“Apa itu? Apa yang masih belum beres?” tanya Devan yang menjadi penasaran dengan apa yang dikatakan oleh asisten pribadinya itu.“Hmmm ... begini, Bos. Kemaren ....”“Papa!” teriak Nathan yang membuat Devan mengalihkan perhatiannya dari Raka yang sedang bicara di ponselnya.“Ada apa, sayang?” tanya Devan.“Disuruh mama sarapan,” ucap Nathan sambil memegang ujung jari Devan mengajak papanya Itu untuk pergi sarapan bersama.“Tunggu bentar, Sayang. Papa lagi telepon sama Om Raka dulu. Nathan maem dulu sama mama ya, biar nanti nggak telat pergi sekolah. Nanti Papa nyusul ke sana ya,” ucap Devan menyuruh putranya untuk sarapan lebih dulu karena dia ingin menyelesaikan pembicaraannya dengan Raka.Tanpa menjawab ucapan papanya, Nathan langsung saja pergi meninggalkan Devan menuju ke ruang makan. Nathan yang sudah mengenal sosok Raka, sudah tahu kalau pasti papanya akan membicarakan pekerjaan dengan pria muda yang sering datang ke rumahnya untuk menjemput papanya Itu.Devan melihat layar
“San, liat tuh,” bisik Tata. “Apaan?” Sandra menoleh ke arah Tata. “Itu tuh.” Tata menunjuk ke sebuah arah. Sandra melihat ada seorang pria yang berjalan ke arahnya sambil tersenyum. Dia kemudian melihat ke arah pria itu sambil tersenyum canggung dan melihat ke arah Tata. “Selamat pagi Bu Sandra,” sapa Rio yang menemui Sandra ketika mereka hendak menuju ke arah lift. “Bu Sandra? Tumben banget panggila aku kayak gitu, Bang?” tanya Sandra sedikit aneh karena tidak biasanya Rio memanggil dia dengan panggilan seperti itu. “Ya kan sekarang kamu udah mulai dikenal sebagai istri dari seorang pengusaha besar sekelas Devan Wijaya. Jadi mau nggak mau aku harus panggil kamu Bu Sandra dong. ""Enggak bang, aku masih Sandra yang dulu. Di kantor ini aku cuma pegawai biasa, bukan sebagai istri dari pimpinan Pasifik Group." Sandra meluruskan."Tapi kamu nggak bisa menghilangkan jati diri kamu sebagai istri dari Devan. Semua orang pasti akan sedikit segan sama kamu." Rio ingin Sandra tahu kalau p
“Penawaran ... penawaran apa, Pak?”Sandra melihat ke arah Beni. Tampaknya pria yang menjadi atasannya itu sedang ingin bicara serius dengannya. Beni menegakkan badannya lagi dan melipat kedua tangannya di atas meja. Dia melihat ke arah Sandra dengan pandangan yang ramah, agar wanita yang ada di depannya itu tidak tegang.“Begini, Bu. Saya semalam sudah memikirkan tentang apa yang harus saya lakukan,” ucap Beni.“Apa ini tentang status saya sebagai istri Devan Wijaya?” tebak Sandra.“Iya, Bu. Tentu saja ini berhubungan dengan hal ini. Jujur saya merasa tidak enak dengan Pak Devan kalau saya masih mempekerjakan Ibu di sini. Apa lagi posisi Bu Sandra cuma sebagai ketua tim. Maaf Bu, saya benar-benar gak tau waktu itu.”Sandra mencoba untuk memikirkan apa yang sebenarnya akan dikatakan oleh Beni. Ucapan Beni itu penuh arti dan dia tidak boleh asal menebak. Tapi dia juga menjadi sangat penasaran.“Maaf Pak Beni, apa Pak Beni berniat untuk memecat saya?” tanya Sandra dengan suara pelan.
