“Kita ke Cafe Mentari dulu,” ucap Devan pada Raka, asisten pribadinya yang akan mengantarkannya pulang.
“Siap, Bos,” jawab Raka yang kemudian segera menginjak pedal gas mobil menuju ke Cafe Mentari.Setibanya di Cafe, Devan langsung menuju ke sebuah meja yang berada di sudut belakang Cafe. Di sana sudah ada seorang pria yang duduk sendirian dan melihat ke arah Devan. Pria itu berdiri, ketika Devan sudah ada di depannya.“Selamat malam, Bos,” sapa pria muda itu.“Di mana dia?” tanya Devan tanpa basa-basi.Pria muda itu mengeluarkan amplop berwarna coklat berukuran besar dari dalam tas yang dia letakkan di sampingnya. Dia segera menyodorkan amplop itu pada Devan, agar orang yang sudah membayar jasanya itu bisa melihat hasil dari pencariannya selama ini.Devan melihat sejenak ke arah detektif yang dia sewa, kemudian dia segera membuka isi amplop yang diberikan oleh detektif berharga mahal itu.“Malaysia,” tebak Devan ketika dia melihat foto-foto Sandra di tangannya.“Benar Bos, ternyata selama ini Bu Sandra ada di Malaysia,” lapor detektif muda itu.“Ngapain dia di sana? Apa dia kerja,” selidik Devan.“Setahu saya beliau kuliah di Malaysia, Bos.”Devan menoleh ke arah Raka yang ada di sampingnya, “Sandra kuliah di Malaysia? Uang dari mana dia? Setahu aku dia nggak bawa banyak barang waktu pergi dari rumah. Apa kamu udah periksa semua tabungannya?” tanya Devan pada asisten pribadinya.“Tidak ada dana keluar lagi setelah penarikan dalam jumlah yang besar setelah beberapa hari Bu Sandra pergi dari rumah, Bos,” lapor Raka yang mengawasi semua rekening dan kartu kredit milik Sandra.“Sepertinya Bu Sandra memang kuliah di Malaysia bukan atas kehendaknya sendiri, Bos. Dari informasi yang saya dapatkan, ternyata Bu Sandra di sekolahkan oleh perusahaan tempat beliau bekerja di Surabaya,” lapor detektif itu lagi.“Sandra di Surabaya? Apa kamu tahu di mana tempatnya,” Devan sangat antusias untuk mendapatkan informasi yang detail tentang Sandra.“Bu Sandra tidak di Surabaya lagi, Bos. Beliau sekarang sudah kembali ke Jakarta dan bekerja di sini.”“Sandra di Jakarta! Di mana dia?” tanya Devan yang sudah menjadi geram karena saat ini Sandra sudah benar-benar ada di dekatnya.“Beliau sekarang bekerja di Artha Graha. Sepertinya Bu Sandra menjadi salah satu desain interior di perusahaan itu sesuai dengan jurusan yang beliau ambil di Malaysia kemarin.”Braaak!!“Jadi orang yang kemarin aku lihat itu benar-benar Sandra,” gumam Devan sambil menyipitkan matanya dan mengepalkan kedua tangannya.“Raka, bayar dia!” perintah Devan.“Tapi saya belum dapet alamat tempat tinggalnya, Bos,” jawab detektif itu.“Gak perlu! Biar saya sendiri yang menangkap dia,” ucap Devan yang kemudian segera berdiri dan beranjak pergi.Melihat atasannya sudah mulai melangkah pergi, Raka segera menyelesaikan pembayaran akhir pada detektif itu sesuai dengan apa yang sudah mereka janjikan dulu. Setelah menyelesaikan semua proses transfernya, Raka segera menyusul langkah kaki depan yang kini sudah mendekati pintu utama Cafe.Devan duduk terdiam di jok belakang mobil sambil menahan amarahnya. Mendengar kabar kalau Sandra ada di dekatnya, bahkan seharusnya ada di depan matanya, membuat amarahnya mendadak naik. Dia ingin bertemu dengan Sandra lagi dan melampiaskan kekesalannya.“Besok kita ke Artha Graha!” perintah Devan.