Share

Ancaman Mama

Author: Tiwie Sizo
last update Last Updated: 2024-01-17 13:26:24

"Ini salah Mama. Harusnya Mama tidak terlalu banyak bicara sama Ainun. Harusnya Mama tidak mengatakan ini dan itu ... hiks ... hiks ...." Mama masih menangis terisak di sampingku.

Aku melirik Mama sekilas, lalu kembali fokus menyetir. Pagi ini terpaksa aku tidak pergi bekerja karena kedatangan Mama yang tak terduga. Mama tampak masih sangat emosional sejak datang ke rumah tadi, hingga akhirnya aku pun menuruti keinginan Mama untuk mencari Ainun, meski aku sendiri tidak tahu mesti mencari kemana. Tujuan pertamaku saat ini adalah mendatangi kediaman kedua orang tua Ainun untuk mencari tahu siapa saja teman yang akrab dengannya. Jika menemui teman-temannya, siapa tahu salah satu dari mereka ada yang punya informasi tentang Ainun.

Memang tidak banyak yang kuketahui tentang Ainun, selain siapa kedua orang tuanya dan di mana mereka tinggal. Selama hidup satu atap, aku tak pernah mempedulikannya. Bahkan berbicara padanya pun hanya sesekali, itupun seringkali pembicaraan yang kurang mengenakan. Ainun juga tak pernah mengajakku bicara selain untuk hal-hal yang penting. 

Kami memang tinggal bersama, tapi seolah dalam dimensi yang berbeda. Sebelum kejadian yang kemudian membuatku terpaksa harus menikahinya, aku hanya mengenalnya sebatas seorang gadis petugas kebersihan di kantor tempatku bekerja dulu. Tidak lebih. Praktisnya, kami adalah dua orang asing yang tak saling memgenal satu sama lain.

"Memangnya apa yang sudah Mama katakan pada Ainun sampai dia nekat pergi dari kontrakannya?" Akhirnya aku bertanya setelah dari tadi hanya terdiam.

"Mama hanya membujuk dia supaya mau pulang. Mama kasihan melihat dia mengurus Farhan sambil bekerja."

"Ainun mengurus Farhan sambil bekerja?" Tanpa sadar aku kembali bertanya dengan nada yang sedikit berubah. Tapi sejurus kemudian, aku merasa canggung sendiri begitu menyadari jika aku terdengar sedang mengkhawatirkan Ainun.

"Iya, Ainun bekerja jadi tukang bersih-bersih di rumah pemilik kontrakan. Pemilik kontrakan itu juga punya rumah makan, jadi Ainun bantu juga di sana jadi tukang cuci piring. Dia tidak cerita sebelum akhirnya Mama yang lihat dengan mata kepala Mama sendiri. Mama benar-benar sedih melihatnya, Arkan. Waktu melihat dia bekerja sambil menggendong Farhan, hati Mama rasanya seperti diiris-iris." Mama kembali terisak sambil sesekali menyeka air matanya.

Ainun menjadi tukang bersih-bersih seperti pekerjaannya dulu? Aku tercenung. Serasa ada pukulan tak kasat mata yang menghantam ulu hatiku. Begitu nyeri dan sesak rasanya mendengar penuturan Mama tadi.

"Tadinya Mama pikir dia akan menuruti keinginan Mama, karena selama ini dia tak pernah membantah dan selalu patuh pada kata-kata Mama. Tapi rupanya dia memilih untuk menghilang. Hatinya pasti sudah benar-benar sakit sampai nekat kabur begini. Mama jadi menyesal sudah meminta dia untuk kembali. Kalau tahu begini, Mama dukung saja dia untuk berpisah denganmu, setidaknya Mama masih bisa bertemu dengan Farhan," ujar Mama lagi dengan suara serak dan agak bergetar.

Aku kembali menoleh sekilas ke arah Mama dengan perasaan yang sulit dijabarkan. Tak terbayangkan olehku jika Mama akan sesedih ini saat Ainun pergi dari kehidupanku. Aku masih belum mengerti, kenapa Mama yang dulu sulit menerima Reina bisa begitu menyayangi Ainun. Memangnya apa yang telah Ainun lakukan sampai bisa mengambil hati Mama?

"Sudahlah, Ma. Tenangkan diri Mama. Sekarang kita cari dia sampai ketemu." Aku berusaha menenangkan Mama. Mudah memang berbicara, padahal aku sendiri tidak tahu harus mencari kemana.

