Aidan benar-benar mengerjai Malikha dengan kamar mandi dadakan seperti bilik mandi. Malikha sampai tercengang melihat begitu Aidan berniat memang ingin membuatnya menderita. Begitu memperkenalkan bilik mandi tersebut, Aidan langsung pergi meninggalkan Malikha dalam kebingungan dan keanehan.
“Bagaimana aku bisa mandi di tempat seperti itu?” gumam Malikha sembari memandang bilik tersebut sambil mengernyitkan keningnya. Ia kemudian menoleh ke kanan dan kiri sebelum kemudian mendekat perlahan.
Dengan wajah cemas dan takut-takut, Malikha kemudian membuka pintu bilik mandinya dan berjalan masuk ke dalamnya. Ia lalu menengadah ke atas dan melihat jika dinding yang dipasang cukup tinggi untuk diintipi oleh seseorang. Malikha meringis pada nasibnya sendiri. Ya, mungkin inilah yang harus ia hadapi sebagai istri dari Aidan Caesar.
Sambil berdoa dalam hati agar tak ada yang datang, Malikha kemudian membuka keran air hangat dan mengucurlah airnya. Malikha terseny
Betapa terkejutnya Malikha saat ternyata ia tak hanya dibawa keluar dari rumah pondok yang seperti rumah penyihir itu, namun juga mengunjungi sebuah rumah mewah yang ternyata ada di tengah perkebunan yang luas."Vila ini milik siapa?" tanya Malikha dengan polosnya. Aidan hanya menaikkan ujung bibirnya dengan ekspresi angkuh."Vila ini milikku!" jawab Aidan dengan santai dan sedikit menaikkan dagunya. Malikha lantas menoleh dengan ekspresi tidak percaya. Kini ia baru menyadari jika Aidan ternyata mengerjainya selama ini. Malikha makin tak percaya Aidan benar-benar tega membiarkannya dua hari tinggal di rumah pondok dan menyuruh membersihkannya."Jadi kamu sengaja membuatku tinggal di pondok itu!" ujar Malikha protes dengan nada tinggi dan raut wajah begitu kesal."Memangnya kenapa? Kamu tidak suka?" balas Aidan dengan gaya sedikit mencibir."Tapi kamu bilang kita sedang bulan madu!" rengek Malikha begitu kesal dan menggemaskan Aidan tertawa mendenga
"Kamu masih perawan ya?" tanya Aidan tanpa filter dan basa basi. Ia sedikit terperangah tapi Malikha tak mau menjawab dan memilih pergi meninggalkan Aidan yang kemudian memperhatikan Malikha yang melihat-lihat tanaman anggur."Menarik!" gumam Aidan terkekeh dengan wajah semringah sebelum menyusul Malikha kemudian."Ayo Babydoll, aku tunjukkan tempat latihanku." Aidan kemudian mengajak Malikha jalan ke tempat yang baru. Alis Malikha naik saat ditarik Aidan ke sebuah motor ATV. Mata Malikha membesar saat melihat kendaraan dengan tenaga besar tersebut. Aidan naik dengan gampangnya kemudian memakai helm. Ia lalu menoleh pada Malikha yang terpaku saja tak bergerak."Ayo naik!" ajak Aidan lagi tapi Malikha masih diam saja. Malikha tidak pernah naik motor jadi ia tidak tahu harus bagaimana. Ia malah takut dan mundur. Aidan mendecak kesal melihat ketakutan Malikha. Ia menarik tangan Malikha agar naik ke belakangnya."Tidak apa-apa, peluk saja pinggangku!" Aidan m
Aidan keluar dari pondok di atas bukit itu bahkan tidak memakai jaketnya di tengah udara dingin malam dengan rasa kesal dan marah. Sangat kesal dan amat gatal di seluruh tubuhnya. Kini seluruh lengan, leher dan bahunya sudah ruam dan semakin gatal. Ia kemudian masuk ke dalam mobil Jeep-nya dan mengendarainya menuju villa. Sambil terus mengumpat dan kesal bukan kepalang, ia tak menghentikan langkahnya sama sekali."Tuan ... ada apa?" tanya Eugene cemas begitu melihat majikannya datang dan masuk ke dalam villa dengan menggaruk-garuk tubuhnya. Theresia juga ikut datang dengan wajah cemas yang sama."Aku tidak tau mengapa tubuhku tiba-tiba jadi gatal semua. Tanganku sudah ruam ... coba lihat ini. Oh Tuhan, gatalnya! Aahh!" Aidan mengeluh dan terus menggaruk. Theresia terpaksa membuka pakaian Aidan dan menemukan tubuh Aidan yang sudah merah-merah."Apa ini alergi?" tanya Theresia pada suaminya, Gene. Gene tampak berpikir sejenak sebelum bertanya pada Aidan kemudian.