“Saya akan segera membuat janji dengan Pak Beni, Bos,” ucap Raka.“Nggak perlu. Kita datang mendadak aja. Lagi pula sebenarnya yang ingin aku temui bukan Beni, tapi Sandra,” geram Devan yang berusaha menahan emosinya agar tidak lepas.“Baik, Bos,” jawab Raka yang sangat mengerti bagaimana Penantian Devan pada Sandra yang dibalut dengan emosi selama ini.Devan menyandarkan tubuh dan kepalanya di sandaran jok mobilnya sambil memejamkan mata. Dia mencoba untuk mengontrol emosinya yang meluap malam ini karena kini dia sudah menemukan Sandra.Kini yang ada di pikiran Devan hanyalah bagaimana cara dia akan menangkap Sandra agar wanita itu tidak pergi lagi. Devan sangat tahu, sepertinya luka yang pernah dia torehkan dulu untuk Sandra benar-benar memukul wanita itu sampai membuat Sandra pergi meninggalkannya.Padahal wanita itu selalu sabar menghadapinya sejak pertama kali mereka menikah dulu. Meskipun Devan kerap kasar pada Sandra karena dia tidak menerima pernikahan paksaan dari mendiang papanya, namun Sandra akhirnya berhasil membuat Devan tetap bertahan bersamanya hingga 3 tahun.“Kamu hanya perlu menunggu sampai besok Devan. Setelah itu kamu bisa membawa sandera lagi kembali ke rumah,” gumam Devan dalam hati sambil melepas senyum tipis di bibirnya.“Bos, kita sudah sampai,” ucap Raka membangunkan Devan.Devan membuka matanya, “Kamu langsung pulang aja. Jangan lupa besok pagi kosongkan schedule-ku, karena aku mau ke Artha Graha,” pesan Devan mengingatkan asisten pribadinya.“Siap, Bos.”Devan segera turun dari mobilnya, lalu dia segera masuk ke dalam rumahnya. Badan Devan terasa lebih lelah malam ini dan dia ingin segera beristirahat.“Devan! Dari mana saja kamu!” bentak Diana yang melihat Devan baru masuk ke dalam rumahnya.“Mama ... ngapain Mama malam-malam di sini?” tanya Devan yang melihat wanita paruh baya Itu tampak sedang emosi saat ini.“Apa yang sudah kamu lakukan sama Irene. Kenapa kamu nggak mau ngakuin kalau anak yang dikandung sama Irene itu adalah anak kamu!” Diana protes pada putranya.“Itu bukan anak Devan, Ma. Jadi ngapain Devan harus tanggung jawab sama sesuatu yang nggak Devan lakuin.” Devan memberikan penjelasan pada mamanya.“Bukan anak kamu gimana? Irene bilang sendiri kalau waktu ulang tahun ya kalian tidur bareng. Jadi itu anak kamu, Van. Kamu harus segera bertanggung jawab sebelum perut Irene semakin membesar. Kalian harus segera menikah!” perintah Diana.“Nggak mau! Devan nggak akan nikah sama Irene,” tolak tegas Devan.“Apa?! Apa kamu udah gila ya Van, Mama nggak pernah ngajarin kamu yang kayak gini. Lagi pula selama ini kamu pengen punya keturunan kan? Dan sekarang Irene udah ngasih kamu keturunan, kenapa kamu masih nggak mau menerima anak yang ada dalam kandungan Irene,” tuntut Diana.“Udah Devan bilang dari tadi kalau itu bukan anak Devan. Kalaupun Devan bulan lalu tidur sama Irene, tapi Devan nggak ngerasa kalau Devan udah melakukan itu pada Irene. Mama tahu sendiri kan, selama Devan dekat sama Irene, Devan nggak pernah nyentuh Irene sejauh itu. Jadi Devan yakin kalau itu bukan darah daging Devan,” jawab Devan penuh dengan keyakinan.“Kamu keterlaluan Van, pokoknya Mama nggak mau tahu, kalian berdua harus segera menikah. Mama nggak mau kamu terus cari alasan untuk menolak Irene. Mama akan mengatur pernikahan kalian!” Diana menunjukkan arogansinya pada Devan.