“Hayo tebak titik apa?” Tanya Ellie sambil tersenyum lebar dengan mata intens menatap Azura.“Aku tidak mengerti,” lirih Azura.“Ha ha ha.” Ellie tertawa seketika.‘Bahan candaannya tidak masuk di pikiranku,’ keluh Azura di dalam hati.“Sudah sudah, tidak ada yang serius kok, Azura. Pada intinya La Gramarye adalah teman baikku,” jelas Ellie.Azura hanya terdiam membisu.‘Mereka hanya teman baik? Kok aku merasa masih ada yang ditutupi Ellie ya?’ tanya Azura di dalam hati.“Hei Azura.” Lirih Ellie sambil tertunduk.“Ya?”“Apa kabarnya La Gramarye sekarang? Dia baik-baik saja, kan?”“G-guru baik-baik saja. Tapi, dia memiliki kebiasaan buruk yang tidak jauh dari tembakau,” jawab Azura.Ellie tersenyum tipis. “Dasar kakek tua itu.”“Loh bukannya kau juga sama?” Tiba-tiba Azura keceplosan.“Heh? Hups, maaf Ellie. Aku tidak bermaksud mencibirmu,” ucap Azura.Ellie menggelengkan kepalanya. “Tidak apa-apa, lagi pula kau benar. Aku memang sudah tua ha ha.”Azura hanya terdiam dan terus merasa t
“Hoam!” Dengan mata setengah terbuka, Azura terpaksa beranjak dari kasur. Semilir angin pagi menyapanya dengan sangat sejuk.“Hei Azura, kalau kau tidak kuat lebih baik tidak usah memaksakan diri!” Ujar Seam sembari meletakkan cangkir di meja bundar halaman rumah Ellie.“Yosh! Selamat pagi semua!” sapa Ellie dengan ramah.“Ibu, kau ini sudah tua. Bisakah pakaian dan sikapmu mengikuti usiamu?” sahut Seam.Perkataan Seam yang spontan, lantas membuat Ellie menekuk wajahnya. “Kau ini! Kata-katamu kejam sekali!”“Hah.” Seam menghela napasnya.“Ya sudah terserah Ibu saja!” Ungkapnya sambil berjalan masuk ke dalam rumah.“Azura, selamat pagi!” Sapa Ellie sambil menatap Azura dengan sangat dekat.“Hah? Heh? Ellie!” Azura terkaget bukan main hingga ia hampir terjatuh.“Selamat pagi!” Ellie kembali mengulangi perkataannya dengan sangat ramah.“Pa-pagi!” sahut Azura terbata.“Apakah kau masih mengantuk?” tanya Ellie.Azura dengan sangat cepat menggelengkan kepalanya. “Tidak!”“Oh ya? Aku seperti
Azura menganggukkan kepalanya dengan cepat.“Hah.” Ellie menghela napasnya sejenak, lalu ia menyilangkan kakinya.“Aku rasa itu tidak perlu,” sambungnya.“Maksudnya tidak perlu?” tanya Azura.Ellie menegaskan pandangannya ke Azura. “Iya, kau tidak perlu izin terlebih dahulu dengan La Gramarye.”“Mengapa kau berubah pikiran?”“Aku rasa, sekarang aku dan La Gramarye bukanlah anak kecil lagi. Lalu, aku yakin, La Gramarye akan sangat senang hati jika muridnya mampu menguasai berbagai jenis sihir. Kau izin atau tidak dengannya, aku rasa dia tidak akan mempermasalahkan itu.”“Apa kau yakin?”Ellie menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tipis.“A-anu, Ibu…, sepertinya aku tidak perlu ada di sini, kan?” Tanya Seam yang menyela pembicaraan.“Tidak, kau tetap perlu di sini!” jawab Ellie.“Un-untuk apa?”“Sediaan obat demam kosong, jadi aku minta kau buatkan racikannya, boleh?” tanya Ellie.“Oh begitu…, tentu saja. Apakah aku bisa mulai sekarang?”“Iya, silahkan! Terima kasih ya.”Seam mengang
“Yosh! Kalau begitu, kita jalan-jalan dan cari angin dulu saja.” Kata Ellie sambil beranjak dari kursinya.Azura dan Seam bertatapan satu sama lain.“Apa aku perlu ikut?” tanya Seam.“Kau lanjutkan saja buat ramuannya. Azura, kau bisa ikut aku, kan?” “A-ah ya, tentu,” jawab Azura.Seam memainkan pandangannya sebagai isyarat untuk Azura.“Baik, aku pergi dulu ya. Dah!” Ujar Azura sembari menyusul Ellie.Azura dan Ellie berjalan-jalan di sekitaran pemukiman. Sinar matahari ikut menghangatkan langkah mereka.“A-anu…, kita mau kemana?” tanya Azura.“Cari angin he he,” jawab Ellie.Azura terdiam sambil terus memandang Ellie.‘Aku ikuti saja deh,’ kata Azura di dalam hati dengan pasrah.Switch!Ellie tiba-tiba mengeluarkan sebuah pisau kecil, lalu ia menggores batang pohon besar yang berada di depannya dengan sangat cepat.Glek!Azura terkaget bukan main melihat langkah Ellie.‘A-a-apa Ellie berniat membunuhku?’ tanya Azura di dalam hati.“Kau lihat batang ini, kan?” tanya Ellie.“Ya ya.”
