Issabel berjalan tergesa, suara ketukan heelsnya terdengar tajam disetiap langkah yang dia ambil. Wajah Issabel terlihat suram karena amarah yang sangat sulit untuk dikendalikan.Dibandingkan merasa puas karena telah meluapkan amarahnya dan mempermalukan Floryn didepan umum, justru kini Issabel menjadi semakin kesal pada gadis itu.Setelah sekian lama tidak bertemu, ternyata Floryn tidak pernah berubah, dia masih keras kepala, angkuh dan berani kepadanya.Watak gadis itu sungguh membuat Issabel semakin ingin menyakitinya dan melihat keterpurukannya hingga titik dimana Issabel menyaksikan dia berlutut dibawah kakinya untuk meminta maaf atas apa yang telah terjadi.Issabel menyibak rambutnya dengan kasar, dilihatnya Emier yang sejak tadi tidak banyak berbicara dan sibuk dengan pikirannya sendiri. “Ada apa denganmu? Kenapa kau tidak melakukan apapun untuk mendukungku Emier? Sejak tadi kau hanya menonton apa yang tengah terjadi,” cecar Issabel meluapkan kekesalannya.”“Memangnya apa yan
Gerbang besar didepan Floryn terbuka begitu dia sampai didepan kediaman keluarga Morgan.“Selamat pagi Paman,” sapa Floryn tersenyum kepada seorang lelaki yang kini tengah duduk di bangku pos menikmati sarapan pagi.“Selamat pagi Flo.” Seperti hari-hari sebelumnya, Floryn menyapa tukang kebun yang tengah memotong rumput dan menyirami bunga, pelayan yang berlalu lalang Floryn senang dia bisa langsung akrab dengan semua orang, terkecuali Daisy.Pelayan itu masih gigih berusaha mengingat Floryn, dia kukuh dengan pendiriannya bahwa dia pernah melihat Floryn, dalam beberapa kesempatan setiap kali mereka berpapasan dan makan bersama, Daisy tidak pernah berhenti menatap Floryn hingga harus ditegur oleh beberapa pelayan lain.Floryn berharap rasa penasaran Daisy akan segera berakhir seiring dengan berjalannya waktu. Floryn bekerja di rumah ini dengan niat yang baik meski ada sebuah kebohongan yang telah dia ciptakan dibaliknya.Keberadaan kamar Nara berada di bagian utara, Floryn membelokan
Bayangan Floryn mulai menghilang di spion seiring dengan mobil yang bergerak semakin menjauh dari kediaman keluarga Morgan.Alfred meremas udara ditangannya, dia masih sangat kesal dengan tutur kata Floryn yang menghempaskannya seperti menendang krikil di jalanan. Itu cukup menyakitkan untuk seseorang yang tidak terbiasa dengan penolakan.Ali yang tengah menyetir, beberapa kali melihat spion, memperhatikan tuan mudanya yang terlihat muram.Ali sudah mendampingi Alfred sejak dia masih berada sekolah dasar hingga kini berusia dua puluh delapan tahun, dan sebentar lagi dia akan menjadi peminpin menggantikan posisi Steve Morgan.Ali tahu betul sifat Alfred seperti apa. Alfred sosok orang yang tidak peduli dengan ha-hal yang ada disekitarnya, tidak mudah juga untuk bisa memiliki ikatan dengannya, bahkan Alfred menolak melakukan sentuhan fisik dengan sembarangan orang.Banyak orang yang menilainya sebagai sososk pria angkuh.Anehnya, Floryn adalah sebuah pengecualian yang tidak pernah Ali
