“Apa yang kamu lakukan di sini?!” sergahku ketika aku sudah di samping Mala dan langsung memeluk pinggang ramping calon istriku dengan sangat posesif.
Mala menoleh resah ke arahku.
Tapi aku tak peduli, aku harus menunjukkan di hadapan lelaki kekanakan dan tak tahu malu itu jika Mala itu wanita yang aku cintai yang bahkan akan aku nikahi sebentar lagi.
“Aku hanya ingin menyapa Mala dan barangkali saja dia belum ada yang menjemput, aku tidak tahu kalau kamu yang biasanya super sibuk datang menjemput sahabat terbaikku ini.”
Jason kemudian malah menatap penuh arti pada Mala yang sedang tersenyum padanya.
“Aku sendiri tidak tahu kalau Mas Gamal akan menjemputku.”
“Kalau begitu lain kali aku akan menjemput kamu, seperti kemarin kita bisa pulang bersama.”
“Apa?!”
Ta
Mala POVAku langsung menghidangkan tempe mendoan buatanku di hadapan Gamal yang tampak sedang menungguku di teras belakang.“Tadi kamu nyusul aku ke dapur ya Mas? Kok aku merasa mendengar suara kamu.”Aku segera ikut duduk di depan calon suamiku itu yang sekarang entah mengapa terlihat menjadi sangat gusar, dengan ekspresinya yang terunggah dingin.“Kamu kenapa Mas?” tanyaku ketika melihat Gamal tampak sangat berbeda daripada saat aku tinggal tadi.Padahal baru saja dia menggodaku dengan guyonannya yang kadang kala absurd itu.“Kamu nggak lagi sakit kan?”Gamal malah menggeleng tegas.Tapi kemudian pria yang memiliki cambang pada rahangnya yang tampak tegas dan menawan itu, menatapku dengan sangat lekat dan lama.Aku tak bisa menahan kecanggunganku lagi.
Tapi saat aku baru saja membuka mulut mendadak sosok di depanku mulai melepas topeng yang dipakainya.“Jadi kamu bukan hantu?” sergahku ketika melihat wajah Gamal terpampang jelas di depanku.“Memangnya ada hantu seganteng aku?”“Habisnya kamu pakai topeng sih Mas,” gerutuku kesal sembari mengerucutkan bibir.“Bibir kamu manyun gitu apa sengaja mau aku cium.”Sontak aku menutup bibirku dengan sebelah tangan.“Apaan sih kamu Mas?”“Oh kamu ke sini mau ngasih aku mie? Ternyata aku punya calon istri yang perhatian.”Tanpa menunggu penjelasanku Gamal sudah mengambil cup mie instant dari tanganku.Aku hanya bisa melongo dan tak bisa mencegahnya.Aku biarkan saja Gamal menikmati mie buatanku dengan
“Kenapa kalian tak bisa untuk bersama?”Gamal malah mencecarku dengan menghadirkan aroma cemburu yang kental.Aku menghadapi kegelisahan Gamal dengan sangat tenang, sembari menyunggingkan segaris senyum.“Apa kamu lupa kalau kami beda keyakinan? Lagipula Jason bukan tipeku, dan dia bukan pria impianku.”Gamal kemudian malah mengerlingkan mata padaku.“Kalau begitu apa aku ini tipe pria idaman kamu?”Aku melirik ke arah Gamal yang sedang menelisikku, masih dengan menyunggingkan senyuman.“Entahlah, tapi yang jelas aku suka sama pria yang punya cambang,” ucapku lembut sembari tanganku tak bisa menahan untuk menyentuh rahang tegas Gamal yang ditumbuhi cambang halus.Tanpa aku sadari aku malah seakan merayu Gamal, membuat pria itu terkesiap diam dan tak lagi cerewet mengungk
Pria bernama Adeo Pattinama itu, malah terkekeh pelan seakan ingin menutupi sikapnya yang begitu pilih kasih.“Tentu saja tidak, bagaimana aku bisa lupa kalau aku memiliki anak yang bernama Kumala Hapsari Pattinama?”Pria yang sebagian rambutnya mulai memutih itu mendengus tipis meski kemudian tetap saja mengulas senyumnya.Adeo Pattinama tentunya mulai merasa tersindir hingga dia tak lagi memberikan perhatian pada putri bungsunya yang manja.Fokusnya mulai dialihkkan pada pembicaraan ini.“Iya, Pak Assegaf benar, Mala memang putri kandungku juga, dan aku memang harus memberinya perhatian.”Lelaki itu memberikan jawaban yang sangat terasa basa-basinya.Meski kemudian aku merasa jika ayahku itu sedikit melirik pada bunda yang sejak tadi duduk di sampingku dengan menampakkan auranya sangat bersahaja dan sangat tenang. 
