Azura terdiam sambil berselimut tebal menghangatkan diri. Rintik hujan masih terdengar jelas dari balik dinding batu bata.‘Semoga Elenio baik-baik saja,’ harap cemas Azura.Tidak lama, Momoe keluar dari dalam kamar bersama Pangeran Elzier.“Bagaimana keadaan Elenio?” Tanya Azura seraya mendekat kepada Momoe dan Pangeran Elzier.“Pangeran tidak apa-apa kok. Dia hanya butuh istirahat.” Jawab Momoe sambil tersenyum tipis.“Terima kasih ya Momoe,” ucap Pangeran Elzier.“Hm, sama-sama Pangeran. Senang dapat membantu,” sahut Momoe.“Apa kau mau langsung balik sekarang?” tanya Azura.“Iya, hari sudah semakin larut. Kalau aku lama-lama di sini, takutnya ada penduduk yang curiga dengan keberadaanku.”“Kalau begitu, mari saya antar!” tawar Pangeran Elzier.“Ah terima kasih banyak Pangeran.”“Hati-hati ya kalian,” lirih Azura.‘Syukurlah tidak terjadi hal yang lebih mengerikan dari ini,’ kata Azura di dalam hati.Jgeer!Tiba-tiba gelegar petir bersahutan di langit malam.“Ya ampun, apakah terja
Plak!“Akhhh.” Azura meringis kesakitan ketika tepukan kencang mendarat di bahu kanannya.“Kau kesal karena ikut pulang bersamaku?” Tanya Elenio sambil duduk di sebelah kanan Azura.“Kau ini! Bisa tidak datang baik-baik? Jangan pula menepuk pundakku seperti ini,” decak Azura.“Yah habisnya kau diam terus sejak kita sampai di sini.”“Aku sedang tidak ingin mengatakan apa pun,” gumam Azura.“Sudah aku duga, kau pasti kesal, kan? Ya sudah aku minta maaf karena selalu menyusahkanmu.”“Hah, tidak perlu meminta maaf. Aku tidak masalah juga.”“Ha ha kau tidak masalah, tetapi seperti menjauhiku.”“Kalau aku menjauhimu, aku tidak akan berkunjung ke istana untung menengok kondisimu.”“Oh ya? Kau mulai menyukaiku ya?” ledek Elenio.“Cih, mana ada! Bodoh!” Sahut Azura sambil memukul kepala Elenio.“Akh! Sakit! Kau mau membunuhku?!”“Mana ada sakit. Aku tidak kencang kok memukulmu. Justru kau yang tadi berniat membunuhku.”Syuu.Semilir angin berhembus sepoi-sepoi, menemani perbincangan Azura dan
“Iya seminggu!” sahut Camaro.“Ta-tapi bagaimana bisa?!” Azura membulatkan matanya penuh ketidakpercayaan.“Kau itu terlalu bersantai! Apa kau lupa? Kau dibawa kesini untuk menyerang para iblis, bukan mendekati para pangeran!”Azura seketika terdiam.‘Mendekati pangeran? Apa Camaro berpikir aku perempuan genit?’ tanya Azura di dalam hati.“Pokoknya aku tidak mau tahu, bagaimana pun dalam seminggu ini, kau harus lebih kuat! Jika tidak, maka kau tidak akan pernah bisa kembali ke dunia asalmu!”“Hah, ha ha ha. Aku memang tidak ingin kembali ke dunia asalku kok,” sahut Azura.“Heh? Kau bicara apa? Apa kau ingin terus-menerus di sini?” Camaro heran dengan respon Azura yang terkesan santai.“Dunia asalku jauh lebih buruk dari di sini, jadi untuk apa aku pulang?” Tanya balik Azura sambil tersenyum tipis.“Kau ini! Mengapa ada manusia sepertimu sih?! Apakah Dewa salah pilih orang? Aku tidak menyangka kau menjadi pahlawan pilihan Dewa. Pantas saja Ratu Phoenix malas denganmu!” gerutu Camaro.“
