Alisya sampai di tempat kompetisi dengan selamat. Tempat itu sudah ramai oleh para peserta kompetisi. Alisya mencari teman-temannya di antara kerumunan orang-orang itu.
"Pada kemana sih, tu orang? Apa aku kepagian?" gumamnya seraya melirik pergelangan tangannya. Pukul 07.20. Memang terlalu pagi karena acaranya baru akan dimulai empat puluh menit lagi.
Alisya mendengkus. Matanya terus menjelajah, berharap melihat salah satu anggota grup bandnya di sana.
Diambilnya smartphone dari dalam tas sambil terus melihat ke kanan dan ke kiri.
Dug!
"Aduh!" Alisya berteriak sambil mengusap hidungnya yang tidak sengaja menabrak punggung seorang lelaki.
"Ma-maaf ... aku nggak sengaja," katanya cepat pada lelaki itu.
Lelaki itu berbalik. "Kamu!"
"Lho, Kak Reno?"
"Ya ampun, Alisya. Pertama kita ketemu, kamu tabrak aku. Sekarang kamu tabrak aku lagi. Hobi banget sih, nabrak orang," ujar Reno dengan terbahak.
"Maaf, aku bener-bener nggak sengaja, Kak," cicit Alisya.
"Dulu juga kamu bilang nggak sengaja," cibir Reno.
"Beneran nggak sengaja! Tadi aku lagi nelpon, sambil nyariin temen-temenku, terus ...."
"Iya ... iya ... aku percaya," potong Reno sambil tersenyum.
Dada Alisya berdebar kencang melihat senyum yang menawan itu.
"Ganteng banget!" lirihnya dalam hati.
"Jadi, udah ketemu belum temenmu?" pertanyaan Reno membuyarkan lamunan Alisya.
"Belum, Kak."
"Kalau gitu, aku bantuin kamu cari mereka." Reno langsung menggandeng tangan Alisya dan memaksa gadis itu untuk berjalan bersamanya.
Jantung Alisya seperti hendak melompat dari tempatnya. Ada rasa yang aneh yang ia rasakan kini.
"Kak," panggil Alisya.
"Apa?"
"Kakak lagi apa di sini?" Alisya bertanya karena ini adalah event untuk anak Sekolah Menengah Atas, sedangkan Reno adalah seorang mahasiswa.
"Diajakin temen buat nyuporterin pacarnya," jawab Reno santai.
"Kamu sendiri? Oh iya, aku lupa. Suara kamu kan bagus banget, kamu pasti jadi perwakilan dari sekolah, ya?" Reno balik bertanya.
"Nggak. Aku jadi band pembukanya."
Reno menghentikan langkahnya.
"Serius?"
Alisya mengangguk.
"Wow! Itu keren banget, Lisya!" seru Reno kagum.
Wajah Alisya memerah, ia tersipu. Antara malu dan senang.
"Berarti kamu cari temen bandmu? Aku liat salah satunya tadi."
"Oh, ya? Di mana, Kak?"
"Di belakang panggung. Yuk!" Reno kembali menarik tangan Alisya agar ikut dengannya.
Alisya hanya bisa mengikuti langkah Reno. Benar saja, Reno membawa Alisya ke belakang panggung di mana teman-temannya berkumpul.
"Kirain lu belum dateng," kata Ridwan begitu Alisya sampai di sana.
"Tadi gue udah nelpon Desi, tapi nggak diangkat-angkat," sungut Alisya.
"Sorry, sorry. Handphone gue di dalem tas, jadi nggak kedengeran. Di sini bising banget."
"Ya udah kalau gitu. Karena kamu udah ketemu sama temen-temnmu, aku ke depan lagi, ya," pamit Reno pada Alisya.
"Terima kasih, Kak," ujar Alisya dengan debaran di hatinya.
Reno tersenyum kecil. "Sama-sama."
Reno pun berlalu pergi.
"Hei, itu mata kondisikan. Inget, lu udah ada yang punya," sarkas Aryo.
"Ish! Sirik aja, lu!" balas Alisya dengan mengerucutkan bibir.
"Udah, udah. Kita check sound aja, yuk," lerai Ridwan.