“He he, tidak. Kau terlalu memujiku, Ellie.” Kata Azura sambil menggaruk rambutnya dengan salah tingkah.“Aku sungguh berkata jujur. Kau dengan cepat mempelajari sihir yang aku peragakan hanya dengan satu kali percobaan,” sahut Ellie.Syuu!Semilir angin menerapa lebih kencang.‘Perasaanku kok terasa tidak enak ya?’ tanya Azura di dalam hati.Switch!Lagi-lagi Azura dibuat kaget oleh tingkah Ellie. Perempuan peri yang awet muda itu kembali menggoreskan luka baru di sisi batang pohon.“Mangat-mangat.” Ucap Azura sembari menepuk-nepuk pelan dada sebelah kirinya.“Kau kenapa Azura?” Tanya Ellie sambil menatap Azura penuh khawatir.“Ah, tidak. Aku tidak apa-apa kok,” jawab Azura dengan cepat.Ellie menganggukkan kepalanya.‘Hah, benar-benar senam jantung aku,’ keluh Azura di dalam hati.“Sekarang, kita akan mulai pembelajaran sihir penyembuhan yang kedua, yaitu sihir penyembuhan luka dalam.” Ujar Ellie sembari menyentuh goresan di batang pohon.Azura hanya menganggukkan kepalanya sambil t
Prak! Prak!“Hah hah.”Azura berlari tunggang langgang menuju istana.‘Semoga aku memiliki kesempatan,’ harap Azura di dalam hati.Brak!Azura menghentikan langkah seketika.“Permisi, apakah saya boleh bertemu dengan Pangeran Elenio?” tanya Azura kepada dua penjaga di depan gerbang.Penjaga gerbang itu saling bertatapan satu sama lain.“A-aku temannya Elenio, kalian tidak perlu khawatir!” Azura berusaha meyakinkan kedua penjaga itu.Tiba-tiba pasukan prajurit berkuda berbaris dan siap keluar dari istana.“Jangan-jangan mereka…,” gumam Azura.Kedua penjaga gerbang itu tidak menghiraukan perkataan Azura. Mereka fokus untuk membukakan gerbang dan membiarkan pasukan prajurit berkuda untuk pergi meninggalkan istana.‘Ini kesempatanku!’ kata Azura di dalam hati.Di s
“Lihat saja sampai kapan kau akan bertahan!” Ancam Emillia sambil menambah kekuatan sihirnya.“Hei Emi, hentikan. Aku mohon!” bujuk Elenio.“Aku…. Tidak akan, kalah darimu! Hyaaa!” Azura telah hilang kendali, sihir misterius yang meliputi tubuh Azura semakin terpancar. Dia pun menarik pedang Emillia, lalu mendorong Emillia dan menghempaskan tubuh wanita berambut pirang itu hingga terbentur dinding pembatas.Gubrak!Suara yang keras pun tidak terhindarkan.“Ka-ka-kau manusia rendahan! Beraninya kau denganku?!” Emillia bergerutu tidak terima dengan posisi yang masih tersungkur.“Bukankah ini semua kau yang memulai?” tanya Azura.“Zura! Aku mohon hentikan!” Bujuk Elenio sambil menggenggam tangan Azura penuh harap.“Elen,” lirih Azura.Elenio hanya terdiam membisu.Syuu!Seketika sihir misterius di tubuh Azura menghilang.Bruk!Azura pun terduduk lemas.“Ka-kau tidak apa-apa?” tanya Elenio dengan cemas.Azura menggelengkan kepalanya.Srang!Emillia tidak menyerah sedikitpun. Meski tubuhny
