“Mama!”Devan murka mendengar apa yang dikatakan oleh mamanya. Dia tidak menyangka wanita paruh baya yang seharusnya bisa membelanya sebagai seorang putra, kini malah menentangnya habis-habisan. Devan sampai mengepalkan kedua tangannya untuk mencegah amarahnya lepas begitu saja pada sang mama.Mata Devan sudah sangat merah karena emosinya benar-benar sedang di bangkitkan oleh Diana yang datang dengan membawa Irene. Diana yang yakin dan percaya kalau anak yang ada dalam kandungan Irene itu adalah cucunya, tidak peduli dengan kemarahan Devan saat ini.“Aduh, perutku sakit,” keluh Irene tiba-tiba.“Irene, kamu kenapa?” tanya Diana yang langsung menghampiri Irene.“Sakit, Tante. Perut Irene sakit,” keluh Irene sambil meringkuk dan memegangi perutnya.“Ya ampun ... kamu pasti kaget ya ngelihat Devan marah-marah. Mbok, bawa Irene ke kamar sekarang,” perintah Diana ada Mbok Darmi.“Jangan keterlaluan, Ma! Devan udah bilang jangan bawa dia ke rumah Devan. Bawa dia keluar!” usir Devan yang
Perasaan Sandra pagi ini sedang tidak begitu baik. Keberadaan Nathan kini sudah diketahui oleh Devan, padahal selama ini dia mati-matian untuk menyembunyikan keberadaan putranya itu dari sang suami.Sandra masih menyimpan rasa kecewa dan sakit hati pada Devan yang lebih memilih kekasihnya saat itu padahal dia sedang hamil. Hal itu otomatis memupuk kebencian Sandra pada Devan meski saat dia sedang hamil dulu, Sandra sering mengingat Devan.“Sandra ... San, kamu nggak apa-apa,” panggil Tata ketika melihat sahabatnya itu sedang melamun di depan meja kerjanya.Sandra menoleh ke arah Tata, “Eh iya, kenapa, Ta,” jawab Sandra sedikit gelagapan.“Kamu kenapa? Aku perhatiin kayaknya kamu banyak ngelamun dari pagi,” ucap Tata sedikit mengkhawatirkan tentang sahabat sekaligus atasannya itu.“Aku nggak papa kok, mungkin cuma agak kecapean aja dikit,” jawab Sandra tidak ingin membuat Tata khawatir dengan dirinya.“Beneran kamu nggak papa? Kalau emang ada yang bisa aku bantu, kamu nggak perlu s
“Mau ngapain lagi sih dia?” gumam Sandra pelan sambil menyandarkan punggungnya di kursi kerjanya. Sandra meluruskan kakinya dan bersandar santai untuk sedikit mengistirahatkan badannya. Tangan kanannya memegang ponsel untuk mengetahui isi pesan yang dikirimkan Devan kepadanya. “Pulang kantor aku jemput. Aku mau ajak kamu pergi.” Isi pesan Devan. “Dih! Mau ngapain sih nih orang.” Sandra menggerutu sambil memonyongkan bibirnya. “Gak mau. Aku sibuk,” ucap Sandra sambil menulis di layar ponselnya. Baru saja Sandra hendak meletakkan ponselnya, tapi ponsel itu sudah kembali bergetar. Kali ini bukan lagi pesan yang masuk, tapi telepon dari Devan yang langsung membuat Sandra kaget. “Mau maksain lagi nih pasti,” gerutu Sandra sebelum dia menerima panggilan Devan. “Halo, mau ....” “Mau ngapain kamu abis jam kantor?” tanya Devan memotong ucapan Sandra. “Aku udah ada janji, aku gak bisa,” jelas Sandra agar Devan tidak marah. “Batalin!” perintah Devan dengan arogansinya. “Eeh ... gak bi
Sandra membuka pintu mobil dan melangkah turun. Dia berdiri di depan sebuah pintu di mana di sisi kanan dan kiri pintu itu ada penjaga yang sedang melihat ke arahnya.“Loh, kok di sini?” ucap Sandra sedikit kaget.Sandra menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia baru sadar kalau ini bukanlah tempat yang di beritahu oleh Devan tadi di pesan chat-nya. Sandra kembali ke mobil yang masih di belakangnya lalu mengetuk kaca pintu depan.“Iya Bu, ada apa?” tanya sopir itu.“Pak, kok di hotel. Kayaknya Devan gak ngajak saya ketemuan di sini deh. Bapak gak salah tempat kan?” tanya Sandra.“Enggak kok, Bu. Saya di suruh Pak Devan nganter Ibu ke sini. Nah tuh ada Pak Raka, Bu,” jawab sopir sambil menunjuk ke arah belakang Sandra.Mendengar nama Raka di sebut oleh si sopir, Sandra pun segera menoleh. Dia mendapati asisten pribadi suaminya itu tengah berjalan ke arahnya.“Selamat sore, Bu Sandra. Pak Devan sudah menunggu di dalam,” sapa Raka sopan pada istri atasannya itu.“Devan di dalem? Katanya tadi
