Pembicaraan Marisa dengan Ronan di telepon di ketahui Jayden. Laki-laki itu mendengus kasar, ternyata benar ada sesuatu yang di kerjakan Ronan tanpa sepengetahuannya. Berarti Ronan telah melakukan kecurangan di perusahaannya. Beberapa laporan dia ambil dan memeriksannya.Benar saja, ada banyak kejanggalan di sana, dia menarik napas panjang. Ada rasa menyesal kenapa dia mau di ajak ke klub malam waktu itu oleh asistennya, ternyata ada maksud lain dari ajakannya itu. Apa lagi mengetahui dirinya yang kesal dan kecewa akan sahabatnya juga kekasihnya."Sejak kapan Ronan melakukan ini? Apa sejak aku tidak datang ke kantor?" ucap Jayden.Dia masih memeriksa berkas-berkas laporan yang di buat oleh bagian keuangan itu. Banyak sekali yang harus dia periksa, apa lagi di bagian gudang yang memang selalu menyalurkan barang produksi dari pabrik yang menyediakan untuk kebutuhan pembangunan dari sebuah proyek.Perusahaan Jayden memang bergerak di bidang penyediaan produksi aluminium dan juga besi. Sa
"Waah, pasienku sudah bisa masuk kerja lagi."Suara dari pintu yang terbuka membuat kaget Inayah dan Jayden. Keduanya menoleh, Inayah tersenyum sedangkan Jayden berdecak kesal. Dia masih mengunyah makanannya di mulutnya hingga habis, kemudian mengambil gelas berisi air putih.Dokter Andrew, laki-laki itu duduk di depan Jayden dan Inayah dengan senyuman mengembang di bibirnya. Dia senang akhirnya Jayden bisa masuk kantor lagi, janjinya pada tuan Andra menyembuhkan Jayden dalam waktu dua bulan kini selesai hanya dalam waktu satu bulan setengah saja. Itu pun di bantu oleh Inayah yang jadi perawat Jayden."Kamu sudah lebih baik, Jayden?" tanya dokter Andrew memperhatikan kotak makan yang hanya sisa sayur saja."Kamu lihat sendiri, aku sudah lebih baik. Terima kasih kamu bersabar menghadapiku," kata Jayden dengan tulus."Ya, aku tidak akan membiarkan sahabatku terpuruk dan akhirnya jauh melangkah ke jalan yang tidak baik. Tapi bukan hanya sama aku, kamu juga harus berterima kasih sama Inay
Malam ini, Inayah sedang duduk setelah selesai sholat isya. Dia duduk termenung sambil memikirkan sesuatu. Entah apa, tapi akhir-akhir ini dia sering banyak diam. Bahkan berusaha menjauh dari Jayden.Sejak dia menjadi asisten laki-laki itu sewaktu masih jadi pecandu, bahkan dia sering di bentak dan juga di kata-katai kasar. Dan semua sudah berlalu, Jayden sudah berubah. Waktu pertama kali masuk ke kantor, dia sangat terkejut dan senang. Tapi akhirnya memintanya untuk membawakan makan siang ke kantor.Kini, sudah hari ke lima puluh tiga.tinggal satu minggu dia tinggal di rumah Jayden sebagai perawatnya. Meski laki-laki itu sudah sepenuhnya sembuh, tapi ada kalanya dia khawatir dengan keadaan Jayden. Apa lagi kini Ronan sudah kembali ke kantor, dan hampir perseteruan itu terjadi di kantornya.Jayden murka dengan tindakan Ronan yang seenaknya saja menerima kerja sama dengan pihak yang belum di kenalnya. Setelah di telusuri ternyata perusahaan itu hanya fiktif dan memang Ronan sedang memb