“Apa-apaan ini! Apa maksudnya dengan rumah ini mau dijual?” tanya Irene dengan nada emosi setelah dia berhasil menguping pembicaraan antara Mbok Darmi dengan tiga orang yang tidak dia kenal di teras belakang.“Bu Irene,” ucap Mbok Darmi panik melihat Irene tiba-tiba datang.“Rumah ini nggak pernah dijual! Kalian salah rumah, karena saya adalah pemilik rumahnya. Pergi kalian sekarang juga!” usir Irene sambil menunjuk ke arah jalan keluar pada tiga tamu tak diundangnya itu.“Tapi Bu Sandra sudah memasukkan rumah ini ke daftar rumah yang akan dijual, Bu,” ucap perwakilan agen penjualan rumah yang dipercaya oleh Sandra.“Sandra ... jadi Sandra yang ngejual rumah ini?”“Iya, Bu. Bu Sandra sendiri yang datang ke kantor kami dan mendaftarkan rumah ini untuk ditawarkan. Jadi saya datang ke sini membawa calon pembelinya, Bu,” terang pria itu berusaha untuk menjelaskan pada Irene.“Dasar maling! Sandra itu nggak punya hak apapun di rumah ini. Rumah ini punya saya dan dia udah diusir dari
“Mbok Darmi telpon, ada apa ya,” ucap Sandra yang kemudian segera menerima panggilan dari Mbok Darmi. “Halo ... ada apa, Mbok?” tanya Sandra menerima panggilan telepon dari pelayan kepercayaannya. “Bu .... Bu Sandra ....” “Iya Mbok, ada apa?” tanya Sandra yang tidak lagi mendengar suara Mbok Darmi di seberang sana. Sandra tidak lagi mendengar Mbok Darmi bicara dengannya. Samar-samar dia mendengar suara Mbok Darmi sedang berbincang dengan orang lain, namun percakapan mereka tidak begitu terdengar dengan jelas. Sandra memilih untuk menunggu Mbok Darmi melanjutkan lagi panggilan teleponnya sambil masuk ke dalam ruang kerja sang suami. Tampak Raka melihat ke arah Sandra lalu menganggukkan kepalanya untuk sekedar memberi hormat pada istri atasannya itu. “Selamat sore, Bu Sandra,” sapa Raka. Tamu di depan meja kerja Devan juga ikut menoleh, “Eh, Bu Sandra. Selamat sore, Bu.” “Sore,” jawab Sandra ramah sambil terus menempelkan ponsel di tangannya di telinga. “Telpon dari siapa?” tan
Braak!“Irene!” teriak Devan.Devan langsung bersuara keras memanggil Irene saat dia membuka pintu ruang perawatan Irene. Dia sudah sangat murka, seolah dia ingin langsung membunuh wanita itu.Sandra langsung memegangi sang suami, agar tidak bertindak gegabah. Dia melihat ada seorang dokter dan juga dua orang perawat di dalam ruangan Irene dan tampak sedang memeriksa Irene.“Ibu,” panggil Wati yang juga ada di kamar itu.“Wati, Irene gimana?” tanya Sandra.“Apa Ibu ini keluarganya Bu Irene?” tanya si dokter.Sandra menoleh ke arah suaminya, “Saya ... saya temannya. Iya ... temannya Irene. Gimana keadaan Irene dan kandungannya, dok?” tanya Sandra.Sandra menoleh ke arah Devan. Dia mengajak Devan untuk mendekati tempat tidur Irene.Namun Devan menolak dan menyuruh Sandra yang mendekat sendirian. Dia memilih untuk berdiri di dekat pintu masuk, karena dia masih emosi dengan kelakuan Irene ini. Sandra mengerti keadaan suaminya. Dia pun kemudian segera berdiri di samping Wati. Tampak Ir
Ceklek.Terdengar suara pintu dibuka dari luar. Semua orang yang ada di dalam kamar Irene segera menoleh ke arah pintu.Diana masuk ke dalam ruang perawatan Sandra dan melihat ke arah tiga orang yang juga sedang melihat ke arahnya itu. Dia kemudian melihat ke arah tempat tidur yang saat ini sedang ditempati oleh Irene.“Mama,” sapa Sandra lalu berdiri untuk memberi salam pada mama mertuanya.Namun sayangnya wanita paruh baya yang juga mama mertua dari Sandra itu hanya diam tanpa melihat ke arah Sandra. Wanita itu berdiri di samping tempat tidur Sandra di sisi yang berbeda dengan Sandra. Dia melihat ke arah Irene yang masih tidur.“Bu Diana, silakan duduk,” ucap Wati sambil membawa kursi untuk Diana.“Wati, Irene kenapa?” tanya Diana.“Bu Irene jatoh di kamar mandi, Bu,” lapor Wati.“Jatuh di kamar mandi.” Diana meninggikan suaranya.“Saya juga gak tau, Bu. Saya pas lagi keluar. Trus gak lama saya denger Bu Irene teriak dari kamarnya,” ucap Wati yang ketakutan.“Wati! Kamu saya ba