Akhirnya mereka naik panggung setelah check sound dan melakukan gladi bersih.
Mereka berusaha menampilkan kemampuan terbaiknya. Penontonnya pun sangat antusias melihat penampilan mereka. Alisya dan teman-temannya sukses besar!
"Ya ampun, gue nggak nyangka besok kita bakal masuk koran. Meskipun cuma koran lokal, gue bangga," ujar Desi dengan semangat. "Mama gue juga pasti bangga!"
Alisya menghela napas panjang. Kalau dia, siapa yang akan bangga padanya? Apakah nenek dan kakeknya akan bangga? Sepertinya tidak. Mereka hanya akan bangga bila ia bisa masuk universitas terbaik tanpa saringan masuk. Kalau Aura? Ya, mungkin hanya dia yang akan bangga memiliki kakak seperti dirinya.
"Hei, ngelamun," Desi menyenggol lengannya. "Tuh ada yang nyamperin."
Alisya menaikkan wajahnya. Jantungnya kembali berdebar ketika melihat siapa yang mendatanginya.
"Udahan wawancaranya? Kalian hebat, masih muda udah berbakat," puji Reno pada mereka semua.
"Terima kasih, Kak," jawab mereka serempak. Mereka semua sudah cukup mengenal Reno, karena hampir tiap minggu Reno nongkrong di cafe milik paman Ridwan.
"Hemm, Lisya udah mau langsung pulang?" basa-basi Reno.
"Belom tau, Kak," jawab Alisya.
"Gimana kalau aku anter pulang?"
"Aku bawa mobil sendiri," jawab Alisya.
"Oh ...." Terlihat raut kecewa di wajah Reno.
Semua teman Alisya saling melempar pandang satu sama lain. Tidak enak hati.
"Ya udah kalau gitu, nggak apa-apa. Kalau gitu, aku duluan, ya," Reno pamit.
"Iya, Kak," kata mereka kompak.
"Kayaknya dia suka deh, sama elu, Sya," bisik Desi.
"Lu jangan bikin gue ge er, Des," balas Alisya dengan berbisik juga.
"Lumayan Sya, nggak cuma ganteng, kayaknya dia tajir juga."
Alisya memutar bola matanya malas.
"Kalau gue jadi elo, gue bakal susulin tuh cowok," lanjutnya. "Seenggaknya dia lebih keren daripada si Yogi."
Alisya jadi ingat pada Yogi, kekasihnya yang hanya status itu. Ya benar, Reno lebih menarik daripada Yogi. Namun entah mengapa mendiang orang tuanya, juga kakek dan neneknya menyukai lelaki itu. Mungkin karena Yogi anak yang sopan dan tidak macam-macam.
"Heh, malah ngelamun." Desi menyenggol lengan Alisya dengan sikunya.
"Ya udah, deh. Kalau gitu gue pulang dulu," gagap Alisya.
"Ngapain pulang? Tar aja, sekalian kita makan siang," cegah Ridwan.
"Ehm ... aku ... aku ada yang harus dikerjain dulu," alibi Alisya.
"Ngejar Kak Reno, ya?" sindir Desi dengan sudut bibir terangkat.
"Nggak, ih! Ya udah, ya. Sampe ketemu besok di sekolah." Alisya segera mengambil langkah seribu tanpa mendengar jawaban teman-temannya.
Mata Alisya kembali menjelajahi tempat yang masih ramai itu. Namun sosok yang ia cari tidak ia temukan di sana.
"Eh, bukannya tadi Kak Reno bilang mau pulang? Kalau gitu sekarang pasti ada di tempat parkir," lirih Alisya pada dirinya sendiri.
Ia berlari ke arah tempat mobil-mobil terparkir. Benar saja, ada Reno di sana, baru saja hendak memasukkan kunci ke tempatnya.
"Kak Reno!" teriak Alisya.
"Lho, Lisya? Mau kemana?" tanya Reno.
"Eh, nggak ... anu ... itu ...." Alisya bingung memberikan alibi. Ia tidak sempat memikirkannya tadi.
"Mau pulang?" tanya Reno.