"Inayah, kamu di dalam?"Satu suara mengagetkan lamunan Inayah tentang tadi siang, dia bergegas bangkit dan langsung menuju pintu kamar tanpa melepas mukenanya. Membuka pintu dan sudah pasti dari suaranya, laki-laki berdiri di depannya dengan menatapnya."Ada apa tuan memanggil saya?" tanya Inayah pada Jayden di depannya."Kamu sedang apa? Kok masih mengenakan mukenah, mau sholat?" tanya Jayden."Saya selesai sholat tuan, ada apa memangnya anda mencari saya?" tanya Inayah."Kamu sudah makan?" tanya Jayden lagi."Sebelum sholat isya tadi saya sudah makan malam lebih dulu, tuan," jawab Inayah."Waah, sayang sekali," ucap Jayden sedikit kecewa."Memangnya ada apa? Dari tadi saya bertanya pada tuan, tapi selalu saja tidak dapat jawaban," ucap Inayah."Hmm, aku mau ajak kamu makan di luar. Ya, sebagai rasa terima kasihku sama kamu yang telah merawatku," jawab Jayden.Inayah diam, Jayden menunggu jawaban dari Inayah. Tapi gadis itu masih diam saja."Inayah?""Emm, apa harus ya berterima kas
Lambaian tangan dokter Andrew pada Jayden dan Inayah ketika keduanya terlihat mencari sosok dokter tampan tersebut. Mereka pun menghampiri laki-laki yang memakai kemeja biru muda dengan lengan di gulung tiga perempat. Dokter Andrew meletakkan jasnya di senderan kuris, dia tampak masih memakai baju tadi pagi."Sudah sejak tadi?" tanya Jayden duduk di depan, Inayah masih berdiri. Dia bingung di antara dua laki-laki duduk itu, apa itu etis baginya?"Kenapa kamu berdiri saja?" tanya Jayden heran."Apa saya duduk di sini? Apa lebih baik duduk di kursi lain, di sana misalnya," kata Inayah."Heh, aku ajak kamu makan bareng. Kenapa kamu mau duduk terpisah? Sudah, jangan membantah. Duduk saja di sini," kata Jayden menunjuk dengan tangannya kursi di sebelahnya.Inayah menarik napas panjang, melirik dokter Andrew kemudian dia duduk setelah dokter Andrew memberi kode padanya untuk duduk.Suasana malam ini tampak tenang di restoran langganan Jayden ketika dulu masih pacaran dengan Marlyn. Laki-lak
"Jayden, tunggu!""Inayah, cepat!""Eh, iya tuan," ucap Inayah segera berjalan cepat meinggalkan kedua orang yang sedang berdiri menatap Jayden. Dua orang itu, ketika berpapasan dengan Jayden adalah Aldo dan Marlyn. Jayden tidak menyangka akan bertemu dengan kedua orang yang telah menghianatinya. Sebaliknya, Aldo dan Marlyn kaget dengan Jayden berada di restoran dengan seorang gadis berkerudung."Tuan? Apa dia pelayan Jayden?" gumam Marlyn masih syok dengan pertemuan tak terduga dengan mantan kekasihnya itu."Apa Jayden sudah sehat lagi?" ucap Aldo.Kedua orang yang sedang bingung dan penasaran itu masih terpaku lama di depan pintu masuk. Sehingga petugas jaga di depan pun menghampiri dan menyuruh keduanya untuk masuk ke dalam restoran."Al, apa kamu tahu kabar tentang Jayden? Bagaimana kabarnya? Tadi itu dia kelihatan sehat saja, ya meski kurus badannya," tanya Marlyn."Aku juga kaget sayang, beberapa bulan aku tidak menemuinya. Mungkin sudah tiga bulan sejak kita ke rumahnya waktu
Jayden menghentikan mobilnya, kilauan cahaya mobil di depannya itu membuatnya silau dan menyipitkan matanya. Begitu juga dengan Inayah, tangannya sengaja di tutupi ke wajahnya agar tidak menimpa langsung ke matanya."Siapa mereka tuan?" tanya Inayah menatap ke depan mobil yang berhenti di depan."Aku tidak tahu, mereka sepertinya memang mau menghalangi jalanku," kata Jayden masih memegangi kemudi.Mesin tidak mati, tapi lampunya juga ikut menyoroti mobil yang menghadang di depannya. Tidak jelas siapa yang menghadang jalannya, Jayden pun tidak sabar. Dia akhirnya keluar dari dalam mobil dan hendak menghampiri pengemudi mobil tersebut.Baru beberapa langkah dia mendekat, mobil hitam yang berhenti di depan Jayden itu mundur dan bergerak meninggalkan Jayden yang berdiri terpaku, menatap kepergian mobil hitam misterius itu. Jayden masuk lagi ke dalam mobilnya, bingung siapa penumpang mobil tadi itu."Anda mengenali pengemudinya tuan?" tanya Inayah."Tidak jelas, kaca mobilnya hitam. Apa la
