“Kenapa aku juga diseret kemari, sih?” Prisilla jelas-jelas menyuarakan protes pada Amanda sambil berbisik.
Amanda sendiri berpura-pura tidak mendengar protes tersebut. Tatapannya terkunci pada William yang belum juga bicara padahal sudah cukup lama dirinya duduk.
“Harusnya Anda mengatakan sesuatu, kan, Tuan William?” Amanda memaksakan diri untuk berbicara. Walau tubuhnya masih mengingat rasa takut yang sudah diakibatkan William padanya tadi pagi.
“Prisilla kamu bisa keluar.”
Prisilla tampak lega bisa menghindar dari masalah yang tidak akan bisa diatasinya sekarang. Ia tidak akan bisa tidak ikut campur saat nanti kenyataan menghadapkan padanya fakta bahwa tunangan sahabatnya salah. Bagaimana pun Prisilla akan membela Amanda sekuat tenaga. Ia berdiri dan akan pergi. Akan tetapi, Amanda menarik tangannya dan membuat Prisilla duduk kembali.
“Amanda … biarkan aku pergi,” rengek Prisilla.
Ama
Pasti sudah terjadi sesuatu?Begitu otak William menilai ketika pagi kemudian ibunya datang ke rumahnya. Wanita yang mengunakan kursi roda dan disambut dengan canggung oleh Amanda itu terlihat sangat cantik. Ia mengenakan dress berwarna biru dengan bunga-bunga kuning di tepinya. Jika saja kecelakaan tidak merengut kemampuannya untuk berjalan, William tidak tahu siapa saja yang akan terpikat dengan kecantikan ibunya yang alami.“Ini kedua kalinya aku mengunjungimu kemari, kan, Will?” tanya Esme pada putranya yang semata wayang.William tidak suka mendengar ibunya memanggil dengan nama kecil. Tidak lagi setelah wanita tersebut menikah kembali dan dinilai telah mengkhianati alamrahum ayahnya.“Yang pertama Ibu kemari untuk membawaku pulang ke rumah. Padahal ini adalah tempat paling aman untukku?”Esme terlihat tidak senang dengan apa yang didengar. William sendiri hampir-hampir tidak peduli dengan ekspresi yang ditunju
Pernikahan William tidak akan bisa dihentikan. Ia tidak berasumsi begitu saja. Ia kenal pria yang sudah dipercaya sebagai calon suaminya di masa depan. Ia kenal setiap kekeras kepalaan pria tersebut hingga tahu apa yang akan selanjutnya terjadi.“Tidak bisa seperti ini,” kata Lily.Ia berada di kamarnya yang bernuansa biru dan merah jambu. Beberapa boneka yang harganya mahal dan menjadi barang koleksi memandang sambil tersenyum dari dalam kotak mereka.Akhirnya karena tak dapat juga menemukan solusi dari masalah yang sedang dihadapi, Lily menjatuhkan diri di atas ranjang yang empuk. Ia mengeluh keras-keras. Tapi, ia sendirian di dalam kamarnya. Jadi tidak aka nada orang yang datang dan mengatakan padanya bahwa semuanya baik-baik saja.Lily memilih keluar dari sangkar bernuansa biru dan merah jambunya. Beberapa pelayan di rumah berhenti dan menyapanya ketika berpapasan. Suasana hati Lily sedang tidak baik sehingga tidak menyahut satu pun sapaan
Barang-barang milik Amanda sudah dikirim mengunakan truk ke rumah besar William. Amanda benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa barang-barangnya yang sedikit itu menjadi satu truk penuh.“Sudah siap?’ tanya Azzar.Amanda memandang lelaki tua itu sebentar sebelum menoleh pada Prisilla. Ia tidak tahu apakah benar membawa serta Prisilla bersamanya akan baik-baik saja. Namun, ia tidak mau berada seorang diri di rumah besar dengan keberadaan Wyatt yang bisa ditemuinya di setiap tempat.“Ya,” jawan Amanda. Ia berdiri dari sofa yang langsung ditutupi kain seprai oleh pelayan yang sedang bertugas mempersiapkan rumah untuk ditinggal.Prisilla juga berdiri dari sisinya dan berjalan di belakang Amanda ketika ia menuju pintu depan. Mobil sudah yang disopiri Azzar sudah menunggu di jalanan.“Sebenarnya aku tidak mau tinggal di sana,” ungkap Amanda pada Prisilla. Ia menunggu sampai langkah sahabatnya itu sejajar dengannya.