Mama mengangguk sambil kembali menyeka air matanya. Tampaknya beliau sedikit tenang mendengar kata-kataku tadi. Aku pun akhirnya bisa sedikit lega dan kembali fokus pada jalanan yang ada di hadapanku.

Tak lama kemudian, kami tiba di pelataran sebuah rumah sederhana. Rumah yang berdiri di lahan yang cukup luas, tapi bangunannya sudah usang termakan usia. Rumah kedua orang tua Ainun.

Rumah itu terlihat sepi. Aku dan Mama turun dari mobil dan mengetuk pintu rumah. Tak lama kemudian, seorang perempuan paruh baya membukakan pintu dan mempersilahkan kami masuk. Perempuan itu tak lain ibunya Ainun, mertuaku

"Kalau kalian ke sini mencari Ainun, saya sudah bilang kalau saya tidak tahu kemana dia pergi," ujar mertuaku itu setelah mempersilahkan kami duduk. Nada bicaranya terdengar kurang bersahabat. 

"Kami cuma mau tanya, siapa saja teman yang dekat dengan Ainun, yang sekiranya tahu kemana Ainun pergi." Mama menanggapi dengan hati-hati.

"Saya tidak tahu dan tidak mau tahu. Tanya saja sama anak Anda. Dia suami Ainun, pasti lebih tahu siapa teman-teman istrinya." Ibunya Ainun melihat ke arahku dengan tatapan tak yang entah, sulit untuk dijabarkan.

"Tapi ibu kan ibunya Ainun, jadi pasti lebih tahu siapa yang dekat dengan Ainun," sanggahku.

"Dia bukan anak saya! Saya tidak punya anak yang kerjanya membuat susah seperti dia. Lagipula, kenapa juga kalian membiarkan dia pergi kalau masih mau dicari seperti ini?" 

Aku dan Mama hanya bisa terdiam dan tak bisa berkata apapun. Aku sendiri agak terkejut mendengar mertuaku tak mengakui Ainun sebagai anaknya. Setahuku, ibunya Ainun ini memang ibu sambung, tapi bagaimana bisa dia mengatakan hal kejam seperti itu?

Hatiku tiba-tiba saja mencelos. Bukankah sikap ibunya Ainun ini tak jauh berbeda dengan sikapku pada Farhan? Lalu kenapa sekarang aku mencela perempuan paruh baya itu?

Sedikit demi sedikit, aku mulai menyadari jika yang sudah kulakukan pada Ainun dan Farhan memang cukup kejam. Tapi egoku terus saja menolak untuk mengaku salah.

"Kalau begitu, boleh kami berbicara dengan ayahnya Ainun? Mungkin saja beliau tahu siapa teman yang dekat dengan Ainun dan bisa membantu kami memberi informasi tentang Ainun," ujar Mama lagi.

"Suami saya sakit dan sedang beristirahat di kamarnya. Jangan pernah menyinggung tentang Ainun di hadapannya. Dia akan langsung drop jika mendengar nama anak itu," jawab ibunya Ainun cepat.

"Maaf, jika tidak ada urusan yang lain lagi, saya permisi ke belakang. Masih banyak yang harus saya kerjakan." Ibunya Ainun bangkit dari duduknya, hingga kami pun ikut bangkit.

Aku dan Mama merasa tak enak dan langsung pamit undur diri karena sudah diusir secara halus. Sikap yang sangat tidak bersahabat sudah ditunjukkan mertuaku itu sejak awal pernikahan kami. Selama ini hal itu tidak terlalu mengusikku, karena aku tidak peduli apapun yang berkaitan dengan Ainun. Tapi sekarang hatiku merasa miris. Bahkan orang tuanya sendiri tak mempedulikan Ainun. Aku baru menyadari jika hidup istriku itu ternyata cukup menyedihkan.

"Kita cari tahu kemana lagi, Arkan?" tanya Mama dengan nada putus asa.

Aku terdiam sambil berpikir bagaimana caranya mencari keberadaan Ainun. Mau melaporkan hal ini ke polisi rasanya tidak mungkin, karena Ainun pergi atas kemauannya sendiri, bukan menghilang dengan dugaan penculikan. Mau mencari tahu dari teman-temannya juga tidak bisa karena aku tidak tahu satupun teman Ainun. Haruskah aku menyewa jasa seseorang untuk mencari keberadaannya?