Pagi-pagi Jayden harus berangkat ke kantor karena harus ada kunjungan ke proyek bersama klien yang kerja sama dengannya, Ronan mengatakan dia juga akan ikut karena kerja sama itu memang sebelumnya dengannya sebelum Jayden masuk ke kantor lagi.Dia bersiap untuk memakai baju, kembali Jayden bingung apa yang harus di pakai. Akhirnya dia pun melangkah keluar kamar, mencari Inayah yang ada di dapur seperti biasanya. Langkah cepat menuruni tangga, ingin memanggil perawatnya itu dari tangga."Inayaah! Cepat kesini!" teriak Jayden.Jayden menunggu dengan napas cepat karena memanggil Inayah dengan tenaga ekstra. Dia kesal Inayah belum juga datang, dia berdecak kesal. Langkahnya akhirnya menuju dapur, wajahnya masam karena Inayah tidak juga datang."Mana Inayah bi? Kenapa dia tidak datang aku panggil?" tanya Jayden."Oh, tadi sih ada di dapur. Apa mungkin masuk lagi ke kamarnta, tuan?" tanya bi Ratih."Ck, kenapa dia tidak menyahut aku panggil dari tangga," ucap Jayden.Dia berbalik dan melang
Jayden masuk ke dalam mobil, rasanya sudah cukup dia menghormati papanya kali ini. Mungkin kedatangan papanya hanya ingin memastikan keadaan perusahaannya, bukan untuk menemuinya dan merestui pernikahannya dengan Inayah. Laki-laki itu langsung pulang ingin menemui istrinya, tiba-tiba merasa rindu dengan Inayah.Mobil di belokkan menuju rumahnya dengan cepat. Dia ingin cepat-cepat sampai di rumah dan memeluk Inayah, dan tak lama mobil sudah memasuki halaman rumahnya. Satpam Beni heran dengan bosnya yang masuk dengan cepat sekali. Langsung keluar dari mobil dan berjalan cepat masuk ke dalam rumah."Tuan Jayden, anda pulang?" tanya bi Ratih."Inayah kemana?" tanya Jayden tidak sabar ingin menemui istrinya."Nyonya keluar tuan, tapi katanya sih sebentar," jawab bi Ratih."Mau apa keluar? Apa dia ingin membeli sesuatu?" tanya Jayden lagi."Entah, tapi katanya mau ke minimarket di seberang jalan itu, saya meminta saya saja yang beli tapi nyonya menolaknya," jawab bi Ratih lagi."Ya sudah, m
Inayah turun ke bawah, dia melangkah menuju ruang makan. Di mana suaminya sedang mengobrol dengan bi Ratih, perempuan itu sudah mengira kalau bi Ratih pasti akan memberitahu suaminya mengenai mertuanya yang datang dan menghinanya. Langkah Inayah terhenti sejenak, menarik napas panjang. Matanya melihat wajah Jayden yang terlihat marah, tentu marah pada papanya yang telah menghinanya tadi pagi.Perempuan itu mendekat, senyumannya mengembang. Di tariknya kursi di depan suaminya, bi Ratih pergi ke dapur. Jayden menatap istrinya yang tampak biasa saja wajahnya, dia memegang tangan Inayah kemudian menciumnya."Maafkan aku sayang," ucap Jayden."Minta maaf soal apa? Apa kamu punya salah sama aku?" tanya Inayah mengambil nasi dan di masukkan ke dalam piring suaminya."Soal papa, tadi bi Ratih cerita kalau papa menemuimu dan berkata tidak enak sama kamu," kata Jayden."Oh, itu. Tidak masalah, wajar saja kan seorang tua yang menginginkan anaknya bersanding dengan perempuan yang sepadan. Sedangk