“Silakan aja lakukan semau Mama. Tapi jangan harap Devan akan datang. Sebelum Devan yakin kalau anak itu adalah darah daging Devan, Jangan harap Devan akan menikahi Irene!” jawab Devan tegas.Devan malas melayani mamanya terlalu lama. Wanita paruh baya itu selalu saja membela Irene sejak dulu hingga dia pernah terbuai dengan rayuan Irene dan melepas Sandra pergi. Devan tidak ingin mengulang kesalahan yang sama, ketika saat ini dia sudah menemukan Sandra kembali.Devan langsung pergi meninggalkan mamanya di ruang tengah rumah mewahnya itu menuju ke kamar tidur. Dia tidak memedulikan teriakan mamanya memanggil dia, karena yang ada di pikiran Devan saat ini hanyalah dia ingin segera tidur untuk mengumpulkan lagi tenaganya, agar besok saat dia bertemu dengan Sandra, dia bisa memiliki kekuatan full agar Sandra tidak mampu lagi lari darinya.“Dasar keras kepala! Dia nggak ada bedanya sama papanya. Tetap aja Devan nggak mau sama Irene gara-gara perempuan rendahan itu. Awas kamu Van, Mama bakalan bikin kamu nggak punya pilihan lain selain menikahi Irene,” gerutu geram Diana melihat putranya yang kini sudah mulai naik ke lantai 2 rumahnya.Pagi ini Sandra sedang sibuk di ruang kerjanya. Dia sedang mempelajari proposal proyek milik perusahaan Devan yang akan dia kerjakan. Sandra harus menemukan konsep ide yang sesuai seperti yang diinginkan oleh Devan.Sandra terpaksa harus mulai mengingat lagi tentang selera mantan suaminya itu. Dia ingin agar urusannya dengan Devan tidak berlarut-larut, sehingga dia tidak akan memiliki banyak urusan dengan pria muda itu terlalu lama.Tok tok tok.“Bu Sandra, dipanggil Pak Beni, Bu,” ucap sekretaris Beni yang datang ke ruang kerjanya.“Sekarang?” tanya Sandra sambil menoleh ke arah pintu di mana sekretaris Beni berdiri.“Iya Bu, nanti Ibu langsung masuk saja ya ... soalnya saya disuruh ke bagian keuangan.”“Oh iya, makasih. Saya langsung ke sana abis ini,” jawab Sandra sambil mengangguk dan tersenyum.Sandra menarik nafas panjang sebelum dia akhirnya berdiri dan membawa ponselnya keluar dari ruang kerjanya. Dia berjalan santai menuju ke arah lift yang akan mengantarkannya pada ruangan Beni di lantai atas.Sandra menekan tombol lift dan tidak lama kemudian pintu lift yang ada di depannya terbuka. Sandra terbelalak hingga mulutnya terbuka saat dia melihat sosok yang ada di depannya.Sandra menekan tombol lift dan tidak lama kemudian pintu lift yang ada di depannya terbuka. Sandra terbelalak hingga mulutnya terbuka saat dia melihat sosok yang ada di depannya. “Sandra!” panggil Tata mengagetkan Sandra sambil menepuk pundak teman sekaligus atasannya itu. “Ih kamu nih ya. Bikin aku kaget aja deh,” protes Sandra yang kaget saat melihat Tata keluar dari dalam lift sambil mengagetkannya yang sejak tadi berdiri sambil memainkan ponsel. “Maaf deh, maaf. Kamu mau ke mana?” tanya Tata. “Mau ke ruangan Pak Beni.” “Mau masuk?” tanya seorang pria yang sedari tadi berdiri di dalam lift. “Oh, iya. Aku naik dulu, ya,” pamit Sandra pada sahabatnya itu. Sandra segera masuk ke dalam lift karena dia tidak enak pada orang yang sejak tadi menunggunya masuk. Dia menganggukkan kepalanya, sedikit memberi salam pada orang itu dan juga pernyataan minta maafnya. Pintu lift segera tertutup kembali dan membawa Sandra naik ke atas. “Kira-kira Pak Beni mau ngapain ya? Masa dia udah nanya