Julliet menghampiri salah seorang pekerja. “Ada apa ini?”“Kami sedang memasang beberapa lampu untuk menerangi tangga,” jawab pekerja itu seraya menurunkan topi keamannnya.Julliet berdecak pinggang, dia menghitung ada lima tiang lampu yang kini tengah dibangun sementara tiang lampu yang lama sudah diruntuhkan. Julliet tidak mengerti, dia sudah tinggal di tempat ini sejak berusia sepuluh tahun, baru kali ini wilayah kumuh tempatnya tinggal mendapatkan perhatian lagi dari pemerintahan setempat.Julliet kembali memusatkan perhatiannya pada para pekerja yang berseragam sebuah perusahaan, bukan seragam khusus pegawai pemerintahan. “Tangga ini hanya tertuju pada satu rumah. Aku tidak pernah menelpon siapapun untuk melakukan pekerjaan ini, aku tidak perlu membayar apapun kan?” Pekerja itu tersenyum lebar. “Tentu saja Nona, semua pekerjaan ini sudah dibayar oleh seseorang.”Kening Julliet mengerut seketika. “Seseorang?”Pekerja itu mengangguk membenarkan. “Saya tidak tahu persisnya seper
Floryn berdiri di depan pintu ruangan makan, ditengah kesunyian yang ada beberapa kali dia menengok ke belakang, melihat Nara yang tengah duduk sendirian diantara kursi-kursi kosong tanpa pemiliknya. Alfred telah pergi bekerja, sementara Nathalia dan Steve sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri.Nara terlihat kesepian, anak itu tidak begitu menikmati sarapan paginya dan kedapatan hanya mengaduk-ngaduknya saja sejak beberapa menit yang lalu.Menyadari tidak adanya orang-orang disekitar, Floryn memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan makan, gadis itu membungkuk di belakang kursi tempat Nara duduk. “Nona,” panggil Floryn berbisik pelan.Nara sedikit terperanjat, anak itu melihat ke belakang, terdapat Floryn yang tengah berjongkok sambil bersandar pada kaki kursi yang didudukinya.“Nona, mengapa Anda tidak makan?” bisik Floryn penuh kehati-hatian.Nara membuang muka, dia kembali teringat dengan percakapan para pelayan yang membuatnya merasa tidak nyaman. Mereka mengata
“Dany bilang, dia memiliki rahasia penting tentangmu, rahasia apa itu?”Tubuh Rachel menegang kaku. “A-aku tidak memiliki rahasia apapun,” elak Rachel dengan gelagapan, tangannya yang berada dibawah meja terlihat gemetaran hingga berkeringat dingin.Issabel tidak percaya dengan jawaban putrinya, sekalipun dia tahu Dany adalah pria yang jahat, namun dia tidak pernah berbohong.“Apapun rahasiamu, setidaknya kau harus bertanggung jawab Rachel! Kenapa kau begitu tega membiarkan Dany menderita sendirian setelah kau memberinya perintah,” tegur Issabel.“Ibu tahu kan jika semua uang gajiku selama ini dipakai untuk membayar klub pertemuan orang-orang kaya dan membeli pakaian bagus. Aku tidak memiliki uang sebanyak itu untuk bisa membantunya!”“Apapun alasanmu Rachel. Kau harus membayar biaya rumah sakit Dany hari ini juga! Dia telah kehilangan satu kakinya, tidak mungkin dia juga harus menanggung biaya rumah sakitnya!”“Kenapa Ibu tidak membiarkan dia begitu saja? Dia bisa mengurus dirinya se
“Kau tahu Issabel, jika aku buka suara pada polisi, aku bisa mendapatkan ratusan ribu dollar karena rahasia putrimu sangatlah penting.”Issabel bernapasnya dengan tidak beraturan, wanita itu berusaha meredakan amarahnya ditengah rasa penasaran yang semakin mengganggu.Kekurang ajaran Dany sudah menguji kesabarannya, disisi lain rasa penasaran semakin tidak berbendung dikepalanya.“Aku tidak akan memaksamu Issabel, namun jika kau tidak tahu rahasia Rachel, mungkin kau akan menyesal seumur hidupmu,” ucap Dany lagi tidak berhenti memancing rasa penasaran Isssabel.Benar saja, Issabel yang terpengaruh akhirnya mengambil handponenya di dalam tas dan segera mengirimkan uang sebesar sepuluh ribu dollar pada rekening Dany.Issabel menunjukan handponenya kepada Dany untuk memperlihatkan bukti bahwa dia telah mentrasfer uang yang dimintai adiknya. “Kau puas kan? Sekarang katakan padaku, apa rahasia Rachel,” desak Issabel.Senyuman merekah mengukir bibir Dany, betapa mudahnya mendapatkan uang, D