Inayah masih diam dengan ucapan mertuanya itu. Sejak Jayden melamarnya beberapa kali, dia mempertimbangkan papa mertuanya itu. Dan benar saja kenyataannya dia di hina oleh laki-laki yang tidak pernah peduli dengan suaminya. Ingin rasanya dia menjawab, tapi dia masih memiliki tata krama sebagai seorang menantu.Setelah beberapa kalimat yang di ucapkan pada Inayah, tuan Andra pun akhirnya diam. Dia menatap dingin pada Inayah yang sedang menunduk itu."Sebaiknya kamu pikirkan pergi dari kehidupan anakku. Kamu tidak pantas menjadi istrinya," kata tuan Andra membuat Inayah dan bi Ratih terkejut dengan ucapan laki-laki tua tersebut."Maafkan saya pap, saya ...""Jangan menganggapku sebagai mertua! Aku tidak sudi menganggapmu menantu!" ucap tuan Andra.Inayah diam lagi, dia menatap nanar pada mertuanya yang terlihat kesal padanya. Bukan hanya kesal tepatnya, tapi juga sinis dan merendahkan dirinya. Bi Ratih juga hanya diam saja, dia merasa kasihan pada Inayah. Entah apa yang membuat tuan And
Inayah kini sudah tinggal lagi di rumah Jayden yang besar itu. Bi Ratih sangat senang akhirnya Inayah kembali lagi di rumah itu dengan status yang berbeda, sebagai istri dari tuannya.Sudah satu minggu setelah pernikahan itu, Inayah masih canggung berada di rumah itu lagi. Meski dia pernah hampir dua bulan tinggal di rumah itu. Kini dia sedang menyiapkan baju untuk suaminya yang siap bekerja kembali setelah lima hari cuti karena menikah. Masih bingung apa yang harus dia pilih, karena belum tahu selera suaminya.Inayah sedang memilih baju yang berderet menggantung di lemari. Jayden yang sudah selesai mandi, berdiri di tengah pintu memperhatikan istrinya yang bingung memilih baju untuknya. Jayden pun mendekat berdiri di belakang Inayah, kedua tangan kekarnya melingkar di perutnya. Membuat perempuan itu terkejut."Kamu kenapa diam saja, hemm?" tanya Jayden dengan kepala di pundak istrinya."Eh, sudah selesai mandi?" Inayah berusaha melepas pelukan suaminya, tapi Jayden malah mempererat p
Inayah gugup sekali malam ini, dia masih belum berani melepas mukenahnya. Masih duduk di sofa, karena memang dia tidak ada baju ganti. Jayden masih menelepon seusai sholat berjamaah dengan Inayah, sesekali dia melirik pada istrinya yang masih diam di sofa. Bibirnya menyungging, merasa gemas juga dengan tingkah Inayah masih memakai mukenah."Oke, nanti aku kabari selanjutnya," kata Jayden mengakhiri sambungan teleponnya.Dia meletakkan ponselnya di atas meja, menghampiri istrinya yang sedang gugup di sofa. Dia duduk di samping Inayah, menggelayutkan tangannya di lengan gadis itu. Tentu saja Inayah kaget dan semakin gugup, dia berusaha melepas tangan suaminya di lengannya. Tapi Jayden malah mencengkeram pundak di sebelahnya, wajahnya sangat dekat dengan wajah Inayah."Kenapa? Kamu kok seperti sungkan," tanya Jayden, matanya menelusuri wajah mulus tanpa make up itu."Bukan begitu, apa ini harus terjadi sekarang?" tanya Inayah tidak berani menoleh ke arah suaminya yang semakin dekat wajah
Acara resepsi telah selesai, kini mempelai pengantin sudah berada di kamar hotel yang sengaja di sewa untuk tiga hari. Kamar yang di rancang khusus untuk pengantin pada umumnya, sangat indah di taburi bunga mawar merah di atas ranjang. Setiap kamar di hias juga dengan bunga-bunga mawar merah dan putih.Awalnya Inayah kaget dengan kamar yang di hiasi oleh bunga-bunga itu, dia menatap sekeliling kamar sendirian. Karena Jayden hanya mengantarnya saja di kamar pengantin lalu pergi lagi karena ada tamu yang terlambat datang."Kamu di sini dulu ya, nanti aku kembali lagi," kata Jayden pada istrinya.Mengecup keningnya sebelum pergi, Inayah hanya diam saja. Sesungguhnya, dia masih gelisah karena mertuanya tidak datang ke acara pesta itu. Meski dia sudah di beritahu oleh Jayden, tapi entah kenapa dia merasa papanya Jayden memang sengaja tidak datang ke pesta pernikahan atau menghadiri pengucapan ijab kabul itu."Jika dia perempuan, mana boleh menikah tanpa restu orang tua. Apa lagi harus ada