“Apa kamu mau tanya kenapa aku begitu ganteng gitu?”Gamal malah melontarkan candanya hingga aku menjadi sangat gemas ingin mencubit lengannya yang terlihat kokoh itu hasil latihannya yang penuh disiplin setiap pagi.Bahkan Gamal memiliki ruangan tersendiri yang dilengkapi alat gym untuk melatih ototnya itu.“Dasar narsis kamu Mas” dengusku kesal sembari benar-benar mendaratkan sebuah cubitan kecil pada lengannya.Gamal meringis pelan.“Lha emangnya kamu mau nanya apa?”Aku mengedikkan bahu tipis.“Aku pengen tahu, apa yang membuat kamu tertarik sama aku? Apa sih yang kamu lihat dari aku sampai kamu ngotot ingin menikahiku?”Aku sudah tak bisa menahan pertanyaan ini.Gamal malah terkekeh saat mendengar pertanyaanku.“Apa ak
Aku tak bisa menahan tawaku saat mendengar ucapan Gamal yang seduktif.Bahkan darahku berdesir hangat saat pria menarik itu mulai menatapku dengan intens.Tapi ketika Gamal mulai bergerak mendekat, aku langsung beringsut menjauh."Mas, ayo kita pulang sekarang," ajakku.Keadaan seperti ini jelas akan menjadi sangat berbahaya bagi kami.Gamal bisa dengan sangat mudah kehilangan kendali dirinya.Bahkan di saat seperti ini aku juga tak bisa mempercayai diriku sendiri.Gamal terlalu menarik, bahkan sikapnya yang hangat selalu mampu membuatku terlena."Kenapa kamu tergesa-gesa sekali?"Aku bisa melihat dengan jelas kalau sekarang Gamal malah sengaja menggodaku.Aku langsung menarik pandanganku dari wajahnya. Tatapan matanya terlalu bahaya untuk aku tentang langsung.Setelah itu aku mulai memutar tubuhku berniat meninggalkan kamar secepatnya.Tapi Gamal menahanku secepat mungkin."Mas, kita harus pergi ..."Aku bersikeras.Aku mengunggah kegusaranku dengan sangat tegas.Gamal segera bisa me
"Apa kamu akan tetap memaksa kalau aku menolak memenuhi permintaan kamu?"Aku menegaskan intonasiku di depannya."Muslihat keji apalagi yang akan kamu lakukan untuk memisahkan aku dengan Gamal?""Aku tahu jika kalian tidak akan tinggal diam dan membiarkan aku berbahagia. Sejak dulu kalian memang seperti itu."Aku mencecar sengit mengungkapkan segala kegeraman di hati."Kamu masih saja menuduh kami memfitnah kalian. Nyatanya kalian sudah melakukan kesalahan, bahkan aku yakin kamu juga melakukan intrik licik untuk bisa merebut Gamal dari Sherly."Pria berkulit eksotik itu kian nyalang menatapku. Sikapnya masih saja sama, tak pernah berhenti menyalahkan aku."Aku yakin kamu tetap tidak akan berubah, kamu sama seperti ibu kamu yang selalu menempatkan diri sebagai korban. Kalian tak berhenti bermain playing victim dan akan melemparkan kesalahan pada kami seakan-akan kami sudah mendzolimi kalian.""Cukup!"Aku tegas membalas sorot matanya yang tajam menguarkan aura kebencian."Jangan kamu s
"Ada apa?" tanya Jason lagi saat ikut menatap ke arah pintu penghubung.Aku masih saja memindai ke arah itu, karena memang tadi sempat merasakan ada seseorang sedang memperhatikan kami tadi, meski saat ini di sana sudah tak ada seorangpun."Aku seperti melihat ada seseorang," gumamku sembari mengedikkan bahu."Mungkin itu hanya perasaan kamu saja."Jason berusaha menenangkan aku.Lagipula sangat tak mungkin kalau seorang Adeo Pattinama akan mengejarku tapi di rooftop. Lelaki sudah sangat lama tak mengungkapkan sebagai anaknya."Sekarang katakan padaku, bagaimana perasaan kamu pada Gamal? Apa kamu yakin untuk menikah dengan dia? Kalau kamu masih ragu, kamu masih memiliki waktu untuk menghentikan semuanya."Aku bergeming, membalas tatapan Jason dengan lebih lekat untuk beberapa saat."Gamal selama ini sudah menunjukkan kesungguhannya padaku. Bahkan dia juga berjuang dengan gigih saat duel melawan kamu kemarin. Mungkin kami memang ditakdirkan untuk bersama, karena sampai sejauh ini semua