“Akhirnya dia pergi juga. Haduuh, tuh orang kapan sih gak bikin aku susah?” gerutu Sandra yang merasa kesal pada Devan karena pria itu sampai nekat datang ke ruang kerjanya.“Sandra. Eh ita bener, ini kamu kan? Sandra si kutu buku,” sapa seseorang yang sedikit mengagetkan Sandra.“Bang Rio. Astaga Bang, amu ampe lupa kalo Abang di sini,” sapa balik Sandra yang senang bertemu dengan kenalannya saat dia kuliah di Malaysia.“Hmmm ... gitu ya, aku dilupain. Kupikir kamu belum dateng, San. Aku denger kamu bakalan pindah ke sini, kamu masuk kapan sih emang?” tanya Rio.“Baru kemaren, Bang. Oh ya, Abang di divisi apa sekarang?” tanya Sandra.“Aku di pemasaran. Naik jadi manajer aku sekarang.”“Waah ... kalo gitu aku harus panggil Pak Rio dong. Halo Pak Rio, saya Sandra, pegawai baru di sini, Pak,” ledek Sandra.“Gak pantes, San.” Rio tertawa mendengar candaan receh Sandra yang selalu berhasil membuat dia tertawa.“San, aku pergi dulu ya. Ntar kita ngobrol lagi. Eh, makan siang bareng
“Namanya Rio Haryanto. Dia seorang manajer keuangan di Artha Graha dan merupakan kakak tingkat Bu Sandra saat mereka kuliah di Malaysia dulu,” lapor Raka pada Devan.“Jadi mereka udah kenal sejak di Malaysia ya” tanya Devan dengan nada geram.“Iya Bos, tapi Pak Rio dulu tidak bekerja di cabang Surabaya dan sepertinya mereka baru bertemu kembali setelah sama-sama pindah ke Jakarta.”“Mereka lulus bareng?”“Tidak, Bos. Pak Rio lulus lebih dulu dan kembali ke Jakarta, kemudian beliau langsung masuk ke Artha Graha. Satu tahun kemudian baru Bu Sandra datang untuk masuk ke Artha Graha Pusat juga.”“Seberapa dekat hubungan mereka?” tanya Devan yang masih kesal ketika dia mengingat ketika tangan istrinya digandeng oleh Rio.“Maaf Bos, saya belum mencari tahu soal itu.”“Cari tahu kedekatan mereka sejauh apa. Aku nggak mau si brengsek itu bakal semakin berani ngedeketin istriku!” perintah Devan sambil menyipitkan matanya menahan rasa geramnya pada Rio.Sejak malam itu Devan menjadi lebi
‘Mas Devan,’ panggil Sandra lirih di dalam hati. Tubuh Sandra menjadi kaku dan membeku melihat sosok yang sudah 6 tahun dia tinggalkan itu kini kembali ada di hadapannya. Tekad Sandra untuk tetap melihat Devan sebagai kliennya rasanya langsung hancur lebur begitu dia menatap sorot mata nyalang milik Devan yang langsung tertuju kepadanya. Rahang Devan mengetat dan ingin sekali rasanya Dia menarik tubuh Sandra agar menjauh dari pria yang tidak dia kenal itu. Melihat Sandra tampak kaget saat melihatnya, Devan mengurungkan niatnya karena dia takut Sandra akan bereaksi lebih dan itu mungkin akan bisa membuat dirinya kehilangan Sandra kembali. "Sandra, kamu nggak apa-apa?" tanya Rio yang melihat perubahan mimik wajah Sandra. "Aku nggak papa, Bang," jawab Sandra yang kemudian segera mengibaskan tangannya agar tangan Rio terlepas darinya. Devan meneruskan langkah kakinya ke arah lift setelah dia memastikan tangan Sandra kini sudah lepas dari pegangan teman prianya. Sebelum meninggalkan Sa