Syuu!Semilir angin menerpa rambut tanggung Azura.‘Istana sedang berduka,’ kata Azura di dalam hati.Hening. Seluruh jendela dan pintu istana pun tertutup bagaikan tanpa kehidupan. Begitulah situasi yang menggambarkan perasaan duka seluruh keluarga kerajaan.“Pangeran Elzier…, semoga kau tenang di sana.” Lirih Azura sambil mengadahkan kepalanya menatap langit.Cuit!Tiba-tiba terlihat burung putih yang asing terbang tepat di kepala Azura.“Camaro,” gumam Azura.Azura berjalan mengikuti arah Camaro pergi, hingga ia pun sampai di pagar perbatasan istana dengan menara sihir.“Loh, kok tidak ada penjaga?” tanya Azura kepada dirinya sendiri.“Penjaga itu lagi sibuk mengurus Desa Liziebeth.” Sahut Camaro yang tiba-tiba bertengker di pagar perbatasan.“Heh kau?! Mengagetkan saja.”“Hello, lama tidak bertemu, Azura!” Sapa Camaro sambil mengangkat sayap kanannya.“Hai Camaro, bagaimana kabarmu?”“Aku baik. Jadi, bagaimana dengan tantanganku? Apakah kau sudah lebih kuat?”Azura seketika memasa
"Sudah lama ya kita tidak duduk berdua seperti ini," ucap Azura."Yah kau saja yang terlalu sibuk." Sahut Elenio, lengkap dengan senyum sinisnya."Aku ada tugas misi, mau bagaimana lagi.""Tapi kau hebat, Azura," puji Elenio.Azura lantas menoleh dan menatap Elenio. "Hebat kenapa? Kau bicara apa, Elen?""Iya, kau sangat hebat tau!" Tutur Elenio sambil menganggukkan kepalanya."Mana ada," gumam Azura."Kau hebat, Azura. Aku mohon kau jangan menyangkal itu.""Sekarang, coba jelaskan, aku hebat karena apa?""Banyak hal yang kau lalui. Kau juga hebat bisa mengalahkan banyak iblis," jawab Elenio."Hah." Azura menghela napasnya sejenak.Syuuu.Pepohonan bergoyang diterpa semilir angin."Aku berkali-kali hampir mati. Perutku saja sampai bolong," ucap Azura."Bo-b-b-bolong?!" Elenio terkaget setelah mendengar perkataan Azura.Azura menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Iya bolong, perlu aku tunjukkan?""Mana? Aku mau lihat!""Tidak boleh!" larang Azura."Cih, tadi kau menawarkan.""Aku perem
"Memangnya kenapa aku tidak boleh ikut dalam misi itu?" Tanya Azura sambil menatap Pangeran Elzenath dengan tajam."Hola, semua!" Sapa Laurel dari kejauhan yang berhasil memecah suasana."Cih," desis Pangeran Elzenath."Kalian sedang bicara apa? Sepertinya asik sekali?" Tanya Laurel sambil merangkul pundak Pangeran Elzenath."Kau ini, datang di saat yang tidak tepat!" Decak Pangeran Elzenath sambil mengepalkan kedua tangannya."Loh, emang iya?""Pake nanya lagi!" bentak Pangeran Elzenath."Hue he he, maaf ya. Aku tidak tahu." Sahut Laurel sambil tertawa kecil."Kenapa kalian bekerja sama untuk mencegahku menjalankan misi dari Guru La Gramarye?" tanya Azura dengan tegas."Ho ho ho, misi apa? Memang si Kakek tua itu memberikanmu misi apa sih? Aku saja ti-.""Diam!" potong Azura.Laurel langsung terdiam."Aku tidak ingin basa-basi. Aku butuh kepastian! Mengapa kalian bekerja sama mencegahku menjalankan misi itu? Apa kalian memandangku dengan lemah? Apa menurut kalian, aku tidak mampu men
Azura berjalan menyusuri lorong menara sihir yang cukup gelap.'Aku seperti berjalan di film horor,' decak Azura di dalam hati.Syuu. Cletak.Hembusan angin yang kencang, berhasil membuka paksa jendela usang di sisi lorong."Tanpa permisi." Gumam Azura sambil melihat jauh ke luar jendela.Prak. Prak.Langkah kaki perlahan mendekati Azura."Elizabeth, apa kabar?" tanya Azura."Saya sungguh terpukau. Kau menyadari kehadiranku dengan cepat."Azura tersenyum tipis, lalu ia pun berbalik dan menatap Elizabeth."Bukankah kita teman?" seloroh Azura.Elizabeth tersenyum kecil, lalu ia memejamkan matanya beberapa saat."Kau belum menjawab pertanyaanku loh." Ucap Azura sambil berdekap tangan."Kabarku baik. Bagaimana denganmu?" Tanya Elizabeth sambil menatap nanar mata Azura."Aku baik. Meskipun beberapa kali berada di ambang kematian." Jawab Azura sambil menatap pemandangan di luar jendela."Syukurlah jika begitu," ujar Elizabeth.Puk. Puk."Jika kau mati, mungkin Guru akan depresi." Sambung El