Ellie tersenyum tipis sambil menganggukkan kepalanya."Wah aku tidak menyangka kalau kau kenal dengan kakek tua berkumis tipis itu ha ha." Ucap Azura sambil bergurau."Kau orang yang blak-blakan ya, Azura.""Heh? Ha ha, maaf aku kelepasan. Omong-omong, kau temannya Guru La Gramarye? Atau hanya sebatas kenal?" tanya Azura."Coba kau tebak, apa hubunganku dengan Gramarye?" tanya balik Ellie dengan nada centil."Hm…." Azura pun berpikir keras."Teman satu perguruan?" Azura memiringkan kepalanya sambil menatap Ellie."Ha ha ha, ternyata pikiranmu cukup logis ya," sahut Ellie."He he he." Azura hanya tertawa kecil seraya menggaruk rambut sebahunya."Hm, kalau aku mengatakan Gramarye adalah mantan pacarku, apakah kau percaya?" Tanya Ellie sambil menggoda Azura."Pa-pa-pacar?!" Azura membuka mulutnya lebar-lebar."Ha ha ha, ternyata sekaget itu kau," ujar Ellie.Azura pun lantas terdiam.'Hm, apa benar peri cantik ini menyukai kakek tua macam Gramarye?' tanya Azura di dalam hati."Apakah mal
Kobaran api bersama kepulan asam hitam memenuhi seisi ruangan.“Uhuk uhuk.” Azura terbatuk sambil terus berusaha membuka matanya.Syuu!Tiba-tiba cahaya hijau kebiruan bersinar di antara kepulan asap.“Pasti itu sihir milik Ellie,” gumam Azura.“Hei kau! Bantu aku ambil air!” Seru Seam seraya berjalan dengan panik menuju Azura.“Heh?” Azura ternganga bingung.“Ayok! Mengapa kau diam saja!” bentak Seam.“Ta-tapi bukankah Ellie sedang memadamkan api itu?” tanya Azura.“Jika hanya sihir Ibuku saja, itu tidak cukup!”“A-a-aku bisa membantunya kok,” sahut Azura.“Kau meledekku?!” Seam seketika naik pitam.“A-aku tid-.”“Sudahlah aku saja sendiri!” Ujar Seam sambil berlari kencang.‘Hm…, apa yang harus aku lakukan?’ Tanya Azura di dalam hati sambil termenung.Byuur!Seam mengguyurkan satu ember besar ke area api.“Aku harus membantunya!” gumam Azura.Azura berlari keluar, lalu mencari sumber air di sekitar rumah.Prak! Prak!Seam berlari melewati Azura.“Seam tunggu!” Seru Azura sambil meng
“Terima kasih atas makan malamnya.” Kata Azuura sambil tersenyum lebar menatap kedua bola mata biru Ellie.“Dengan senang hati. Terima kasih juga kau sudah mau makan malam di sini. Aku minta maaf soal insiden kebakaran tadi,” sahut Ellie.Azura menggelengkan kepalanya perlahan. “Kau tidak perlu meminta maaf.”Dengkuran kecil seketika menyela percakapan kedua perempuan itu.“Ish, dasar anak ini. Habis makan langsung tidur saja! Itu tidak baik, kan!” Decak Ellie seraya memelototi putranya yang tertidur pulas di kursi makan.“Mungkin dia lelah,” ujar Azura.Ellie pun menepuk pundak putranya itu agar ia segera bangun. Akan tetapi, Seam memang sudah tertidur pulas.“Ish! Anak ini!” gerutu Ellie.“Maaf, menurutku…, kau tidak perlu membangunkannya,” ucap Azura.Ellie menoleh ke arah Azura. “Tapi dia baru saja selesai makan.”“Tidak apa-apa, nanti juga dia bangun sendiri kok,” sahut Azura.“Baiklah kalau begitu. Aku akan mencuci piring saja dulu.” Kata Ellie sambil beranjak dari kursi makan
“Hayo tebak titik apa?” Tanya Ellie sambil tersenyum lebar dengan mata intens menatap Azura.“Aku tidak mengerti,” lirih Azura.“Ha ha ha.” Ellie tertawa seketika.‘Bahan candaannya tidak masuk di pikiranku,’ keluh Azura di dalam hati.“Sudah sudah, tidak ada yang serius kok, Azura. Pada intinya La Gramarye adalah teman baikku,” jelas Ellie.Azura hanya terdiam membisu.‘Mereka hanya teman baik? Kok aku merasa masih ada yang ditutupi Ellie ya?’ tanya Azura di dalam hati.“Hei Azura.” Lirih Ellie sambil tertunduk.“Ya?”“Apa kabarnya La Gramarye sekarang? Dia baik-baik saja, kan?”“G-guru baik-baik saja. Tapi, dia memiliki kebiasaan buruk yang tidak jauh dari tembakau,” jawab Azura.Ellie tersenyum tipis. “Dasar kakek tua itu.”“Loh bukannya kau juga sama?” Tiba-tiba Azura keceplosan.“Heh? Hups, maaf Ellie. Aku tidak bermaksud mencibirmu,” ucap Azura.Ellie menggelengkan kepalanya. “Tidak apa-apa, lagi pula kau benar. Aku memang sudah tua ha ha.”Azura hanya terdiam dan terus merasa t
