Buat Readers yang udah mampir author ucapkan terima kasih, juga buat semua yang sudah memberi gift. Kalau berkenan tinggalkan jejak komentarnya juga ya buat penyemangat, ma kasih sekaliiii lagiiii
Dia hanya bisa terpekur beku, dengan derai air mata yang masih mengalir lugas. Aku mencebik tipis meski kemudian aku sendiri juga tak kuasa menahan laju air mataku sendiri. “Aku memang tak pantas untuk dimaafkan, tapi aku tetap harus mengucapkannya di hadapan kamu meski aku sangat tak layak untuk berharap.” Pattinama berucap dengan susah payah dengan tatapannya yang lurus terarah padaku. “Memang sudah sangat terlambat bagiku untuk menyadari segalanya, nyatanya aku baru bisa menyesali semua kala aku sudah kehilangan semua kebanggaanku.” “Kesalahan kamu memang terlalu sulit untuk dimaafkan,” tegasku lagi. Meski hati nuraniku tak menghendaki aku sesarkas ini tapi tetap saja rasa sakit yang masih meraja tak bisa menahanku untuk berhenti dari menyudutkannya. “Cukup kamu tahu kalau aku sudah menyesali semuanya dan itu sudah membuatku lebih tenang.” Pria itu lalu menghembuskan nafas perlahan dan memandangku dengan hati-hati. “Kalau boleh aku meminta, bisakah aku bertemu dengan bunda
“Apa kamu akan bersikap seperti ayahmu? Yang dulu sewenang-wenang sudah menelantarkan kamu, tapi kini kamu bisa sewenang-wenang juga dengan tidak memaafkan ayah kamu yang sudah meminta maaf padamu.” Gamal malah mencecarku, yang membuatku menjadi tersudut. “Aku rasa aku tidak menikahi wanita yang berhati kejam, yang membalas kejahatan dengan kejahatan.” Aku menggeleng lugas dengan tatapan yang semakin menegas. “Jadi kamu sekarang menyalahkan aku?” Aku enggan untuk dipersalahkan. Segala tentang ayahku selalu membuatku menjadi sensitif. “Kamu tidak tahu apa yang sudah aku alami dulu, aku sudah sangat menderita, terusir, terlunta-lunta, dihina dan difitnah dan bertahun-tahun kami hidup dalam belenggu kemiskinan karena dia sudah merampas apa yang seharusnya menjadi hak bunda dan hak kami.” Sekarang air mataku mulai menetes. “Sampai kapan kamu akan mengingat hal itu? Sampai kapan kamu akan membiarkan hati kamu dikuasai dendam? Jika kamu masih saja terperangkap dalam ingatan masa-mas
Aku memandang nanar pada sosok ringkih yang sekarang bahkan sedang menatapku dalam gurat gusar yang terunggah nyata.Aku masih menunggunya apa yang akan dia katakan.Sesaat kemudian Gamal malah menuntutku untuk mendekat.Sementara ayah lalu menarik nafas panjang, tampak seperti sedang mengumpulkan kekuatan sebelum melanjutkan ucapannya.“Walau keadaan kita tak akan mungkin bisa kembali seperti dulu, tapi aku harap kalian bisa mendampingiku saat aku menjalani operasi.”Aku bergeming enggan untuk memberikan tanggapan apapun. Sejenak bunda memandangku luruh seakan sedang menunggu responku.“Aku memang manusia yang paling tidak tahu diri. Setelah apa yang sudah aku lakukan pada kalian, aku malah mengharapkan kebaikan. Permintaanku terlalu berlebihan.”Aku masih diam ketika mendengar ayah terus saja menyalahkan dirinya sendiri.Dalam keadaan seperti sekarang dia baru membutuhkan kami. Di saat istrinya yang sekarang telah berpaling pada lelaki lain, sementara kedua anaknya sibuk dengan urus
Ketika aku menoleh aku melihat sosok Lola sedang berdiri di ambang pintu.Untuk pertama kalinya setelah sekian lama dia akhirnya menampakkan batang hidungnya, menjenguk ayah, yang notabene masih suaminya karena ayah masih belum menggugat cerai wanita itu.“Selamat siang semuanya,” ucap wanita itu dengan nadanya yang angkuh ketika mulai berjalan masuk ke dalam ruang perawatan.“Sepertinya kamu sudah terlihat sehat,” ujar Lola lagi saat dia sudah berdiri di hadapan ayah yang sedang berbaring dan sedang aku suapi.Gamal yang hari ini sengaja meluangkan waktu istirahat siangnya untuk menjenguk ayah di rumah sakit, terlihat sangat jelas, sama sekali tidak suka dengan kedatangan ibu tiriku itu, wanita yang sudah membawa prahara dalam rumah tangga kedua orang tuaku.Tapi aku sedikit merasa bersyukur karena wanita itu datang saat bunda tak ada di sini. Setidaknya
