Lily mengenggam sendok erat-erat menahan amarahnya. Tidak boleh! Ia mengatakan demikian keras pada dirinya seperti itu.
“William!”
Rahangnya ikut mengeras begitu tahu William sama sekali tidak mengindahkan teriakan ibunya. Kenapa dia begitu berani? Lily bertanya-tanya dalam hati.
Dilihatnya Esme menghela napas.
“William hanya kesal karena aku ada di sini, Tante. Jika saja aku tidak duduk dan makan dengan William pasti semuanya tidak terjadi,” ungkap Lily terdengar menyesal.
Namun, walaupun semua orang akan mengusirnya dari meja makan, tak sedikit pun ia memiliki keinginan untuk beranjak pergi. Tidak ada seorang pun yang bisa mengusir Lily yang telah bertekad.
“Tidak, ini bukan kesalahanmu,” kata Esme murung.
Ia meletakan pisau selainya dan tak jadi mengigit roti yang telah di olesi. Lily juga sudah tidak bersemangat lagi untuk sarapan, tapi ia harus tetap makan. Ia mau punya tena
Ada cukup banyak pelayan berdiri di depan kamarnya. Begitu melihat kerumunan dari kejauhan, Amanda mulai menghitung orang-orang itu. Ada sekitar tiga orang berdiri di pintu, terdiri dari para pelayan yang tidak dikenal Amanda.Saat semakin dekat, Amanda bisa melihat dua pelayan lagi ada di dalam kamar bersama dengan Esme dan Lily. Apa mereka semua sedang merencanakan sebuah kejutan?Amanda mengigit bibir bawahnya untuk menahan perasaan gembira yang meluap. Ia tidak pernah disambut dengan cara yang sangat menyenangkan seperti ini.“Apa yang kalian lakukan di kamar saya?” tanya Amanda menahan keriangan di dalam suaranya sendiri.Namun, ia masih bisa merasakan keriangan tersebut menguar melalui udara di sekitar. Ditatapnya Esme dan Lilya sambil menahan napas, menunggu jawaban.“Harusnya saya yang bertanya, apa ini?”Amanda menelengkan kepalanya segera, tidak mengerti. Matanya langsung meluncur turun ke telapan tangan Esm
Saat seseorang menuduhmu melakukan sesuatu yang sefananya tidak pernah kamu lakukan, rasanya sangat marah. Kemarahan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, membuat tubuh gemetar. Kemarahan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.Kemarahan yang seperti itu yang dirasakan Amanda kini. Tubuhnya gemetar dan napasnya menjadi sesak. Untuk sebuah kejutan kedatangannya ke rumah keluargan William, ini sungguh di luar dugaannya. Air mata Amanda mengalir pelan, kepalanya mendadak pening, telinganya juga berdenging.“Apa ini?” Amanda mengelengkan kepala mengusir buram yang tiba-tiba menghampirinya.“Astaga ….” Ia berpegangan pada dinding, menahan diri untuk tidak tiba-tiba jatuh. Ia lalu duduk perlahan di lantai. Napasnya bertambah sesak.“Tidak apa-apa?” Amanda mendogakan kepala. Menatap seorang wanita yang ikut berjongkok padanya.“Kepala sakit, kaki juga. Aku tidak akan sanggu
Pintu kamar Lily diketuk pelan. “Ada apa?” tanya Lily yang sedang menyisir rambut sembari mengagumi kecantikan wajahnya sendiri.“Nona … Tuan William menanti Anda di ruang kerja.”Lily tidak dapat menyembunyikan menyembunyikan kegembiraannya. Senyum segera mengembang di bibirnya yang merah meyala. “Baiklah … aku akan segera ke sana,” katanya memberitahu pelayan.Ia memandangi dirinya kembali di cermin. Diperbaiki bedak yang ada di pipinya, serta lipstik di bibirnya. Ia berdiri dan berputar di depan cermin, kemudian memperbaiki lipatan gaun yang sedang di pakai. Ia berjalan ke arah lemari berisi beberapa pasang sepatu yang dibawa dari rumah dan memilih sebuah sepatu berhak tinggi berwarna hitam dan putih untuk menonjolkan kakinya yang jenjang.“Sempurna!” serunya riang pada diri sendiri. “Aku heran kenapa William malah memilih Amanda si gadis yatim piatu itu dan bukannya aku!”