"Hah, aku lemas sekali." Lirih Azura seraya berjalan dengan lunglai."Maaf, kita tidak bisa masak daging," ucap Laurel.Azura menunjuk Laurel sambil berkata. "Ini semua gara-gara kau!""Hah?" Laurel pun menyanggah dengan mulut yang lebar."Iya! Gara-gara kamu! Kamu sih masak dagingnya lama, jadi keburu ada iblis," ujar Azura."Heleh, bukankah ini semua gara-gara kau?!" Laurel seketika menghentikan langkahnya."Kok aku?!" Azura yang tidak mau kalah, langsung berbalik tanya dengan mata yang membulat sempurna."Iya kamu! Coba saja jika kamu tidak marah-marah dan ngambek selayaknya bocah, kita mungkin sudah membakar daging dan menikmatinya sebelum para iblis itu datang." Decak Laurel sambil bertolak pinggang seperti seorang ayah yang memarahi putrinya."Apa?! Kau ini sebenarnya laki-laki atau perempuan sih?! Seenaknya sekali menilai seseorang!""Aku? Menilai? Aku menilai kamu? Hei, aku bukan menilai, tapi aku berbi-."Belum sempat Laurel melanjutkan perkataannya, tiba-tiba sesuatu menimpa
“Hoam, aku tidak mengerti mengapa kau malah mengajakku jalan saat dini hari.” Ujar Azura seraya menguap.“Agar kita cepat sampai ke Ibu Kota Tirakia.” Jelas Laurel yang memimpin jalan.“Mengapa harus cepat-cepat? Santai saja tidak sih?” gerutu Azura.“Kalau sudah sampai mah enak,” sahut Laurel.“Tapi kalau jalan dini hari seperti tadi bisa-bisa kita bertemu iblis.”“Siang hari juga kita bisa bertemu iblis.”“Tapi besar kemungkinan kita bertemu iblis kalau gelap.”Laurel menghentikan langkahnya.Bruk!Azura yang selama ini berjalan mengantuk, seketika menabrak punggung Laurel.“Aduh! Punggungmu keras sekali,” decak Azura.“Lagi pula mengapa kau malah menabrakku? Jika mau memelukku, bilang saja,” sahut Laurel.“Cih, mana ada. Hoam.”Laurel menoleh dan menatap Azura.“Kau sungguh mengantuk?” tanya Laurel dengan khawatir.Azura menganggukkan kepalanya dengan cepat.“Ya sudah, kita beristirahat dulu saja di sini!” Seru Laurel sambil mengarahkan Azura untuk duduk di bawah pohon mangga yang
“Baik, kalau begitu saya permisi.” Ucap seorang perempuan berambut pendek seraya pergi.“Siapa itu? Muridmu?” tanya Azura.“Oh, itu?” Tanya balik Laurel sambil menoleh dan menatap Azura.“Iya, memang kau berpikir apa, hah?!” Sahut Azura sambil berdekap tangan.“Dia bukan muridku.” Jelas Laurel sambil tersenyum tipis.“Lalu?”“Nih, dia memberiku sebuah surat ini.” Kata Laurel sambil menyodorkan Azura sebuah amplop putih.“Surat cinta?” ledek Azura.“Kau berpikir apa sih, ha ha ha.”“Yah, lalu apa? Mengapa juga kau malah memberikan surat itu kepadaku?” heran Azura.Laurel langsung meraih tangan Azura dan meletakkan amplop putih itu di atas telapak tangan Azura.“Heh?” Azura semakin bingung dengan sikap Laurel.“Surat itu untukmu.” Kata Laurel sambil berpaling dari pandangan Azura.“Untukku? Untuk apa? Apa sih maksudmu? Tinggal bicara saja, mengapa harus ada surat begini?”“Itu bukan surat dariku,” lirih Laurel.“Heh? Lalu?” Azura menaikkan kedua alisnya.“Itu dari pengawal kerajaan,” uc