"Bagaimana Aidan mengelola tempat ini?" tanya Malikha sambil melihat lihat."Sangat baik dan lebih modern dalam pengemasan dan pemasaran. Tuan Aidan tetap mempertahankan beberapa tahapan manual dalam proses pengolahan Wine, agar tidak mengubah cita rasa dan kualitas Wine-nya," jawab pekerja itu sambil tersenyum ramah. Malikha pun mengangguk dan sekilas rasa kagumnya pada Aidan sedikit menyeruak dalam hati.Sekarang pekerja itu membawa Malikha ke ruang penyimpanan Wine. Terlihatlah tong-tong kayu khusus untuk mengendapkan anggur untuk menaikkan kadar alkoholnya menjadi Wine yang bisa dikonsumsi."Semakin tua Wine maka semakin berkualitas dan mahal. Semua barrel (tong) disini diurutkan menurut tahun pembuatan. Jadi kami masih memiliki barrel dari tahun 70 dan 80-an." Malikha membuka mulutnya karena terkagum."Nyonya mau mencoba Wine-nya?" tanya pekerja itu menawarkan Malikha untuk merasakan hasil dari fermentasi tersebut. Malikha menggeleng dan tersenyum.
Tanpa bicara apapun lagi, Aidan berbalik dan meninggalkan Malikha di ruangan itu dengan pintu terbuka. Ia pergi begitu saja meninggalkan Malikha yang tak bicara dan baru bernapas normal setelah beberapa saat. Malikha kemudian mencoba untuk duduk di lantai ruang penyimpanan Wine. Di ruangan itu, Malikha mengubur harapan dan cintanya pada Aidan dengan tangan masih gemetar hebat.Malikha tak bisa menahan lagi air matanya. Dalam kesendirian dan kenaifan perasaannya pada Aidan ia menangis agar bisa lebih tenang dan bergerak. Kakinya mati rasa dan tak bisa digerakkan. Butuh nyaris 30 menit sampai Malikha sanggup berdiri dan keluar dari ruangan itu sendirian. Sambil menyeret kakinya, pandangan dan langkahnya kosong saat ia pergi.Beberapa jam kemudian, Aidan sedang menikmati makan malamnya sendiri di dalam vila. Theresia tampak kemudian menuangkan air minum sambil tersenyum pada Aidan yang makan dengan lahap."Tuan ... Nyonya tidak ada di pondok," lapor Eugene pulang d
Malikha tidak bisa menahan airmatanya sekaligus kepalanya yang pusing. Mabuk membuatnya tak bisa mengontrol gerakannya lagi. Berkali kali ia menolak Aidan dan suaminya itu mencoba memeganginya.“Baby doll …” tapi Malikha tak menggubris dan menolak tangan Aidan lagi. Dan saat akhirnya ia terjatuh, Aidan akhirnya menangkapnya."Pergi dariku! ... AAHH!" Malikha terjatuh lalu membentur trotoar dengan bahunya. Aidan kemudian berjalan cepat untuk membangunkan Malikha yang kesakitan. Aidan menghela napasnya dan menarik pundak Malikha agar bisa berdiri. Tapi matanya sedikit tertegun karena air mata Malikha sudah membasahi pipinya. Terlebih Malikha menatap nya dengan tatapan mata sedih yang membuat hati Aidan merasakan sakit yang tak ia mengerti.“Pergi!” gumam Malikha makin membuat Aidan kesal. Ia mendengus agak keras sekaligus mengeraskan hatinya untuk tidak menggubris perasaannya pada Malikha."Kamu belum pernah minum kan!" tanya
Tingkah Malikha makin lucu saat ia naik ke ranjang besar itu lalu merangkak ke sisi satunya sementara Aidan sudah berdiri di sana hendak bersiap tidur. Malikha kemudian menengadah dan mendirikan tubuhnya di atas lutut. Kini ia dan Aidan berhadapan."Lepaskan ... aku!" ujar Malikha setengah mengeja dengan nada manja."Tidak ... tak akan!" jawab Aidan cepat tanpa ragu. Malikha lantas mengerucutkan bibirnya dengan menggemaskan dan dengan berani menarik bagian depan kaos Aidan sehingga ia jadi lebih dekat. Aidan mulai sedikit menyeringai melihat Malikha yang seolah menggodanya."Aku bilang lepaskan aku ... mengapa kamu terus menyiksaku?" balas suara Malikha terdengar lirih tapi masih merengek ia setengah sadar melakukannya. Aidan makin menyeringai tipis. Kedua tangannya lalu mulai menyentuh dan memegang pinggang Malikha. Pandangan matanya jatuh pada belahan dada Malikha yang sedikit menyembul dari posisi berdiri yang tengah mereka lakukan."Semua perbuatan harus mendapatkan ganjarannya ..
