"Kamu masih perawan ya?" tanya Aidan tanpa filter dan basa basi. Ia sedikit terperangah tapi Malikha tak mau menjawab dan memilih pergi meninggalkan Aidan yang kemudian memperhatikan Malikha yang melihat-lihat tanaman anggur.
"Menarik!" gumam Aidan terkekeh dengan wajah semringah sebelum menyusul Malikha kemudian.
"Ayo Babydoll, aku tunjukkan tempat latihanku." Aidan kemudian mengajak Malikha jalan ke tempat yang baru. Alis Malikha naik saat ditarik Aidan ke sebuah motor ATV. Mata Malikha membesar saat melihat kendaraan dengan tenaga besar tersebut. Aidan naik dengan gampangnya kemudian memakai helm. Ia lalu menoleh pada Malikha yang terpaku saja tak bergerak.
"Ayo naik!" ajak Aidan lagi tapi Malikha masih diam saja. Malikha tidak pernah naik motor jadi ia tidak tahu harus bagaimana. Ia malah takut dan mundur. Aidan mendecak kesal melihat ketakutan Malikha. Ia menarik tangan Malikha agar naik ke belakangnya.
"Tidak apa-apa, peluk saja pinggangku!" Aidan m
Aidan keluar dari pondok di atas bukit itu bahkan tidak memakai jaketnya di tengah udara dingin malam dengan rasa kesal dan marah. Sangat kesal dan amat gatal di seluruh tubuhnya. Kini seluruh lengan, leher dan bahunya sudah ruam dan semakin gatal. Ia kemudian masuk ke dalam mobil Jeep-nya dan mengendarainya menuju villa. Sambil terus mengumpat dan kesal bukan kepalang, ia tak menghentikan langkahnya sama sekali."Tuan ... ada apa?" tanya Eugene cemas begitu melihat majikannya datang dan masuk ke dalam villa dengan menggaruk-garuk tubuhnya. Theresia juga ikut datang dengan wajah cemas yang sama."Aku tidak tau mengapa tubuhku tiba-tiba jadi gatal semua. Tanganku sudah ruam ... coba lihat ini. Oh Tuhan, gatalnya! Aahh!" Aidan mengeluh dan terus menggaruk. Theresia terpaksa membuka pakaian Aidan dan menemukan tubuh Aidan yang sudah merah-merah."Apa ini alergi?" tanya Theresia pada suaminya, Gene. Gene tampak berpikir sejenak sebelum bertanya pada Aidan kemudian.
"Bagaimana Aidan mengelola tempat ini?" tanya Malikha sambil melihat lihat."Sangat baik dan lebih modern dalam pengemasan dan pemasaran. Tuan Aidan tetap mempertahankan beberapa tahapan manual dalam proses pengolahan Wine, agar tidak mengubah cita rasa dan kualitas Wine-nya," jawab pekerja itu sambil tersenyum ramah. Malikha pun mengangguk dan sekilas rasa kagumnya pada Aidan sedikit menyeruak dalam hati.Sekarang pekerja itu membawa Malikha ke ruang penyimpanan Wine. Terlihatlah tong-tong kayu khusus untuk mengendapkan anggur untuk menaikkan kadar alkoholnya menjadi Wine yang bisa dikonsumsi."Semakin tua Wine maka semakin berkualitas dan mahal. Semua barrel (tong) disini diurutkan menurut tahun pembuatan. Jadi kami masih memiliki barrel dari tahun 70 dan 80-an." Malikha membuka mulutnya karena terkagum."Nyonya mau mencoba Wine-nya?" tanya pekerja itu menawarkan Malikha untuk merasakan hasil dari fermentasi tersebut. Malikha menggeleng dan tersenyum.
Tanpa bicara apapun lagi, Aidan berbalik dan meninggalkan Malikha di ruangan itu dengan pintu terbuka. Ia pergi begitu saja meninggalkan Malikha yang tak bicara dan baru bernapas normal setelah beberapa saat. Malikha kemudian mencoba untuk duduk di lantai ruang penyimpanan Wine. Di ruangan itu, Malikha mengubur harapan dan cintanya pada Aidan dengan tangan masih gemetar hebat.Malikha tak bisa menahan lagi air matanya. Dalam kesendirian dan kenaifan perasaannya pada Aidan ia menangis agar bisa lebih tenang dan bergerak. Kakinya mati rasa dan tak bisa digerakkan. Butuh nyaris 30 menit sampai Malikha sanggup berdiri dan keluar dari ruangan itu sendirian. Sambil menyeret kakinya, pandangan dan langkahnya kosong saat ia pergi.Beberapa jam kemudian, Aidan sedang menikmati makan malamnya sendiri di dalam vila. Theresia tampak kemudian menuangkan air minum sambil tersenyum pada Aidan yang makan dengan lahap."Tuan ... Nyonya tidak ada di pondok," lapor Eugene pulang d