Floryn mengusap permukaan topeng yang lembut dan berbulu, topeng itu terlihat cantik dan indah, sama dengan gaun yang kini tengah dia kenakan.Sekali lagi Floryn melihat penampilannya di cermin, dia terlihat berbeda dengan polesan make up.Cukup lama dia terdiam, memandangi dirinya sendiri dengan lekat. Ragu-ragu Floryn mengusap wajahnya, mata indahnya berkacap-kaca, gemetar perih terdesak oleh kesedihan yang membuatnya bisa menangis kapanpun.“Cantik,” suara Floryn menggantung di udara, “sama persis seperti wajah ibu,” lirihnya terdengar menyakitkan.Floryn menarik napasnya dengan sesak, terbayang wajah ibunya dalam ingatan. Tidak ada satupun potret yang dia miliki tentang ibunya, setiap kali merindukannya, dia hanya bisa bergumul dengan tangisan dan kenangan yang samar-samar masih teringat.Dengan berat hati Floryn mengambil topeng cantik itu dan segera mengenakannya.Sepasang bola matanya yang berwarna safier terlihat mencolok bersama dengan lipstick merah yang membingkai bentuk bi
Samantha menghisap cerutunya dalam-dalam, wanita itu segera duduk dikursinya menghadap Roan yang telah cukup lama menunggu diruangannya.“Ada apa? Tidak seperti biasanya kau datang ke rumah bordilku,” tanya Samantha dengan suara serak.“Bagaimana kabarmu Samantha?”“Seperti yang kau lihat, selalu berjalan biasa seperti ini.”Seperti apa yang Roan lakukan sebelumnya, dia mengeluarkan sebuah amplop dari jaketnya dan meletakannya di meja kerja Samantha. “Aku ingin menyampaikan titipan dari Flo.”Samantha sempat terdiam melihat amplop diatas mejanya, sampai akhirnya dia bertanya. “Titipan apa?”“Bukalah.”Samantha meninggalkan cerutunya di asbak dan mengambil amplop itu, mengeluarkan selembar cek berisi dua juta dollar.Samantha terperangah kaget sampai tangannya gemetar memegang uang sangat banyak. “Apa maksudnya ini? Jangan bermain-main denganku jika ini tentang uang,” bisik Samantha dengan suara bergetar.Tubuh Roan menegak. “Itu adalah uang hasil dari tuntutan Flo pada kepolisian. Fl
Kabar kematian Floryn tersebar luas kepada banyak orang, kasus pembunuhan dan scenario pembohongan besar yang telah dilakukan Rachel memantik banyak berhatian public untuk ikut turun tangan menuntut keadilan untuknya. Public menuntut untuk hukuman berat kepada Rachel karena dia bertanggung jawab penuh atas kematian Abra dan juga penyebab kematian Floryn. Kabar kematian Floryn akhirnya sampai ditelinga Rachel, alih-alih merasa senang orang yang paling dibencinya telah tiada, justru Rachel mulai dibayangi oleh ketakutan akan hukuman yang semakin berat harus dia jalani didepan mata. Selama dua bulan di dalam penjara, keadaan Rachel terlihat semakin mengkhawatirkan karena dia dikurung dalam ruang isolasi sendirian, dia mengalami delusi parah hingga harus mendapatkan obat penenang. Beberapa kali dia kedapatan hendak melakukan percobaan bunuh diri karena tidak kuat menghadapi tekanan yang begitu menyiksanya. Kenekatan Rachel yang mulai parah membuat kedua tangannya dan kakinya perlu