Malikha makin mendekat dan seolah sedang menggoda Aidan tapi dengan tingkah dan sikap yang imut. Aidan menarik wajah Malikha dan mencium lagi dengan gairah yang mulai naik. Sebelah tangannya terus meraba punggung Malikha yang sangat lembut."Kenapa disini jadi lebih panas ... apa musim dingin sudah berakhir?" tanya Malikha dengan pertanyaan konyol. Aidan malah makin bergairah dan tersenyum."Apa kamu pernah berhubungan intim?" Aidan balik bertanya dengan berbisik. Malikha menggeleng."Kamu pasti sering ya?" Malikha benar-benar polos jika sedang mabuk. Aidan tak berhenti meraba dan menciumnya. Ia benar-benar sudah mulai tak tahan dan tak perduli lagi pada misi balas dendamnya."Apa kamu mau melakukannya sekarang?" Aidan tersenyum menggoda Malikha dengan pertanyaan seperti itu."Aku dengar itu bisa membawamu melayang, benarkah?" Aidan mengangguk setuju."Mau mencobanya?"Aidan mulai menjebak dengan menjerat Malikha di ranjangnya. Malikh
BEBERAPA TAHUN KEMUDIANPanggung yang cukup besar karena berada di tengah aula SMA Jersey Rey New York. Sorak-sorai seluruh siswa yang berdiri ikut mengangkat tangan dan bertepuk di atas kepala mereka saat gebukan drum Aldrich menggema memulai sebuah lagu. Dan suara Aldrich memulai lagu tersebut setelah gitar Ares dan piano milik Andrew mengiringinya."I don't even know how I can talk to you now, It's not you the you who talks to me anymore, And sure I know that sometimes it gets hard, But even with all my love, what we had you just gave it up!"Usai Aldrich, lalu Andrew adalah giliran kedua menyanyikan liriknya,"Thought we were meant to be, I thought that you belonged to me, I'll play the fool instead, Oh but then I know that this is the end!" mata Aldrich tak sengaja melirik pada satu orang gadis yang menjadi musuh abadinya, Chloe Harristian. Tak biasanya ia datang melihat pertunjukan bandnya The Skylar.Aldrich masih terus menggebuk drumnya dan
HUTAN TIJUANABryan, Mars, Aidan, Juan, Arya, Blake, Shawn, Erikkson, Han, Glenn, Earth, serta beberapa anggota Golden Dragon membentuh empat kelompok untuk melakukan pencarian terhadap pesawat James yang belum ditemukan. Bryan menerbangkan beberapa drone untuk mengawasi dari udara dan menentukan letak titik jatuh pesawat tersebut. Ia juga telah berkoordinasi dengan tim keamanan untuk saling memberi berita saat menemukan jejak apapun.Cukup lama mereka harus berputar-putar untuk bisa mencari jejak. Sampai salah satu drone milik Bryan kemudian mendeteksi ekor pesawat."Sebelah timur, 3 km lagi dari sini. Kita sudah agak dekat!" ujar Bryan memperlihatkan alatnya pada Aidan. Aidan mengangguk lalu memanggil kelompok yang lain agar mengikuti mereka.Bryan memimpin kelompok pencarian dan mulai memanggil nama James tak lama kemudian."JAMES ... DELILAH! JAMES! J!" tapi tak ada jawaban sama sekali sampai akhirnya Bryan melihat ekor pesawat yang tersangkut