"Nggak, sih." Alisya menggaruk puncak kepalanya sambil menunduk.
Reno tertawa kecil.
"Kalau nggak mau ke mana-mana, gimana kalau aku traktir makan siang?" tawar Reno.
Mata Alisya membulat.
"Mau?" tawar Reno lagi.
"Iya," jawab Alisya tanpa ragu.
Lagi-lagi Reno terkekeh. Untuknya, gadis polos seperti Alisya benar-benar menggemaskan.
"Ayo kalau gitu. Mau pake mobil siapa, nih?"
"Pake mobilku aja, Kak," ajak Alisya sambil berjalan ke arah mobilnya yang berjarak lumayan jauh dari mobil Reno.
Reno hanya bisa mengikuti langkah Alisya dari belakang. Bibirnya tersenyum lebar melihat gadis bertubuh mungil di depannya itu berjalan dengan penuh semangat.
"Mana kuncinya?" tanya Reno sambil mengadahkan telapak tangannya ketika mereka sampai di depan mobil Alisya.
Alisya terlihat bingung.
"Maksudku, biar aku yang jadi sopirnya. Tuan Putri cukup duduk manis di sampingku," lanjutnya.
Wajah Alisya merona. Ini bukan pertama kali untuknya seorang lelaki menggombalinya, tapi entah kenapa hatinya berbunga-bunga.
Alisya mengeluarkan kunci dari tasnya dan memberikan benda kecil itu pada Reno. Dengan cepat Reno menerima kunci itu dan membukakan pintu sebelah kiri untuk gadis itu.
"Makasih," lirih Alisya.
"Sama-sama, Tuan Putri." Reno pun berjalan dengan cepat, mengitari bagian depan mobil untuk masuk ke belakang kemudi.
Sepanjang jalan mereka berbincang-bincang ringan. Sesekali terdengar Alisya tertawa kecil karena mendengar lelucon-lelucon yang Reno lemparkan.
"Ni cowok, udah ganteng, baik, lucu lagi," puji Alisya dalam hati.
Akhirnya Reno menghentikan mobil Alisya di pelataran sebuah bangunan yang menjulang tinggi.
"Kita sampai," celetuk Reno dengan senyum yang sejak tadi tak pernah lepas dari bibirnya.
"Lho, Kak, ini kan hotel, bukan rumah makan," cerca Alisya.
"Ngajakin makan siang, kok malah ke hotel?" Alisya mulai berpikiran buruk.
"Ngajakin makan siang, kok malah ke hotel?" Alisya mulai berpikiran buruk.Reno hanya tertawa kecil."Aku ngajakin makan siang beneran, kok. Tapi makan siangnya di sini," ujar Reno sambil melepas seatbeltnya."Ayo, jadi nggak?" tawarnya lagi.Alisya terlihat ragu. Tangannya mencengkeram seatbeltnya dengan kuat."Kamu takut apa? Ini masih siang tau. Emang aku keliatan kayak penjahat, ya?" tanya Reno."Nggak, bukan gitu, Kak," elak Alisya. "Tapi ....""Aku kasih tau, ya. Aku ajak kamu ke sini buat makan siang. Cuma makan siang. Kenapa makan siangnya di sini, bukan di restoran? Karena di sini ada tempat spesial yang mau aku tunjukin ke kamu." Reno menjeda kalimatnya."Kalau di sini, aku bisa masakin kamu. Spesial buat kamu seorang. Hotel ini punya mamaku," jelas lelaki itu panjang lebar.Mata Alisya membol
