Sunyi sepi dan dinginnya malam terasa menusuk, Floryn tengah duduk disebuah kursi kayu taman, gadis itu bergerak gelisah dan beberapa kali kedapatan meremas permukaaan pakaiannya untuk menghilangkan keringat dingin yang mengganggu.Setidap menit yang Floryn begitu mencekiknya.Dua puluh menit sudah Floryn menunggu, namun Nathalia masih belum menunjukan diri.Apakah Nathalia sedang menghukumnya dan membuat Floryn menunggu?Dengan sabar Floryn tetap diam ditempatnya, menunggu sampai akhirnya Nathalia datang setengah jam kemudian.“Maaf, membuatmu menunggu lama.” Nathalia segera duduk disebrang Floryn, ditangannya terdapat sebuah map berwarna hitam yang langsung diletakan di atas meja. Floryn menghembuskan napasnya dengan penuh kelegaan, gadis itu memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya dan melihat Nathalia yang terlihat tenang seperti biasa tidak menunjukan tanda-tanda dia tengah marah.Ketengangan di wajah Nathalia membangun sedikit keberanian Floryn untuk berakata, “Nyonya, saya
Floryn meninggalkan kediaman keluarga Morgan pada pukul depalan malam. Langit sudah gelap, jalanan sepi, hanya ada suara dedaunan yang bergerak ketika kelelawar terbang melintas menemani kesendirian Floryn.Floryn berjalan sendirian sambil memeluk skateboardnya, suasana hutan yang gelap membuat dia tidak dapat menggunakannya.Mungkin butuh waktu setengah jam lamanya untuk berjalan melintasi hutan dan bertemu dengan beberapa lampu jalanan. Tidak ada kendaraan umuM yang lewat karena hutan yang kini sedang Floryn telusuri itu masih bagian dari wilayah rumah keluarga Morgan. Sesungguhnya Floryn takut bertemu orang jahat ataupun hewan liar, jika dia berteriak tidak ada satu orangpun yang bisa mendengar, bahkan jika dia berlari masuk ke hutan, mungkin dia akan tersesat sepanjang malam.Ketakutan itu tidak berarti apa-apa karena saat ini suasana hatinya sedang sangat baik.Floryn sedang bahagia..Euphoria kesenangan masih terasa hingga sekarang, degup jantung Floryn berdebar cepat, bibirn
“Tu-tunggu, Tuan Muda!”Alfred membuang muka menyembunyikan menyeringai geli, dia sudah bisa menduga Floryn akan terpengaruh oleh kata-katanya.Alfred berdeham pelan mencoba untuk bersikap normal, “Ada apa?” tanya Alfred berpura-pura dingin.Dengan langkah terpincang-pincang Floryn berlari mendekat, pupil mata gadis itu gemetar ketakutan. Floryn harus mengabaikan amarahnya saat ini, kakinya telah terluka dan dia tidak bisa berjalan lebih cepat. “Tawaran Anda masih berlaku kan?” tanya Floryn.Alfred mengedikan bahunya mengisyaratkan Floryn untuk segera masuk.“Terima kasih, Tuan Muda,” bisik Floryn nyaris tidak terdengar, gadis itu bergeser ke sisi dan membuka pintu, duduk di kuris belakang.Senyuman senang Alfred menghilang dalam seperkian detik, pria itu menengok kebelakang melihat ekspresi polos Floryn yang sudah duduk dengan tenang. “Kenapa kau duduk di belakang? Kau pikir aku sopirmu?” tegur Alfred dengan.“Maaf, Tuan Muda, saya tidak bermaksud seperti itu.” “Pindah.”Dengan gela
