Beranda / Romansa / Penyesalan / Pertemuan Pertama

Share

Pertemuan Pertama

Penulis: Flora
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sabtu malam, Alisya makan malam dengan tenang. Ia berlaku seolah-olah dia anak baik yang penurut. Padahal ia sudah merencanakan semuanya dengan matang.

Alisya sudah meminta Pak Sapto, satpam kakeknya, untuk meletakkan tangga di bawah jendela kamarnya di lantai dua. Tak lupa juga memintanya untuk membukakan pintu, jam berapa pun ia pulang. Tentu dengan bayaran yang pantas. Sebenarnya bukan uang yang jadi masalah untuk Alisya, tapi kebebasan. Ia menginginkan kebebasan seperti sebelumnya.

"Maaf, aku masuk kamar duluan," ujar Alisya membuyarkan suasana di meja makan yang sepi. 

"Udah selesai makannya?" tanya Nenek sambil melirik piring Alisya.

"Udah, Nek," jawabnya dengan meletakkan sendok dan garpu menelungkup di piringnya.

"Ya, udah." Nenek mengizinkan Alisya naik ke kamarnya. 

Takut neneknya berubah pikiran, tanpa menunggu lagi Alisya segera melesat ke arah tangga. Ia segera masuk ke kamarnya dan menguncinya dari dalam.

Ia memesan sebuah ojek online melalui aplikasi di handphonenya dengan titik penjemputan agak jauh dari rumah. Karena tidak mungkin ia mengeluarkan mobilnya tanpa diketahui kakek dan neneknya.

Alisya segera mengganti pakaian dan menyambar sling bagnya. Ia membuka jendela pelahan, dan mulai menapaki tangga yang sudah tersedia di sana.

Pak Sapto sudah menunggunya di pos satpam. Lelaki paruh baya itu membukakan gerbang pelahan.

"Makasih, ya, Pak," kata Alisya sambil memberikan beberapa lembar uang berwarna merah pada satpam itu. "Aku bakal kasih lagi kalau Bapak bukain aku pintu nanti malem."

"Makasih banyak, Non," ujar Pak Sapto sambil meletakkan uang itu di dahinya. Rejeki nomplok.

Alisya segera menyelinap ke luar gerbang. Ia menunggu ojek online yang dipesannya. Tak berapa lama, ojek itu datang, dan Alisya langsung pergi bersamanya.

"Nyaris!" Alisya melirik ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Kurang sepuluh menit dari jam yang ia janjikan pada teman-teman bandnya. 

Alisya berlari ke arah pintu masuk cafe itu. Karena tidak hati-hati, Alisya menabrak seorang lelaki yang juga sedang berjalan tergesa ke arah pintu.

"Aw!" Alisya nyaris terjatuh. Untung saja lelaki itu segera menangkap tangan dan menahan agar Alisya tidak terjatuh.

Sesaat, pandangan mata mereka bertemu di satu titik. Mereka sama-sama saling menatap dalam diam. Beberapa detik kemudian Alisya tersadar dan buru-buru berdiri tegak. 

"Ma-maaf ... aku nggak sengaja," ucap Alisya terbata-bata.

"Nggak apa-apa. Aku juga salah. Aku buru-buru, jadi nggak liat jalan. Maaf, ya. Kamu baik-baik aja, 'kan?" tanya lelaki itu.

"Iya, aku baik-baik aja." Alisya melirik lelaki yang sudah menolongnya itu. Lelaki dengan kulit putih dan hidung mancung. Rambut dan matanya berwarna coklat, terlihat begitu tampan. Ditambah tubuh tegap dan proporsional, benar-benar sempurna.

"Reno." Lelaki itu mengulurkan tangan.

"Alisya." Alisya pun membalas uluran tangan Reno. 

"Maaf, aku masuk dulu," gugup Alisya.

"Silakan." Reno bergeser untuk memberi Alisya jalan.

Alisya tersenyum. "Ganteng banget," batinnya.

"Lisya!" Desi melambaikan tangan padanya.

Alisya segera menghampiri temannya itu.