Dibanding sebelumnya, kondisi Amanda kali ini membaik dengan lebih cepat. Ia tidak tahu kenapa bisa tumbang setiap kali tertekan.“Sekarang apa yang sedang kamu pikirkan?” Prisilla berhenti menyuapi karena Amanda tidak bicara juga padahal dirinya sudah menceracau tidak jelas cukup lama sejak tadi.“Bukan apa-apa,” jawab Amanda. Ia tidak mau apa yang sedang dipikirkan diketahui Prisilla.“Ya Tuhan, sekarang kamu mau main rahasia padaku? Setelah apa yang sudah aku lakukan padamu? Prisilla jelas-jelas berbakat mendramatisir keadaan. Ia sudah memamerkan kemampuannya itu sejal lama sehingga Amanda sama sekali tidak bisa melawan dan kemudian bercerita.“Hanya ada sedikit masalah saat kamu sedang bekerja,” kata Amanda pasrah.“Sedikit masalah dan hal ini yang terjadi. Kamu seperti orang yang sudah sakit berbulan-bulan. Apa kita perlu memanggil dokter?” Prisilla mencerocos dengan cepat tanpa rem. Ia mem
“Ke-kenapa aku harus minum ini?”Matanya tak lepas memperhatikan cairan kental yang dibawa Prisilla dengan nampan dan diletakan di depannya itu. Cairan tersebut berwarna kecoklatan dan baunya agak aneh.“Kenapa kamu melihatnya seperti itu? Minum dong!” suruh Prisilla.Amanda lekas membayangkan cairan kecoklatan dengan bau aneh tersebut masuk ke dalam mulutnya. Kekentalannya yang terlihat hanya dengan melihat saja pasti membuat cairan tersebut sulit untuk di minum. Baunya yang aneh akan semakin kuat saat sudah berada di salam mulut Amanda.“Tidak … jangan-jangan ini racun,” kata Amanda lekas menolak.Dengan satu tarikan, tubuh Amanda sudah bersandar di kursi yang diduduki. Ia mengeleng sebagai efek penolakannya terhadap minuman tak dikenal yang mungkin akan membuatnya segera semaput.Jemari Prisilla menjentik dahi Amanda. Membuat gadis yang baru sehat setelah berbaring selama seharian penuh kemarin t
“Prisilla, ini sangat tidak nyaman.”William mendengar keluhan Amanda dan langsung menoleh. Gadis itu tampil berbeda. Dalam sekali lihat, tidak ada yang akan menyangka kalau gadis yang kini memakai dress biru polos, dengan kalung emas putih, serta gelang dari untain permata dan rambut yang disangul tinggi adalah orang yang sama dengan sebelumnya.“Bagaimana hasilnya? Bagus, kan?” tanya Prisilla meminta pendapat William.Mata William tak lepas memandang Amanda dari atas sampai bawah, menilai dan mencari cela dari dandanan yang sudah disesuaikan dengan calon istrinya. Namun, setelah tiga kali memutari Amanda, tidak ada cela yang terlihat oleh William.“Aku tidak bisa berkomentar. Bagaimana aku bisa menemukan cacatnya jika ini sangat sempurna.”Prisilla membusungkan dadan mendengar pujian yang diarahkan padanya. Ia memandang Amanda seolah mengatakan “Sudah kubilang, kan”. “Kamu akan memperkenalkank
Aneh sekali rasanya saat William mendapat pesan kalau ibunya ingin bertemu dengannya. Hubungan mereka sudah menjadi renggang saat lama. Bahkan atas keputusan ibunya William keluar dari rumah dan mengasingkan diri dari tempat seharusnya ia berada. Entah untuk alasan apa kali ini ibunya memanggil. Pasti ada sesuatu yang menyebabkan Esme memanggilnya dengan cara formal seperti ini.Saat ia sampai di teras samping rumah yang menghadap ke gazebo penuh dengan bunga mawar, William tidak menemukan Amanda di sana. Artinya hanya dirinya yang diundang ke acara minum teh siang itu.“Sudah lama, ya, kita tidak duduk berdua seperti ini.”Basa-basi seperti ini sangat memuakan untuk William. Karena ia hampir-hampir tidak pernah bersama dengan sang ibu secara normal. Bukan berarti wanita yang melahirkannya ini membenci William. Hanya saja, setelah ia bisa mengingat yang dilakukan William adalah belajar sebaik mungkin untuk menjadi pewaris bisnis perhotelan keluarga.
Prisilla memandang dengan antusias setiap jengkal isi dalam butik. Gadis itu jadi terlihat seperti anak lima tahun yang tangannya dipegangi di dalam taman bermain yang dengan tidak sabar menanti untuk dilepaskan berkeliaran.“Kamu boleh melihat-lihat,” kata William pada akhirnya.Ia tidak kuasa lagi menolak pesona tatapan Prisilla yang meminta dengan tatapannya untuk dilepaskan segera. Begitu William mengizinkan persis seperti anak lima tahu, teman Amanda itu melonjak gembira dan menghilang di antara rak-rak pakaian.“Apa dia selalu seperti itu setiap kali menemukan hal yang menarik?” tanya William pada Amanda yang duduk di sampingnya.Amanda yang terlihat melongo, hanya mengeleng. Mungkin saja Amanda tidak pernah pergi ke toko pakaian dengan Prisilla. Jika dengan alasan itu, pantaslah Amanda juga heran melihat tingkah temannya itu.“Kamu sudah makan?” tanya William. Ia tidak tahu harus mengobrol apa dengan Amand