“Flo, apa kau sakit?” tanya Julliet berdiri di ambang pintu kamar mandi, memperhatikan Floryn yang sejak tadi hanya duduk meringkuk dibathub, sesekali gadis itu menyeka air matanya yang membasahi pipi.“Aku baik-baik saja Julie,” jawab Floryn terdengar pelan.Seluruh tubuh Floryn tengah sakit, namun perasaannya yang jauh lebih sakit.Kata-kata Alfred Morgan telah merobek hatinya.Floryn sedang berusaha bangkit membangun rasa percaya dirinya, setiap kesempatan selalu Flroryn raih karena dia tahu bahwa dunia ini kejam, menjadi orang baik dan jujur saja tidak cukup, Floryn harus kuat.Kata-kata Alfred Morgan menghancurkan satu tangga yang baru Floryn ciptakan dalam hidupnya.Floryn tahu mana lingkungan yang baik dan buruk.Namun dunia tidaklah sesederhana itu, orang-orang tidak mau menerima seseorang yang bermasa lalu kelam tanpa mereka peduli seberapa beratnya Floryn berusaha keluar dari kekelaman itu.Disinilah Floryn diterima, disinilah Floryn bisa berteduh setelah dia terkurung dipen
“Kau siapa? Untuk apa mencari Flo?”Julliet tahu, selama ini Floryn selalu dikelilingi orang yang ingin mencelakainya, dia harus memastikan orang yang mencari temannya itu adalah seseorang yang tidak berbahaya. Julliet tidak boleh tertipu oleh penampilannya yang indah.Alfred menghela napasnya dengan berat, pria itu mengangkat tas kecil yang dijinjingnya dan menunjukannya kepada Julliet. “Aku harus mengantar obat ini untuk Flo karena dia sedang terluka. Jadi, apa Flo tinggal di gubuk, maksudku rumah itu?” tanya Alfred setelah serangkaian penjelasan singkatnya.Julliet mendengus kasar, dia sempat ingin bertanya siapa namanya, namun mendengar pria asing itu berbicara dengan nada arrogant, mendadak Julliet jadi kesal.Julliet bersedekap dan mengangkat dagunya dengan angkuh. “Biar aku melihatnya terlebih dahulu isi di tas yang kau bawa, siapa tahu kau membawa senjata,” pinta Julliet.Alfred terperangah kaget mendengar kat-kata Julliet yang mencurigainya. “Nyonya, apa penampilanku ini te
“Duduklah,” suara Alfred yang memanggil dan memerintah akhirnya terdengar.Floryn mengedarkan pandangannya mencari tempat untuk dia duduk selain kursi rotan yang kini tengah di duduki Alfred. Dilihatnya pintu rumahnya yang terbuka lebar, dia sangat berharap Julliet segera datang membawa obat untuknya.“Kenapa diam saja? duduklah.” Alfred menepuk sisi kursi yang didudukinya masih kosong. “Tapi, Tuan Muda.” Suara Floryn menghilang diudara, tubuhnya sedikit tersentak mendengar Alfred menepuk lebih kuat kursi rotan mengisyaratkan Floryn untuk segera duduk dan tidak banyak bicara.Ragu-ragu Floryn duduk di sisi Alfred, dia harus patuh dengan begitu Alfred bisa segera pergi dari kediamannya. Kembali terjebak berdua dengan Alfred Morgan begitu membuatnya sesak, Floryn selalu tidak mengerti dengan jalan pikirannya yang sulit dipahami.Sejak awal bertemu, Alfred menunjukan ketidaksukaannya, malam inipun dia bersikap demikian, namun apa yang membuat Alfred kembali datang? Jika Alfred benar-be
“Cepatlah, jangan membuang waktuku.”Floryn bergeser ragu-ragu, tanpa terduga gadis itu mendekatkan wajahnya dan menempatkan dagunya di tangan Alfred.Tubuh Alfred menegang kaku dengan mata terbelalak, terkejut oleh suatu tindakan Floryn yang tidak terduga. Kepala Floryn berada di tangannya, gadis itu menatap polos seperti seekor anak kucing yang sedang menunggu mendapatkan usapan dikepalanya.Alfred menarik napasnya kesulitan, merasakan degup jantungnya memacu cepat seakan mau meledak, darahnya berdesir panas menciptakan sempurat merah dipipinya.Bibir Alfred terkatup rapat menahan teriakan makian, memarahi kelancangan Floryn yang sudah membuatnya salah tingkah seperti seorang remaja yang berada dalam gejolak masa pubertasnya.Apa yang harus Alfred lakukan sekarang? Dia tidak tahan ingin mengusap kepalanya seperti seekor kucing peliharaan.Tangan Alfred terkepal kuat sampai buku-buku jarinya memutih, berusaha kuat untuk tetap bersikap tenang tanpa menunjukan seberapa kacau pikiranny