"Kirain lu nggak bisa keluar," katanya.

"Bisa lah, Alisyaaa!" seru Alisya bangga sambil menarik ujung kerah bajunya. 

"Udah ready, Sya?" tanya Ridwan.

Alisya memberikan jempolnya. 

"Oke kalo gitu. Yuk, gue kenalin sama om gue dulu," ajak Ridwan.

Ridwan mengajak Alisya, Desi dan Aryo ke ruangan milik pamannya. Ia memperkenalkan teman-temannya itu pada sang paman.

Paman Ridwan sangat ramah. Beliau menyambut mereka semua dengan sangat baik.

Tepat pukul delapan, Alisya dan teman-temannya naik ke stage yang dipersiapkan untuk para pengisi acara. Setiap hari Sabtu dan Minggu, selalu ada live music di cafe milik paman Ridwan itu.

Alisya duduk di atas sebuah bangku tinggi dan mulai menyanyikan sebuah lagu dengan suara indahnya.

Suasana cafe yang romantis, ditambah suara Alisya yang merdu membuat pengunjung merasa nyaman. Beberapa di antaranya melirik untuk melihat pemilik suara lembut itu. 

Alisya menyanyi dengan sepenuh hati. Ia menyukai hobinya ini. Ia suka ketika semua orang memuji dan memandang kagum padanya. 

Alisya sudah menyanyikan tiga lagu, ketika seorang lelaki menghampiri stage dan merequest sebuah lagu. 

"Reno," gumam Alisya. 

Lelaki itu mengambil mic yang disodorkan kepadanya.

"Aku mau merequest lagu Flanella, bisa?" tanyanya pada Alisya. 

"Bila Engkau?" tanya Alisya memastikan.

"Ya," jawabnya. "Spesial untuk gadis cantik yang ketemu di depan pintu tadi."

Teman-teman Reno yang duduk tidak jauh dari sana menyorakinya. Namun Reno tetap santai seolah gadis yang ia maksud bukanlah Alisya. 

Alisya mengangguk dan tersenyum dengan wajah merona.

"Baik, saya akan menyanyikannya untuk gadis yang Kakak maksud," ujar Alisya membuat Reno tersenyum lebar.

Saat indah, dalam hidupku

Saat aku bertemu denganmu 

Kau anugrah yang tercipta begitu nyata

Alisya menyanyikan lagu itu dengan syahdu. Membuat Reno tak bisa mengalihkan pandangannya dari gadis itu. Ia terlihat tertarik pada Alisya.

"Wah, mangsa baru bos kita kayaknya," celetuk salah seorang teman Reno yang ada di meja itu.

"Bening dan masih muda banget," ujar yang lain.

"Enak aja, emang lu pikir gue udah tua?" sentak Reno. 

"Nggak lah, Bos. Bos masih muda, tapi sayang, mahasiswa abadi." Dan semua yang ada di meja itu tertawa terbahak-bahak. 

"Liat aja, dia pasti jatuh ke pelukan gue," sesumbar Reno dengan percaya diri. 

...

Sejak malam itu, band yang divokalisi oleh Alisya selalu mengisi acara di cafe milik paman Ridwan. Para tamu menyukai penampilan Alisya dan kawan-kawan. Dan setiap malam Minggu, cafe itu akan dipenuhi pengunjung yang memang berniat melihat Alisya bernyanyi.

Alisya menyukai hidupnya kini. Ia merasa bahagia dengan apa yang sudah ia dapatkan.  Meski ia harus berpura-pura menjadi anak yang patuh di depan keluarganya, toh diakhir pekan ia bisa berbuat semaunya. Dengan bantuan Pak Satpam tentunya.

Ujian Nasional semakin dekat. Namun itu tidak membuat Alisya jadi semakin rajin belajar. Masuk ke perguruan tinggi favorit bukan tujuan hidupnya. Yang ia inginkan hanyalah bersenang-senang dan bersenang-senang. Soal pendidikan, itu nomor sekian. Yang penting, ia tidak akan pernah kehabisan uang. Perusahaan warisan orang tuanya cukup untuk menghidupinya hingga generasi berikutnya. Hanya sayang, perusahaan itu masih dipegang oleh kakeknya yang berpikiran kolot itu. 