"Apakah kamu mau jadi pacarku?" lirih Reno tepat di telinga Alisya.Alisya membeku. Tak percaya dengan apa yang ia dengar."Apakah kamu mau jadi pacarku?" sekali lagi Reno berbisik.Tengkuk Alisya meremang. Keringat dingin pun terasa membasahi punggungnya."Mungkin kamu kaget denger aku ngomong gini sekarang. Tapi aku benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama sama kamu. Makanya, aku selalu datang tiap kamu nyanyi di cafe. Aku pengen liat kamu terus, pengen deket sama kamu."Kata-kata manis dari Reno sukses membuat kaki Alisya bagaikan jelly. Rasanya ia tidak menapak tanah saat ini.Belum ada sahutan dari Alisya, membuat Reno memutar tubuh gadis belia itu."Apakah cintaku tak bersambut? Apa kamu nggak suka sama aku?" Reno memberinya pertanyaan beruntun. "Atau karena kamu udah punya pacar?"Alisya langsung menegakkan wajahnya. Tebakan terak
Alisya terbangun ketika langit sudah berganti warna. Ia terbangun dalam keadaan yang sangat memalukan. Tak ada sehelai benang pun menempel di tubuhnya. Dan kini, tubuhnya terasa remuk.Alisya hanya bisa terisak sambil bersandar di headboard tempat tidur. Dan di sampingnya, berbaring lelaki yang baru hari ini resmi menjadi kekasihnya.Ingatannya berputar dan kembali pada peristiwa tadi siang. Apa yang sebenarnya terjadi? Ia hanya ingat tubuhnya terasa sangat panas, pandangannya tidak fokus, dan tiba-tiba ia merasa hasratnya sangat besar. Ia sangat ingin Reno menyentuhnya, tapi akal sehatnya melarangnya untuk itu. Namun ...Isakan berubah jadi tangis, ketika ia menyadari apa yang terjadi pada dirinya. Bagaimana mungkin ini bisa menimpanya? Apa dosanya hingga peristiwa ini bisa terjadi?Reno yang mendengar tangis Alisya langsung terbangun. Alisya segera menarik bedcover untuk menutupi tubuhnya hingga seba
"Alisya! Dari mana aja lu?!"Alisya sontak menahan kakinya yang hendak menaiki anak tangga lagi. Ia langsung berbalik ke arah suara itu berasal.Yogi sudah berdiri di dekat tangga dengan Aura berdiri di belakangnya."Kakak macem apa, lu? Lu nggak mikir adek lu khawatir banget sampe nyariin lu kesana kemari?!" Suara Yogi terdengar lantang penuh emosi."Handphone gue ketinggalan di mobil, dan gue pergi sama temen gue pake mobilnya. Udah, gitu doang," jawab Alisya berusaha terdengar datar tanpa masalah."Seenggaknya lu inget kalo lu ninggalin Aura sendiri di rumah. Lu nggak kasian, sama dia? Lu kan bisa ngabarin barang cuma satu dua kata, biar dia tenang!" Yogi masih meluapkan emosinya."Ya, gue salah. Gue minta maaf. Udah, cukup?""Alisya! Lu ....""Udahlah, Gi. Mending lu pulang. Lu nggak ada urusan di sini," potong Alisya.
'Alisya'? Dia bilang 'Alisya'? Gue nggak salah denger, 'kan?Yogi menghentikan langkahnya. Ia berbalik melihat ke arah meja di mana para pemuda itu berkumpul, tapi tak ada kegiatan lain yang menarik, selain tawa dan beberapa ejekan seperti yang terdengar sebelumnya. Tak mereka pedulikan pandangan sinis beberapa pasang mata pengunjung lain yang merasa terganggu.Detik berikutnya, Yogi sudah kembali melangkah."Kayaknya gue salah denger. Lagian kalau bener cowok tadi nyebut 'Alisya', emangnya cuma ada satu nama Alisya di dunia ini?" batin Yogi sambil terus berlalu menuju motornya di tempat parkir.Lelaki itu segera melajukan kuda besinya membelah malam. Hari ini ia sangat lelah, ia hanya ingin berbaring di kasurnya yang nyaman. Semoga mimpi buruk ini segera berlalu, dan besok Alisyanya akan kembali seperti biasa....Alisya keluar dari kelas dengan wajah berseri. Pas