Mata Emier menyala-nyala dipenuhi oleh amarah. Sudah cukup dia dibuat pusing dengan keborosan Issabel akhir-akhir ini, kini dia Issabel kembali membuat ulah yang semakin membebani pikiran Emier.“Kemana saja sebenarnya kau pergi Issabel? Mengapa kau tidak pernah berhenti membuat masalah yang membuatku terus kesulitan?”Issabel terdiam seribu bahasa, dia kesulitan untuk membela diri dalam situasi yang sulit ini, satu-satunya cara yang bisa Issabel lakukan adalah dengan membujuk Emier. “Nolan!” teriak Emier memanggil.“Emier.” Dengan terburu-buru Issabel memeluk lengan Emier. “Jangan salahkan Nolan, dia tidak tahu apa-apa, aku membawanya sendiri saat pergi ke butik malam kemarin, maafkan aku. Kau jangan khawatir, aku akan memperbaikinya dengan uang tabunganku,” bujuk Issabel berusaha meredakan amarah Emier.Issabel harus melindungi Nolan agar dia terhindar dari masalah apapun yang kemungkinan bisa membuat Nolan dipecat.“Ini bukan hanya masalah tentang uang Issabel, ini tentang kebiasa
Samantha menghisap cerutunya dalam-dalam, wanita itu segera duduk dikursinya menghadap Roan yang telah cukup lama menunggu diruangannya.“Ada apa? Tidak seperti biasanya kau datang ke rumah bordilku,” tanya Samantha dengan suara serak.“Bagaimana kabarmu Samantha?”“Seperti yang kau lihat, selalu berjalan biasa seperti ini.”Seperti apa yang Roan lakukan sebelumnya, dia mengeluarkan sebuah amplop dari jaketnya dan meletakannya di meja kerja Samantha. “Aku ingin menyampaikan titipan dari Flo.”Samantha sempat terdiam melihat amplop diatas mejanya, sampai akhirnya dia bertanya. “Titipan apa?”“Bukalah.”Samantha meninggalkan cerutunya di asbak dan mengambil amplop itu, mengeluarkan selembar cek berisi dua juta dollar.Samantha terperangah kaget sampai tangannya gemetar memegang uang sangat banyak. “Apa maksudnya ini? Jangan bermain-main denganku jika ini tentang uang,” bisik Samantha dengan suara bergetar.Tubuh Roan menegak. “Itu adalah uang hasil dari tuntutan Flo pada kepolisian. Fl
Kabar kematian Floryn tersebar luas kepada banyak orang, kasus pembunuhan dan scenario pembohongan besar yang telah dilakukan Rachel memantik banyak berhatian public untuk ikut turun tangan menuntut keadilan untuknya. Public menuntut untuk hukuman berat kepada Rachel karena dia bertanggung jawab penuh atas kematian Abra dan juga penyebab kematian Floryn. Kabar kematian Floryn akhirnya sampai ditelinga Rachel, alih-alih merasa senang orang yang paling dibencinya telah tiada, justru Rachel mulai dibayangi oleh ketakutan akan hukuman yang semakin berat harus dia jalani didepan mata. Selama dua bulan di dalam penjara, keadaan Rachel terlihat semakin mengkhawatirkan karena dia dikurung dalam ruang isolasi sendirian, dia mengalami delusi parah hingga harus mendapatkan obat penenang. Beberapa kali dia kedapatan hendak melakukan percobaan bunuh diri karena tidak kuat menghadapi tekanan yang begitu menyiksanya. Kenekatan Rachel yang mulai parah membuat kedua tangannya dan kakinya perlu