Braak!!“Nyebelin ... nyebelin, nyebelin!” pekik Sandra sambil membanting map berkas yang dia bawa.“Apa maksudnya aku suruh buat gedung yang bakalan dia hadiahkan buat Irene! Apa dia lupa gimana kelakuan Irene dulu sama aku! Gak bisa! Aku gak akan mau ngerjain ini!” gerutu Sandra yang saat ini sedang sangat marah pada Devan.“Aku mau ngadep Pak Beni sekarang, aku mau mengundurkan diri dari proyek ini. Aku gak sudi!”Sandra segera berjalan menuju ke pintu ruang kerjanya lagi karena dia akan menghadap ke pimpinan tertinggi dari perusahaan ini. Sandra sudah membulatkan tekadnya untuk menolak proyek milik Devan ini meskipun Beni pernah mengatakan berapa bonus yang akan dia terima kalau mengerjakan proyek dari Devan.Harga diri Sandra kembali terluka karena ternyata Devan masih saja membela Irene di depannya tanpa memedulikan perasaannya. Sandra bahkan rela kehilangan pekerjaannya daripada dia harus bertahan pada proyek ini.“Eh ya ampun,” ucap Sandra kaget saat dia membuka pintu dan me
Sandra berdiri terpaku melihat orang yang ada di depannya saat ini. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan orang ini lagi.“Sandra. Kamu Sandra kan?” tanya Irene sambil melihat ke arah Sandra dari atas ke bawah.“Irene,” jawab Sandra pelan.Irene melihat ke arah Sandra dari atas ke bawah. Dia tanpa ragu menampakkan wajah kesalnya saat harus bertemu kagi dengan wanita yang sudah pernah dia singkirkan itu.Sandra melihat ke arah Irene yang berdiri di hadapannya sambil memegang troli belanjaan. Sandra yang tidak berminat untuk berlama-lama di sana segera menggandeng Nathan untuk dia ajak pergi dari supermarket.“Anak siapa itu?!” tanya Irene yang mampu menghentikan langkah Sandra lagi.Sandra menoleh ke arah Irene, “Anakku,” jawab Sandra tegas.“Anak kamu? Siapa bapaknya? Apa dia anak Devan?” selidik Irene.Sandra sedikit terganggu dengan apa yang dikatakan Irene. Meskipun Nathan adalah ayah kandung dari Nathan, tapi hati Sandra masih menolak hal itu karena luka yang dulu pernah dibe
Sandra melihat ke arah Rio. Tampaknya pria yang sudah lama dia kenal itu menaruh curiga pada sosok Irene. Tapi tentu saja Sandra tidak akan mau membagi masa lalunya bersama dengan orang lain lagi pula jika dia harus membuka masa lalunya itu, maka sama saja dengan dia membuka lagi luka lama yang sudah hampir dilupakan oleh Sandra sebelum dia bertemu dengan Devan lagi. "Maaf Bang, bukannya aku nggak mau cerita sama Abang. Tapi masalah ini terlalu pribadi." Sandra sedikit tidak enak pada Rio. "Oh gitu, nggak papa kok. Justru aku yang mau minta maaf sama kamu karena ingin tahu banget tentang masalah kamu. Oh ya, kok kamu ada di sini? Kamu tinggal di dekat sini." Rio segera mengalihkan pembicaraan mereka agar suasana tidak menjadi semakin canggung. "Iya Bang, aku tinggal di sini. maksud aku nggak jauh dari sini. Aku ngontrak di komplek Cempaka Asri.""Oh, perumahan itu. Jauh dari gerbangnya?" Rio ingin tahu. "Dekat kok Bang, tapi dari gerbang kedua ... bukan gerbang utama.” Sandra menj
Devan sudah duduk di ruang meeting bersama dengan Sandra dan timnya. Tatapan matanya lebih banyak terarah pada Sandra yang duduk tidak jauh dari posisinya.Sore ini Sandra terlihat sangat cantik dengan memakai setelan berwarna peach yang sangat kontras dengan kulitnya yang putih dan rambut panjangnya yang hitam legam. Dulu Devan sering sekali memuji dan membelai rambut lebat istrinya itu ketika mereka hendak tidur dan Sandra pasti akan segera lelap dalam pelukan suaminya.“Bu Sandra, udah siap dengan konsep barunya?” tanya Beni menanyakan kesiapan Sandra untuk presentasi saat ini.“Sudah Pak, saya mulai sekarang aja?” tanya Sandra balik.“Kita mulai sekarang aja ya, Pak? Biar nggak terlalu malam nanti.” Beni menoleh ke arah Devan.“Boleh, kali ini tolong beri saya konsep yang luar biasa,” harap Devan sambil tersenyum pada Sandra.Sandra melepas napas berat ketika dia melihat senyum Devan yang mengembang di bibir pria dingin itu. Sandra langsung membuang mukanya ketika pandangan mat