Sungguh aku tak menduga kalau Sherly akan mengambil jalan pintas yang jelas begitu bodoh.Ketika mendengar berita kematiannya karena bunuh diri, aku benar-benar tak habis pikir.Jadi ini rencana yang sempat dia isyaratkan beberapa waktu lalu, ketika kami berbicara setelah pernikahan ayah dengan bunda.Sherly lebih memilih mati dengan masih mempertahankan kecantikan yang selalu ia banggakan."Sherly, bangun ... !"Lola terus meraung di samping jenazah putri kesayangan, alih-alih mengaji demi menentramkan jiwa anaknya yang sudah berpindah alam.Bunda yang berada di sampingku, hanya melirik sekilas pada mantan madunya. Beliau lebih memilih untuk kembali meneruskan membaca surat Yasin.Aku juga tetap khusyu dengan bacaanku, mengabaikan tangisan Lola yang sudah terasa sangat mengganggu.Sampai akhirnya Sisca mendekat untuk menenangkan. Ketika Lola masih saja menjerit histeris, pada akhirnya Sisca memaksa mamanya untuk beranjak pergi."Ma, ayo ke atas saja, Mama bisa sepuasnya menangis di s
“Kenapa, Mas?” Aku bertanya dengan penuh rasa penasaran. “Aku tak mau kamu tertulari penyakit kotor yang diderita wanita itu saat ini.” Aku terkesiap dengan wajah terperangah ketika mendengar apa yang dikatakan Gamal. “Maksud kamu apa Mas?” Gamal menatapku lurus. “Kemarin sebelum Tony berangkat ke Eropa untuk berobat, dia mengaku padaku kalau beberapa hari sebelum sakit dia sudah tidur dengan Sherly. Jadi aku menyarankan pada mantan saudara tiri kamu ini untuk melakukan pemeriksaan.” Gamal lalu menegaskan tatapannya pada Sherly yang sedang mendengus kesal padaku. “Perlu kamu tahu kalau sebenarnya Tony terinfeksi HIV, dan dia sekarang harus mendapatkan perawatan insentif di Jerman.” Sekarang malah Sherly yang tampak sangat terkejut dengan kedua matanya membeliak tajam ke arah Gamal.
Aku dan Gamal benar-benar tak lagi bisa menghindari permintaan Umi Risa. Pada akhirnya kami mengantar beliau ke rumah sakit menemui Tony yang sekarang tampak semakin melemah bila dibanding saat kami terakhir kali melihatnya beberapa hari lalu.Umi Risa terus saja menjatuhkan air matanya, menjadi sangat tega melihat keadaan putra pertamanya yang sangat kesakitan.Ketika melihat kedatangan Umi Risa bersama kami berdua, Tony yang kian tirus itu tampak sangat kaget bahkan hanya bisa terperangah untuk beberapa saat dengan tatapan yang agak menegas ke arah Gamal sebagai isyarat ketidaksetujuannya atas keputusan Gamal untuk membawa Umi Risa ke rumah sakit.“Aku sudah tidak bisa menutupinya terlalu lama dari Umi,” ucap Gamal seakan menjawab pertanyaan yang terlontar dari tatapan Tony yang tajam.Tony menjawabnya dengan sebuah tarikan nafas panjang sembari ia menggerakkan kepalanya ke samping sepe
“Lalu dia kenapa sampai menangis seperti itu?”Aku tak bisa lagi menahan rasa penasaranku.“Kenapa kamu tak tanyakan saja sama dia?”Aku mendesah jengah melihat sikap suamiku yang masih saja sarkas dan sinis pada kakaknya yang bahkan sekarang masih saja menangis dengan sangat sedih.Aku langsung menegaskan tatapanku pada Gamal yang kemudian malah menanggapiku dengan kedikan di kedua bahunya.Tanpa menunggu lama aku langsung mendekati Tony, berusaha menenangkan pria itu sebisanya.“Jangan menakutkan apapun, percayalah Tuhan itu Maha Pengasih. Aku yakin kalau kamu bertobat dengan sungguh-sungguh Allah pasti akan mengampuni kamu.”Setelah itu aku mulai mengambil sekotak tisu dari atas nakas dekat ranjang dan menariknya beberapa lembar untuk aku ulurkan pada Tony yang sekarang sudah menatap ke