Semua orang berjalan di hamparan rumput yang hijau dan subur, melangkah di bawah sinar matahari sore yang mulai kekuningan, suara hembusan angin terdengar dikesunyian yang mencekam, daun-daun yang berguguran ketanah seperti tengah bercerita tentang apa yang kini tengah terjadi pada segerombolan kecil orang yang membawa jenazah Floryn menuju tempat peristirahatan terakhirnya.Orang-orang berpakaian putih membawa bunga mawar merah tidak menunjukan tanda-tanda sedang berduka meski pada kenyataannya, ada hujan air mata yang tidak bisa dihentikan seiring dengan langkah yang kian dekat pada tempat dimana Floryn akan dimakamkan.Emier membekap mulutnya dengan kuat, melangkah tertatih kehilangan banyak tenaganya. Dia sudah tidak mampu lagi menampung kesedihannya hari ini, jauh lebih baik jika Emier sakit karena sekarat dibandingkan harus sakit karena penyesalan atas kepergian putrinya.Bahu Emier gemetar, lelaki paruh baya itu membungkuk tidak mampu melanjutkan perjalananya yang tinggal sedik
Roan duduk sendirian di kamar tempat terakhir Floryn terbaring tadi malam, pria itu tengah menangis mengenakan pakaian putih yang beberapa jam lalu baru dibelinya. Suara rintihan pria itu terdengar, Roan tahu jika pada akhirnya ini semua akan terjadi, namun dia tidak pernah membayangkan jika rasa sakitnya sangat begitu menyiksa sampai membuatnya ingin berteriak sekencang mungkin.Roan tidak pernah menyangka jika perayaan kesembuhan yang telah Floryn ucapkan kepadanya beberapa jam lalu adalah sebuah perpisahan.Roan mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air mata, dengan langka gontainya pria itu berjalan melewati pintu, melihat Floryn yang terbaring dalam keadaan cantik dan tenang.Roan mendekat dengan putus asa, sebanyak apapun dia menangis, hal itu tidak mampu meradakan kesedihan dan sakit yang tengah bersarang didalam dadanya.Roan tahu, ini adalah jalan terbaik untuk Floryn. Tapi tidak untuk orang-orang disekitarnya yang kini harus belajar mengkihlaskan kepergiannya.Tangan Roan
Air mata Julliet terus berjatuhan membasahi punggung tangannya yang bersarung tangan. Dia dan Samantha tengah membantu mengenakan baju Floryn, memengakan sebuah gaun cantik yang telah Floryn beli dari toko satu jam sebelum kematiannya. “Aku tidak bisa melakukan ini Bibi,” isak Julliet mengusap wajahnya dengan kasar, dia sudah bertahan sekuat tenaga, namun setiap kali dia melihat wajah Floryn, tangisannya selalu terpecah.Julliet masih tidak menyangka jika Floryn akan berakhir seperti ini.Baru beberapa jam yang lalu mereka berbicara sambil menunggu pagi datang, Julliet masih bisa melihat senyumannya yang cantik, suara tawanya yang lembut, bahkan Julliet sempat menggoda Floryn bahwa dia akan mempersiapkan gaun pernikahan sederhananya dengan Alfred.Julliet sama sekali tidak pernah berbikir bahwa gaun yang dibeli Floryn akan digunakan untuk hari terakhirnya.Apakah ini alasan Floryn meminta Julliet untuk tinggal dirumah neneknya? Apakah ini maksud dari Floryn yang telah mengatakan bah
Langit yang cerah berkabut terhalang oleh air mata. “Roan cepatlah!” teriak Alfred memeluk erat Floryn dengan gemetar, memaksa Roan untuk berkendara lebih cepat meninggalkan toko Luwis.Pikiran Alfred berubah kacau, jantuntungnya berdegup begitu kencang merenggut sebagian kekuatannya karena ketakutannya akan keadaan Floryn semakin tidak baik.“Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang juga, aku mohon cepatlah!” pinta Alfred penuh permohonan.“Aku sudah berusaha secepat mungkin! Flo bertahanlah, kau akan baik-baik saja,” ucap Roan terdengar getir.Bulu mata Floryn bergerak pelan, kesadarannya yang terenggut telah kembali. Samar-samar Floryn melihat wajah Alfred yang kini tengah menangis, memeluk dalam pangkuan.Ada sakit yang cukup kuat disetiap denyut urat nadinya, kepala Floryn diletupi oleh sesuatu yang tidak dia mengerti. Jika ditanya apakah sakit? Sangat sakit, ini adalah sesuatu yang paling sakit diterima tubuhnya, namun Floryn tidak ingin meringis ataaupun menangis, dia ha