"Woi!" teriak Aryo, membuyarkan lamunan Alisya. 

"Apa sih, ngagetin aja!" seru Alisya.

"Liat ini, Sya." Aryo memperlihatkan sebuah brosur bergambar kompetisi band dengan sponsor minuman berkarbonasi. 

"Mana bisa kita ikut, kan kita udah kelas XII," sahut Alisya.

"Bukan itu, Sya ...."

"Terus?"

"Kita yang akan jadi band pembukanya!" teriak Aryo heboh.

"Hah, serius lu?!" tanya Alisya tak percaya.

"Serius, dong! Tadi Ridwan bilang, pihak sponsor nanyain kita ke cafe omnya. Dan kita didapuk jadi band pembukanya!"

Alisya benar-benar gembira. Itu berarti makin banyak orang yang mengenalnya. Dan makin banyak orang yang akan mengaguminya. 

"Yess!!" teriaknya bangga.

Bab terkait

  • Penyesalan   Selamat datang kebebasan!

    "Alisya!" Yogi langsung mencekal tangan Alisya sebelum gadis itu berhasil beranjak dari tempat duduknya."Apa sih, Gi?" tanya Alisya malas."Lu sengaja ngejauhin gue, ya?"Alisya memutar bola matanya malas."Gi, gue udah bilang, ya, gue nggak mau dikekang. Jadi stop seolah-olah gue ini pacar yang perlu lu iket kuat-kuat biar gue nggak kabur," ujar Alisya."Gue inget, Sya. Gue paham. Tapi setidaknya lu bisa 'kan ngabarin gue lu kemana aja dan sama siapa.""Emang penting?""Sya, lu tau gue sayang banget sama lu. Lu tuh berharga banget buat gue. Gue nggak banyak ngomong karena gue tau lu nggak suka diposesifin.""Itu lu tau."Yogi menarik napas panjang. Butuh kesabaran ekstra untuk menghadapi kekasihnya itu."Ini beneran lu?" Akhirnya hanya itu yang keluar dari mulutnya. Disodorkannya telepon genggam yang ia pega

  • Penyesalan   Bertemu lagi

    Alisya sampai di tempat kompetisi dengan selamat. Tempat itu sudah ramai oleh para peserta kompetisi. Alisya mencari teman-temannya di antara kerumunan orang-orang itu."Pada kemana sih, tu orang? Apa aku kepagian?" gumamnya seraya melirik pergelangan tangannya. Pukul 07.20. Memang terlalu pagi karena acaranya baru akan dimulai empat puluh menit lagi.Alisya mendengkus. Matanya terus menjelajah, berharap melihat salah satu anggota grup bandnya di sana.Diambilnya smartphone dari dalam tas sambil terus melihat ke kanan dan ke kiri.Dug!"Aduh!" Alisya berteriak sambil mengusap hidungnya yang tidak sengaja menabrak punggung seorang lelaki."Ma-maaf ... aku nggak sengaja," katanya cepat pada lelaki itu.Lelaki itu berbalik. "Kamu!""Lho, Kak Reno?""Ya ampun, Alisya. Pertama k

  • Penyesalan   Apakah kamu mau jadi pacarku?

    "Ngajakin makan siang, kok malah ke hotel?" Alisya mulai berpikiran buruk.Reno hanya tertawa kecil."Aku ngajakin makan siang beneran, kok. Tapi makan siangnya di sini," ujar Reno sambil melepas seatbeltnya."Ayo, jadi nggak?" tawarnya lagi.Alisya terlihat ragu. Tangannya mencengkeram seatbeltnya dengan kuat."Kamu takut apa? Ini masih siang tau. Emang aku keliatan kayak penjahat, ya?" tanya Reno."Nggak, bukan gitu, Kak," elak Alisya. "Tapi ....""Aku kasih tau, ya. Aku ajak kamu ke sini buat makan siang. Cuma makan siang. Kenapa makan siangnya di sini, bukan di restoran? Karena di sini ada tempat spesial yang mau aku tunjukin ke kamu." Reno menjeda kalimatnya."Kalau di sini, aku bisa masakin kamu. Spesial buat kamu seorang. Hotel ini punya mamaku," jelas lelaki itu panjang lebar.Mata Alisya membol

  • Penyesalan   Tolong aku!