"Nih!" Kata Laurel sambil menyodorkan segelas teh hijau kepada Azura."Kau sehat?" tanya Azura."Tentu saja, mengapa kau bertanya seperti itu?" Tanya balik Laurel sambil duduk di sebelah kanan Azura.Azura pun menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak biasanya saja kau baik.""Cih, sebegitu buruknya aku di pikiranmu?" sahut Laurel."Ha ha ha, tidak buruk selalu sih.""Ya sudah, nih ambil!" Seru Laurel seraya menggoyang-goyangkan segelas teh hijau."Hm, baiklah. Terima kasih." Kata Azura sembari menerima segelas teh hijau dari Laurel."Aku kagum dengan perkembanganmu," ujar Laurel."Heleh, jangan memujiku sebaik itu." Sahut Azura sambil mengendus aroma teh hijau.Laurel menggelengkan kepalanya. "Aku tidak sedang memujimu. Aku bicara apa adanya.""Oh begitukah?" lirih Azura."Aku rasa perkembangan yang sekarang telah cukup, jadi apakah kau akan balik ke Ibu Kota?" tanya Laurel.Azura menoleh dan menatap Laurel selama beberapa detik, kemudian ia memalingkan pandangannya."Kau mengusir
"Hem benar! Kau benar Camaro!" Ucap Azura sambil menganggukkan kepala penuh tekad."Kalau begitu ayok Azura!" teriak Camaro."Hyaaaa!"Azura dan Camaro berlari menerjang kobaran api.'Saat ini, aku harus bisa!' kata Azura di dalam hati."Azura, ambil posisi barat!" seru Camaro."Hm, oke!" Sahut Azura sambil menganggukkan kepalanya dan berlari ke arah barat sesuai dengan instruksi Camaro."Uhuk! Uhuk!" Asap yang menggumpal begitu pekat mengganggu pernapasan dan penglihatan Azura.'Aku harus menggunakan sihir perlindungan,' kata Azura di dalam hati."Elemenzeus light eyes protected!" gumam Azura.Melalui sihir perlindungan yang Azura aktifkan, ia mampu melihat lebih jelas semua objek di antara asap tebal."Azura, mari serang bersamaan!" seru Camaro."Hm, baik!" Kata Azura sambil menganggukkan kepalanya."Wahai Dewa penyelamat alam semesta, berikanlah kami sedikit kekuatan. Elemenzeus white light ball!" Teriak Azura dan Camaro secara serempak.Syuuuu!Bola cahaya putih melesat dengan ce
“Hya! Hya!”Syut! Switch!“Hah hah.”Azura dengan penuh tekad berlatih seorang diri di bawah sinar rembulan.‘Aku, harus lebih kuat!’ tegas Azura di dalam hati.“Hya!”Whoosh! Duar!Brak.Azura terduduk lelah. “Sial, seharusnya aku bisa menahan diri sedikit lagi. Jika begini, aku bisa membangunkan banyak orang.”Brum! Brum!Sesekali Azura merasakan sebuah getaran misterius di dekatnya.“Getar?” Dengan rasa waspada, Azura memperhatikan sekelilingnya.‘Di saat seperti ini, adalah cara yang tepat untukku menciptakan sihir baru,’ kata Azura di dalam hati.Azura langsung menundukkan kepalanya, lalu ia berkonsentrasi dengan keras.“Wahai Dewa pemelihara alam semesta, aku..., Azura Amalthea, meminjam sedikit kekuatanmu. Elemenzeus light eyes detected!”Mata Azura seketika di kelilingi oleh cahaya violet.‘Aku berhasil! Aku bisa, aku bisa merasakannya!’ senang Azura di dalam hati.Azura pun tersenyum puas. Kini, dengan kekuatan sihir yang ia ciptakan, ia mampu melihat objek halus yang tidak t