Prak! Prak!“Hah hah.”Azura berlari tunggang langgang menuju istana.‘Semoga aku memiliki kesempatan,’ harap Azura di dalam hati.Brak!Azura menghentikan langkah seketika.“Permisi, apakah saya boleh bertemu dengan Pangeran Elenio?” tanya Azura kepada dua penjaga di depan gerbang.Penjaga gerbang itu saling bertatapan satu sama lain.“A-aku temannya Elenio, kalian tidak perlu khawatir!” Azura berusaha meyakinkan kedua penjaga itu.Tiba-tiba pasukan prajurit berkuda berbaris dan siap keluar dari istana.“Jangan-jangan mereka…,” gumam Azura.Kedua penjaga gerbang itu tidak menghiraukan perkataan Azura. Mereka fokus untuk membukakan gerbang dan membiarkan pasukan prajurit berkuda untuk pergi meninggalkan istana.‘Ini kesempatanku!’ kata Azura di dalam hati.Di s
“Lihat saja sampai kapan kau akan bertahan!” Ancam Emillia sambil menambah kekuatan sihirnya.“Hei Emi, hentikan. Aku mohon!” bujuk Elenio.“Aku…. Tidak akan, kalah darimu! Hyaaa!” Azura telah hilang kendali, sihir misterius yang meliputi tubuh Azura semakin terpancar. Dia pun menarik pedang Emillia, lalu mendorong Emillia dan menghempaskan tubuh wanita berambut pirang itu hingga terbentur dinding pembatas.Gubrak!Suara yang keras pun tidak terhindarkan.“Ka-ka-kau manusia rendahan! Beraninya kau denganku?!” Emillia bergerutu tidak terima dengan posisi yang masih tersungkur.“Bukankah ini semua kau yang memulai?” tanya Azura.“Zura! Aku mohon hentikan!” Bujuk Elenio sambil menggenggam tangan Azura penuh harap.“Elen,” lirih Azura.Elenio hanya terdiam membisu.Syuu!Seketika sihir misterius di tubuh Azura menghilang.Bruk!Azura pun terduduk lemas.“Ka-kau tidak apa-apa?” tanya Elenio dengan cemas.Azura menggelengkan kepalanya.Srang!Emillia tidak menyerah sedikitpun. Meski tubuhny
Syuu!Semilir angin menerpa rambut tanggung Azura.‘Istana sedang berduka,’ kata Azura di dalam hati.Hening. Seluruh jendela dan pintu istana pun tertutup bagaikan tanpa kehidupan. Begitulah situasi yang menggambarkan perasaan duka seluruh keluarga kerajaan.“Pangeran Elzier…, semoga kau tenang di sana.” Lirih Azura sambil mengadahkan kepalanya menatap langit.Cuit!Tiba-tiba terlihat burung putih yang asing terbang tepat di kepala Azura.“Camaro,” gumam Azura.Azura berjalan mengikuti arah Camaro pergi, hingga ia pun sampai di pagar perbatasan istana dengan menara sihir.“Loh, kok tidak ada penjaga?” tanya Azura kepada dirinya sendiri.“Penjaga itu lagi sibuk mengurus Desa Liziebeth.” Sahut Camaro yang tiba-tiba bertengker di pagar perbatasan.“Heh kau?! Mengagetkan saja.”“Hello, lama tidak bertemu, Azura!” Sapa Camaro sambil mengangkat sayap kanannya.“Hai Camaro, bagaimana kabarmu?”“Aku baik. Jadi, bagaimana dengan tantanganku? Apakah kau sudah lebih kuat?”Azura seketika memasa
“Semoga kau tenang, Pangeran Elzier.” Ucap Azura seraya meletakkan satu batang bunga krisan putih di pusaran terakhir pangeran mahkota.“Dia pasti tenang dan bahagia,” sahut Elenio.Azura tersenyum tipis sambil beranjak berdiri. “Terima kasih telah mengizinkanku untuk memberikan penghormatan terakhir untuknya.”Elenio langsung menyela perkataan Azura. “Tidak perlu berterima kasih. Kau juga sudah dianggap teman oleh Kakak, bukan?”“Sepertinya iya.” Jawab Azura sambil tersenyum lebar.“Apa kau sudah selesai?” tanya Elenio kembali.Azura menganggukkan kepalanya. “Sudah.”“Kalau begitu, mari kita balik!” ajak Elenio.“Ayok.”Azura, Elenio dan beberapa pengawal di belakang mereka, berjalan meninggalkan kapel memori yang berada di Kastil Peacefully.‘Dulu aku hanya melihat pemakaman semegah ini di film, tetapi sekarang aku mengalaminya langsung,’ kata Azura di dalam hati.“Setelah ini, apakah kau ada acara, Azura?”“Heh?” Azura terkaget menatap Pangeran Elenio.“Kau mengapa kaget?”“A-ah ti