    "Apakah kamu mau jadi pacarku?" lirih Reno tepat di telinga Alisya.Alisya membeku. Tak percaya dengan apa yang ia dengar."Apakah kamu mau jadi pacarku?" sekali lagi Reno berbisik.Tengkuk Alisya meremang. Keringat dingin pun terasa membasahi punggungnya."Mungkin kamu kaget denger aku ngomong gini sekarang. Tapi aku benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama sama kamu. Makanya, aku selalu datang tiap kamu nyanyi di cafe. Aku pengen liat kamu terus, pengen deket sama kamu."Kata-kata manis dari Reno sukses membuat kaki Alisya bagaikan jelly. Rasanya ia tidak menapak tanah saat ini.Belum ada sahutan dari Alisya, membuat Reno memutar tubuh gadis belia itu."Apakah cintaku tak bersambut? Apa kamu nggak suka sama aku?" Reno memberinya pertanyaan beruntun. "Atau karena kamu udah punya pacar?"Alisya langsung menegakkan wajahnya. Tebakan terak

  • Penyesalan   Haruskah aku menyesal?

    Alisya terbangun ketika langit sudah berganti warna. Ia terbangun dalam keadaan yang sangat memalukan. Tak ada sehelai benang pun menempel di tubuhnya. Dan kini, tubuhnya terasa remuk.Alisya hanya bisa terisak sambil bersandar di headboard tempat tidur. Dan di sampingnya, berbaring lelaki yang baru hari ini resmi menjadi kekasihnya.Ingatannya berputar dan kembali pada peristiwa tadi siang. Apa yang sebenarnya terjadi? Ia hanya ingat tubuhnya terasa sangat panas, pandangannya tidak fokus, dan tiba-tiba ia merasa hasratnya sangat besar. Ia sangat ingin Reno menyentuhnya, tapi akal sehatnya melarangnya untuk itu. Namun ...Isakan berubah jadi tangis, ketika ia menyadari apa yang terjadi pada dirinya. Bagaimana mungkin ini bisa menimpanya? Apa dosanya hingga peristiwa ini bisa terjadi?Reno yang mendengar tangis Alisya langsung terbangun. Alisya segera menarik bedcover untuk menutupi tubuhnya hingga seba

  • Penyesalan   Wanita taruhan

    "Alisya! Dari mana aja lu?!"Alisya sontak menahan kakinya yang hendak menaiki anak tangga lagi. Ia langsung berbalik ke arah suara itu berasal.Yogi sudah berdiri di dekat tangga dengan Aura berdiri di belakangnya."Kakak macem apa, lu? Lu nggak mikir adek lu khawatir banget sampe nyariin lu kesana kemari?!" Suara Yogi terdengar lantang penuh emosi."Handphone gue ketinggalan di mobil, dan gue pergi sama temen gue pake mobilnya. Udah, gitu doang," jawab Alisya berusaha terdengar datar tanpa masalah."Seenggaknya lu inget kalo lu ninggalin Aura sendiri di rumah. Lu nggak kasian, sama dia? Lu kan bisa ngabarin barang cuma satu dua kata, biar dia tenang!" Yogi masih meluapkan emosinya."Ya, gue salah. Gue minta maaf. Udah, cukup?""Alisya! Lu ....""Udahlah, Gi. Mending lu pulang. Lu nggak ada urusan di sini," potong Alisya.