“Brengsek!” Lisa datang ke restoran tempat dia membuat janji dengan Irene. Dia tadinya memang akan bertemu dengan Irene dan beberapa teman mereka lainnya untuk sekedar makan bersama.Tapi mood Lisa rusak, saat dia bertemu dengan Devan dan Sandra tadi. Dia kembali merasa takut, karena sempat menculik Nathan atas perintah Irene tempo hari.“Kamu ini kenapa sih?! Dateng-dateng malah ngamuk. Ada apaan?” tanya salah satu teman Irene lainnya.“Iya, kamu kenapa sih, Lis? Ada masalah apaan?” Irene ikut penasaran.“Kalian tau gak, aku barusan ketemu sama siapa?” ucap Lisa memulai cerita.“Ketemu ama siapa emang?”“Devan. Aku ketemu Devan dan Sandra!” “Hah?! Seriusan? Trus gimana?” Irene ingin tahu kelanjutan cerita Lisa.“Sumpah, aku kaget banget. Ternyata anaknya ngenelin aku. Brengsek! Aku gak aman kalo sampe Nathan beneran ngenalin aku dan Devan nemuin bukti kalo aku beneran yang bawa anak mereka. Aku harus gimana, Ren?” Lisa khawatir akan keselamatannya.Irene terdiam mendengar cer
“Nathan, Nathan kenapa?” tanya Siska yang melihat cucunya menarik-narik tangannya.“Gak mau. Gak mau ke situ.” Nathan menarik tangan eyangnya kuat-kuat.“Ada apa, Bu?” tanya Sandra sambil menoleh ke belakang.“Gak mau. Gak mau ke sana,” ucap Nathan sambil mulai menarik kuat tangan eyangnya dan mulai mundur.“Sayang, ada apa?” Sandra mendekati putranya.“Nathan, sama Papa aja yuk.” Devan segera mengambil alih tangan Nathan dan menggandeng bocah kecilnya itu.Devan mengajak Nathan untuk duduk sebentar di sebuah bangku yang ada di dekat mereka. Dia ingin mengajak putranya itu berbincang untuk mengetahui kenapa putranya tiba-tiba merajuk.Devan menyuruh anggota keluarganya yang lain, pergi lebih dulu menuju ke toko yang akan mereka tuju tadi. Sandra pun segera mengondisikan para anggota keluarganya, agar mereka tidak khawatir tentang Nathan.“Nathan kenapa tadi? Nathan liat sesuatu?” tanya Devan penuh kelembutan.Nathan mengangguk, “Nathan liat Tante Maya. Nathan gak mau ke sana.” N
“Pak, video cctv-nya berhasil diperbaiki.” Raka datang sambil membawa iPad di tangannya.“Mana videonya,” pinta Devan yang ingin melihat sosok wanita yang sudah menculik anaknya kemarin.Raka langsung memberikan iPad yang ada di tangannya itu pada atasannya. Dia ingin atasannya itu juga melihat apa yang sudah ditemukan oleh Bayu setelah memperbaiki kualitas gambar dari CCTV Mall tersebut.Sandra yang juga ingin melihat video rekaman penculikan putranya, segera menggeser posisi duduknya mendekati sang suami. Dia ingin mencari sosok wanita yang berani mengaku sebagai Maya dan membuat seluruh keluarganya panik keseharian.“Mas, kok masih belum terlalu kelihatan ya,” ucap Sandra ketika dia melihat video yang kini sedang diputar suaminya itu.“Iya. Kualitas videonya emang udah bagus. tapi aku juga nggak gitu kenal sama orang itu. Kayaknya dia emang sengaja ngelakuin ini karena penyamarannya benar-benar full. Lihat aja itu mulai dari topi, masker, sampai rambutnya pun kayaknya juga palsu.