“Kita mau ke mana?” tanya Sandra saat dia dan Devan sudah berada di dalam mobil.“Ke rumah,” jawab Devan singkat sambil menyetir.“Rumah? Rumah mana?” tanya Sandra sambil melihat ke arah Devan.Devan menoleh ke arah Sandra, “Menurut kamu rumah mana?” tanya Devan balik sambil mengedipkan sebelah matanya.Wajah Sandra langsung bereaksi. Dia langsung menampakkan rasa tidak suka dengan apa yang batu saja Devan katakan pada dirinya.“Aku gak mau. Aku pulang aja, turunin aku di sini,” pinta Sandra dengan sedikit memaksa bahkan dia hendak membuka sabuk pengamannya.“Eeh ... kok marah. Becanda, sayang. Aku tau kok kamu pasti gak akan mau, aku beneran cuma becanda doang,” cegah Devan sambil memegang tangan Sandra agar wanita itu tidak jadi melepas sabuk pengamannya.“Apaan sih! Gak usah pegang-pegang.” Sandra menepis tangan Devan.“Iya iya ... sewot aja dari tadi. Kamu makin gemesin tau kalo lagi marah kayak gitu. Pengen nyubit.” Devan segera mencubit pipi kanan Sandra karena gemas pada
Sandra merapikan barang belanjaannya yang cukup banyak itu agar tidak menghalangi pengunjung lain. Dia juga merapikan barang di dekat kursi Devan yang sedang ditinggal pemiliknya pergi ke toilet sejenak.Sandra mengedarkan pandangannya menyapu seluruh sudut restoran yang tidak begitu besar itu. Dia ingin menilai restoran itu apakah sesuai dengan apa yang diceritakan oleh Tata kepadanya. Namun pandangan Sandra terhenti ketika ada seseorang yang kini tengah melihat ke arahnya juga.“Mati aku. Kenapa juga ada Bang Rio di situ,” gumam Sandra pelan lalu melempar senyum canggung pada Rio.“Pura-pura cuek aja deh. Lagian dia kan juga udah tahu kalau Mas Devan itu suami aku. Ya udah deh, biarin aja,” gumam Sandra lagi yang mencoba untuk tidak peduli dengan kehadiran Rio di tempat itu.“Kamu udah pesen belum?” tanya Devan yang langsung duduk di depan Sandra.“Udah kok. Tapi nggak tahu ntar kamu bakalan suka apa nggak.”“Pasti suka, apa sih yang nggak aku suka dari kamu,” goda Devan.Sandra
“San,” panggil Devan pelan.“Hmm.” Sandra berdehem menjawab panggilan Devan.“San, aku boleh ketemu Nathan ga?” lanjut Devan lagi.Sandra terdiam mendengar pertanyaan Devan. Dia tadi memang sudah memprediksi kalau Devan pasti akan mengeluarkan pertanyaan mematikan ini pada dirinya. Sandra mengendurkan tubuhnya perlahan dan kembali duduk bersandar. Dia sedang merangkai kata yang tepat, yang sekiranya kata-kata itu nanti tidak akan menyakiti perasaan Devan.“San, kamu jangan salah paham. Aku ngajak kamu belanja sebanyak ini bukan dengan alasan pengen di tuker ama ketemu Nathan. Aku emang niat ngelakuin ini karena aku pengen tanggung jawab ke kamu dan anak kita. Kamu jangan salah paham ya,” ucap Devan mendahului Sandra takut wanita cantik itu akan marah. “Aku ngerti, Mas. Tapi ... aku gak bisa serta merta kenalin kamu ke Nathan sebagai papanya. Aku gak siap dengan banyak pertanyaan dari dia nanti. Dia itu cerewet banget kalo udah nanya, terus aja di kejer. Pokoknya gak ada berentiny