“Bu, di makan dulu rotinya. Ini roti kesukaan ibu kan. Biar dedek bayinya cepet sehat lagi,” ucap Wati sambil memberikan roti yang dia bawa pada Irene.“Apa? Apa kamu bilang ... dedek bayi?” tanya Irene sambil melihat ke arah Wati.Diana dan Wati saling berpandangan. Mereka merasa sedikit heran dengan apa yang dikatakan oleh Irene barusan. Sesuatu yang sangat tidak masuk akal dan terdengar sangat aneh.Diana kemudian segera melihat ke arah Irene. Wanita yang ada di hadapannya itu tampak sedang melihat ke arah melihat ke arah perutnya.“Ren, kamu gak lupa kan kalo kamu lagi hamil sekarang?” tanya Diana dengan sangat hati-hati.Irene mengangkat pandangannya, “Gak Tante, Irene gak lupa. Cuma ....” Irene menggantung kalimatnya.“Cuma apa?” tanya Diana dan Wati hampir bersamaan.“Cuma ... apa dia masih ada?” tanya Irene sambil melihat ke arah perutnya lagi.“Masih ada, Bu. Kandungan Ibu baik-baik saja. Tapi dokter menyarankan agar Ibu beristirahat total beberapa hari di sini demi menj
“Brengsek!” Lisa datang ke restoran tempat dia membuat janji dengan Irene. Dia tadinya memang akan bertemu dengan Irene dan beberapa teman mereka lainnya untuk sekedar makan bersama.Tapi mood Lisa rusak, saat dia bertemu dengan Devan dan Sandra tadi. Dia kembali merasa takut, karena sempat menculik Nathan atas perintah Irene tempo hari.“Kamu ini kenapa sih?! Dateng-dateng malah ngamuk. Ada apaan?” tanya salah satu teman Irene lainnya.“Iya, kamu kenapa sih, Lis? Ada masalah apaan?” Irene ikut penasaran.“Kalian tau gak, aku barusan ketemu sama siapa?” ucap Lisa memulai cerita.“Ketemu ama siapa emang?”“Devan. Aku ketemu Devan dan Sandra!” “Hah?! Seriusan? Trus gimana?” Irene ingin tahu kelanjutan cerita Lisa.“Sumpah, aku kaget banget. Ternyata anaknya ngenelin aku. Brengsek! Aku gak aman kalo sampe Nathan beneran ngenalin aku dan Devan nemuin bukti kalo aku beneran yang bawa anak mereka. Aku harus gimana, Ren?” Lisa khawatir akan keselamatannya.Irene terdiam mendengar cer
“Nathan, Nathan kenapa?” tanya Siska yang melihat cucunya menarik-narik tangannya.“Gak mau. Gak mau ke situ.” Nathan menarik tangan eyangnya kuat-kuat.“Ada apa, Bu?” tanya Sandra sambil menoleh ke belakang.“Gak mau. Gak mau ke sana,” ucap Nathan sambil mulai menarik kuat tangan eyangnya dan mulai mundur.“Sayang, ada apa?” Sandra mendekati putranya.“Nathan, sama Papa aja yuk.” Devan segera mengambil alih tangan Nathan dan menggandeng bocah kecilnya itu.Devan mengajak Nathan untuk duduk sebentar di sebuah bangku yang ada di dekat mereka. Dia ingin mengajak putranya itu berbincang untuk mengetahui kenapa putranya tiba-tiba merajuk.Devan menyuruh anggota keluarganya yang lain, pergi lebih dulu menuju ke toko yang akan mereka tuju tadi. Sandra pun segera mengondisikan para anggota keluarganya, agar mereka tidak khawatir tentang Nathan.“Nathan kenapa tadi? Nathan liat sesuatu?” tanya Devan penuh kelembutan.Nathan mengangguk, “Nathan liat Tante Maya. Nathan gak mau ke sana.” N
“Pak, video cctv-nya berhasil diperbaiki.” Raka datang sambil membawa iPad di tangannya.“Mana videonya,” pinta Devan yang ingin melihat sosok wanita yang sudah menculik anaknya kemarin.Raka langsung memberikan iPad yang ada di tangannya itu pada atasannya. Dia ingin atasannya itu juga melihat apa yang sudah ditemukan oleh Bayu setelah memperbaiki kualitas gambar dari CCTV Mall tersebut.Sandra yang juga ingin melihat video rekaman penculikan putranya, segera menggeser posisi duduknya mendekati sang suami. Dia ingin mencari sosok wanita yang berani mengaku sebagai Maya dan membuat seluruh keluarganya panik keseharian.“Mas, kok masih belum terlalu kelihatan ya,” ucap Sandra ketika dia melihat video yang kini sedang diputar suaminya itu.“Iya. Kualitas videonya emang udah bagus. tapi aku juga nggak gitu kenal sama orang itu. Kayaknya dia emang sengaja ngelakuin ini karena penyamarannya benar-benar full. Lihat aja itu mulai dari topi, masker, sampai rambutnya pun kayaknya juga palsu.
