Untuk sesaat Amanda sempat lupa pada Alex yang menjadi biang keladi pelaku berubahnya kehidupan yang dijalani 180 derajat. Ia yang hidup dengan sekuat tenaga untuk bahagia, kini juga harus menjadi alat orang lain selain menjadi alat. Untuk fungsi terakhir Amanda benar-benar tidak tahu apa yang bisa terjadi padanya sebagai alat. Ia tidak tahu rencana William atau bagaimana pria tersebut akan mengunakannya. Yang jelas kehidupan William sebagai pewaris tunggal dengan banyak paman dan bibi bahkan ayah tiri di dekatnya lumayan teramcam.
“Jangan memandangku dengan tatapan seperti itu, menyebalkan!”
“Ah?” Amanda heran. “Aku tidak boleh memandangmu seperti ini setelah kamu menghancurkan hidupku?” tanyanya benar-benar tidak percaya.
“Aku tidak menghancurkan hidupmu. Aku membuat hidupmu lebih baik!” tegas Alex dengan sangat yakin.
Bahkan Amanda membayangkan semua hal buruk yang bisa dilakukannya saat ini seperti melem
Amanda bisa mendengar banyak suara di sekelilingnya. Saat ia mencoba membuka mata pandangannya sedikit buram. Gemetar di tubuhnya masih belum hilang. Malahan sekarang ia merasa kedinginan.“Bisakah AC di ruangan ini dimatikan?” tanya Amanda pelan.Orang-orang yang sedang bicara di dekatnya diam. Lalu Amanda merasakan tangan yang besar menyentuh kepalanya. “Nona, sepertinya Anda demam,” ujar seorang lelaki.Amanda tersenyum dan menjawab pelan. “Saya baik-baik saja, Pak. Hanya sedikit lelah.”Amanda bertanya-tanya apakah boleh ia tidur sebentar lagi sebelum pergi. Ia bermaksud menanyakan hal tersebut ketika dirasakan tubuhnya melambung ke naik dengan cepat. Ia melihat wajah Azzar yang diliputi kecemasan begitu dekat.“Kita akan pergi ke rumah sakit, Nona. Saya akan membuhubungi Tuan.”Amanda tidak punya keinginan atau tenaga sedikit pun untuk menolak. Ia merebahkan kepala di dada Azzar, mendengar
“Panasnya masih saja tinggi!”William tidak berkomentar. Ini sudah tiga hari sejak Amanda tumbang. Sejak saat itu nyaris seluruh pusat kegiatannya dilakukan di rumah sakit. Untuk alasan yang sama sekali tidak diketahuinya sendiri, William khawatir meninggalkan Amanda sendiri.“Ah ….” William mengosok wajahnya dengan kedua tangan. Ia merasa sangat buruk sekarang.Dengan semua hal yang dimiliki, seharusnya gampang untuk melindungi banyak orang di bawahnya. Namun, setiap kali merasa demikian, William juga merasa masalahnya bertambah berat dan pelik.“Kenapa kamu ada di sini?”William langsung menoleh. Di ranjang rumah sakit, Amanda telah bangun dan kini sedang mencoba duduk. Ia lantas berdiri dari sofa yang sedang diduduki dan kemudian menarik kursi untuk duduk di samping ranjang. Tombol untuk memanggil perawat dan duduk di kursi yang dibawanya.“Jangan bergerak. Sebentar lagi perawat akan
Sudah beberapa hari Alex mengamati. Selama itu tidak sekali pun ia melihat Amanda datang. Gadis itu seolah lenyap ditelan bumi sejak hari ia mengatakan kata-kata yang kejam.“Apa dia kabur, ya?” gumam Alex pelan.Ia mengosok dahinya frustrasi. Ada sedikit penyesalan di dalam dadanya karena terlalu keras pada Amanda. Ia hanya kesal melihat perubahan drastis dalam kehidupan gadis itu. Ia benci melihat orang lain mencapai tempat yang dituju tanpa usaha sedikit pun. Seharusnya dirinya yang mendapatkan semua itu, mengingat semua usaha yang sudah dilakukan sampai sejauh ini.“Apa sebaiknya kuhubungi saja dia, ya?” Alex bergumam lagi.Ponselnya dikeluarkan dari saku celana. Namun, ia tak lekas menyalakan ponsel yang menghubungi nomor Amanda. Maka di putar-putar ponsel tersebut di atas telapak tangannya. Ia memutuskan lima belas menit kemudian.Ponsel Amanda menyala seperti dugaannya. Bahkan setelah semua kejahatan yang dilaku
Untuk apa dia kemari? Alex mengepalkan tangannya erat-erat karena terkejut sekaligus kesal.Tiba-tiba dijemput oleh tiga orang tidak dikenal dan kemudian dijebloskan ke penjara sudah mengejutkannya. Apalagi dengan kedatangan William saat ini.“Wah … di mana bicara besarmu sebentar tadi?” ejek William. Lelaki yang berbading terbalik dengan diri Alex tersebut tersenyum mengejek. Ia memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. “Kamu terlihat pantas berada di sini,” tambah William masih dengan ekspresi mengejek yang sama.BRAk!Alex menguncang terali besi, seolah-olah benda tersebut terbuat dari kayu dan bisa dengan mudah dibengkokan atau dipatahkan. “Jangan sombong kamu!” serunya berang.William tertawa. “Bukankah aku pantas sombong? Aku punya semua hal yang tidak kamu punya.”Ekspresi pria di balik terali tersebut berubah dingin. Alex yang melihat hal tersebut menjadi merinding
