“San, tunggu!” Rio meraih pergelangan tangan Sandra yang membuat Sandra kaget. “San, ....” Sandra membeku saat dia merasa tangannya di raih oleh Rio. Dia melihat pergelangan tangannya yang saat ini di lingkari oleh tangan Rio dengan kuat. Rio melihat ke arah Sandra yang sedang melihat ke arah tangan mereka. Dia merasa sedikit tidak enak pada Sandra lalu melepaskan tangannya secara perlahan. “Sorry, San,” ucap Rio pelan. “Aku pergi dulu, Bang,” pamit Sandra saat Rio sudah melepaskan tanganya. “San,” panggil Rio lagi. Sandra menoleh, “Ada apa, Bang?” “Oh enggak. Ini ponsel kamu ketinggalan,” ucap Rio sambil mengulurkan ponsel milik Sandra. “Oh iya, makasih, Bang,” sahut Sandra sambil mengambil ponselnya di tangan Rio. Setelah dia mendapatkan ponselnya kembali, Sandra pun segera pergi meninggalkan pantry. Dia tidak ingin terlibat pembicaraan berdua saja dengan Rio, yang akan memungkinkan untuk Rio bertanya tentang kehidupan pribadinya. Sandra bukan tipe orang yang suka membagi
Irene menoleh ke kanan dan ke kiri di ruang tengah rumah besar itu. Saat dia memastikan kalau keadaan di kamar itu benar-benar sepi, Irene pun melangkahkan kakinya menuju ke kamar Devan, kamar utama di rumah ini. Irene sesekali masih melihat ke sekitar, sedikit waspada jangan sampai ada orang yang memergokinya. Akan sangat malu sekali nanti kalau ada yang melihatnya masuk ke dalam kamar Devan, apa lagi kalau sampai ada yang menuduhnya mencuri. “Ooh ... jadi ini kamar Devan. Gede dan nyaman banget. Jauh lebih luas dari kamar aku,” gumam Irene saat dia sudah berhasil masuk ke kamar Devan. Irene mengedarkan pandangannya menyapu semua bagian kamar. Dia juga berjalan berkeliling, untuk mengetahui isi dari kamar yang mungkin masih menyimpan kenangan tentang Sandra. Irene masih melihat beberapa foto Devan dan Sandra masih ada di sana. Bahkan foto pernikahan mereka berdua pun masih ada di dinding kamar. Irene berdiri di depan foto itu sambil tersenyum. “Ngapain juga sih kamu pake muncul
Sandra masuk ke ruang kerja Beni di lantai atas gedung perkantoran ini. Dia masuk bersama dengan Raka dan di sana, dia melihat Devan sedang bercengkerama dengan Beni, pimpinan perusahaannya.Beni mempersilakan Sandra untuk bergabung sambil tersenyum lebar. Sandra pun tersenyum pada Beni namun sedikit cemberut pada Devan.“Gimana Bu Sandra, udah di terima hadiah dari Pak Devan?” tanya Beni.“Oh, itu hadiah ya. Tapi dalam rangka apa ya, Pak?” tanya Sandra sambil melihat ke arah Devan menuntut penjelasan.“Karena saya senang dengan pekerjaan Bu Sandra. Saya sempat liat kursi kerja Bu Sandra itu standar banget, jadi saya pengen kasih yang lebih bagus lagi, biar Bu Sandra gak sakit pinggang kalo harus kerja lama. Bener gitu kan Pak Beni?” Devan meminta persetujuan Beni.“Iya bener banget. Saya minta maaf ke Pak Devan kalo sampai memperhatikan hal itu. Tapi sebenarnya itu memang sudah standar perusahaan kami di sini,” jelas Beni.“Saya tau kok, Pak. Di kantor saya juga pake kursi yang s
Bug.Sandra jatuh di atas kursi kerjanya. Kedua tangan Devan langsung memegang sandaran tangan kursi itu untuk mengunci Sandra agar tidak bisa bergerak lagi dari kursi itu.“Kalo rasa ciuman aku, kamu masih inget gak?” bisik Devan tepat di depan wajah Sandra.Mendengar ucapan Devan, tubuh Sandra langsung membeku. Bukan hanya tubuhnya yang tidak bisa dia gerakkan, bahkan matanya pun tidak bisa dialihkan dari wajah tampan Devan yang kini berada sangat dekat dengan dirinya.Hembusan nafas hangat dan segar milik Devan sudah bisa dirasakan oleh Sandra. Hembusan nafas yang sangat tenang itu menerpa wajah cantik Sandra seolah buat wanita itu terbius oleh Pesona Devan.Melihat Sandra tidak melakukan penolakan atas apa yang dia lakukan saat ini, Devan merasa mendapatkan sebuah lampu hijau untuk sedikit melangkah lebih seperti yang dia harapkan.Devan mulai memangkas jarak di antara mereka berdua bahkan pria muda itu sudah memiringkan kepalanya dan menatap bibir berwarna pink lembut milik Sandr