“Hoam!” Dengan mata setengah terbuka, Azura terpaksa beranjak dari kasur. Semilir angin pagi menyapanya dengan sangat sejuk.“Hei Azura, kalau kau tidak kuat lebih baik tidak usah memaksakan diri!” Ujar Seam sembari meletakkan cangkir di meja bundar halaman rumah Ellie.“Yosh! Selamat pagi semua!” sapa Ellie dengan ramah.“Ibu, kau ini sudah tua. Bisakah pakaian dan sikapmu mengikuti usiamu?” sahut Seam.Perkataan Seam yang spontan, lantas membuat Ellie menekuk wajahnya. “Kau ini! Kata-katamu kejam sekali!”“Hah.” Seam menghela napasnya.“Ya sudah terserah Ibu saja!” Ungkapnya sambil berjalan masuk ke dalam rumah.“Azura, selamat pagi!” Sapa Ellie sambil menatap Azura dengan sangat dekat.“Hah? Heh? Ellie!” Azura terkaget bukan main hingga ia hampir terjatuh.“Selamat pagi!” Ellie kembali mengulangi perkataannya dengan sangat ramah.“Pa-pagi!” sahut Azura terbata.“Apakah kau masih mengantuk?” tanya Ellie.Azura dengan sangat cepat menggelengkan kepalanya. “Tidak!”“Oh ya? Aku seperti
"Sudah lama ya kita tidak duduk berdua seperti ini," ucap Azura."Yah kau saja yang terlalu sibuk." Sahut Elenio, lengkap dengan senyum sinisnya."Aku ada tugas misi, mau bagaimana lagi.""Tapi kau hebat, Azura," puji Elenio.Azura lantas menoleh dan menatap Elenio. "Hebat kenapa? Kau bicara apa, Elen?""Iya, kau sangat hebat tau!" Tutur Elenio sambil menganggukkan kepalanya."Mana ada," gumam Azura."Kau hebat, Azura. Aku mohon kau jangan menyangkal itu.""Sekarang, coba jelaskan, aku hebat karena apa?""Banyak hal yang kau lalui. Kau juga hebat bisa mengalahkan banyak iblis," jawab Elenio."Hah." Azura menghela napasnya sejenak.Syuuu.Pepohonan bergoyang diterpa semilir angin."Aku berkali-kali hampir mati. Perutku saja sampai bolong," ucap Azura."Bo-b-b-bolong?!" Elenio terkaget setelah mendengar perkataan Azura.Azura menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Iya bolong, perlu aku tunjukkan?""Mana? Aku mau lihat!""Tidak boleh!" larang Azura."Cih, tadi kau menawarkan.""Aku perem
"Memangnya kenapa aku tidak boleh ikut dalam misi itu?" Tanya Azura sambil menatap Pangeran Elzenath dengan tajam."Hola, semua!" Sapa Laurel dari kejauhan yang berhasil memecah suasana."Cih," desis Pangeran Elzenath."Kalian sedang bicara apa? Sepertinya asik sekali?" Tanya Laurel sambil merangkul pundak Pangeran Elzenath."Kau ini, datang di saat yang tidak tepat!" Decak Pangeran Elzenath sambil mengepalkan kedua tangannya."Loh, emang iya?""Pake nanya lagi!" bentak Pangeran Elzenath."Hue he he, maaf ya. Aku tidak tahu." Sahut Laurel sambil tertawa kecil."Kenapa kalian bekerja sama untuk mencegahku menjalankan misi dari Guru La Gramarye?" tanya Azura dengan tegas."Ho ho ho, misi apa? Memang si Kakek tua itu memberikanmu misi apa sih? Aku saja ti-.""Diam!" potong Azura.Laurel langsung terdiam."Aku tidak ingin basa-basi. Aku butuh kepastian! Mengapa kalian bekerja sama mencegahku menjalankan misi itu? Apa kalian memandangku dengan lemah? Apa menurut kalian, aku tidak mampu men