Alisya tidak berbohong kali ini. Ia benar-benar belajar ditemani oleh Reno, di kamar tempat mereka bercinta. Dengan kecerdasan yang mumpuni, Alisya dengan mudah dapat menyerap semua pelajaran yang kembali dibahas oleh Reno."Kamu pinter, Sayang," puji Reno sambil mengaitkan beberapa helai rambut Alisya ke telinganya. Lelaki itu duduk berhadapan dengan Alisya."Tapi aku nggak sepinter Aura," gumam Alisya."Aura?""Iya, Aura, adikku satu-satunya. Dia jauh lebih pinter daripada aku. Bahkan dari dulu papa udah menunjuk Aura sebagai penggantinya suatu saat nanti untuk mengurus perusahaan, bukan aku," kata Alisya sedih."Jangan sedih. Semua orang punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Adikmu itu, belum tentu punya wajah secantik kamu, 'kan?" hibur Reno. "Dan aku yakin banget, suaranya juga nggak akan sebagus suaramu.""Makasih, Kak. Kata-kata Kakak ngehib
Yogi yang mendapat kiriman video dari Dirga, segera menghubungi sang sahabat. Lelaki itu tidak percaya dengan apa yang sahabatnya kirimkan. Ia berpikir bahwa lelaki yang bersamanya tentu sudah melakukan sesuatu yang jahat pada gadis itu, sehingga Alisya terlihat begitu liar dalam rekaman tersebut. Dengan penuh keyakinan, ia masih saja menganggap Alisya adalah gadis polos yang dimanfaatkan oleh lelaki tak bertanggung jawab. Yogi segera melajukan motor balapnya dengan kencang di malam yang sudah mulai sepi itu. Dalam waktu singkat, ia sudah sampai di hotel milik orang tua Reno. "Dimana Alisya, Ga?" tanya Yogi to the point saat melihat Dirga berdiri di dekat pintu masuk. "Tadi mereka masuk ke dalem. Gue udah minta tolong sama resepsionisnya, nanyain baik-baik, ke kamar mana mereka, tapi nggak dikasih tau," aku Dirga. Dengan langkah lebar, Yogi langsung menemui
"Alisya!"Alisya menghentikan langkahnya. Ia memutar bola mata malas sebelum berbalik. Ia hafal betul siapa yang memanggilnya itu.Tak jauh dari tempatnya berdiri, sesosok lelaki berseragam putih abu sedang berlari ke arahnya."Apa lagi, Gi?" sentaknya tak sabar."Gue mau ngomong bentar," kata sang lelaki dengan napas tersengal."Mau ngomong apa lagi? Lu nggak bosen apa? Gue aja yang dengernya bosen," sahut Alisya angkuh."Kak, kasih Kak Yogi kesempatan ngomong dulu, kenapa. Toh kita udah pulang, nggak buru-buru juga." Aura, adik Alisya yang lebih muda dua tahun darinya ikut bicara."Bosen!" Alisya melipat kedua tangannya di depan dada."Ih, Kakak. Kak Yogi kan belum bilang apa-apa. Siapa tau yang mau diobrolin penting," rayu Aura lagi."Ya udah cepetan, lu mau ngomong apa?""Jadi pacar gue, ya, Sya," kata Yog