Semua orang berjalan di hamparan rumput yang hijau dan subur, melangkah di bawah sinar matahari sore yang mulai kekuningan, suara hembusan angin terdengar dikesunyian yang mencekam, daun-daun yang berguguran ketanah seperti tengah bercerita tentang apa yang kini tengah terjadi pada segerombolan kecil orang yang membawa jenazah Floryn menuju tempat peristirahatan terakhirnya.Orang-orang berpakaian putih membawa bunga mawar merah tidak menunjukan tanda-tanda sedang berduka meski pada kenyataannya, ada hujan air mata yang tidak bisa dihentikan seiring dengan langkah yang kian dekat pada tempat dimana Floryn akan dimakamkan.Emier membekap mulutnya dengan kuat, melangkah tertatih kehilangan banyak tenaganya. Dia sudah tidak mampu lagi menampung kesedihannya hari ini, jauh lebih baik jika Emier sakit karena sekarat dibandingkan harus sakit karena penyesalan atas kepergian putrinya.Bahu Emier gemetar, lelaki paruh baya itu membungkuk tidak mampu melanjutkan perjalananya yang tinggal sedik
Roan duduk sendirian di kamar tempat terakhir Floryn terbaring tadi malam, pria itu tengah menangis mengenakan pakaian putih yang beberapa jam lalu baru dibelinya. Suara rintihan pria itu terdengar, Roan tahu jika pada akhirnya ini semua akan terjadi, namun dia tidak pernah membayangkan jika rasa sakitnya sangat begitu menyiksa sampai membuatnya ingin berteriak sekencang mungkin.Roan tidak pernah menyangka jika perayaan kesembuhan yang telah Floryn ucapkan kepadanya beberapa jam lalu adalah sebuah perpisahan.Roan mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air mata, dengan langka gontainya pria itu berjalan melewati pintu, melihat Floryn yang terbaring dalam keadaan cantik dan tenang.Roan mendekat dengan putus asa, sebanyak apapun dia menangis, hal itu tidak mampu meradakan kesedihan dan sakit yang tengah bersarang didalam dadanya.Roan tahu, ini adalah jalan terbaik untuk Floryn. Tapi tidak untuk orang-orang disekitarnya yang kini harus belajar mengkihlaskan kepergiannya.Tangan Roan
Air mata Julliet terus berjatuhan membasahi punggung tangannya yang bersarung tangan. Dia dan Samantha tengah membantu mengenakan baju Floryn, memengakan sebuah gaun cantik yang telah Floryn beli dari toko satu jam sebelum kematiannya. “Aku tidak bisa melakukan ini Bibi,” isak Julliet mengusap wajahnya dengan kasar, dia sudah bertahan sekuat tenaga, namun setiap kali dia melihat wajah Floryn, tangisannya selalu terpecah.Julliet masih tidak menyangka jika Floryn akan berakhir seperti ini.Baru beberapa jam yang lalu mereka berbicara sambil menunggu pagi datang, Julliet masih bisa melihat senyumannya yang cantik, suara tawanya yang lembut, bahkan Julliet sempat menggoda Floryn bahwa dia akan mempersiapkan gaun pernikahan sederhananya dengan Alfred.Julliet sama sekali tidak pernah berbikir bahwa gaun yang dibeli Floryn akan digunakan untuk hari terakhirnya.Apakah ini alasan Floryn meminta Julliet untuk tinggal dirumah neneknya? Apakah ini maksud dari Floryn yang telah mengatakan bah
Langit yang cerah berkabut terhalang oleh air mata. “Roan cepatlah!” teriak Alfred memeluk erat Floryn dengan gemetar, memaksa Roan untuk berkendara lebih cepat meninggalkan toko Luwis.Pikiran Alfred berubah kacau, jantuntungnya berdegup begitu kencang merenggut sebagian kekuatannya karena ketakutannya akan keadaan Floryn semakin tidak baik.“Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang juga, aku mohon cepatlah!” pinta Alfred penuh permohonan.“Aku sudah berusaha secepat mungkin! Flo bertahanlah, kau akan baik-baik saja,” ucap Roan terdengar getir.Bulu mata Floryn bergerak pelan, kesadarannya yang terenggut telah kembali. Samar-samar Floryn melihat wajah Alfred yang kini tengah menangis, memeluk dalam pangkuan.Ada sakit yang cukup kuat disetiap denyut urat nadinya, kepala Floryn diletupi oleh sesuatu yang tidak dia mengerti. Jika ditanya apakah sakit? Sangat sakit, ini adalah sesuatu yang paling sakit diterima tubuhnya, namun Floryn tidak ingin meringis ataaupun menangis, dia ha