Azura berjalan menyusuri lorong menara sihir yang cukup gelap.'Aku seperti berjalan di film horor,' decak Azura di dalam hati.Syuu. Cletak.Hembusan angin yang kencang, berhasil membuka paksa jendela usang di sisi lorong."Tanpa permisi." Gumam Azura sambil melihat jauh ke luar jendela.Prak. Prak.Langkah kaki perlahan mendekati Azura."Elizabeth, apa kabar?" tanya Azura."Saya sungguh terpukau. Kau menyadari kehadiranku dengan cepat."Azura tersenyum tipis, lalu ia pun berbalik dan menatap Elizabeth."Bukankah kita teman?" seloroh Azura.Elizabeth tersenyum kecil, lalu ia memejamkan matanya beberapa saat."Kau belum menjawab pertanyaanku loh." Ucap Azura sambil berdekap tangan."Kabarku baik. Bagaimana denganmu?" Tanya Elizabeth sambil menatap nanar mata Azura."Aku baik. Meskipun beberapa kali berada di ambang kematian." Jawab Azura sambil menatap pemandangan di luar jendela."Syukurlah jika begitu," ujar Elizabeth.Puk. Puk."Jika kau mati, mungkin Guru akan depresi." Sambung El
"Hah, aku lemas sekali." Lirih Azura seraya berjalan dengan lunglai."Maaf, kita tidak bisa masak daging," ucap Laurel.Azura menunjuk Laurel sambil berkata. "Ini semua gara-gara kau!""Hah?" Laurel pun menyanggah dengan mulut yang lebar."Iya! Gara-gara kamu! Kamu sih masak dagingnya lama, jadi keburu ada iblis," ujar Azura."Heleh, bukankah ini semua gara-gara kau?!" Laurel seketika menghentikan langkahnya."Kok aku?!" Azura yang tidak mau kalah, langsung berbalik tanya dengan mata yang membulat sempurna."Iya kamu! Coba saja jika kamu tidak marah-marah dan ngambek selayaknya bocah, kita mungkin sudah membakar daging dan menikmatinya sebelum para iblis itu datang." Decak Laurel sambil bertolak pinggang seperti seorang ayah yang memarahi putrinya."Apa?! Kau ini sebenarnya laki-laki atau perempuan sih?! Seenaknya sekali menilai seseorang!""Aku? Menilai? Aku menilai kamu? Hei, aku bukan menilai, tapi aku berbi-."Belum sempat Laurel melanjutkan perkataannya, tiba-tiba sesuatu menimpa
“Hoam, aku tidak mengerti mengapa kau malah mengajakku jalan saat dini hari.” Ujar Azura seraya menguap.“Agar kita cepat sampai ke Ibu Kota Tirakia.” Jelas Laurel yang memimpin jalan.“Mengapa harus cepat-cepat? Santai saja tidak sih?” gerutu Azura.“Kalau sudah sampai mah enak,” sahut Laurel.“Tapi kalau jalan dini hari seperti tadi bisa-bisa kita bertemu iblis.”“Siang hari juga kita bisa bertemu iblis.”“Tapi besar kemungkinan kita bertemu iblis kalau gelap.”Laurel menghentikan langkahnya.Bruk!Azura yang selama ini berjalan mengantuk, seketika menabrak punggung Laurel.“Aduh! Punggungmu keras sekali,” decak Azura.“Lagi pula mengapa kau malah menabrakku? Jika mau memelukku, bilang saja,” sahut Laurel.“Cih, mana ada. Hoam.”Laurel menoleh dan menatap Azura.“Kau sungguh mengantuk?” tanya Laurel dengan khawatir.Azura menganggukkan kepalanya dengan cepat.“Ya sudah, kita beristirahat dulu saja di sini!” Seru Laurel sambil mengarahkan Azura untuk duduk di bawah pohon mangga yang
“Baik, kalau begitu saya permisi.” Ucap seorang perempuan berambut pendek seraya pergi.“Siapa itu? Muridmu?” tanya Azura.“Oh, itu?” Tanya balik Laurel sambil menoleh dan menatap Azura.“Iya, memang kau berpikir apa, hah?!” Sahut Azura sambil berdekap tangan.“Dia bukan muridku.” Jelas Laurel sambil tersenyum tipis.“Lalu?”“Nih, dia memberiku sebuah surat ini.” Kata Laurel sambil menyodorkan Azura sebuah amplop putih.“Surat cinta?” ledek Azura.“Kau berpikir apa sih, ha ha ha.”“Yah, lalu apa? Mengapa juga kau malah memberikan surat itu kepadaku?” heran Azura.Laurel langsung meraih tangan Azura dan meletakkan amplop putih itu di atas telapak tangan Azura.“Heh?” Azura semakin bingung dengan sikap Laurel.“Surat itu untukmu.” Kata Laurel sambil berpaling dari pandangan Azura.“Untukku? Untuk apa? Apa sih maksudmu? Tinggal bicara saja, mengapa harus ada surat begini?”“Itu bukan surat dariku,” lirih Laurel.“Heh? Lalu?” Azura menaikkan kedua alisnya.“Itu dari pengawal kerajaan,” uc