“Hoaaam.” Devan menggeliat dan menguap saat dia bangun tidur. Dia menggerak-gerakkan badannya untuk sekedar mengendurkan otot-ototnya yang kaku. Tadi malam Devan langsung pulang ke rumahnya dengan hati yang sangat gembira. Meski dia gagal bertemu dengan putranya, tapi dia sudah cukup senang karena dia diterima dengan baik di keluarga istrinya dan bisa menghabiskan hari bersama dengan Sandra. “Oh iya Nathan sakit, aku tanya Sandra dulu lah,” ucap Devan yang mengingat keadaan putranya. Devan segera mengambil ponselnya yang semalam dia letakkan di atas nakas yang ada di samping tempat tidurnya titik Devan langsung mencari nomor telepon Sandra untuk menghubungi wanita cantik itu. Namun dua kali Devan melakukan panggilan kepada Sandra, wanita itu tidak juga menjawab panggilan teleponnya tentu saja hal itu membuat emosi Devan tersulut kembali yang membuatnya menjadi geram pada ibu dari anaknya. “Ke mana sih dia, masa iya nggak denger ada telepon,” gerutu geram Devan “Eh dia kirim cha
“Brengsek!” Lisa datang ke restoran tempat dia membuat janji dengan Irene. Dia tadinya memang akan bertemu dengan Irene dan beberapa teman mereka lainnya untuk sekedar makan bersama.Tapi mood Lisa rusak, saat dia bertemu dengan Devan dan Sandra tadi. Dia kembali merasa takut, karena sempat menculik Nathan atas perintah Irene tempo hari.“Kamu ini kenapa sih?! Dateng-dateng malah ngamuk. Ada apaan?” tanya salah satu teman Irene lainnya.“Iya, kamu kenapa sih, Lis? Ada masalah apaan?” Irene ikut penasaran.“Kalian tau gak, aku barusan ketemu sama siapa?” ucap Lisa memulai cerita.“Ketemu ama siapa emang?”“Devan. Aku ketemu Devan dan Sandra!” “Hah?! Seriusan? Trus gimana?” Irene ingin tahu kelanjutan cerita Lisa.“Sumpah, aku kaget banget. Ternyata anaknya ngenelin aku. Brengsek! Aku gak aman kalo sampe Nathan beneran ngenalin aku dan Devan nemuin bukti kalo aku beneran yang bawa anak mereka. Aku harus gimana, Ren?” Lisa khawatir akan keselamatannya.Irene terdiam mendengar cer
“Nathan, Nathan kenapa?” tanya Siska yang melihat cucunya menarik-narik tangannya.“Gak mau. Gak mau ke situ.” Nathan menarik tangan eyangnya kuat-kuat.“Ada apa, Bu?” tanya Sandra sambil menoleh ke belakang.“Gak mau. Gak mau ke sana,” ucap Nathan sambil mulai menarik kuat tangan eyangnya dan mulai mundur.“Sayang, ada apa?” Sandra mendekati putranya.“Nathan, sama Papa aja yuk.” Devan segera mengambil alih tangan Nathan dan menggandeng bocah kecilnya itu.Devan mengajak Nathan untuk duduk sebentar di sebuah bangku yang ada di dekat mereka. Dia ingin mengajak putranya itu berbincang untuk mengetahui kenapa putranya tiba-tiba merajuk.Devan menyuruh anggota keluarganya yang lain, pergi lebih dulu menuju ke toko yang akan mereka tuju tadi. Sandra pun segera mengondisikan para anggota keluarganya, agar mereka tidak khawatir tentang Nathan.“Nathan kenapa tadi? Nathan liat sesuatu?” tanya Devan penuh kelembutan.Nathan mengangguk, “Nathan liat Tante Maya. Nathan gak mau ke sana.” N
“Pak, video cctv-nya berhasil diperbaiki.” Raka datang sambil membawa iPad di tangannya.“Mana videonya,” pinta Devan yang ingin melihat sosok wanita yang sudah menculik anaknya kemarin.Raka langsung memberikan iPad yang ada di tangannya itu pada atasannya. Dia ingin atasannya itu juga melihat apa yang sudah ditemukan oleh Bayu setelah memperbaiki kualitas gambar dari CCTV Mall tersebut.Sandra yang juga ingin melihat video rekaman penculikan putranya, segera menggeser posisi duduknya mendekati sang suami. Dia ingin mencari sosok wanita yang berani mengaku sebagai Maya dan membuat seluruh keluarganya panik keseharian.“Mas, kok masih belum terlalu kelihatan ya,” ucap Sandra ketika dia melihat video yang kini sedang diputar suaminya itu.“Iya. Kualitas videonya emang udah bagus. tapi aku juga nggak gitu kenal sama orang itu. Kayaknya dia emang sengaja ngelakuin ini karena penyamarannya benar-benar full. Lihat aja itu mulai dari topi, masker, sampai rambutnya pun kayaknya juga palsu.