“Maafkan saya, jika saya belum bisa mengajarkanmu sihir dengan baik,” ujar Guru La Gramarye.Azura langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Kau sudah mengajarkanku dengan sangat baik.”Guru La Gramarye tersenyum tipis. “Apakah saya boleh menugaskanmu satu misi lagi?”“Satu misi?” Lirih Azura seraya bengong menatap Guru La Gramarye.“Ya, misi. Apakah kau bersedia?”Azura lantas tertunduk. “Jika menurut Guru, aku adalah orang yang tepat. Maka aku akan menjalankan misi itu dengan baik.”“Baiklah, aku senang mendengarnya,” gumam Guru La Gramarye.“Guru, jika boleh tahu…, misi apa yang akan kau kasih kepadaku?” Tanya Azura sambil mengangkat kepalanya.Guru La Gramarye tersenyum tipis.‘Misi apa ya? Mengapa gayanya Guru La Gramarye misterius seperti ini?’ tanya Azura di dalam hati.“Kau berjalanlah ke arah utara!”“Utara?” Azura mengangkat kedua alisnya.“Ya, utara. Di sana ada Desa yang bernama Hongsmede. Kau cari seseorang bernama Laurel di sana,” ucap Guru La Gramarye.“Desa Hongs
Di Kursi kecil sisi barat menara sihir, Azura termenung dan tenggelam dalam lamunannya.“Pada misi kali ini, saya memintamu untuk tidak membicarakannya kepada siapapun, termasuk Pangeran Elenio. Saya tau, kau dengannya begitu dekat. Akan tetapi, demi kelancaran misi, saya ingin hanya kau saja yang tahu.”Pikirannya memutar kembali kalimat yang telah dikatakan oleh La Gramarye.“Misi ya…,” lirih Azura.“Selamat siang, Nona Azura,” sapa Elizabeth yang seketika berada di depannya.“Siang, ada apa Elizabeth?” tanya Azura penuh keheranan.“Saya ke sini atas perintah Guru La Gramarye.”“Oh…. Ada apa?” tanya Azura kembali.“Guru berpesan bahwa kau harus segera bergegas ke Desa Hongsmede,” jawab Elizabeth.Azura menganggukkan kepalanya perlahan. “Baik, terima kasih sudah mengingatkanku.”Elizabeth pun tersenyum tipis seraya menundukkan kepalanya. “Jika kau butuh sesuatu bicarakan saja kepada saya.”“Iya Elizabeth, kau tidak perlu khawatir.”Elizabeth hanya menganggukkan kepalanya.“Yosh! Aku
“Elemenzeus sun light run.” Ucap Azura di dalam hati sambil melesat jauh menadah bocah laki-laki yang terlempar. Wush! Srak! “Ah syukurlah, aku berhasil menyelamatkanmu,” ujar Azura. “Te-terima kasih, Kakak,” sahut bocah itu. “Dasar perempuan pengganggu!” Suara berat yang menyeramkan berteriak penuh emosi. Azura meletakkan bocah laki-laki itu ke tepi jalan. “Kau tunggulah di sini! Ah tidak, kalau bisa kau bersembunyi ya!” “Ta-tapi Kakak bagaimana?” tanya bocah laki-laki itu. Azura tersenyum tipis, lalu menjawab. “Tidak perlu khawatir, semua akan baik-baik saja.” Azura pun melangkahkan kakinya meninggalkan bocah itu. Akan tetapi, sang bocah malah menarik tangan Azura dengan gemetar. “Hah.” Azura menghela napasnya sejenak. ‘Aku harus cepat!’ kata Azura di dalam hati. Azura mengerutkan dahinya, lalu menatap iblis bertanduk itu dari jarak yang tidak terlalu jauh. “Hei, Dek. Lepas ya. Semua akan baik-baik saja. Tapi, jika kau ketakutan, kau bisa menutup matamu.” Jelas Azura semb