Pagi ini matahari cukup cerah dan hangat, mengurangi cuaca dingin dari musim gugur yang masih berlangsung.Floryn duduk disisi ranjang tengah diperiksa oleh dokter untuk memastikan keadaannya sebelum pergi keluar rumah.Ditengah ketenangannya, Floryn diam-diam memperhatikan Alfred yang tengah bersiap-siap. Pagi ini Floryn bisa mendengar suara rengekan Alfred kepada Ali karena tidak terbiasa menggunakan kamar mandi kecil, mendengar rengekannya karena tidak memiliki sarapan yang bergizi.Suara rengekan itu cukup menghibur Floryn yang berada di kamar, pasalnya Alfred tidak mengeluhkan apapun saat berada dihadapan Floryn, dia bersikap sebagai lelaki gantleman. Lucunya saat bersama Ali, Alfred akan mengeong seperti kucing rumahan.“Bagaimana keadaannya?” tanya Roan.“Keadaannya membaik, beliau bisa pergi,” jawab Edith tersenyum lembut menyembunyikan ada kegetiran dimatanya. “jangan lupa membawa kursi roda untuk berjaga-jaga.”Roan tersenyum penuh kelegaan, pria itu sempat mendekati Floryn
Malam yang dingin begitu sunyi, jam sudah menunjukan pukul dua malam dan semua orang tengah tertidur lelah mengistirahatkan diri ditenda-tenda yang sudah dibangun, tungku perapian dari arang dan kayu masih menyala menyebarkan kehangatan.Di dalam rumah, Floryn bergerak gelisah, seluruh tubuhnya kembali sakit dan sesak meski alat bantu pernapasan terpasang dihidungnya. Floryn diserang oleh mimpi aneh yang tidak jelas, sekuat tenaga dia berusaha untuk bangun dan sadar.Floryn tersentak membuka matanya seketika, bibirnya terbuka bernapas dengan kasar tidak beraturan, seluruh tubuhnya kembali tidak dapat digerakan, sekuat apapun Floryn berusaha, dia tidak dapat melakukannya bahkan sekadar untuk menggerakan jarinya.Semakin sering penyakit itu datang, semakin banyak kemampuan tubuh Floryn yang terenggut.Butuh waktu yang cukup lama untuk Floryn mendapatkan ketenangan, melihat keberadaan Alfred yang tengah tertidur duduk di kursi rotan. Sejak kemarin Alfred tidak mendapatkan waktu beristi
Roan berdiri di ambang pintu, memperhatikan Alfred yang masih tidak beranjak meninggalkan Floryn, pria itu tengah memijat tangan Floryn yang masih kesulitan untuk digerakan. Sejak kembali sadar, bahkan Floryn belum berbicara sepatah katapun.Tampaknya setelah ditinggalkan Floryn dimalam itu, Alfred mulai takut untuk meninggalkan Floryn dari jangkauan matanya.Roan mengetuk daun pintu sepelan mungkin. “Izinkan aku berbicara dengan Flo. Hanya berdua,” pinta Roan.Dengan berat hati Alfred beranjak pergi memberi ruang.Roan mendekat dengan penuh kehati-hatian, matanya bertemu dengan sepasang mata Floryn yang memandanginya dengan lekat tanpa berbicara sepatah katapun. Dokter bilang jika penyakit Floryn sudah mengganggu ingatannya, karena itulah kini Floryn pikiran Floryn sedang melayang tersesat.Roan tersenyum dan duduk bersimpuh di lantai agar bisa mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Floryn.“Flo,” panggil Roan.Bola mata Floryn bergerak kesisi melihat Roan melalui sudut matanya.“Apa s