BEBERAPA TAHUN KEMUDIANAidan tak berhenti tersengal saat ia keluar dari apartemen Arjoona. Ia harus menenangkan diri dengan bersandar dan memejamkan matanya. Ludahnya ia telan berkali-kali tapi masalahnya tenggorokannya begitu kering. Ia nyaris tak bisa bernapas.Di dalam, Aidan menahan mati-matian air matanya saat tahu jika pesawat James Belgenza mengalami kecelakaan di hutan Mexico. Ia hilang dan kabarnya tak ada yang selamat.“Aku harus tenang, aku harus tenang!” gumam Aidan pada dirinya sambil bersandar. Aidan memandang ke arah lobi apartemen mewah tersebut dan berjalan kembali separuh berlari ke arah mobilnya. Mobilnya datang diberikan oleh petugas parkir valet dan ia segera masuk ke dalamnya.Aidan harus cepat ke apartemen James untuk menjemput anak-anaknya. Selama perjalanan, ia kemudian menghubungi Glenn.“Di mana kamu?”“Aku sedang terjebak macet akan kembali ke Orcanza, Tuan!” jawab Gle
"Bersediakah kamu menikah denganku lagi, Malikha Swan?" tanya Aidan bergumam lembut. Malikha terus memandanginya dan Aidan pun tak melepaskannya sama sekali. Semua cinta rasanya berpendar di mata Aidan untuk Malikha. Cinta yang tak mungkin ditutupinya lagi. Malikha pun tersenyum dengan mata berkaca-kaca."Ya ... aku bersedia jadi istrimu, Aidan Caesar," jawab Malikha bergumam lembut pula. Malikha mendekat lebih dulu dan mencumbu Aidan dengan lembut. Aidan ikut membalas dan memperdalam pagutan bibirnya sambil memeluk Malikha lebih dekat dan erat. Pemandangan tengah kota dan taman New York dari atas menjadi saksi bersatunya cinta Aidan dan Malikha kembali."I do love you ... too much," bisik Aidan di sela bibirnya yang masih menempel pada Malikha. Malikha hanya melingkarkan kedua tangannya memeluk leher dan pundak Aidan."I love you too.""Benarkah? Kali ini kamu tidak berbohong kan!" goda Aidan tak melepaskan dirinya sama sekali. Malikha tergelak kecil dan
Malikha menaikkan pandangannya sambil berbaring menyamping pada Aidan yang baru saja menghubungi Glenn, asistennya. Ia tersenyum dan masih belum bicara. Malikha tampak tenang padahal ia baru saja disatroni perampok. Sementara Aidan sudah cemas setengah mati gara-gara kejadian itu. Ia bahkan belum membuka jasnya sama sekali dan terus berada di dekat Malikha yang tengah menjaga AldrichSetelah berpikir beberapa saat, Aidan akhirnya memutuskan untuk menelepon Arjoona melaporkan yang baru saja terjadi. Arjoona harus tahu setidaknya untuk mengantisipasi yang terjadi."Halo, Aidan.""Joona, rumah Malikha baru saja mengalami perampokan," ujar Aidan tanpa basa basi."APA! apa yang terjadi!" Arjoona sampai berteriak karena berita tersebut."Aku pergi keluar sebentar mengurus pekerjaan. Dua pria masuk lewat pintu depan dan membongkar semua laci. Mereka tidak mengambil apa pun, aku rasa ini bukan perampokan. Tapi apa yang mereka cari?" dengu
Malikha yang mendengar bunyi pintu berdecit mengira pelayan di rumahnya sudah tiba. Sambil tersenyum, ia kemudian berjalan hendak melihat dan menyapa. Dengan langkah agak cepat ia akan turun sampai akhirnya matanya membesar. Ia melihat dua orang pria bertopeng masuk lewat pintu depan.Mereka membawa senjata tajam dan sedang mengendap masuk lewat ruang tamu. Malikha yang hampir saja menuju tangga kemudian berbalik dan bersembunyi pada dinding di dekat tangga. Malikha benar-benar terkejut dan jantungnya berdegup kencang."Oh, tidak. Mereka bukan pelayan!" gumam Malikha pada dirinya sendiri. Malikha langsung mundur dan mencari tempat bersembunyi sambil bisa melihat apa yang sebenarnya tengah terjadi. Ia mengintip lagi dan melihat dua orang itu tengah membongkar laci dan lemari di lantai bawah. Malikha langsung berbalik dan mengendap separuh berlari masuk ke kamarnya. Satu orang pasti akan naik ke atas dan memeriksa.Dengan panik Malikha ingat jika ia meletakkan pon