“Mama, ini siapa,” tanya Nathan yang sejak tadi melihat ke arah Devan.Mendengar pertanyaan mematikan yang keluar dari mulut Nathan itu, ternyata mampu membuat Sandra dan Devan terdiam. Devan yang selalu ingin mengatakan pada putranya kalau dia adalah papanya pun di buat mati kutu oleh Nathan.Sandra dan Devan hanya saling melihat satu sama lain, tanpa berani menjawab. Tatapan mata mereka seolah saling mengisyaratkan agar orang yang mereka lihat itulah yang akan menjawab pertanyaan itu.“Ehm ... ini tuh, ini adalah ....” Sandra masih bingung harus mengatakan apa pada putranya.“Ini temennya Mama. Om ini baik banget. Om ini yang kemaren beliin Nathan banyak baju sama banyak mainan,” celetuk Siska yang langsung duduk di samping cucunya.Nathan menoleh ke arah Siska, “Yang beli Pizza sama ayam juga ya, Eyang?”“Iya, kemaren Om juga yang beliin pizza. Kata Mama, Nathan suka makan pizza.” Devan mulai bicara.“Iya, Nathan suka makan pizza. Tapi kata Mama, Nathan gak boleh sering-sering
“Mas, kamu kenapa?” tanya Sandra ketika melihat Devan tampak sedang marah.Devan menoleh ke arah Sandra, “Oh nggak kok, aku nggak papa. Kamu udah siap?” tanya Devan sambil menepuk sofa yang ada di sampingnya agar Sandra duduk di sana.“Beneran kamu nggak papa? Kok kayaknya kamu lagi marah gitu,” tebak Sandra sambil duduk di samping depan.“Oh ... ini tadi ada sedikit masalah aja di kantor. Tapi udah aku atasi kok.”“Beneran di kantor? Bukan karena Nathan?” tanya Sandra ragu.“Enggak lah ... ini beneran karena masalah lain kok. Kalau masalah Nathan, aku tahu kok maksud ibu tadi bilang kayak gitu. Aku udah bisa main sama Nathan aja udah seneng. Nanti pelan-pelan kita kasih tahu ke dia ya. Sebenarnya sih ada yang lebih ngeselin daripada apa yang dibilang ibu tadi,” jawab Devan sambil mengedipkan sebelah matanya“Apaan emang?”“Yang waktu aku ditolak masuk kamar kamu itu.” Devan memajukan wajahnya mendekati Sandra, “Itu nyebelin tahu,” bisik Devan tepat di depan wajah Sandra.“Adu
“San, ada Bu Diana.”Siska mencengkeram lengan Sandra saat putrinya itu sedang mengejar putranya yang sedang bermain-main. Mendengar nama Diana disebutkan oleh ibunya, Sandra pun segera menoleh ke arah pintu lobi, di mana saat ini ibunya juga sedang melihat ke arah sana.Sandra tidak bergerak. Dia hanya bisa menoleh ke kanan dan ke kiri, untuk mencari tempat persembunyian agar dia tidak bertemu dengan Diana. Sandra sedang tidak ingin ribut dengan mama mertuanya itu di saat Devan sedang bekerja.“Bu Sandra, masuk sini, Bu,” panggil Raka dari arah belakang.Sandra yang mendengar panggilan Raka pun segera mengajak ibu dan putranya untuk masuk ke dalam ruangan VIP di mana saat ini Raka berdiri di depan pintu itu sambil membuka lebar pintu di belakangnya. Dengan langkah cepat, Sandra dan ibunya segera masuk ke dalam ruangan itu lalu menutup pintunya.“Raka, kok kamu di sini?” siapa itu tadi?” tanya Diana saat dia melihat ada orang masuk ke dalam ruangan yang saat ini handel pintunya di peg