"Saya terima nikah dan kawinnya Inayah Laila Maryam binti Abdul dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!""Bagaimana saksi? Sah?""Sah!""Alhamdulillah."Suara tepuk tangan dalam masjid dan tangis haru dari ibu Masri karena anak sulungnya ternyata jadi juga menikah. Meski dulu tidak jadi menikah karena tunangannya kecanduan narkoba dan akhirnya over dosis lalu meninggal. Kini Inayah menikah juga dengan mantan pecandu, tapi dia melihat Jayden tidak seperti tunangan Inayah dulu. Meski sudah di rehabilitasi dan kembali pulang, dia kembali lagi menjadi pecandu dan akhirnya harus kehilangan nyawanya karena barang laknat tersebut.Tak terasa air mata perempuan paruh baya itu mengalir karena terharu anak sulungnya akhirnya menikah juga, dengan cepat dia menghapus air matanya sebelum terlihat oleh Inayah.Sementara itu, Sisil tampak cemberut. Ibu Masri tahu anak keduanya itu tidak terima kalau Inayah menikah dengan Jayden yang juga di sukainya. Tangan Sisil di cubit kecil oleh ibunya karena
Jayden sudah menyiapkan semuanya, dia ingin menikah dengan mewah di hotel berbintang lima. Tamu yang dia undang adalah klien binsisnya, juga sahabatnya dokter Andrew. Dia mengundang Aldo dan Marlyn juga, karena dia ingin kebahagiaannya di lihat oleh keduanya. Bukannya mau membalas perbuatan mereka, tapi dia sudah melupakan kejadian itu.Baginya, kebahagiaan lebih penting di banding harus dendam pada mereka berdua. Belum lagi dia juga sudah memberitahu papanya, tuan Andra. Laki-laki itu tidak merespon ketika Jayden memberitahu kalau akan menikah.Kini, menjelang satu hari sebelum pernikahannya. Dia duduk di kafe dengan dokter yang selama ini menjadi kawan, sahabatnya yang setia."Jadi kamu sudah memberitahu papamu?" tanya dokter Andrew."Sudah," singkat Jayden menjawab."Lalu, bagaimana tanggapannya?" tanya dokter Andrew lagi."Entah, tidak ada reaksi apa pun," jawab Jayden menyesap kopinya.Keduanya diam, dokter Andrew melirik jam di pergelangan tangannya. Jayden melirik sahabatnya ya
"Inayah?"Inayah tertunduk malu, dia datang di waktu yang tidak tepat menurutnya. Dia pikir memang Jayden akan lembur sampai malam, karena yang dia tahu laki-laki itu mengatakan sedang sibuk di kantornya.Jayden melangkah mendekat, bi Ratih pun tersenyum lalu perlahan pergi meninggalkan Inayah dan Jayden."Saya ke belakang dulu, tuan Jayden, Inayah," kata bi Ratih."Bi Ratih tunggu!" ucap Inayah.Bi Ratih tersenyum lalu pergi meninggalkan Inayah. Jayden berhenti di depan Inayah, kedua tangannya di masukkan ke dalam kantong celana, menatap dalam gadis di depannya. Ada perasaan senang ketika Inayah berada di rumahnya, meski dia pasti mengelak hanya menemui bi Ratih. Tapi Jayden yakin Inayah pasti sedang mencarinya."Kamu kesini mau ketemu aku?" tanya Jayden."Tidak. Ingin ketemu bi Ratih saja, sudah lama tidam bertemu," jawab Inayah gugup.Dia tidak menyangka Jayden ada di hadapannya, Jayden hanya mengangguk pelan. Kemudian dia berbalik tapi berhenti lagi."Emm, kalau sudah selesai deng