  • Penyesalan   Kebahagiaan semu

    'Alisya'? Dia bilang 'Alisya'? Gue nggak salah denger, 'kan?Yogi menghentikan langkahnya. Ia berbalik melihat ke arah meja di mana para pemuda itu berkumpul, tapi tak ada kegiatan lain yang menarik, selain tawa dan beberapa ejekan seperti yang terdengar sebelumnya. Tak mereka pedulikan pandangan sinis beberapa pasang mata pengunjung lain yang merasa terganggu.Detik berikutnya, Yogi sudah kembali melangkah."Kayaknya gue salah denger. Lagian kalau bener cowok tadi nyebut 'Alisya', emangnya cuma ada satu nama Alisya di dunia ini?" batin Yogi sambil terus berlalu menuju motornya di tempat parkir.Lelaki itu segera melajukan kuda besinya membelah malam. Hari ini ia sangat lelah, ia hanya ingin berbaring di kasurnya yang nyaman. Semoga mimpi buruk ini segera berlalu, dan besok Alisyanya akan kembali seperti biasa....Alisya keluar dari kelas dengan wajah berseri. Pas

  • Penyesalan   Gadis nakal

    Alisya tidak berbohong kali ini. Ia benar-benar belajar ditemani oleh Reno, di kamar tempat mereka bercinta. Dengan kecerdasan yang mumpuni, Alisya dengan mudah dapat menyerap semua pelajaran yang kembali dibahas oleh Reno."Kamu pinter, Sayang," puji Reno sambil mengaitkan beberapa helai rambut Alisya ke telinganya. Lelaki itu duduk berhadapan dengan Alisya."Tapi aku nggak sepinter Aura," gumam Alisya."Aura?""Iya, Aura, adikku satu-satunya. Dia jauh lebih pinter daripada aku. Bahkan dari dulu papa udah menunjuk Aura sebagai penggantinya suatu saat nanti untuk mengurus perusahaan, bukan aku," kata Alisya sedih."Jangan sedih. Semua orang punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Adikmu itu, belum tentu punya wajah secantik kamu, 'kan?" hibur Reno. "Dan aku yakin banget, suaranya juga nggak akan sebagus suaramu.""Makasih, Kak. Kata-kata Kakak ngehib

Bab terbaru

  • Penyesalan   Dia gadis baik-baik!

    Yogi yang mendapat kiriman video dari Dirga, segera menghubungi sang sahabat. Lelaki itu tidak percaya dengan apa yang sahabatnya kirimkan. Ia berpikir bahwa lelaki yang bersamanya tentu sudah melakukan sesuatu yang jahat pada gadis itu, sehingga Alisya terlihat begitu liar dalam rekaman tersebut. Dengan penuh keyakinan, ia masih saja menganggap Alisya adalah gadis polos yang dimanfaatkan oleh lelaki tak bertanggung jawab. Yogi segera melajukan motor balapnya dengan kencang di malam yang sudah mulai sepi itu. Dalam waktu singkat, ia sudah sampai di hotel milik orang tua Reno. "Dimana Alisya, Ga?" tanya Yogi to the point saat melihat Dirga berdiri di dekat pintu masuk. "Tadi mereka masuk ke dalem. Gue udah minta tolong sama resepsionisnya, nanyain baik-baik, ke kamar mana mereka, tapi nggak dikasih tau," aku Dirga. Dengan langkah lebar, Yogi langsung menemui

  • Penyesalan   Gadis nakal

    Alisya tidak berbohong kali ini. Ia benar-benar belajar ditemani oleh Reno, di kamar tempat mereka bercinta. Dengan kecerdasan yang mumpuni, Alisya dengan mudah dapat menyerap semua pelajaran yang kembali dibahas oleh Reno."Kamu pinter, Sayang," puji Reno sambil mengaitkan beberapa helai rambut Alisya ke telinganya. Lelaki itu duduk berhadapan dengan Alisya."Tapi aku nggak sepinter Aura," gumam Alisya."Aura?""Iya, Aura, adikku satu-satunya. Dia jauh lebih pinter daripada aku. Bahkan dari dulu papa udah menunjuk Aura sebagai penggantinya suatu saat nanti untuk mengurus perusahaan, bukan aku," kata Alisya sedih."Jangan sedih. Semua orang punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Adikmu itu, belum tentu punya wajah secantik kamu, 'kan?" hibur Reno. "Dan aku yakin banget, suaranya juga nggak akan sebagus suaramu.""Makasih, Kak. Kata-kata Kakak ngehib