Kepala Devan rasanya mau pecah memikirkan siapa orang yang telah membawa putranya kemarin secara diam-diam. Setelah Nathan mengkonfirmasi kalau bukan Maya, asisten istrinya yang membawa dia kemarin, kini Devan semakin bingung dengan sosok wanita yang berani mencari masalah dengan dirinya itu.Devan masih duduk di sofa yang ada di teras belakang rumahnya sambil melihat ke arah putranya yang kini tengah berenang ditemani oleh Wati. Pria kecilnya itu sama sekali tidak menunjukkan gelagat yang aneh, meskipun ada Maya di sekitar sana bersama dengan istrinya.“Tampaknya emang bukan Maya pelakunya, Pak,” ucap Raka yang ikut memberi penilaian pada peristiwa ini.“Iya, kayaknya emang bukan Maya. Terus Maya yang mana ya? Kayaknya aku nggak pernah kenal lagi ada nama Maya lain yang dikenal sama Nathan. Siapa sebenarnya orang ini? Berani bener dia main-main sama aku,” gerutu Devan sambil mencoba memikirkan berbagai kemungkinan tentang orang yang dia curigai.“Apa mungkin orang itu Bu Irene, Pak
Sandra menatap ke arah suaminya. Dia seolah sedang meminta pertimbangan dari suaminya tentang apa yang harus dia lakukan saat ini.Devan meminta Sandra untuk menyiapkan pertemuan antara Maya dengan putra mereka. Sandra pun akhirnya menyuruh Maya untuk tetap menunggu di ruang kerjanya sementara dia akan menemui Nathan di rumah utama bersama dengan suaminya.“Mas, nanti kalau Nathan trauma gimana?” tanya Sandra sambil berjalan keluar dari ruang kerjanya bersama sang suami.“Semoga aja nggak. Ya udah yuk, kita coba dulu biar masalah ini cepat selesai,” jawab Devan penuh harap agar putranya bisa memberikan petunjuk.“Ya udah deh, kalau gitu aku kasih pengertian dulu ke Nathan ya. Nanti kalau aku rasa dia udah siap, Mas Devan suruh Raka bawa Maya ke sini ya.”“Oke, sayang. Kita santai aja dulu ya. Kamu juga jangan terlalu panik, ntar takutnya nyalur ke Nathan,” pesan Devan pada sang istri.“Iya, Mas.”Sandra segera berjalan menuju ke putranya yang saat ini tengah bermain bersama dengan
“Maya, saya mau bicara sama kamu,” ucap Devan yang baru saja masuk bersama dengan Raka.Maya melihat ke arah Sandra lalu ke arah Devan lagi, “Ada apa ya, Pak?” “Mas,” panggil Sandra sambil melihat ke arah suaminya.Devan tidak menjawab panggilan istrinya dan hanya memilih untuk mengangguk saja pada istrinya itu. Dia kemudian menyuruh sang istri untuk berpindah tempat duduk karena dia ingin duduk berhadapan dengan Maya.Devan ingin melihat ekspresi Maya ketika nanti dia mengintrogasi wanita itu. Devan yang kini sudah didampingi oleh Sandra dan Raka, siap untuk mencari tahu kebenaran tentang kejadian kemarin.Maya menoleh ke arah Sandra. Suasana di ruang kerja Sandra kali ini tampak sangat berbeda, karena wajah ketiga orang yang sedang bersamanya kali ini tampak sangat serius. Sepertinya ada sesuatu yang penting yang ingin dibicarakan oleh suami dari atasannya tersebut.“Maaf, ada apa ini ya, Bu?” tanya Maya yang kini sedang bingung.“Maya, saya mau tanya ke kamu. Tapi saya minta ka