“Kenapa ada dia di sini?” tanya William dingin.Ia tidak mengerti dengan keberadaan Lily yang adalah orang luar di acara makan malam keluarga. Jika ini adalam salah satu siasat untuk membuat William merada tak nyaman, maka jelas tidak akan berhasil. Ia bukanlah orang yang bisa diintimidasi seperti ini.“Ibu yang mengundangnya. Beberapa hari lalu Lily memberikan buket bunga yang cantik. Makanya Ibu ingin berterima kasih.” Esme menjelaskan kenapa Lily berada satu meja dengan mereka semua.“Di acara makan malam keluarga?” tanya William kembali. Menegaskan acara apa dan orang seperti apa yang harusnya ada bersama mereka.“Jika kamu bilang begitu, Amanda juga tidak boleh berada di sini. Dia orang luar.” Esme tidak berhasil menyembunyikan rasa tidak senangnya atas keberadaan Amanda di dalam rumah.Sejak hari ia menjemput Azzar dan menyuarakan kalau ia dan Amanda akan tinggal di rumah besar bersama Esme dan
Lily mengenggam sendok erat-erat menahan amarahnya. Tidak boleh! Ia mengatakan demikian keras pada dirinya seperti itu.“William!”Rahangnya ikut mengeras begitu tahu William sama sekali tidak mengindahkan teriakan ibunya. Kenapa dia begitu berani?Lily bertanya-tanya dalam hati.Dilihatnya Esme menghela napas.“William hanya kesal karena aku ada di sini, Tante. Jika saja aku tidak duduk dan makan dengan William pasti semuanya tidak terjadi,” ungkap Lily terdengar menyesal.Namun, walaupun semua orang akan mengusirnya dari meja makan, tak sedikit pun ia memiliki keinginan untuk beranjak pergi. Tidak ada seorang pun yang bisa mengusir Lily yang telah bertekad.“Tidak, ini bukan kesalahanmu,” kata Esme murung.Ia meletakan pisau selainya dan tak jadi mengigit roti yang telah di olesi. Lily juga sudah tidak bersemangat lagi untuk sarapan, tapi ia harus tetap makan. Ia mau punya tena
Ada cukup banyak pelayan berdiri di depan kamarnya. Begitu melihat kerumunan dari kejauhan, Amanda mulai menghitung orang-orang itu. Ada sekitar tiga orang berdiri di pintu, terdiri dari para pelayan yang tidak dikenal Amanda.Saat semakin dekat, Amanda bisa melihat dua pelayan lagi ada di dalam kamar bersama dengan Esme dan Lily. Apa mereka semua sedang merencanakan sebuah kejutan?Amanda mengigit bibir bawahnya untuk menahan perasaan gembira yang meluap. Ia tidak pernah disambut dengan cara yang sangat menyenangkan seperti ini.“Apa yang kalian lakukan di kamar saya?” tanya Amanda menahan keriangan di dalam suaranya sendiri.Namun, ia masih bisa merasakan keriangan tersebut menguar melalui udara di sekitar. Ditatapnya Esme dan Lilya sambil menahan napas, menunggu jawaban.“Harusnya saya yang bertanya, apa ini?”Amanda menelengkan kepalanya segera, tidak mengerti. Matanya langsung meluncur turun ke telapan tangan Esm
Saat seseorang menuduhmu melakukan sesuatu yang sefananya tidak pernah kamu lakukan, rasanya sangat marah. Kemarahan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, membuat tubuh gemetar. Kemarahan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.Kemarahan yang seperti itu yang dirasakan Amanda kini. Tubuhnya gemetar dan napasnya menjadi sesak. Untuk sebuah kejutan kedatangannya ke rumah keluargan William, ini sungguh di luar dugaannya. Air mata Amanda mengalir pelan, kepalanya mendadak pening, telinganya juga berdenging.“Apa ini?” Amanda mengelengkan kepala mengusir buram yang tiba-tiba menghampirinya.“Astaga ….” Ia berpegangan pada dinding, menahan diri untuk tidak tiba-tiba jatuh. Ia lalu duduk perlahan di lantai. Napasnya bertambah sesak.“Tidak apa-apa?” Amanda mendogakan kepala. Menatap seorang wanita yang ikut berjongkok padanya.“Kepala sakit, kaki juga. Aku tidak akan sanggu
Pintu kamar Lily diketuk pelan. “Ada apa?” tanya Lily yang sedang menyisir rambut sembari mengagumi kecantikan wajahnya sendiri.“Nona … Tuan William menanti Anda di ruang kerja.”Lily tidak dapat menyembunyikan menyembunyikan kegembiraannya. Senyum segera mengembang di bibirnya yang merah meyala. “Baiklah … aku akan segera ke sana,” katanya memberitahu pelayan.Ia memandangi dirinya kembali di cermin. Diperbaiki bedak yang ada di pipinya, serta lipstik di bibirnya. Ia berdiri dan berputar di depan cermin, kemudian memperbaiki lipatan gaun yang sedang di pakai. Ia berjalan ke arah lemari berisi beberapa pasang sepatu yang dibawa dari rumah dan memilih sebuah sepatu berhak tinggi berwarna hitam dan putih untuk menonjolkan kakinya yang jenjang.“Sempurna!” serunya riang pada diri sendiri. “Aku heran kenapa William malah memilih Amanda si gadis yatim piatu itu dan bukannya aku!”