"Seandainya saja kamu tidak terlalu jahat pada Ainun, ini semua tidak akan tejadi, Arkan." Mama bergumam lirih sembari menyeka air matanya yang kembali jatuh.

"Jika terjadi apa-apa pada Ainun atau kamu tidak berhasil menemukan Ainun, Mama tidak akan pernah memaafkanmu. Seumur hidup, Mama tidak akan pernah memaafkanmu, Arkan. Ingat itu!" tambah Mama lagi dengan nada lebih keras dan penuh penekanan.

Related chapters

  • Penyesalan Suami yang Terlambat   Cerita Tentang Ainun

    Setelah tak mendapatkan informasi apa-apa dari ibunya Ainun, aku pun akhirnya mengajak Mama untuk kembali menemui pemilik kontrakan yang pernah ditempati Ainun. Mungkin saja di sana aku bisa mendapatkan sedikit petunjuk.Dengan dipandu oleh Mama, aku melajukan mobil menuju tempat tersebut.Mobilku akhirnya berhenti di depan sebuah rumah makan sederhana, atau lebih tepatnya sebuah warung makan. Menurut Mama, itu adalah warung makan milik Bu Ratna, perempuan paruh baya yang juga pemilik kontrakan yang pernah ditempati Ainun. Kami langsung turun dan masuk ke dalam warung makan tersebut."Maaf, Dek. Bu Ratnanya ada?" tanya Mama pada salah seorang pelayan warung makan tersebut.Pelayan tersebut terdiam sesaat. Mungkin dia agak bingung karena kami datang bukan untuk memesan makanan."Saya kenalan Bu Ratna, datang kemari karena ada perlu. Tadi pagi saya ke rumahnya, tapi beliau buru-buru karena mau ke warung katanya," ujar Mama lagi menambahkan."Oh ...." Pelayan warung itu mengangguk menger

    Last Updated : 2024-01-18
  • Penyesalan Suami yang Terlambat   Pukulan dari Papa

    Setelah puas mendengarkan cerita tentang Ainun dari Bu Ratna, aku dan Mama akhirnya pamit undur diri. Tak lupa kutinggalkan nomor kontakku pada Bu Ratna, agar beliau bisa segera memberitahuku jika seandainya Ainun menghubungi menggunakan nomor kontaknya yang baru.Bu Ratna ikut mengantar kami sampai ke dekat warung makannya, tempat mobilku terparkir. Karena hari sudah mulai siang, kuputuskan untuk mengantarkan Mama pulang dulu karena aku juga masih harus pergi ke kantor. Setelah itu, baru aku pikirkan lagi caranya untuk menemukan keberadaan Ainun."Jalan kemana lagi kita?" tanya Mama sambil menoleh kearahku."Aku antar Mama pulang dulu, setelah itu aku mau ke kantor," jawabku sambil fokus menyetir."Istri dan anakmu menghilang, bisa-bisanya kamu masih memikirkan pekerjaan? Ternyata selain tidak punya otak, kamu juga tidak punya hati, ya?" Mama melotot ke arahku dengan nafas yang agak memburu.Aku membuang nafas kasar. Sejak Ainun pergi malam itu, Mama terus saja mengucapkan kata-kata

    Last Updated : 2024-01-19
  • Penyesalan Suami yang Terlambat   Kenyataan yang Kuabaikan

    Aku terdiam mendengar kata-kata Papa. Meski ingin kembali ingin menyangkal, tapi jauh di dasar hatiku, aku membenarkan semua itu. Aku curiga jika Farhan bukan anakku, tapi tak melakukan apapun untuk mencari kebenarannya. Yang kulakukan hanyalah terus bersikap buruk pada Ainun untuk membuat perempuan itu ikut merasakan penderitaan yang aku rasakan. Bagaimana pun, dialah yang telah membuatku harus kehilangan gadis yang sangat kucintai. Itulah yang ada dalam benakku selama ini.Benar kata Papa, aku benar-benar pengecut. Aku takut jika sebenarnya Ainun tak pernah menipuku dan aku menjadi satu-satunya orang jahat di sini. Aku takut mendapati kenyataan jika aku sungguh telah mengkhianati Reina dengan menghamili Ainun."Sudahlah, Pa." Terdengar Mama kembali menenangkan Papa. Terlihat Papa menghela nafas panjang, berusaha meredam amarahnya. Wajah Papa masih terlihat mengeras, tapi tak semurka sebelumnya."Apa menurutmu cuma kamu saja yang rugi saat menikahi Ainun, Arkan? Kamu tidak berpikir ji