“Sakit sekali….” Lirih Azura seraya membuka matanya dengan perlahan.Cahaya lampu kekuningan menyapanya untuk pertama kali.‘Ini di mana?’ Batin Azura bertanya-tanya saat ia menyadari bahwa tempatnya kini sangat asing.Prak. Prak.Langkah kaki terdengar dari kejauhan.“Itu bukan orang jahat, kan?” Pandangan Azura menatap pintu dengan tajam.Klerek.Pintu sederhana yang terbuat dari bambu itu pun terbuka.“Kau sudah sadar? Syukurlah.” Ungkapan bahagia terdengar indah dari pria berkaos oblong hitam.“Ka-kau..,” lirih Azura. Seketika hatinya terhempas dengan lega. Tempat yang ia singgahi sekarang adalah bilik yang terjamin keamanannya.Pria itu tersenyum lebar sambil berjalan mendekati Azura. “Kau tidak perlu memaksakan diri, istirahat saja dulu.”“Apa yang terjadi?” Azura tanpa basa-basi langsung menanyakan kronologi setelah ia pingsan.“Aku menemukanmu di perbatasan ibu kota. Jujur saja, aku tidak menyangka jika akan bertemu denganmu saat itu,” jawabnya.“Tapi Pangeran…, apa yang kau l
"Sudah lama ya kita tidak duduk berdua seperti ini," ucap Azura."Yah kau saja yang terlalu sibuk." Sahut Elenio, lengkap dengan senyum sinisnya."Aku ada tugas misi, mau bagaimana lagi.""Tapi kau hebat, Azura," puji Elenio.Azura lantas menoleh dan menatap Elenio. "Hebat kenapa? Kau bicara apa, Elen?""Iya, kau sangat hebat tau!" Tutur Elenio sambil menganggukkan kepalanya."Mana ada," gumam Azura."Kau hebat, Azura. Aku mohon kau jangan menyangkal itu.""Sekarang, coba jelaskan, aku hebat karena apa?""Banyak hal yang kau lalui. Kau juga hebat bisa mengalahkan banyak iblis," jawab Elenio."Hah." Azura menghela napasnya sejenak.Syuuu.Pepohonan bergoyang diterpa semilir angin."Aku berkali-kali hampir mati. Perutku saja sampai bolong," ucap Azura."Bo-b-b-bolong?!" Elenio terkaget setelah mendengar perkataan Azura.Azura menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Iya bolong, perlu aku tunjukkan?""Mana? Aku mau lihat!""Tidak boleh!" larang Azura."Cih, tadi kau menawarkan.""Aku perem
"Memangnya kenapa aku tidak boleh ikut dalam misi itu?" Tanya Azura sambil menatap Pangeran Elzenath dengan tajam."Hola, semua!" Sapa Laurel dari kejauhan yang berhasil memecah suasana."Cih," desis Pangeran Elzenath."Kalian sedang bicara apa? Sepertinya asik sekali?" Tanya Laurel sambil merangkul pundak Pangeran Elzenath."Kau ini, datang di saat yang tidak tepat!" Decak Pangeran Elzenath sambil mengepalkan kedua tangannya."Loh, emang iya?""Pake nanya lagi!" bentak Pangeran Elzenath."Hue he he, maaf ya. Aku tidak tahu." Sahut Laurel sambil tertawa kecil."Kenapa kalian bekerja sama untuk mencegahku menjalankan misi dari Guru La Gramarye?" tanya Azura dengan tegas."Ho ho ho, misi apa? Memang si Kakek tua itu memberikanmu misi apa sih? Aku saja ti-.""Diam!" potong Azura.Laurel langsung terdiam."Aku tidak ingin basa-basi. Aku butuh kepastian! Mengapa kalian bekerja sama mencegahku menjalankan misi itu? Apa kalian memandangku dengan lemah? Apa menurut kalian, aku tidak mampu men