“Nona … jika diberi kesempatan untuk tahu orang tua kandung Anda, apa yang akan Nona lakukan?” Amanda memandang Azzar lama sekali. Ia tidak menyangka akan diberi pertanyaan seperti ini. Sampai saat ini Amanda sama sekali tidak memikirkan hal itu. Ia bisa hidup tenang saja rasanya sudah seperti keajaiban. Sejak ia menerima kenyataan kalau tidak aka nada yang menjemputnya ke panti asuhan, Amanda mensyukuri setiap hari hal yang datang dalam kehidupannya. “Sa-ya tidak pernah memikirkannya, Pak,” kata Amanda. Ia tak berani menatap Azzar yang menurutnya memiliki kemampuan untuk membaca pikirannya saat ini. Mungkin orang setua Azzar memang seharusnya memiliki kemampuan seperti itu. “Karena itu saya menanyakannya. Jika Nona bisa bertemu dengan orang tua kandung Anda, bagaimana?” Bagaimana? Amanda juga menanyakan pertanyaan yang sama di dalam hatinya. Namun, berulang kali menanyakan hal tersebut, jawaban yang diinginkan tak kunjung did
“Kenapa aku tidak bisa pulang hari ini?” Amanda protes segera setelah mendengar perkataan dokter yang bertanggung jawab untuknya.Dokter wanita penganti tersebut melirik William terlebih dahulu sebelum bicara. Amanda tahu kalau dokter tersebut sudah menjadi kaki tangan William dalam waktu singkat.“Kita tambah waktu observasinya sehari lagi, ya, Nona Amanda. Dengan begitu kita bisa yakin kalau Anda sudah benar-benar sehat dan tidak akan jatuh pingsan kembali ketika mendapat kejutan.”Kelopak mata Amanda terbuka lebar. Ia melotot pada si pelaku yang sudah mengubah pikiran dokter. Namun, William berpura-pura tidak tahu sama sekali dan asyik memeriksa sesuatu dalam ponselnya.“Ini pasti ulahmu, kan?” tuding Amanda segera setelah pintu tertutup. Dokter wanita penganti tersebut keluar segera setelah melirik William untuk terakhir kalinya.William mengangkat kepala dan melirik ke kanan dan ke kiri. “Kamu bicara d
Seseorang tiba-tiba muncul dan membekapku tadi!Pemberitahuan yang datang ke dalam otaknya membuat Amanda langsung membuka mata bahkan meloncat berdiri di lantai di sisi kanan ranjang. Namun, tidak ada siapapun bersamanya. Bahkan, ia tidak mengenal satu bentuk perabotan pun di dalam ruangan tempat ia berdiri sendirian.“Apa yang terjadi?” tanyanya ketakutan.Ia masih memakai pakaian rumah sakit. Untuk yang satu ini Amanda merasa sangat lega. Tidak ada orang lain yang mencoba membuka pakaiannya ketika ia tidak sadarkan diri.Pertama-tama Amanda mencoba menyusuri seluruh ruangan. Ranjang tempat ia bangun dengan cara yang menakjubkan tadi—ingat bagaimana dirinya melompat dengan kekuatan penuh karena mengira dicabuli—berada di tengah-tengah ruangan.Selanjutnya dari pintu yang berada di depan ranjang, ada lemari-lemari berisi buku-buku dengan sampul yang tebal. Lalu lemari yang terkunci dan pintu menuju teras. Lalu ada
“Jadi … ada apa dengan kamar tamu itu?” Wyatt membantu Esme kembali ke tempat tidur setelah sarapan dan minum obat. Setengah jam lagi, setelah obat yang diminum istrinya tersebut bekerja, pelayan akan membawa wanita itu ke taman untuk menikmati pagi. Lalu ia sendiri akan disibukan dengan kedatangan William. “Bukan apa-apa. Itu hanya Lily yang merajuk karena tidak jadi bertunangan dengan William. Kamu tahu sendiri, kan, kalau Lily sangat suka pada putramu.” Esme tersenyum. “Semua orang sangat menyukai William. Dia pintar.” Ia lalu bersandar pada bantal di punggungnya. “Kapan Lily datang, aku tidak melihatnya kemarin?” “Dia datang setelah kamu tidur. Ia sudah menemui William dan gadis bernama Amanda itu. Ia tahu kalau tidak akan bisa mengubah keputusan William makanya sekarang dia merajuk.” Esme diam, memandang lama tepat pada titik di belakang Wyatt. “Dia akan menemukan seseorang yang mencintainya nanti. Percayalah.” Wyatt terse