Yogi yang mendapat kiriman video dari Dirga, segera menghubungi sang sahabat. Lelaki itu tidak percaya dengan apa yang sahabatnya kirimkan. Ia berpikir bahwa lelaki yang bersamanya tentu sudah melakukan sesuatu yang jahat pada gadis itu, sehingga Alisya terlihat begitu liar dalam rekaman tersebut. Dengan penuh keyakinan, ia masih saja menganggap Alisya adalah gadis polos yang dimanfaatkan oleh lelaki tak bertanggung jawab. Yogi segera melajukan motor balapnya dengan kencang di malam yang sudah mulai sepi itu. Dalam waktu singkat, ia sudah sampai di hotel milik orang tua Reno. "Dimana Alisya, Ga?" tanya Yogi to the point saat melihat Dirga berdiri di dekat pintu masuk. "Tadi mereka masuk ke dalem. Gue udah minta tolong sama resepsionisnya, nanyain baik-baik, ke kamar mana mereka, tapi nggak dikasih tau," aku Dirga. Dengan langkah lebar, Yogi langsung menemui
Alisya tidak berbohong kali ini. Ia benar-benar belajar ditemani oleh Reno, di kamar tempat mereka bercinta. Dengan kecerdasan yang mumpuni, Alisya dengan mudah dapat menyerap semua pelajaran yang kembali dibahas oleh Reno."Kamu pinter, Sayang," puji Reno sambil mengaitkan beberapa helai rambut Alisya ke telinganya. Lelaki itu duduk berhadapan dengan Alisya."Tapi aku nggak sepinter Aura," gumam Alisya."Aura?""Iya, Aura, adikku satu-satunya. Dia jauh lebih pinter daripada aku. Bahkan dari dulu papa udah menunjuk Aura sebagai penggantinya suatu saat nanti untuk mengurus perusahaan, bukan aku," kata Alisya sedih."Jangan sedih. Semua orang punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Adikmu itu, belum tentu punya wajah secantik kamu, 'kan?" hibur Reno. "Dan aku yakin banget, suaranya juga nggak akan sebagus suaramu.""Makasih, Kak. Kata-kata Kakak ngehib
'Alisya'? Dia bilang 'Alisya'? Gue nggak salah denger, 'kan?Yogi menghentikan langkahnya. Ia berbalik melihat ke arah meja di mana para pemuda itu berkumpul, tapi tak ada kegiatan lain yang menarik, selain tawa dan beberapa ejekan seperti yang terdengar sebelumnya. Tak mereka pedulikan pandangan sinis beberapa pasang mata pengunjung lain yang merasa terganggu.Detik berikutnya, Yogi sudah kembali melangkah."Kayaknya gue salah denger. Lagian kalau bener cowok tadi nyebut 'Alisya', emangnya cuma ada satu nama Alisya di dunia ini?" batin Yogi sambil terus berlalu menuju motornya di tempat parkir.Lelaki itu segera melajukan kuda besinya membelah malam. Hari ini ia sangat lelah, ia hanya ingin berbaring di kasurnya yang nyaman. Semoga mimpi buruk ini segera berlalu, dan besok Alisyanya akan kembali seperti biasa....Alisya keluar dari kelas dengan wajah berseri. Pas
"Alisya! Dari mana aja lu?!"Alisya sontak menahan kakinya yang hendak menaiki anak tangga lagi. Ia langsung berbalik ke arah suara itu berasal.Yogi sudah berdiri di dekat tangga dengan Aura berdiri di belakangnya."Kakak macem apa, lu? Lu nggak mikir adek lu khawatir banget sampe nyariin lu kesana kemari?!" Suara Yogi terdengar lantang penuh emosi."Handphone gue ketinggalan di mobil, dan gue pergi sama temen gue pake mobilnya. Udah, gitu doang," jawab Alisya berusaha terdengar datar tanpa masalah."Seenggaknya lu inget kalo lu ninggalin Aura sendiri di rumah. Lu nggak kasian, sama dia? Lu kan bisa ngabarin barang cuma satu dua kata, biar dia tenang!" Yogi masih meluapkan emosinya."Ya, gue salah. Gue minta maaf. Udah, cukup?""Alisya! Lu ....""Udahlah, Gi. Mending lu pulang. Lu nggak ada urusan di sini," potong Alisya.