“Emang kamu ada ide apaan?” tanya Irene penasaran.Teman Irene itu lebih merapatkan duduknya ke Irene. Dia kemudian berbisik pada Irene untuk memberitahukan ide yang dia rekomendasikan untuk Irene.Irene terlihat sempat mendelik beberapa kali saat dia mendengar ide dari temannya itu. Terdengar sedikit gila untuk Irene, namun tamannya itu terus memberikan keyakinan pada Irene agar Irene menyetujui idenya.“Apa lu yakin ini bakalan berhasil?” tanya Irene meminta kepastian.“Aku yakin banget. Tapi ya semua terserah ama kamu aja sih. Kan aku cuma kasih ide doang.”“Emang apaan sih idenya?” tanya teman Irene yang satu lagi.Irene sedikit ragu untuk berbagi informasi. Dia melihat dulu ke arah temannya yang tadi memberinya ide. Namun temannya itu sepertinya benar-benar pasrah kepadanya. Dia hanya mengangkat kedua bahunya menyerahkan semua keputusan pada Irene.“Dia bilang gue harus gugurkan kandungan,” ucap Irene.“Haah! Apa lu gila kasih Irene ide kayak gitu, hah! Kalo Irene gugurin kan
“Brengsek!” Lisa datang ke restoran tempat dia membuat janji dengan Irene. Dia tadinya memang akan bertemu dengan Irene dan beberapa teman mereka lainnya untuk sekedar makan bersama.Tapi mood Lisa rusak, saat dia bertemu dengan Devan dan Sandra tadi. Dia kembali merasa takut, karena sempat menculik Nathan atas perintah Irene tempo hari.“Kamu ini kenapa sih?! Dateng-dateng malah ngamuk. Ada apaan?” tanya salah satu teman Irene lainnya.“Iya, kamu kenapa sih, Lis? Ada masalah apaan?” Irene ikut penasaran.“Kalian tau gak, aku barusan ketemu sama siapa?” ucap Lisa memulai cerita.“Ketemu ama siapa emang?”“Devan. Aku ketemu Devan dan Sandra!” “Hah?! Seriusan? Trus gimana?” Irene ingin tahu kelanjutan cerita Lisa.“Sumpah, aku kaget banget. Ternyata anaknya ngenelin aku. Brengsek! Aku gak aman kalo sampe Nathan beneran ngenalin aku dan Devan nemuin bukti kalo aku beneran yang bawa anak mereka. Aku harus gimana, Ren?” Lisa khawatir akan keselamatannya.Irene terdiam mendengar cer
“Nathan, Nathan kenapa?” tanya Siska yang melihat cucunya menarik-narik tangannya.“Gak mau. Gak mau ke situ.” Nathan menarik tangan eyangnya kuat-kuat.“Ada apa, Bu?” tanya Sandra sambil menoleh ke belakang.“Gak mau. Gak mau ke sana,” ucap Nathan sambil mulai menarik kuat tangan eyangnya dan mulai mundur.“Sayang, ada apa?” Sandra mendekati putranya.“Nathan, sama Papa aja yuk.” Devan segera mengambil alih tangan Nathan dan menggandeng bocah kecilnya itu.Devan mengajak Nathan untuk duduk sebentar di sebuah bangku yang ada di dekat mereka. Dia ingin mengajak putranya itu berbincang untuk mengetahui kenapa putranya tiba-tiba merajuk.Devan menyuruh anggota keluarganya yang lain, pergi lebih dulu menuju ke toko yang akan mereka tuju tadi. Sandra pun segera mengondisikan para anggota keluarganya, agar mereka tidak khawatir tentang Nathan.“Nathan kenapa tadi? Nathan liat sesuatu?” tanya Devan penuh kelembutan.Nathan mengangguk, “Nathan liat Tante Maya. Nathan gak mau ke sana.” N
“Pak, video cctv-nya berhasil diperbaiki.” Raka datang sambil membawa iPad di tangannya.“Mana videonya,” pinta Devan yang ingin melihat sosok wanita yang sudah menculik anaknya kemarin.Raka langsung memberikan iPad yang ada di tangannya itu pada atasannya. Dia ingin atasannya itu juga melihat apa yang sudah ditemukan oleh Bayu setelah memperbaiki kualitas gambar dari CCTV Mall tersebut.Sandra yang juga ingin melihat video rekaman penculikan putranya, segera menggeser posisi duduknya mendekati sang suami. Dia ingin mencari sosok wanita yang berani mengaku sebagai Maya dan membuat seluruh keluarganya panik keseharian.“Mas, kok masih belum terlalu kelihatan ya,” ucap Sandra ketika dia melihat video yang kini sedang diputar suaminya itu.“Iya. Kualitas videonya emang udah bagus. tapi aku juga nggak gitu kenal sama orang itu. Kayaknya dia emang sengaja ngelakuin ini karena penyamarannya benar-benar full. Lihat aja itu mulai dari topi, masker, sampai rambutnya pun kayaknya juga palsu.