“Mas Gamal!”Aku memanggil suamiku, semakin keras dengan hati kalut melihat keadaan ayah yang tampak kian tak baik-baik saja.Tak lama kemudian Gamal datang bersama dokter dan perawat, yang segera melakukan penanganan pada ayah yang akhirnya kehilangan kesadaran.Selanjutnya mereka mulai membawa ayah ke ruang ICU, untuk dilakukan penanganan lebih lanjut.Aku dan Gamal terus menanti dengan cemas. Selalu berharap di dalam hati sesuatu yang terbaik untuk ayah yang kembali menjadi drop setelah kedatangan wanita tanpa perasaan itu yang datang hanya untuk menyerahkan surat gugatan cerai.***Aku bersyukur pada akhirnya keadaan ayah mulai membaik. Bahkan sekarang bunda selalu mendampingi setiap hari, mengabaikan segala yang sudah terjadi di masa lalu.Sikap ayah mulai menampakkan perubahan yang signifikan. Bukan hanya terus menerus meminta maaf kepada bunda yang masih saja bersedia menerima ayah yang sudah menyakiti, tapi selalu menunjukkan kelembutannya di depan bunda yang memberikan perhat
“Maksud kamu apa sih Mas?” tanyaku agak jengkel.Aku selalu tak bisa menahan kekesalanku kalau Gamal sudah dalam mode arogan seperti ini.Gamal tak menjawabku malah langsung menarik tanganku dan kembali membawaku melangkah hingga kami sampai di depan pintu butik.Tanpa berkata apapun Gamal langsung masuk yang kemudian segera dipersilakan dengan sangat hormat oleh karyawan dan petugas keamanan butik.Sejenak aku mendengar nada-nada protes dari pengunjung lain yang masih tertahan di depan pintu.Ketika aku menyergap Gamal dengan tatapanku yang penuh tanya, Gamal hanya melirikku datar.“Kenapa mereka nggak bisa masuk?” tanyaku tegas.“Karena aku sudah membooking tempat ini, agar aku bisa nyaman memilihkan gaun terbaik untuk istriku.”Gamal menjawab dengan santai.&
“Memangnya kamu mau apa sih Mas?” tanyaku berpura-pura tidak tahu. Tak memahami tatapannya yang terunggah mesum saat ini padaku.“Nggak usah aku jelaskan kamu pasti tahu,” jawab Gamal datar.Tapi aku malah menatapnya dengan sangat lekat bahkan kian mendekat di depan wajahnya.“Beneran Mas, aku nggak tahu kamu minta apa?”Aku kembali bertanya dengan menggoda.“Jadi aku perlu mengatakannya dengan jelas sama kamu sekarang?”Setelah itu ekspresi Gamal kemudian malah berubah menjadi nakal sembari dia mulai menarik nafas panjang seperti akan bersiap untuk berteriak.Kalau begini aku yang malah jadi malu sendiri hingga aku langsung menahan suamiku dengan menutup mulutnya agar tak mengatakan kalimat mesumnya yang hanya membuat aku malu sendiri.“Udah Mas, uda
Aku merasa jika Lola benar-benar melakukan apa yang sudah diancamkan beberapa waktu lalu. Di saat kedua orang tuaku tengah sibuk mempersiapkan pernikahan mereka kembali saat ayah telah benar-benar sembuh dari sakitnya, mendadak beberapa orang petugas kepolisian menjemput ayah di rumah lama kami.Saat kami tengah berbahagia mempersiapkan pernikahan itu, ayah dijemput oleh para petugas untuk mempertanggungjawabkan apa yang sudah dilakukannya soal kerjasamanya dengan mafia tanah untuk mengambil alih tanah para warga dengan cara yang tidak benar.Bahkan Gamal tak bisa melakukan apapun karena memang ayah benar-benar melakukan kesalahan itu.Bunda hanya bisa melepaskan ayah dengan tatapan sedih, sementara ayah membalasnya dengan sorot mata penuh rasa bersalah.Yang bisa aku lakukan adalah mendekati bunda dan menguatkan sosok yang sejak dulu tak pernah mampu menghapus cintanya untuk ayah.