  • Penyesalan   Kebahagiaan semu

    'Alisya'? Dia bilang 'Alisya'? Gue nggak salah denger, 'kan?Yogi menghentikan langkahnya. Ia berbalik melihat ke arah meja di mana para pemuda itu berkumpul, tapi tak ada kegiatan lain yang menarik, selain tawa dan beberapa ejekan seperti yang terdengar sebelumnya. Tak mereka pedulikan pandangan sinis beberapa pasang mata pengunjung lain yang merasa terganggu.Detik berikutnya, Yogi sudah kembali melangkah."Kayaknya gue salah denger. Lagian kalau bener cowok tadi nyebut 'Alisya', emangnya cuma ada satu nama Alisya di dunia ini?" batin Yogi sambil terus berlalu menuju motornya di tempat parkir.Lelaki itu segera melajukan kuda besinya membelah malam. Hari ini ia sangat lelah, ia hanya ingin berbaring di kasurnya yang nyaman. Semoga mimpi buruk ini segera berlalu, dan besok Alisyanya akan kembali seperti biasa....Alisya keluar dari kelas dengan wajah berseri. Pas

  • Penyesalan   Wanita taruhan

    "Alisya! Dari mana aja lu?!"Alisya sontak menahan kakinya yang hendak menaiki anak tangga lagi. Ia langsung berbalik ke arah suara itu berasal.Yogi sudah berdiri di dekat tangga dengan Aura berdiri di belakangnya."Kakak macem apa, lu? Lu nggak mikir adek lu khawatir banget sampe nyariin lu kesana kemari?!" Suara Yogi terdengar lantang penuh emosi."Handphone gue ketinggalan di mobil, dan gue pergi sama temen gue pake mobilnya. Udah, gitu doang," jawab Alisya berusaha terdengar datar tanpa masalah."Seenggaknya lu inget kalo lu ninggalin Aura sendiri di rumah. Lu nggak kasian, sama dia? Lu kan bisa ngabarin barang cuma satu dua kata, biar dia tenang!" Yogi masih meluapkan emosinya."Ya, gue salah. Gue minta maaf. Udah, cukup?""Alisya! Lu ....""Udahlah, Gi. Mending lu pulang. Lu nggak ada urusan di sini," potong Alisya.

  • Penyesalan   Haruskah aku menyesal?

    Alisya terbangun ketika langit sudah berganti warna. Ia terbangun dalam keadaan yang sangat memalukan. Tak ada sehelai benang pun menempel di tubuhnya. Dan kini, tubuhnya terasa remuk.Alisya hanya bisa terisak sambil bersandar di headboard tempat tidur. Dan di sampingnya, berbaring lelaki yang baru hari ini resmi menjadi kekasihnya.Ingatannya berputar dan kembali pada peristiwa tadi siang. Apa yang sebenarnya terjadi? Ia hanya ingat tubuhnya terasa sangat panas, pandangannya tidak fokus, dan tiba-tiba ia merasa hasratnya sangat besar. Ia sangat ingin Reno menyentuhnya, tapi akal sehatnya melarangnya untuk itu. Namun ...Isakan berubah jadi tangis, ketika ia menyadari apa yang terjadi pada dirinya. Bagaimana mungkin ini bisa menimpanya? Apa dosanya hingga peristiwa ini bisa terjadi?Reno yang mendengar tangis Alisya langsung terbangun. Alisya segera menarik bedcover untuk menutupi tubuhnya hingga seba

  • Penyesalan   Tolong aku!