Kepala Devan rasanya mau pecah memikirkan siapa orang yang telah membawa putranya kemarin secara diam-diam. Setelah Nathan mengkonfirmasi kalau bukan Maya, asisten istrinya yang membawa dia kemarin, kini Devan semakin bingung dengan sosok wanita yang berani mencari masalah dengan dirinya itu.Devan masih duduk di sofa yang ada di teras belakang rumahnya sambil melihat ke arah putranya yang kini tengah berenang ditemani oleh Wati. Pria kecilnya itu sama sekali tidak menunjukkan gelagat yang aneh, meskipun ada Maya di sekitar sana bersama dengan istrinya.“Tampaknya emang bukan Maya pelakunya, Pak,” ucap Raka yang ikut memberi penilaian pada peristiwa ini.“Iya, kayaknya emang bukan Maya. Terus Maya yang mana ya? Kayaknya aku nggak pernah kenal lagi ada nama Maya lain yang dikenal sama Nathan. Siapa sebenarnya orang ini? Berani bener dia main-main sama aku,” gerutu Devan sambil mencoba memikirkan berbagai kemungkinan tentang orang yang dia curigai.“Apa mungkin orang itu Bu Irene, Pak
Sandra menatap ke arah suaminya. Dia seolah sedang meminta pertimbangan dari suaminya tentang apa yang harus dia lakukan saat ini.Devan meminta Sandra untuk menyiapkan pertemuan antara Maya dengan putra mereka. Sandra pun akhirnya menyuruh Maya untuk tetap menunggu di ruang kerjanya sementara dia akan menemui Nathan di rumah utama bersama dengan suaminya.“Mas, nanti kalau Nathan trauma gimana?” tanya Sandra sambil berjalan keluar dari ruang kerjanya bersama sang suami.“Semoga aja nggak. Ya udah yuk, kita coba dulu biar masalah ini cepat selesai,” jawab Devan penuh harap agar putranya bisa memberikan petunjuk.“Ya udah deh, kalau gitu aku kasih pengertian dulu ke Nathan ya. Nanti kalau aku rasa dia udah siap, Mas Devan suruh Raka bawa Maya ke sini ya.”“Oke, sayang. Kita santai aja dulu ya. Kamu juga jangan terlalu panik, ntar takutnya nyalur ke Nathan,” pesan Devan pada sang istri.“Iya, Mas.”Sandra segera berjalan menuju ke putranya yang saat ini tengah bermain bersama dengan
“Maya, saya mau bicara sama kamu,” ucap Devan yang baru saja masuk bersama dengan Raka.Maya melihat ke arah Sandra lalu ke arah Devan lagi, “Ada apa ya, Pak?” “Mas,” panggil Sandra sambil melihat ke arah suaminya.Devan tidak menjawab panggilan istrinya dan hanya memilih untuk mengangguk saja pada istrinya itu. Dia kemudian menyuruh sang istri untuk berpindah tempat duduk karena dia ingin duduk berhadapan dengan Maya.Devan ingin melihat ekspresi Maya ketika nanti dia mengintrogasi wanita itu. Devan yang kini sudah didampingi oleh Sandra dan Raka, siap untuk mencari tahu kebenaran tentang kejadian kemarin.Maya menoleh ke arah Sandra. Suasana di ruang kerja Sandra kali ini tampak sangat berbeda, karena wajah ketiga orang yang sedang bersamanya kali ini tampak sangat serius. Sepertinya ada sesuatu yang penting yang ingin dibicarakan oleh suami dari atasannya tersebut.“Maaf, ada apa ini ya, Bu?” tanya Maya yang kini sedang bingung.“Maya, saya mau tanya ke kamu. Tapi saya minta ka