Azura berjalan menyusuri lorong menara sihir yang cukup gelap.'Aku seperti berjalan di film horor,' decak Azura di dalam hati.Syuu. Cletak.Hembusan angin yang kencang, berhasil membuka paksa jendela usang di sisi lorong."Tanpa permisi." Gumam Azura sambil melihat jauh ke luar jendela.Prak. Prak.Langkah kaki perlahan mendekati Azura."Elizabeth, apa kabar?" tanya Azura."Saya sungguh terpukau. Kau menyadari kehadiranku dengan cepat."Azura tersenyum tipis, lalu ia pun berbalik dan menatap Elizabeth."Bukankah kita teman?" seloroh Azura.Elizabeth tersenyum kecil, lalu ia memejamkan matanya beberapa saat."Kau belum menjawab pertanyaanku loh." Ucap Azura sambil berdekap tangan."Kabarku baik. Bagaimana denganmu?" Tanya Elizabeth sambil menatap nanar mata Azura."Aku baik. Meskipun beberapa kali berada di ambang kematian." Jawab Azura sambil menatap pemandangan di luar jendela."Syukurlah jika begitu," ujar Elizabeth.Puk. Puk."Jika kau mati, mungkin Guru akan depresi." Sambung El
"Hah, aku lemas sekali." Lirih Azura seraya berjalan dengan lunglai."Maaf, kita tidak bisa masak daging," ucap Laurel.Azura menunjuk Laurel sambil berkata. "Ini semua gara-gara kau!""Hah?" Laurel pun menyanggah dengan mulut yang lebar."Iya! Gara-gara kamu! Kamu sih masak dagingnya lama, jadi keburu ada iblis," ujar Azura."Heleh, bukankah ini semua gara-gara kau?!" Laurel seketika menghentikan langkahnya."Kok aku?!" Azura yang tidak mau kalah, langsung berbalik tanya dengan mata yang membulat sempurna."Iya kamu! Coba saja jika kamu tidak marah-marah dan ngambek selayaknya bocah, kita mungkin sudah membakar daging dan menikmatinya sebelum para iblis itu datang." Decak Laurel sambil bertolak pinggang seperti seorang ayah yang memarahi putrinya."Apa?! Kau ini sebenarnya laki-laki atau perempuan sih?! Seenaknya sekali menilai seseorang!""Aku? Menilai? Aku menilai kamu? Hei, aku bukan menilai, tapi aku berbi-."Belum sempat Laurel melanjutkan perkataannya, tiba-tiba sesuatu menimpa
“Hoam, aku tidak mengerti mengapa kau malah mengajakku jalan saat dini hari.” Ujar Azura seraya menguap.“Agar kita cepat sampai ke Ibu Kota Tirakia.” Jelas Laurel yang memimpin jalan.“Mengapa harus cepat-cepat? Santai saja tidak sih?” gerutu Azura.“Kalau sudah sampai mah enak,” sahut Laurel.“Tapi kalau jalan dini hari seperti tadi bisa-bisa kita bertemu iblis.”“Siang hari juga kita bisa bertemu iblis.”“Tapi besar kemungkinan kita bertemu iblis kalau gelap.”Laurel menghentikan langkahnya.Bruk!Azura yang selama ini berjalan mengantuk, seketika menabrak punggung Laurel.“Aduh! Punggungmu keras sekali,” decak Azura.“Lagi pula mengapa kau malah menabrakku? Jika mau memelukku, bilang saja,” sahut Laurel.“Cih, mana ada. Hoam.”Laurel menoleh dan menatap Azura.“Kau sungguh mengantuk?” tanya Laurel dengan khawatir.Azura menganggukkan kepalanya dengan cepat.“Ya sudah, kita beristirahat dulu saja di sini!” Seru Laurel sambil mengarahkan Azura untuk duduk di bawah pohon mangga yang
“Baik, kalau begitu saya permisi.” Ucap seorang perempuan berambut pendek seraya pergi.“Siapa itu? Muridmu?” tanya Azura.“Oh, itu?” Tanya balik Laurel sambil menoleh dan menatap Azura.“Iya, memang kau berpikir apa, hah?!” Sahut Azura sambil berdekap tangan.“Dia bukan muridku.” Jelas Laurel sambil tersenyum tipis.“Lalu?”“Nih, dia memberiku sebuah surat ini.” Kata Laurel sambil menyodorkan Azura sebuah amplop putih.“Surat cinta?” ledek Azura.“Kau berpikir apa sih, ha ha ha.”“Yah, lalu apa? Mengapa juga kau malah memberikan surat itu kepadaku?” heran Azura.Laurel langsung meraih tangan Azura dan meletakkan amplop putih itu di atas telapak tangan Azura.“Heh?” Azura semakin bingung dengan sikap Laurel.“Surat itu untukmu.” Kata Laurel sambil berpaling dari pandangan Azura.“Untukku? Untuk apa? Apa sih maksudmu? Tinggal bicara saja, mengapa harus ada surat begini?”“Itu bukan surat dariku,” lirih Laurel.“Heh? Lalu?” Azura menaikkan kedua alisnya.“Itu dari pengawal kerajaan,” uc