    "Apakah kamu mau jadi pacarku?" lirih Reno tepat di telinga Alisya.Alisya membeku. Tak percaya dengan apa yang ia dengar."Apakah kamu mau jadi pacarku?" sekali lagi Reno berbisik.Tengkuk Alisya meremang. Keringat dingin pun terasa membasahi punggungnya."Mungkin kamu kaget denger aku ngomong gini sekarang. Tapi aku benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama sama kamu. Makanya, aku selalu datang tiap kamu nyanyi di cafe. Aku pengen liat kamu terus, pengen deket sama kamu."Kata-kata manis dari Reno sukses membuat kaki Alisya bagaikan jelly. Rasanya ia tidak menapak tanah saat ini.Belum ada sahutan dari Alisya, membuat Reno memutar tubuh gadis belia itu."Apakah cintaku tak bersambut? Apa kamu nggak suka sama aku?" Reno memberinya pertanyaan beruntun. "Atau karena kamu udah punya pacar?"Alisya langsung menegakkan wajahnya. Tebakan terak

  • Penyesalan   Apakah kamu mau jadi pacarku?

    "Ngajakin makan siang, kok malah ke hotel?" Alisya mulai berpikiran buruk.Reno hanya tertawa kecil."Aku ngajakin makan siang beneran, kok. Tapi makan siangnya di sini," ujar Reno sambil melepas seatbeltnya."Ayo, jadi nggak?" tawarnya lagi.Alisya terlihat ragu. Tangannya mencengkeram seatbeltnya dengan kuat."Kamu takut apa? Ini masih siang tau. Emang aku keliatan kayak penjahat, ya?" tanya Reno."Nggak, bukan gitu, Kak," elak Alisya. "Tapi ....""Aku kasih tau, ya. Aku ajak kamu ke sini buat makan siang. Cuma makan siang. Kenapa makan siangnya di sini, bukan di restoran? Karena di sini ada tempat spesial yang mau aku tunjukin ke kamu." Reno menjeda kalimatnya."Kalau di sini, aku bisa masakin kamu. Spesial buat kamu seorang. Hotel ini punya mamaku," jelas lelaki itu panjang lebar.Mata Alisya membol

  • Penyesalan   Bertemu lagi

    Alisya sampai di tempat kompetisi dengan selamat. Tempat itu sudah ramai oleh para peserta kompetisi. Alisya mencari teman-temannya di antara kerumunan orang-orang itu."Pada kemana sih, tu orang? Apa aku kepagian?" gumamnya seraya melirik pergelangan tangannya. Pukul 07.20. Memang terlalu pagi karena acaranya baru akan dimulai empat puluh menit lagi.Alisya mendengkus. Matanya terus menjelajah, berharap melihat salah satu anggota grup bandnya di sana.Diambilnya smartphone dari dalam tas sambil terus melihat ke kanan dan ke kiri.Dug!"Aduh!" Alisya berteriak sambil mengusap hidungnya yang tidak sengaja menabrak punggung seorang lelaki."Ma-maaf ... aku nggak sengaja," katanya cepat pada lelaki itu.Lelaki itu berbalik. "Kamu!""Lho, Kak Reno?""Ya ampun, Alisya. Pertama k

  • Penyesalan   Selamat datang kebebasan!

    "Alisya!" Yogi langsung mencekal tangan Alisya sebelum gadis itu berhasil beranjak dari tempat duduknya."Apa sih, Gi?" tanya Alisya malas."Lu sengaja ngejauhin gue, ya?"Alisya memutar bola matanya malas."Gi, gue udah bilang, ya, gue nggak mau dikekang. Jadi stop seolah-olah gue ini pacar yang perlu lu iket kuat-kuat biar gue nggak kabur," ujar Alisya."Gue inget, Sya. Gue paham. Tapi setidaknya lu bisa 'kan ngabarin gue lu kemana aja dan sama siapa.""Emang penting?""Sya, lu tau gue sayang banget sama lu. Lu tuh berharga banget buat gue. Gue nggak banyak ngomong karena gue tau lu nggak suka diposesifin.""Itu lu tau."Yogi menarik napas panjang. Butuh kesabaran ekstra untuk menghadapi kekasihnya itu."Ini beneran lu?" Akhirnya hanya itu yang keluar dari mulutnya. Disodorkannya telepon genggam yang ia pega

DMCA.com Protection Status