“Mas, Maya udah datang,” ucap Sandra sambil menepuk paha suaminya.Devan ikut menoleh ke arah luar. Dia melihat ada sebuah mobil baru saja berhenti di depan rumahnya.Tidak lama kemudian seorang wanita keluar sambil membawa tas rangsel dan juga tas jinjing besar yang berisi kertas gambar yang menjadi pekerjaannya. Tampak Maya saat ini tengah melihat ke arah rumah Devan yang pagi ini sedikit ramai.Maya agak sedikit ragu untuk masuk ke dalam rumah atasannya, karena di dalam rumah tampak sedang ada banyak orang. Namun karena ada lambaian tangan dari Sandra, maka Maya berani untuk melangkah masuk ke dalam rumah Sandra.Sandra menoleh ke arah suaminya, “Gimana ini, Mas?” tanya Sandra ingin meminta pendapat Devan. Temuin dulu di ruangan kamu,” jawab Devan sambil menyuruh istrinya agar bisa segera masuk ke ruang kerjanya sendiri.“Ya udah, aku masuk dulu. Ayo masuk, May,” panggil yang kemudian segera beranjak masuk ke ruang kerjanya sendiri yang berada di samping ruang kerja dewan.Maya
Ting.Ponsel Devan berbunyi. Pria yang tadinya sedang sibuk memeriksa berkas yang dibawa oleh asisten pribadinya itu, kini mengalihkan perhatiannya pada benda pipih yang ada di sampingnya. Devan melihat ada notifikasi pesan dari Bayu, orang yang selama ini selalu dia percaya untuk melakukan penyelidikan di luar.“Raka, Bayu udah kirim kabar,” ucap Devan memanggil asisten pribadinya.“Video CCTV ya, Pak?” ucap Raka yang kemudian segera beranjak menuju ke meja kerja atasannya lagi.“Kita lihat dulu.”Raka yang sudah di tadi bekerja di sofa tamu yang ada di ruangan kerja Devan, segera berpindah menuju ke kursi yang ada di depan meja kerja atasannya itu. Dia ingin tahu video CCTV yang dikirimkan oleh Bayu, karena dia juga penasaran siapa sebenarnya orang yang sudah mencoba untuk membuat masalah dengan keluarga ini.Sebelum membuka pesan dari Bayu, Devan langsung mentransfer video kiriman Bayu itu pada ipad-nya. Dia ingin tampilan yang lebih besar agar bisa dengan jelas melihat rekaman C
“Mama, Nathan nggak mau sama Tante Maya!” ucap Nathan memotong ucapan Sandra dengan suara yang sedikit keras.Sandra dan Devan sama-sama kaget mendengar ucapan dari putra mereka. Mereka berdua pun saling berpandangan dengan pemikiran yang sama saat ini.Nathan tidak pernah bereaksi seperti itu terhadap orang lain selama ini. Namun entah mengapa tiba-tiba Nathan mengatakan kalau dia tidak mau bertemu dengan Maya.“Mas,” panggil Sandra pelan.Devan menggenggam tangan istrinya, “Nathan ... Nathan pernah ketemu sama Tante Maya?” tanya Devan berharap akan mendapatkan jawaban tentang siapa yang sudah membawa putranya pergi kemarin.“Nathan nggak mau ketemu sama Tante Maya. Tante Maya enggak mau anterin Nathan pulang, tapi Nathan malah ditinggal pergi,” jawab tentang dengan nada kesal.Sandra dan Devan semakin kaget dengan cerita dari putra mereka itu. Kini mereka tahu siapa yang membawakan pergi hari itu.Devan langsung melihat ke arah istrinya, “Panggil Maya sekarang juga!” geram Devan p