Kepala Devan rasanya mau pecah memikirkan siapa orang yang telah membawa putranya kemarin secara diam-diam. Setelah Nathan mengkonfirmasi kalau bukan Maya, asisten istrinya yang membawa dia kemarin, kini Devan semakin bingung dengan sosok wanita yang berani mencari masalah dengan dirinya itu.Devan masih duduk di sofa yang ada di teras belakang rumahnya sambil melihat ke arah putranya yang kini tengah berenang ditemani oleh Wati. Pria kecilnya itu sama sekali tidak menunjukkan gelagat yang aneh, meskipun ada Maya di sekitar sana bersama dengan istrinya.“Tampaknya emang bukan Maya pelakunya, Pak,” ucap Raka yang ikut memberi penilaian pada peristiwa ini.“Iya, kayaknya emang bukan Maya. Terus Maya yang mana ya? Kayaknya aku nggak pernah kenal lagi ada nama Maya lain yang dikenal sama Nathan. Siapa sebenarnya orang ini? Berani bener dia main-main sama aku,” gerutu Devan sambil mencoba memikirkan berbagai kemungkinan tentang orang yang dia curigai.“Apa mungkin orang itu Bu Irene, Pak
Sandra menatap ke arah suaminya. Dia seolah sedang meminta pertimbangan dari suaminya tentang apa yang harus dia lakukan saat ini.Devan meminta Sandra untuk menyiapkan pertemuan antara Maya dengan putra mereka. Sandra pun akhirnya menyuruh Maya untuk tetap menunggu di ruang kerjanya sementara dia akan menemui Nathan di rumah utama bersama dengan suaminya.“Mas, nanti kalau Nathan trauma gimana?” tanya Sandra sambil berjalan keluar dari ruang kerjanya bersama sang suami.“Semoga aja nggak. Ya udah yuk, kita coba dulu biar masalah ini cepat selesai,” jawab Devan penuh harap agar putranya bisa memberikan petunjuk.“Ya udah deh, kalau gitu aku kasih pengertian dulu ke Nathan ya. Nanti kalau aku rasa dia udah siap, Mas Devan suruh Raka bawa Maya ke sini ya.”“Oke, sayang. Kita santai aja dulu ya. Kamu juga jangan terlalu panik, ntar takutnya nyalur ke Nathan,” pesan Devan pada sang istri.“Iya, Mas.”Sandra segera berjalan menuju ke putranya yang saat ini tengah bermain bersama dengan
“Maya, saya mau bicara sama kamu,” ucap Devan yang baru saja masuk bersama dengan Raka.Maya melihat ke arah Sandra lalu ke arah Devan lagi, “Ada apa ya, Pak?” “Mas,” panggil Sandra sambil melihat ke arah suaminya.Devan tidak menjawab panggilan istrinya dan hanya memilih untuk mengangguk saja pada istrinya itu. Dia kemudian menyuruh sang istri untuk berpindah tempat duduk karena dia ingin duduk berhadapan dengan Maya.Devan ingin melihat ekspresi Maya ketika nanti dia mengintrogasi wanita itu. Devan yang kini sudah didampingi oleh Sandra dan Raka, siap untuk mencari tahu kebenaran tentang kejadian kemarin.Maya menoleh ke arah Sandra. Suasana di ruang kerja Sandra kali ini tampak sangat berbeda, karena wajah ketiga orang yang sedang bersamanya kali ini tampak sangat serius. Sepertinya ada sesuatu yang penting yang ingin dibicarakan oleh suami dari atasannya tersebut.“Maaf, ada apa ini ya, Bu?” tanya Maya yang kini sedang bingung.“Maya, saya mau tanya ke kamu. Tapi saya minta ka