Kepala Devan rasanya mau pecah memikirkan siapa orang yang telah membawa putranya kemarin secara diam-diam. Setelah Nathan mengkonfirmasi kalau bukan Maya, asisten istrinya yang membawa dia kemarin, kini Devan semakin bingung dengan sosok wanita yang berani mencari masalah dengan dirinya itu.Devan masih duduk di sofa yang ada di teras belakang rumahnya sambil melihat ke arah putranya yang kini tengah berenang ditemani oleh Wati. Pria kecilnya itu sama sekali tidak menunjukkan gelagat yang aneh, meskipun ada Maya di sekitar sana bersama dengan istrinya.“Tampaknya emang bukan Maya pelakunya, Pak,” ucap Raka yang ikut memberi penilaian pada peristiwa ini.“Iya, kayaknya emang bukan Maya. Terus Maya yang mana ya? Kayaknya aku nggak pernah kenal lagi ada nama Maya lain yang dikenal sama Nathan. Siapa sebenarnya orang ini? Berani bener dia main-main sama aku,” gerutu Devan sambil mencoba memikirkan berbagai kemungkinan tentang orang yang dia curigai.“Apa mungkin orang itu Bu Irene, Pak
Sandra menatap ke arah suaminya. Dia seolah sedang meminta pertimbangan dari suaminya tentang apa yang harus dia lakukan saat ini.Devan meminta Sandra untuk menyiapkan pertemuan antara Maya dengan putra mereka. Sandra pun akhirnya menyuruh Maya untuk tetap menunggu di ruang kerjanya sementara dia akan menemui Nathan di rumah utama bersama dengan suaminya.“Mas, nanti kalau Nathan trauma gimana?” tanya Sandra sambil berjalan keluar dari ruang kerjanya bersama sang suami.“Semoga aja nggak. Ya udah yuk, kita coba dulu biar masalah ini cepat selesai,” jawab Devan penuh harap agar putranya bisa memberikan petunjuk.“Ya udah deh, kalau gitu aku kasih pengertian dulu ke Nathan ya. Nanti kalau aku rasa dia udah siap, Mas Devan suruh Raka bawa Maya ke sini ya.”“Oke, sayang. Kita santai aja dulu ya. Kamu juga jangan terlalu panik, ntar takutnya nyalur ke Nathan,” pesan Devan pada sang istri.“Iya, Mas.”Sandra segera berjalan menuju ke putranya yang saat ini tengah bermain bersama dengan
“Maya, saya mau bicara sama kamu,” ucap Devan yang baru saja masuk bersama dengan Raka.Maya melihat ke arah Sandra lalu ke arah Devan lagi, “Ada apa ya, Pak?” “Mas,” panggil Sandra sambil melihat ke arah suaminya.Devan tidak menjawab panggilan istrinya dan hanya memilih untuk mengangguk saja pada istrinya itu. Dia kemudian menyuruh sang istri untuk berpindah tempat duduk karena dia ingin duduk berhadapan dengan Maya.Devan ingin melihat ekspresi Maya ketika nanti dia mengintrogasi wanita itu. Devan yang kini sudah didampingi oleh Sandra dan Raka, siap untuk mencari tahu kebenaran tentang kejadian kemarin.Maya menoleh ke arah Sandra. Suasana di ruang kerja Sandra kali ini tampak sangat berbeda, karena wajah ketiga orang yang sedang bersamanya kali ini tampak sangat serius. Sepertinya ada sesuatu yang penting yang ingin dibicarakan oleh suami dari atasannya tersebut.“Maaf, ada apa ini ya, Bu?” tanya Maya yang kini sedang bingung.“Maya, saya mau tanya ke kamu. Tapi saya minta ka