Sungguh aku tak menduga kalau Sherly akan mengambil jalan pintas yang jelas begitu bodoh.Ketika mendengar berita kematiannya karena bunuh diri, aku benar-benar tak habis pikir.Jadi ini rencana yang sempat dia isyaratkan beberapa waktu lalu, ketika kami berbicara setelah pernikahan ayah dengan bunda.Sherly lebih memilih mati dengan masih mempertahankan kecantikan yang selalu ia banggakan."Sherly, bangun ... !"Lola terus meraung di samping jenazah putri kesayangan, alih-alih mengaji demi menentramkan jiwa anaknya yang sudah berpindah alam.Bunda yang berada di sampingku, hanya melirik sekilas pada mantan madunya. Beliau lebih memilih untuk kembali meneruskan membaca surat Yasin.Aku juga tetap khusyu dengan bacaanku, mengabaikan tangisan Lola yang sudah terasa sangat mengganggu.Sampai akhirnya Sisca mendekat untuk menenangkan. Ketika Lola masih saja menjerit histeris, pada akhirnya Sisca memaksa mamanya untuk beranjak pergi."Ma, ayo ke atas saja, Mama bisa sepuasnya menangis di s
“Kenapa, Mas?” Aku bertanya dengan penuh rasa penasaran. “Aku tak mau kamu tertulari penyakit kotor yang diderita wanita itu saat ini.” Aku terkesiap dengan wajah terperangah ketika mendengar apa yang dikatakan Gamal. “Maksud kamu apa Mas?” Gamal menatapku lurus. “Kemarin sebelum Tony berangkat ke Eropa untuk berobat, dia mengaku padaku kalau beberapa hari sebelum sakit dia sudah tidur dengan Sherly. Jadi aku menyarankan pada mantan saudara tiri kamu ini untuk melakukan pemeriksaan.” Gamal lalu menegaskan tatapannya pada Sherly yang sedang mendengus kesal padaku. “Perlu kamu tahu kalau sebenarnya Tony terinfeksi HIV, dan dia sekarang harus mendapatkan perawatan insentif di Jerman.” Sekarang malah Sherly yang tampak sangat terkejut dengan kedua matanya membeliak tajam ke arah Gamal.
Aku dan Gamal benar-benar tak lagi bisa menghindari permintaan Umi Risa. Pada akhirnya kami mengantar beliau ke rumah sakit menemui Tony yang sekarang tampak semakin melemah bila dibanding saat kami terakhir kali melihatnya beberapa hari lalu.Umi Risa terus saja menjatuhkan air matanya, menjadi sangat tega melihat keadaan putra pertamanya yang sangat kesakitan.Ketika melihat kedatangan Umi Risa bersama kami berdua, Tony yang kian tirus itu tampak sangat kaget bahkan hanya bisa terperangah untuk beberapa saat dengan tatapan yang agak menegas ke arah Gamal sebagai isyarat ketidaksetujuannya atas keputusan Gamal untuk membawa Umi Risa ke rumah sakit.“Aku sudah tidak bisa menutupinya terlalu lama dari Umi,” ucap Gamal seakan menjawab pertanyaan yang terlontar dari tatapan Tony yang tajam.Tony menjawabnya dengan sebuah tarikan nafas panjang sembari ia menggerakkan kepalanya ke samping sepe
“Lalu dia kenapa sampai menangis seperti itu?”Aku tak bisa lagi menahan rasa penasaranku.“Kenapa kamu tak tanyakan saja sama dia?”Aku mendesah jengah melihat sikap suamiku yang masih saja sarkas dan sinis pada kakaknya yang bahkan sekarang masih saja menangis dengan sangat sedih.Aku langsung menegaskan tatapanku pada Gamal yang kemudian malah menanggapiku dengan kedikan di kedua bahunya.Tanpa menunggu lama aku langsung mendekati Tony, berusaha menenangkan pria itu sebisanya.“Jangan menakutkan apapun, percayalah Tuhan itu Maha Pengasih. Aku yakin kalau kamu bertobat dengan sungguh-sungguh Allah pasti akan mengampuni kamu.”Setelah itu aku mulai mengambil sekotak tisu dari atas nakas dekat ranjang dan menariknya beberapa lembar untuk aku ulurkan pada Tony yang sekarang sudah menatap ke