"Nih!" Kata Laurel sambil menyodorkan segelas teh hijau kepada Azura."Kau sehat?" tanya Azura."Tentu saja, mengapa kau bertanya seperti itu?" Tanya balik Laurel sambil duduk di sebelah kanan Azura.Azura pun menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak biasanya saja kau baik.""Cih, sebegitu buruknya aku di pikiranmu?" sahut Laurel."Ha ha ha, tidak buruk selalu sih.""Ya sudah, nih ambil!" Seru Laurel seraya menggoyang-goyangkan segelas teh hijau."Hm, baiklah. Terima kasih." Kata Azura sembari menerima segelas teh hijau dari Laurel."Aku kagum dengan perkembanganmu," ujar Laurel."Heleh, jangan memujiku sebaik itu." Sahut Azura sambil mengendus aroma teh hijau.Laurel menggelengkan kepalanya. "Aku tidak sedang memujimu. Aku bicara apa adanya.""Oh begitukah?" lirih Azura."Aku rasa perkembangan yang sekarang telah cukup, jadi apakah kau akan balik ke Ibu Kota?" tanya Laurel.Azura menoleh dan menatap Laurel selama beberapa detik, kemudian ia memalingkan pandangannya."Kau mengusir
"Hem benar! Kau benar Camaro!" Ucap Azura sambil menganggukkan kepala penuh tekad."Kalau begitu ayok Azura!" teriak Camaro."Hyaaaa!"Azura dan Camaro berlari menerjang kobaran api.'Saat ini, aku harus bisa!' kata Azura di dalam hati."Azura, ambil posisi barat!" seru Camaro."Hm, oke!" Sahut Azura sambil menganggukkan kepalanya dan berlari ke arah barat sesuai dengan instruksi Camaro."Uhuk! Uhuk!" Asap yang menggumpal begitu pekat mengganggu pernapasan dan penglihatan Azura.'Aku harus menggunakan sihir perlindungan,' kata Azura di dalam hati."Elemenzeus light eyes protected!" gumam Azura.Melalui sihir perlindungan yang Azura aktifkan, ia mampu melihat lebih jelas semua objek di antara asap tebal."Azura, mari serang bersamaan!" seru Camaro."Hm, baik!" Kata Azura sambil menganggukkan kepalanya."Wahai Dewa penyelamat alam semesta, berikanlah kami sedikit kekuatan. Elemenzeus white light ball!" Teriak Azura dan Camaro secara serempak.Syuuuu!Bola cahaya putih melesat dengan ce
“Hya! Hya!”Syut! Switch!“Hah hah.”Azura dengan penuh tekad berlatih seorang diri di bawah sinar rembulan.‘Aku, harus lebih kuat!’ tegas Azura di dalam hati.“Hya!”Whoosh! Duar!Brak.Azura terduduk lelah. “Sial, seharusnya aku bisa menahan diri sedikit lagi. Jika begini, aku bisa membangunkan banyak orang.”Brum! Brum!Sesekali Azura merasakan sebuah getaran misterius di dekatnya.“Getar?” Dengan rasa waspada, Azura memperhatikan sekelilingnya.‘Di saat seperti ini, adalah cara yang tepat untukku menciptakan sihir baru,’ kata Azura di dalam hati.Azura langsung menundukkan kepalanya, lalu ia berkonsentrasi dengan keras.“Wahai Dewa pemelihara alam semesta, aku..., Azura Amalthea, meminjam sedikit kekuatanmu. Elemenzeus light eyes detected!”Mata Azura seketika di kelilingi oleh cahaya violet.‘Aku berhasil! Aku bisa, aku bisa merasakannya!’ senang Azura di dalam hati.Azura pun tersenyum puas. Kini, dengan kekuatan sihir yang ia ciptakan, ia mampu melihat objek halus yang tidak t