Beberapa hari kemudian, keadaan Malikha tak juga kunjung membaik. Ia sudah diperbolehkan pulang karena luka operasinya semakin membaik tapi ia tak ingin berada di dekat bayinya sama sekali. Aidan otomatis harus pindah ke rumah Malikha karena ia tak mungkin bolak balik dari rumahnya meskipun jaraknya dekat.Aidan berubah menjadi seperti Ayah single yang merawat Aldrich sendirian. Ia otodidak belajar mengganti popok dan mengambil donor ASI dari istri Mars King, Vanylla King. Tak hanya Vanylla yang mendonorkan ASI-nya, Kiran Miller juga ikut memberikan ASI-nya.Saat malam hari, Aidan menggendong Aldrich memberinya botol ASI sampai ia tertidur sembari membacakan puisi atau mengumamkan sebuah lagu. Aldrich yang mengerti bahwa ia sementara hanya bisa bersama sang Ayah, tak banyak rewel. Ia bayi yang manis dan penurut."Cobalah untuk menggendongnya, Sayang," bujuk Aidan lembut sambil mencoba mendekatkan Aldrich pada Malikha. Malikha yang awalnya tersenyum jadi defensif
Sampai hari yang ditunggu-tunggu tiba adalah saat Malikha akan menyusui bayinya untuk yang pertama kali. Keadaan bayinya sudah semakin baik dan kembali sehat."Kamu sudah mendapatkan nama yang pas?" tanya Bryan pada Aidan saat menunggu bayi tersebut di bawa ke kamar Malikha. Aidan mengangguk tersenyum"Aldrich Tristan Caesar," jawab Aidan sambil tersenyum pada Bryan yang mengangguk ikut tersenyum.Saat mereka selesai bicara, kereta bayi kemudian terlihat sedang didorong menuju kamar Malikha dan Aidan pun mengikutinya. Di kamar Malikha, seluruh keluarga besar The Seven Wolves dan anak-anak mereka sudah menunggu."Mila kemari, Sayang. Coba lihat itu ... ada bayi!" ujar Bryan menggendong balitanya Mila yang terkekeh menggemaskan saat melihat salah satu "adiknya" yang baru lahir beberapa hari lalu. Kembarannya Izzy digendong oleh Nisa ikut mendekat melihat bayi Aldrich yang menyihir banyak orang dengan ketampanannya. Setelah bayi itu diletakkan di dekat tempa
Tak ada yang dirasakan Aidan saat ini kecuali rasa bahagia. Ia telah resmi menjadi seorang Ayah. Segala perjuangan dan rasa sakit akibat dendam dan perceraian yang terjadi pada pernikahannya, terbayar sudah. Aidan tak berhenti mengecup Malikha yang terlihat semakin mengantuk pasca bayi mereka lahir. Namun usai dibersihkan, bayi itu harus dipantau karena ia mulai membiru."Apa yang terjadi?" tanya Aidan setelah ia dikeluarkan dari ruang operasi."Bayinya sudah melewati waktunya lahir, dia harus masuk ruang ruang intensif untuk dimasukkan dalam inkubator. Aku tidak berharap dia sudah keracunan air ketuban, tapi aku benar-benar harus memantau keadaan putramu. Untuk saat ini, temani istrimu. Bayimu akan baik-baik saja," ujar salah satu Dokter Anak yang ikut dalam operasi tersebut."Lakukan apa pun untuk putraku, aku tidak mau terjadi sesuatu padanya!""Aku yakin kondisi ini hanya sementara, setelah dia pulih, aku sendiri yang akan memberikannya pada kalian."