Malikha tidak bisa menahan airmatanya sekaligus kepalanya yang pusing. Mabuk membuatnya tak bisa mengontrol gerakannya lagi. Berkali kali ia menolak Aidan dan suaminya itu mencoba memeganginya.“Baby doll …” tapi Malikha tak menggubris dan menolak tangan Aidan lagi. Dan saat akhirnya ia terjatuh, Aidan akhirnya menangkapnya."Pergi dariku! ... AAHH!" Malikha terjatuh lalu membentur trotoar dengan bahunya. Aidan kemudian berjalan cepat untuk membangunkan Malikha yang kesakitan. Aidan menghela napasnya dan menarik pundak Malikha agar bisa berdiri. Tapi matanya sedikit tertegun karena air mata Malikha sudah membasahi pipinya. Terlebih Malikha menatap nya dengan tatapan mata sedih yang membuat hati Aidan merasakan sakit yang tak ia mengerti.“Pergi!” gumam Malikha makin membuat Aidan kesal. Ia mendengus agak keras sekaligus mengeraskan hatinya untuk tidak menggubris perasaannya pada Malikha."Kamu belum pernah minum kan!" tanya
Tingkah Malikha makin lucu saat ia naik ke ranjang besar itu lalu merangkak ke sisi satunya sementara Aidan sudah berdiri di sana hendak bersiap tidur. Malikha kemudian menengadah dan mendirikan tubuhnya di atas lutut. Kini ia dan Aidan berhadapan."Lepaskan ... aku!" ujar Malikha setengah mengeja dengan nada manja."Tidak ... tak akan!" jawab Aidan cepat tanpa ragu. Malikha lantas mengerucutkan bibirnya dengan menggemaskan dan dengan berani menarik bagian depan kaos Aidan sehingga ia jadi lebih dekat. Aidan mulai sedikit menyeringai melihat Malikha yang seolah menggodanya."Aku bilang lepaskan aku ... mengapa kamu terus menyiksaku?" balas suara Malikha terdengar lirih tapi masih merengek ia setengah sadar melakukannya. Aidan makin menyeringai tipis. Kedua tangannya lalu mulai menyentuh dan memegang pinggang Malikha. Pandangan matanya jatuh pada belahan dada Malikha yang sedikit menyembul dari posisi berdiri yang tengah mereka lakukan."Semua perbuatan harus mendapatkan ganjarannya ..
Malikha makin mendekat dan seolah sedang menggoda Aidan tapi dengan tingkah dan sikap yang imut. Aidan menarik wajah Malikha dan mencium lagi dengan gairah yang mulai naik. Sebelah tangannya terus meraba punggung Malikha yang sangat lembut."Kenapa disini jadi lebih panas ... apa musim dingin sudah berakhir?" tanya Malikha dengan pertanyaan konyol. Aidan malah makin bergairah dan tersenyum."Apa kamu pernah berhubungan intim?" Aidan balik bertanya dengan berbisik. Malikha menggeleng."Kamu pasti sering ya?" Malikha benar-benar polos jika sedang mabuk. Aidan tak berhenti meraba dan menciumnya. Ia benar-benar sudah mulai tak tahan dan tak perduli lagi pada misi balas dendamnya."Apa kamu mau melakukannya sekarang?" Aidan tersenyum menggoda Malikha dengan pertanyaan seperti itu."Aku dengar itu bisa membawamu melayang, benarkah?" Aidan mengangguk setuju."Mau mencobanya?"Aidan mulai menjebak dengan menjerat Malikha di ranjangnya. Malikh
Pertama kali mabuk telah membuat Malikha melupakan sebagian besar kejadian yang terjadi semalam. Ia tak ingat apa yang sudah dilakukannya selama mabuk. Hanya ingatan sekilas dan beberapa saja yang terlintas. Malikha tau jika Aidan-lah yang menjemput. Aidan pula yang menggendongnya masuk ke dalam villa tapi ia tak ingat lagi kelanjutannya.Pagi-pagi bangun dan berada seranjang dengan Aidan, membuat Malikha sempat terpana dan merona. Namun begitu Aidan membuka matanya, Malikha sadar jika Aidan hanyalah bayangan yang sangat ingin ia miliki.Kini Malikha berdiri di depan sebuah cermin besar wastafel di sebuah kamar mandi mewah dalam kamar Aidan Caesar. Ia masih terpaku beberapa saat, sampai akhirnya mengingat kembali mengapa ia memutuskan untuk minum semalam.Perkataan dan ekspresi Aidan saat mengatakan jika ia membenci Malikha ketika di gudang penyimpanan, disimpan oleh Malikha dalam hatinya. Matanya menjelajahi isi kamar mandi tersebut dan kebingungan apa yang har
Malikha tak punya pengalaman apapun menaiki kuda, ia diajarkan dan dibantu Aidan untuk naik. Karena tak ingin membuatnya takut, Aidan ikut naik di kuda yang sama."Aku rasa pelana ini cukup untuk kita berdua," ujar Aidan berniat menggoda Malikha yang duduk di depannya. Malikha tak berani menoleh ke belakang dan ikut saja kemana Aidan membawanya."Apa kamu pernah naik kuda?" tanya Aidan berbasa basi. Malikha menggeleng."Masih ingat perintahku untuk menjawab jika aku bertanya?" Malikha menoleh sekilas lalu meluruskan lagi pandangannya. Dante membawa Aidan dan Malikha di punggungnya dan berjalan santai ke arah hamparan rumput dan bunga-bunga liar di sekitar perkebunan. Aidan kemudian menempelkan dagunya di bahu Malikha sambil setengah memeluknya."Apa kamu ingat apa yang terjadi semalam?" tanya Aidan setengah berbisik."Iya." Alis Aidan naik mendengar jawaban itu."Oh ya, apa yang terjadi?" Aidan penasaran. Dante membawa mereka mendekati sebua