“Siapa sih Mas yang sakit?”Aku semakin tak sabar dan terus penasaran.Tapi kemudian Gamal malah menarik nafasnya sangat dalam.“Kamu bilang kemarin aku harus memperbaiki hubunganku dengan kakakku.”Aku sedikit mengernyitkan dahi.“Jadi Mas Tony sekarang yang sedang sakit? Dia sakit apa?” Aku segera mengunggah tebakanku.Gamal malah melirik tajam ke samping ke arahku yang juga sedang melekatkan tatapanku padanya.“Udah aku bilang jangan panggil dia Mas ... “Aku mendesah jengah. Dalam keadaan seperti ini Gamal masih saja posesif dan di depanku malah seringkali bersikap terlalu manja seperti anak kecil.“Iya, iya maksud aku Tony, dia sakit apa?” tanyaku lagi.“Penyakit yang aku yakin pasti akan membuatnya insyaf
Semua orang bersungguh-sungguh saling tarik menarik tali tambang, benar-benar berusaha untuk menjadi pemenang.Aku bersama timku yang tampak sangat antusias berusaha untuk memenangkan perlombaan.Sementara pihak Ela juga tak mau mengalah.Semua gigih berjuang hingga akhirnya aku bersama timku berhasil mengalahkan tim Ela.Tapi meski aku menang aku kemudian malah tak bisa menyeimbangkan diri, dan jatuh tersungkur, yang tak pernah aku sangka malah membuat semua orang panik, termasuk juga Gamal yang langsung mendekat untuk membawa tubuhku ke dalam gendongannya.Sikap Gamal yang terlalu berlebihan malah membuatku risih sendiri terlebih saat melihat tatapan iri dari karyawan Gamal yang lain.“Mas, turunkan aku, aku nggak apa-apa!” sergahku kesal dengan kedua kakiku bergelinjang meminta suamiku untuk menurunkan aku dari gendongannya.
“Sayang bagaimana kalau kita mulai melakukan program kehamilan?” Aku terkesiap menjadi tak bisa menyembunyikan kegusaranku. “Program hamil Mas?” Gamal menatapku kian tegas. “Kenapa, apa kamu keberatan?” “Kan aku tadi sudah bilang aku nggak mau hamil dulu dalam waktu dekat ini.” Aku menegaskan kalimatku. Gamal langsung mengenyit lugas memandangku dengan sorot matanya yang tajam. “Sekarang katakan padaku apa alasan kamu menunda kehamilan?” “Aku masih belum lulus Mas. Bahkan sebentar lagi aku akan sangat sibuk dengan skripsi. Aku nggak mau menunda semua itu lagi Mas.” “Mala, kalau soal kuliah kamu bisa menjalaninya setelah kamu melahirkan, aku janji kehadiran anak kita nantinya tidak merepotkan kamu sama sekali.” Gamal kian gigih meyakinkan aku. Aku menggeleng masih bersikeras dengan cita-citaku. “Sayang, aku tidak menyalahkan kamu yang masih ingin mempertahankan cita-cita kamu. Tapi aku juga minta kamu mempertimbangkan tentang status kamu sekarang.” Aku mendesah pelan dan m
“Yakin Mas, akan mengabulkannya?”Aku masih berusaha untuk memastikan.Gamal langsung mengiyakan dengan anggukan pasti sembari ia mulai membelai rambutku yang baru saja mendapat perawatan di salon mahal, yang sekarang aromanya menjadi harum semerbak.Aku masih menelisiknya dengan ragu.“Udah sayang, katakan saja.”“Kalau aku minta Mas Gamal baikan sama Mas Tony, apa Mas Gamal mau melakukannya?”Gamal sontak mengangkat punggungnya padahal tadi bersandar dengan sangat nyaman di sandaran sofa.“Sejak kapan kamu manggil Tony dengan sebutan Mas, kamu hanya boleh manggil sebutan Mas, padaku saja?”Gamal malah marah dengan panggilanku pada Tony, kakaknya satu ibu itu.“Kan panggilan Mas itu buat seorang lelaki yang lebih tua dari kita.”&
“Jadi sekarang kalian tinggalkan rumah ini, dan jangan pernah kembali.”Gamal kian menegas dengan tatapan yang sekarang terlihat begitu tajam.“Soal Sisca, dia itu anak kamu jadi urus saja dia sendiri, lagipula sekarang Adeo Pattinama berada di dalam penjara dan sudah tak bisa melakukan apapun seperti yang sudah kamu katakan tadi.”Gamal membalik ucapan Lola, yang membuat wanita itu kian kesal karena ucapannya malah menjadi bumerang untuk dirinya sendiri.“Jangan bebankan Sisca pada Mala, meski Sisca dan istriku saudara satu ayah bukan berarti dia harus mengambil alih semua tanggung jawab tentang Sisca.”Lola dan Sherly terdiam mereka tampak sangat geram karena telah dikalahkan oleh Gamal yang terus membelaku tanpa jeda.Pada akhirnya tak ada lagi yang bisa mereka lakukan lagi kecuali berbalik pergi bersama Sisca yang kemud