. Dia menyesal tiba-tiba datang ke ruangan yang salah, tempat yang seharusnya dihindarinya. Ruangan itu bau dan gelap, ada sepasang mata kejam yang menatapnya dengan penuh amarah.Saat tak bisa menahan ketakutannya, Kiya berteriak meminta tolong, berharap ada seseorang yang akan mendengarnya. Tapi, suaranya hanya bergema di dinding yang dingin, dengan tangisannya yang tak berdaya. Tanpa Nyonya Ratih, Kiya tak tahu apa yang akan terjadi padanya. Ia mungkin akan kehilangan kesuciannya, yang sulit diraih dan dijaga selama ini.Mendadak ibu Kiya bertanya dengan nada tinggi, "Kamu ngapain ke juragan?"Kiya terdiam sesaat sebelum akhirnya menjawab, "Nggak ada yang dibahas lagi, Kiya nggak mau dijodohkan dengan juragan tua itu. Cocoknya itu buat ibu," ujarnya dengan sedikit keras.Sontak, ibunya merasa tersinggung dengan ucapan anaknya yang membandingkan dirinya dengan juragan tua itu dan membenta

  • Perawat Untuk Tuan Duda Lumpuh   Saling Sombong

    🍒Rumah Sakit🍒Kiya yang baru saja dipindahkan ke ruangan perawatan merasa sangat lelah dan pusing. Infus menancap di tangannya dan tubuhnya terasa lemas. Namun, suasana yang semakin memanas antara ayah dan ibunya membuatnya semakin pusing.Kedua orang tua Kiya terus bertengkar mengenai calon pasangan hidup Kiya. "Kiya harus menikah dengan juragan Feri," ucap ibu dengan teguh pada pendiriannya.Namun, ayah Kiya tidak setuju dan tetap bersikeras dengan pendiriannya. "Nggak! Masa depan anakku ada di tanganku," jawab ayah dengan tegas.Ibu Kiya masih tetap berpegang pada pendapatnya mengenai uang yang bisa didapatkan dari juragan Feri jika Kiya menikah dengan dia. "Uang juragan Feri itu banyak dan besar, kita bisa dapat untung berkali-kali lipat," ucap ibu Kiya dengan meyakinkan."Dari dulu kamu memikirkan uang terus. Nggak berubah jadi perempuan malah menjadi materialistik," ucap ayah dengan tegas.Ibu mencoba membela diri dengan mengingatkan bahwa ayah dan dia adalah pasangan yang tel

  • Perawat Untuk Tuan Duda Lumpuh   Gara Gara Dingin

    Kiya berada di kamar bersama Dinda yang sangat perhatian padanya, sembari Dinda mengompresnya dengan hati-hati. Saat itu Kiya masih merasakan demam dan merasa tidak enak badan."Kamu panas kok nggak turun-turun dari tadi siang?" tanya Dinda dengan nada perhatian.Kiya mempersilahkan Dinda untuk merasakan suhu tubuhnya, dan Dinda langsung merasa kehangatan yang ada pada tubuh Kiya. Dinda langsung kebingungan mengikuti Kiya mengapa Kiya tidak mau memberitahukan hal ini dengan baik terlebih dahulu sebelum Kiya diserang sakit."Kamu harus istirahat dengan baik, kamu belum pulih sepenuhnya," ujar Dinda sambil memperhatikan Kiya dengan intensif.Di malam itu, rutinitas makan malam dimulai dan Dinda menjaga Rey, anak kecil yang susah diatur. Dinda sangat bertanggung jawab dan penuh perhatian terhadap Rey, sambil mempersiapkan makan malam.Dinda mencoba membujuk Rey agar mau makan dan menyimpan makanan yang sehat untuknya. Namun, Rey tetap bersikeras bahwa dia tidak suka makan tersebut dan me