Pagi ini matahari cukup cerah dan hangat, mengurangi cuaca dingin dari musim gugur yang masih berlangsung.Floryn duduk disisi ranjang tengah diperiksa oleh dokter untuk memastikan keadaannya sebelum pergi keluar rumah.Ditengah ketenangannya, Floryn diam-diam memperhatikan Alfred yang tengah bersiap-siap. Pagi ini Floryn bisa mendengar suara rengekan Alfred kepada Ali karena tidak terbiasa menggunakan kamar mandi kecil, mendengar rengekannya karena tidak memiliki sarapan yang bergizi.Suara rengekan itu cukup menghibur Floryn yang berada di kamar, pasalnya Alfred tidak mengeluhkan apapun saat berada dihadapan Floryn, dia bersikap sebagai lelaki gantleman. Lucunya saat bersama Ali, Alfred akan mengeong seperti kucing rumahan.“Bagaimana keadaannya?” tanya Roan.“Keadaannya membaik, beliau bisa pergi,” jawab Edith tersenyum lembut menyembunyikan ada kegetiran dimatanya. “jangan lupa membawa kursi roda untuk berjaga-jaga.”Roan tersenyum penuh kelegaan, pria itu sempat mendekati Floryn
Malam yang dingin begitu sunyi, jam sudah menunjukan pukul dua malam dan semua orang tengah tertidur lelah mengistirahatkan diri ditenda-tenda yang sudah dibangun, tungku perapian dari arang dan kayu masih menyala menyebarkan kehangatan.Di dalam rumah, Floryn bergerak gelisah, seluruh tubuhnya kembali sakit dan sesak meski alat bantu pernapasan terpasang dihidungnya. Floryn diserang oleh mimpi aneh yang tidak jelas, sekuat tenaga dia berusaha untuk bangun dan sadar.Floryn tersentak membuka matanya seketika, bibirnya terbuka bernapas dengan kasar tidak beraturan, seluruh tubuhnya kembali tidak dapat digerakan, sekuat apapun Floryn berusaha, dia tidak dapat melakukannya bahkan sekadar untuk menggerakan jarinya.Semakin sering penyakit itu datang, semakin banyak kemampuan tubuh Floryn yang terenggut.Butuh waktu yang cukup lama untuk Floryn mendapatkan ketenangan, melihat keberadaan Alfred yang tengah tertidur duduk di kursi rotan. Sejak kemarin Alfred tidak mendapatkan waktu beristi
Roan berdiri di ambang pintu, memperhatikan Alfred yang masih tidak beranjak meninggalkan Floryn, pria itu tengah memijat tangan Floryn yang masih kesulitan untuk digerakan. Sejak kembali sadar, bahkan Floryn belum berbicara sepatah katapun.Tampaknya setelah ditinggalkan Floryn dimalam itu, Alfred mulai takut untuk meninggalkan Floryn dari jangkauan matanya.Roan mengetuk daun pintu sepelan mungkin. “Izinkan aku berbicara dengan Flo. Hanya berdua,” pinta Roan.Dengan berat hati Alfred beranjak pergi memberi ruang.Roan mendekat dengan penuh kehati-hatian, matanya bertemu dengan sepasang mata Floryn yang memandanginya dengan lekat tanpa berbicara sepatah katapun. Dokter bilang jika penyakit Floryn sudah mengganggu ingatannya, karena itulah kini Floryn pikiran Floryn sedang melayang tersesat.Roan tersenyum dan duduk bersimpuh di lantai agar bisa mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Floryn.“Flo,” panggil Roan.Bola mata Floryn bergerak kesisi melihat Roan melalui sudut matanya.“Apa s