“Mas, Maya udah datang,” ucap Sandra sambil menepuk paha suaminya.Devan ikut menoleh ke arah luar. Dia melihat ada sebuah mobil baru saja berhenti di depan rumahnya.Tidak lama kemudian seorang wanita keluar sambil membawa tas rangsel dan juga tas jinjing besar yang berisi kertas gambar yang menjadi pekerjaannya. Tampak Maya saat ini tengah melihat ke arah rumah Devan yang pagi ini sedikit ramai.Maya agak sedikit ragu untuk masuk ke dalam rumah atasannya, karena di dalam rumah tampak sedang ada banyak orang. Namun karena ada lambaian tangan dari Sandra, maka Maya berani untuk melangkah masuk ke dalam rumah Sandra.Sandra menoleh ke arah suaminya, “Gimana ini, Mas?” tanya Sandra ingin meminta pendapat Devan. Temuin dulu di ruangan kamu,” jawab Devan sambil menyuruh istrinya agar bisa segera masuk ke ruang kerjanya sendiri.“Ya udah, aku masuk dulu. Ayo masuk, May,” panggil yang kemudian segera beranjak masuk ke ruang kerjanya sendiri yang berada di samping ruang kerja dewan.Maya
Ting.Ponsel Devan berbunyi. Pria yang tadinya sedang sibuk memeriksa berkas yang dibawa oleh asisten pribadinya itu, kini mengalihkan perhatiannya pada benda pipih yang ada di sampingnya. Devan melihat ada notifikasi pesan dari Bayu, orang yang selama ini selalu dia percaya untuk melakukan penyelidikan di luar.“Raka, Bayu udah kirim kabar,” ucap Devan memanggil asisten pribadinya.“Video CCTV ya, Pak?” ucap Raka yang kemudian segera beranjak menuju ke meja kerja atasannya lagi.“Kita lihat dulu.”Raka yang sudah di tadi bekerja di sofa tamu yang ada di ruangan kerja Devan, segera berpindah menuju ke kursi yang ada di depan meja kerja atasannya itu. Dia ingin tahu video CCTV yang dikirimkan oleh Bayu, karena dia juga penasaran siapa sebenarnya orang yang sudah mencoba untuk membuat masalah dengan keluarga ini.Sebelum membuka pesan dari Bayu, Devan langsung mentransfer video kiriman Bayu itu pada ipad-nya. Dia ingin tampilan yang lebih besar agar bisa dengan jelas melihat rekaman C
“Mama, Nathan nggak mau sama Tante Maya!” ucap Nathan memotong ucapan Sandra dengan suara yang sedikit keras.Sandra dan Devan sama-sama kaget mendengar ucapan dari putra mereka. Mereka berdua pun saling berpandangan dengan pemikiran yang sama saat ini.Nathan tidak pernah bereaksi seperti itu terhadap orang lain selama ini. Namun entah mengapa tiba-tiba Nathan mengatakan kalau dia tidak mau bertemu dengan Maya.“Mas,” panggil Sandra pelan.Devan menggenggam tangan istrinya, “Nathan ... Nathan pernah ketemu sama Tante Maya?” tanya Devan berharap akan mendapatkan jawaban tentang siapa yang sudah membawa putranya pergi kemarin.“Nathan nggak mau ketemu sama Tante Maya. Tante Maya enggak mau anterin Nathan pulang, tapi Nathan malah ditinggal pergi,” jawab tentang dengan nada kesal.Sandra dan Devan semakin kaget dengan cerita dari putra mereka itu. Kini mereka tahu siapa yang membawakan pergi hari itu.Devan langsung melihat ke arah istrinya, “Panggil Maya sekarang juga!” geram Devan p