“Mas, Maya udah datang,” ucap Sandra sambil menepuk paha suaminya.Devan ikut menoleh ke arah luar. Dia melihat ada sebuah mobil baru saja berhenti di depan rumahnya.Tidak lama kemudian seorang wanita keluar sambil membawa tas rangsel dan juga tas jinjing besar yang berisi kertas gambar yang menjadi pekerjaannya. Tampak Maya saat ini tengah melihat ke arah rumah Devan yang pagi ini sedikit ramai.Maya agak sedikit ragu untuk masuk ke dalam rumah atasannya, karena di dalam rumah tampak sedang ada banyak orang. Namun karena ada lambaian tangan dari Sandra, maka Maya berani untuk melangkah masuk ke dalam rumah Sandra.Sandra menoleh ke arah suaminya, “Gimana ini, Mas?” tanya Sandra ingin meminta pendapat Devan. Temuin dulu di ruangan kamu,” jawab Devan sambil menyuruh istrinya agar bisa segera masuk ke ruang kerjanya sendiri.“Ya udah, aku masuk dulu. Ayo masuk, May,” panggil yang kemudian segera beranjak masuk ke ruang kerjanya sendiri yang berada di samping ruang kerja dewan.Maya
Ting.Ponsel Devan berbunyi. Pria yang tadinya sedang sibuk memeriksa berkas yang dibawa oleh asisten pribadinya itu, kini mengalihkan perhatiannya pada benda pipih yang ada di sampingnya. Devan melihat ada notifikasi pesan dari Bayu, orang yang selama ini selalu dia percaya untuk melakukan penyelidikan di luar.“Raka, Bayu udah kirim kabar,” ucap Devan memanggil asisten pribadinya.“Video CCTV ya, Pak?” ucap Raka yang kemudian segera beranjak menuju ke meja kerja atasannya lagi.“Kita lihat dulu.”Raka yang sudah di tadi bekerja di sofa tamu yang ada di ruangan kerja Devan, segera berpindah menuju ke kursi yang ada di depan meja kerja atasannya itu. Dia ingin tahu video CCTV yang dikirimkan oleh Bayu, karena dia juga penasaran siapa sebenarnya orang yang sudah mencoba untuk membuat masalah dengan keluarga ini.Sebelum membuka pesan dari Bayu, Devan langsung mentransfer video kiriman Bayu itu pada ipad-nya. Dia ingin tampilan yang lebih besar agar bisa dengan jelas melihat rekaman C
“Mama, Nathan nggak mau sama Tante Maya!” ucap Nathan memotong ucapan Sandra dengan suara yang sedikit keras.Sandra dan Devan sama-sama kaget mendengar ucapan dari putra mereka. Mereka berdua pun saling berpandangan dengan pemikiran yang sama saat ini.Nathan tidak pernah bereaksi seperti itu terhadap orang lain selama ini. Namun entah mengapa tiba-tiba Nathan mengatakan kalau dia tidak mau bertemu dengan Maya.“Mas,” panggil Sandra pelan.Devan menggenggam tangan istrinya, “Nathan ... Nathan pernah ketemu sama Tante Maya?” tanya Devan berharap akan mendapatkan jawaban tentang siapa yang sudah membawa putranya pergi kemarin.“Nathan nggak mau ketemu sama Tante Maya. Tante Maya enggak mau anterin Nathan pulang, tapi Nathan malah ditinggal pergi,” jawab tentang dengan nada kesal.Sandra dan Devan semakin kaget dengan cerita dari putra mereka itu. Kini mereka tahu siapa yang membawakan pergi hari itu.Devan langsung melihat ke arah istrinya, “Panggil Maya sekarang juga!” geram Devan p