“Mas, Maya udah datang,” ucap Sandra sambil menepuk paha suaminya.Devan ikut menoleh ke arah luar. Dia melihat ada sebuah mobil baru saja berhenti di depan rumahnya.Tidak lama kemudian seorang wanita keluar sambil membawa tas rangsel dan juga tas jinjing besar yang berisi kertas gambar yang menjadi pekerjaannya. Tampak Maya saat ini tengah melihat ke arah rumah Devan yang pagi ini sedikit ramai.Maya agak sedikit ragu untuk masuk ke dalam rumah atasannya, karena di dalam rumah tampak sedang ada banyak orang. Namun karena ada lambaian tangan dari Sandra, maka Maya berani untuk melangkah masuk ke dalam rumah Sandra.Sandra menoleh ke arah suaminya, “Gimana ini, Mas?” tanya Sandra ingin meminta pendapat Devan. Temuin dulu di ruangan kamu,” jawab Devan sambil menyuruh istrinya agar bisa segera masuk ke ruang kerjanya sendiri.“Ya udah, aku masuk dulu. Ayo masuk, May,” panggil yang kemudian segera beranjak masuk ke ruang kerjanya sendiri yang berada di samping ruang kerja dewan.Maya
Ting.Ponsel Devan berbunyi. Pria yang tadinya sedang sibuk memeriksa berkas yang dibawa oleh asisten pribadinya itu, kini mengalihkan perhatiannya pada benda pipih yang ada di sampingnya. Devan melihat ada notifikasi pesan dari Bayu, orang yang selama ini selalu dia percaya untuk melakukan penyelidikan di luar.“Raka, Bayu udah kirim kabar,” ucap Devan memanggil asisten pribadinya.“Video CCTV ya, Pak?” ucap Raka yang kemudian segera beranjak menuju ke meja kerja atasannya lagi.“Kita lihat dulu.”Raka yang sudah di tadi bekerja di sofa tamu yang ada di ruangan kerja Devan, segera berpindah menuju ke kursi yang ada di depan meja kerja atasannya itu. Dia ingin tahu video CCTV yang dikirimkan oleh Bayu, karena dia juga penasaran siapa sebenarnya orang yang sudah mencoba untuk membuat masalah dengan keluarga ini.Sebelum membuka pesan dari Bayu, Devan langsung mentransfer video kiriman Bayu itu pada ipad-nya. Dia ingin tampilan yang lebih besar agar bisa dengan jelas melihat rekaman C
“Mama, Nathan nggak mau sama Tante Maya!” ucap Nathan memotong ucapan Sandra dengan suara yang sedikit keras.Sandra dan Devan sama-sama kaget mendengar ucapan dari putra mereka. Mereka berdua pun saling berpandangan dengan pemikiran yang sama saat ini.Nathan tidak pernah bereaksi seperti itu terhadap orang lain selama ini. Namun entah mengapa tiba-tiba Nathan mengatakan kalau dia tidak mau bertemu dengan Maya.“Mas,” panggil Sandra pelan.Devan menggenggam tangan istrinya, “Nathan ... Nathan pernah ketemu sama Tante Maya?” tanya Devan berharap akan mendapatkan jawaban tentang siapa yang sudah membawa putranya pergi kemarin.“Nathan nggak mau ketemu sama Tante Maya. Tante Maya enggak mau anterin Nathan pulang, tapi Nathan malah ditinggal pergi,” jawab tentang dengan nada kesal.Sandra dan Devan semakin kaget dengan cerita dari putra mereka itu. Kini mereka tahu siapa yang membawakan pergi hari itu.Devan langsung melihat ke arah istrinya, “Panggil Maya sekarang juga!” geram Devan p