"Nih!" Kata Laurel sambil menyodorkan segelas teh hijau kepada Azura."Kau sehat?" tanya Azura."Tentu saja, mengapa kau bertanya seperti itu?" Tanya balik Laurel sambil duduk di sebelah kanan Azura.Azura pun menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak biasanya saja kau baik.""Cih, sebegitu buruknya aku di pikiranmu?" sahut Laurel."Ha ha ha, tidak buruk selalu sih.""Ya sudah, nih ambil!" Seru Laurel seraya menggoyang-goyangkan segelas teh hijau."Hm, baiklah. Terima kasih." Kata Azura sembari menerima segelas teh hijau dari Laurel."Aku kagum dengan perkembanganmu," ujar Laurel."Heleh, jangan memujiku sebaik itu." Sahut Azura sambil mengendus aroma teh hijau.Laurel menggelengkan kepalanya. "Aku tidak sedang memujimu. Aku bicara apa adanya.""Oh begitukah?" lirih Azura."Aku rasa perkembangan yang sekarang telah cukup, jadi apakah kau akan balik ke Ibu Kota?" tanya Laurel.Azura menoleh dan menatap Laurel selama beberapa detik, kemudian ia memalingkan pandangannya."Kau mengusir
"Hem benar! Kau benar Camaro!" Ucap Azura sambil menganggukkan kepala penuh tekad."Kalau begitu ayok Azura!" teriak Camaro."Hyaaaa!"Azura dan Camaro berlari menerjang kobaran api.'Saat ini, aku harus bisa!' kata Azura di dalam hati."Azura, ambil posisi barat!" seru Camaro."Hm, oke!" Sahut Azura sambil menganggukkan kepalanya dan berlari ke arah barat sesuai dengan instruksi Camaro."Uhuk! Uhuk!" Asap yang menggumpal begitu pekat mengganggu pernapasan dan penglihatan Azura.'Aku harus menggunakan sihir perlindungan,' kata Azura di dalam hati."Elemenzeus light eyes protected!" gumam Azura.Melalui sihir perlindungan yang Azura aktifkan, ia mampu melihat lebih jelas semua objek di antara asap tebal."Azura, mari serang bersamaan!" seru Camaro."Hm, baik!" Kata Azura sambil menganggukkan kepalanya."Wahai Dewa penyelamat alam semesta, berikanlah kami sedikit kekuatan. Elemenzeus white light ball!" Teriak Azura dan Camaro secara serempak.Syuuuu!Bola cahaya putih melesat dengan ce
“Hya! Hya!”Syut! Switch!“Hah hah.”Azura dengan penuh tekad berlatih seorang diri di bawah sinar rembulan.‘Aku, harus lebih kuat!’ tegas Azura di dalam hati.“Hya!”Whoosh! Duar!Brak.Azura terduduk lelah. “Sial, seharusnya aku bisa menahan diri sedikit lagi. Jika begini, aku bisa membangunkan banyak orang.”Brum! Brum!Sesekali Azura merasakan sebuah getaran misterius di dekatnya.“Getar?” Dengan rasa waspada, Azura memperhatikan sekelilingnya.‘Di saat seperti ini, adalah cara yang tepat untukku menciptakan sihir baru,’ kata Azura di dalam hati.Azura langsung menundukkan kepalanya, lalu ia berkonsentrasi dengan keras.“Wahai Dewa pemelihara alam semesta, aku..., Azura Amalthea, meminjam sedikit kekuatanmu. Elemenzeus light eyes detected!”Mata Azura seketika di kelilingi oleh cahaya violet.‘Aku berhasil! Aku bisa, aku bisa merasakannya!’ senang Azura di dalam hati.Azura pun tersenyum puas. Kini, dengan kekuatan sihir yang ia ciptakan, ia mampu melihat objek halus yang tidak t