Alisya terbangun ketika langit sudah berganti warna. Ia terbangun dalam keadaan yang sangat memalukan. Tak ada sehelai benang pun menempel di tubuhnya. Dan kini, tubuhnya terasa remuk.Alisya hanya bisa terisak sambil bersandar di headboard tempat tidur. Dan di sampingnya, berbaring lelaki yang baru hari ini resmi menjadi kekasihnya.Ingatannya berputar dan kembali pada peristiwa tadi siang. Apa yang sebenarnya terjadi? Ia hanya ingat tubuhnya terasa sangat panas, pandangannya tidak fokus, dan tiba-tiba ia merasa hasratnya sangat besar. Ia sangat ingin Reno menyentuhnya, tapi akal sehatnya melarangnya untuk itu. Namun ...Isakan berubah jadi tangis, ketika ia menyadari apa yang terjadi pada dirinya. Bagaimana mungkin ini bisa menimpanya? Apa dosanya hingga peristiwa ini bisa terjadi?Reno yang mendengar tangis Alisya langsung terbangun. Alisya segera menarik bedcover untuk menutupi tubuhnya hingga seba
"Apakah kamu mau jadi pacarku?" lirih Reno tepat di telinga Alisya.Alisya membeku. Tak percaya dengan apa yang ia dengar."Apakah kamu mau jadi pacarku?" sekali lagi Reno berbisik.Tengkuk Alisya meremang. Keringat dingin pun terasa membasahi punggungnya."Mungkin kamu kaget denger aku ngomong gini sekarang. Tapi aku benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama sama kamu. Makanya, aku selalu datang tiap kamu nyanyi di cafe. Aku pengen liat kamu terus, pengen deket sama kamu."Kata-kata manis dari Reno sukses membuat kaki Alisya bagaikan jelly. Rasanya ia tidak menapak tanah saat ini.Belum ada sahutan dari Alisya, membuat Reno memutar tubuh gadis belia itu."Apakah cintaku tak bersambut? Apa kamu nggak suka sama aku?" Reno memberinya pertanyaan beruntun. "Atau karena kamu udah punya pacar?"Alisya langsung menegakkan wajahnya. Tebakan terak
"Ngajakin makan siang, kok malah ke hotel?" Alisya mulai berpikiran buruk.Reno hanya tertawa kecil."Aku ngajakin makan siang beneran, kok. Tapi makan siangnya di sini," ujar Reno sambil melepas seatbeltnya."Ayo, jadi nggak?" tawarnya lagi.Alisya terlihat ragu. Tangannya mencengkeram seatbeltnya dengan kuat."Kamu takut apa? Ini masih siang tau. Emang aku keliatan kayak penjahat, ya?" tanya Reno."Nggak, bukan gitu, Kak," elak Alisya. "Tapi ....""Aku kasih tau, ya. Aku ajak kamu ke sini buat makan siang. Cuma makan siang. Kenapa makan siangnya di sini, bukan di restoran? Karena di sini ada tempat spesial yang mau aku tunjukin ke kamu." Reno menjeda kalimatnya."Kalau di sini, aku bisa masakin kamu. Spesial buat kamu seorang. Hotel ini punya mamaku," jelas lelaki itu panjang lebar.Mata Alisya membol
Alisya sampai di tempat kompetisi dengan selamat. Tempat itu sudah ramai oleh para peserta kompetisi. Alisya mencari teman-temannya di antara kerumunan orang-orang itu."Pada kemana sih, tu orang? Apa aku kepagian?" gumamnya seraya melirik pergelangan tangannya. Pukul 07.20. Memang terlalu pagi karena acaranya baru akan dimulai empat puluh menit lagi.Alisya mendengkus. Matanya terus menjelajah, berharap melihat salah satu anggota grup bandnya di sana.Diambilnya smartphone dari dalam tas sambil terus melihat ke kanan dan ke kiri.Dug!"Aduh!" Alisya berteriak sambil mengusap hidungnya yang tidak sengaja menabrak punggung seorang lelaki."Ma-maaf ... aku nggak sengaja," katanya cepat pada lelaki itu.Lelaki itu berbalik. "Kamu!""Lho, Kak Reno?""Ya ampun, Alisya. Pertama k
"Alisya!" Yogi langsung mencekal tangan Alisya sebelum gadis itu berhasil beranjak dari tempat duduknya."Apa sih, Gi?" tanya Alisya malas."Lu sengaja ngejauhin gue, ya?"Alisya memutar bola matanya malas."Gi, gue udah bilang, ya, gue nggak mau dikekang. Jadi stop seolah-olah gue ini pacar yang perlu lu iket kuat-kuat biar gue nggak kabur," ujar Alisya."Gue inget, Sya. Gue paham. Tapi setidaknya lu bisa 'kan ngabarin gue lu kemana aja dan sama siapa.""Emang penting?""Sya, lu tau gue sayang banget sama lu. Lu tuh berharga banget buat gue. Gue nggak banyak ngomong karena gue tau lu nggak suka diposesifin.""Itu lu tau."Yogi menarik napas panjang. Butuh kesabaran ekstra untuk menghadapi kekasihnya itu."Ini beneran lu?" Akhirnya hanya itu yang keluar dari mulutnya. Disodorkannya telepon genggam yang ia pega