“Siapa sih Mas yang sakit?”Aku semakin tak sabar dan terus penasaran.Tapi kemudian Gamal malah menarik nafasnya sangat dalam.“Kamu bilang kemarin aku harus memperbaiki hubunganku dengan kakakku.”Aku sedikit mengernyitkan dahi.“Jadi Mas Tony sekarang yang sedang sakit? Dia sakit apa?” Aku segera mengunggah tebakanku.Gamal malah melirik tajam ke samping ke arahku yang juga sedang melekatkan tatapanku padanya.“Udah aku bilang jangan panggil dia Mas ... “Aku mendesah jengah. Dalam keadaan seperti ini Gamal masih saja posesif dan di depanku malah seringkali bersikap terlalu manja seperti anak kecil.“Iya, iya maksud aku Tony, dia sakit apa?” tanyaku lagi.“Penyakit yang aku yakin pasti akan membuatnya insyaf
Semua orang bersungguh-sungguh saling tarik menarik tali tambang, benar-benar berusaha untuk menjadi pemenang.Aku bersama timku yang tampak sangat antusias berusaha untuk memenangkan perlombaan.Sementara pihak Ela juga tak mau mengalah.Semua gigih berjuang hingga akhirnya aku bersama timku berhasil mengalahkan tim Ela.Tapi meski aku menang aku kemudian malah tak bisa menyeimbangkan diri, dan jatuh tersungkur, yang tak pernah aku sangka malah membuat semua orang panik, termasuk juga Gamal yang langsung mendekat untuk membawa tubuhku ke dalam gendongannya.Sikap Gamal yang terlalu berlebihan malah membuatku risih sendiri terlebih saat melihat tatapan iri dari karyawan Gamal yang lain.“Mas, turunkan aku, aku nggak apa-apa!” sergahku kesal dengan kedua kakiku bergelinjang meminta suamiku untuk menurunkan aku dari gendongannya.
“Sayang bagaimana kalau kita mulai melakukan program kehamilan?” Aku terkesiap menjadi tak bisa menyembunyikan kegusaranku. “Program hamil Mas?” Gamal menatapku kian tegas. “Kenapa, apa kamu keberatan?” “Kan aku tadi sudah bilang aku nggak mau hamil dulu dalam waktu dekat ini.” Aku menegaskan kalimatku. Gamal langsung mengenyit lugas memandangku dengan sorot matanya yang tajam. “Sekarang katakan padaku apa alasan kamu menunda kehamilan?” “Aku masih belum lulus Mas. Bahkan sebentar lagi aku akan sangat sibuk dengan skripsi. Aku nggak mau menunda semua itu lagi Mas.” “Mala, kalau soal kuliah kamu bisa menjalaninya setelah kamu melahirkan, aku janji kehadiran anak kita nantinya tidak merepotkan kamu sama sekali.” Gamal kian gigih meyakinkan aku. Aku menggeleng masih bersikeras dengan cita-citaku. “Sayang, aku tidak menyalahkan kamu yang masih ingin mempertahankan cita-cita kamu. Tapi aku juga minta kamu mempertimbangkan tentang status kamu sekarang.” Aku mendesah pelan dan m
“Yakin Mas, akan mengabulkannya?”Aku masih berusaha untuk memastikan.Gamal langsung mengiyakan dengan anggukan pasti sembari ia mulai membelai rambutku yang baru saja mendapat perawatan di salon mahal, yang sekarang aromanya menjadi harum semerbak.Aku masih menelisiknya dengan ragu.“Udah sayang, katakan saja.”“Kalau aku minta Mas Gamal baikan sama Mas Tony, apa Mas Gamal mau melakukannya?”Gamal sontak mengangkat punggungnya padahal tadi bersandar dengan sangat nyaman di sandaran sofa.“Sejak kapan kamu manggil Tony dengan sebutan Mas, kamu hanya boleh manggil sebutan Mas, padaku saja?”Gamal malah marah dengan panggilanku pada Tony, kakaknya satu ibu itu.“Kan panggilan Mas itu buat seorang lelaki yang lebih tua dari kita.”&
“Jadi sekarang kalian tinggalkan rumah ini, dan jangan pernah kembali.”Gamal kian menegas dengan tatapan yang sekarang terlihat begitu tajam.“Soal Sisca, dia itu anak kamu jadi urus saja dia sendiri, lagipula sekarang Adeo Pattinama berada di dalam penjara dan sudah tak bisa melakukan apapun seperti yang sudah kamu katakan tadi.”Gamal membalik ucapan Lola, yang membuat wanita itu kian kesal karena ucapannya malah menjadi bumerang untuk dirinya sendiri.“Jangan bebankan Sisca pada Mala, meski Sisca dan istriku saudara satu ayah bukan berarti dia harus mengambil alih semua tanggung jawab tentang Sisca.”Lola dan Sherly terdiam mereka tampak sangat geram karena telah dikalahkan oleh Gamal yang terus membelaku tanpa jeda.Pada akhirnya tak ada lagi yang bisa mereka lakukan lagi kecuali berbalik pergi bersama Sisca yang kemud