  • Perawat Untuk Tuan Duda Lumpuh   Sakit

    Di bawah terik matahari yang menyengat, Kiya sedang berada di ladang anggur yang luas. Dia berjalan pelan sambil menghirup aroma manis dari buah-buah anggur hijau yang matang sempurna dan, terdapat pohon-pohon pepaya yang menggoda dengan buah-buah segar yang bergelayutan di atasnya.Lemas dan pusing terus memeluknya saat ia mencoba untuk berdiri dan menyeimbangkan tubuhnya. Rasa sakit di tubuhnya terasa sangat menyiksa, membuatnya sulit untuk melanjutkan aktivitasnya.Sesekali Kiya menahan rasa pusingnya dengan memegang kepalanya seraya berjalan kembali setelah selesai mencuci dan memotong buah-buahan yang diinginkan. Ia mencoba untuk tetap fokus meskipun rasa pusingnya semakin parah.Kiya tersenyum kecil pada Tuan Muda Arvin yang sedang disuapi makan oleh Bunga. Namun, tiba-tiba kepala Kiya terasa sangat tidak tertahankan sampai hampir melimburungkan tubuhnya. Kiya berusaha menahan sakit dan berusaha untuk tetap berdiri, namun ia kembali merosot dan hampir jatuh ke tanah.Untunglah,

  • Perawat Untuk Tuan Duda Lumpuh   Memandikan Tanpa Menyentuh

    "Kiya, apakah kamu baik-baik saja? Jika tuan muda marah, apakah kamu masih merasa sakit?" tanya Keen sambil menahan tangan Kiya yang berusaha melepaskan selang infusnya."Kiya baik-baik saja, Pak. Saya hanya merasa sakit perut biasa, tapi saya sudah merasa lebih baik saat ini. Saya akan minum obat setelah ini, dan pasti Tuan Muda akan mencari saya," ucap Kiya dengan mantap.“Baiklah, jika itu sudah keputusan suster. Jika ada apa-apa gimana?” tanya Keen.“Tenang saja, Pak. Kiya akan bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri,” jawab Kiya dengan lirih, seperti merasakan keprihatinan dari Keen.Keen terus memperhatikan Kiya yang duduk di sebelahnya dengan rasa prihatin. Ia melihat sahabatnya itu sedang lemas tanpa tertarik dengan sekitarnya. Kiya hanya menatap keluar jendela dan membiarkan sebagian anak rambutnya terombang-ambing tersapu angin dengan lesu. Perasaan cemas menyelimuti hati keen, ia ingin membantu tapi tidak tahu harus melakukan apa untuk Kiya.Kiya pasti merasakan lemas k

  • Perawat Untuk Tuan Duda Lumpuh   Kepergok

    Selama beberapa tahun terakhir, hubungan harmonis antara ibu dan ayah telah berakhir dalam perceraian yang menyedihkan. Kini, sang ayah, Gagan, hanya bisa duduk di atas kursi roda seperti sebuah sampah bagi keluarga mereka. Keadaan ini sangat memilukan, terlebih lagi mengingat sejarah masa lalu yang penuh kasih sayang dalam keluarga tersebut.Di usianya yang masih terbilang sangat muda, yaitu 5 tahun, Rey sering terpaksa pindah-pindah antara rumah Ayah dan ibunya. Selain itu, Rey juga kondisi yang sangat sulit , terutama melihat ayahnya yang kini lumpuh.Rey merasa agak asing dan canggung saat bertemu dengan Arvin setelah sekian lama tidak bertemu. Namun, meskipun sedang mengalami masalah besar, Arvin tetap harus mempertahankan citra positif sebagai seorang ayah dan ingin menjaga agar Rey tidak mengetahui apa yang sedang terjadi dalam hidupnya.Sebuah pertanyaan sederhana dilontarkan Rey dengan polos, "Papa, kenapa nggak jalan-jalan kaya Rey?". Pertanyaan

DMCA.com Protection Status