    Last Updated : 2024-01-20
  • Penyesalan Suami yang Terlambat   Lelaki Sempurna

    POV AINUNSetiap pagi, inilah rutinitas yang selalu aku lakukan. Bangun subuh, kemudian langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan yang akan disantap seluruh penghuni rumah, tentunya setelah aku menunaikan sholat subuh.Kuletakkan sebakul penuh nasi goreng yang kumasak barusan ke atas meja makan, lalu membungkus jatahku dengan menggunakan koran bekas yang dialasi dengan daun pisang. Kumasukkan nasi goreng yang menjadi bekalku hari ini ke dalam tas kerja. Kemudian bergegas aku mandi sebelum kedua adikku mendahului. Sudah menjadi kebiasaanku merangkap sarapan pagi dan makan siang menjadi sekali makan. Bukan tanpa alasan, itu semua agar aku bisa menghemat pengeluaran.Ayahku hanyalah pekerja serabutan, dan ibu membantu dengan menjadi buruh cuci untuk beberapa tetangga yang ekonominya jauh lebih baik. Penghasilan orang tuaku itu kadang hanya cukup untuk membiayai sekolah kedua adikku, hingga untuk makan sehari-hari lebih sering aku yang menanggungnya dari gajiku sebagai petugas kebe

    Last Updated : 2024-01-21
  • Penyesalan Suami yang Terlambat   Yang Cantik Belum Tentu Baik

    POV AINUN"Lagi makan siang, ya?" tanya Pak Arkan saat kami-para petugas kebersihan-sedang makan siang di pantry kantor."Iya, Pak. Bapak perlu sesuatu?" Nafis balik bertanya."Tidak, kok. Tadi waktu pulang meeting dengan klien, kebetulan beli ini. Dimakan sama-sama, ya. Jangan lupa kasih security di depan juga." Pak Arkan meletakkan dua kotak makanan berukuran besar di meja pantry, kemudian berlalu begitu saja."Terima kasih, Pak." Nafis masih sempat mengucapkan terimakasih, diikuti oleh rekan kerjaku yang lain. Pak Arkan hanya menanggapi dengan sedikit melambaikan tangannya sambil terus melangkah meninggalkan pantry. Saat Pak Arkan benar-benar sudah tak terlihat, rekan-rekan kerjaku berhamburan mengerubuti kotak makanan pemberian Pak Arkan tadi."Widih ... ayam goreng krispi, masih hangat lagi," ujar Nafis dengan bersemangat."Tahu banget Pak Arkan kalau aku makan siang cuma sama sambal tempe doang." Bang Ramli terkekeh sambil mencomot sepotong ayam goreng krispi pemberian Pak Arka

    Last Updated : 2024-01-22
  • Penyesalan Suami yang Terlambat   Takdir yang Berbelok

    POV AINUNSetelah hari di mana aku secara tak sengaja membantu ibunya Pak Arkan, tanpa sadar aku menjadi sering memperhatikan Pak Arkan di kantor. Setiap hal baik yang beliau lakukan membuatku merasa miris. Jika memang tunangan Pak Arkan seperti yang ibunya katakan tempo hari, alangkah tak adilnya hidup ini untuk Pak Arkan. Bagaimana mungkin lelaki sebaik beliau mendapatkan perempuan yang tak setia dan tak menghormati orang tuanya.Bukankah katanya lelaki yang baik diperuntukkan bagi perempuan yang baik pula? Ah, beberapa kali kugelengkan kepalaku dan berusaha membuang pikiran tentang Pak Arkan. Kenapa juga aku harus mengurusi kehidupan orang lain. Pak Arkan mau menikah dengan perempuan seperti apa, itu bukan urusanku. Toh, kami juga tidak terlalu mengenal satu sama lain, bukan teman atau pun saudara. Hanya kebetulan aku mengaguminya karena kepribadiannya yang menurutku begitu mengagumkan.Aku berusaha untuk tak peduli dan menjauhkan pikiranku dari hal-hal yang tak seharusnya aku pik

    Last Updated : 2024-01-23
  • Penyesalan Suami yang Terlambat   Malam Terkutuk

    POV AINUNAku mematung dengan nafas yang nyaris terhenti. Kepalaku semakin berdenyut dan kesadaranku juga semakin menipis. Di sisi lain, keadaan Pak Arkan juga terlihat tak jauh berbeda, malah lebih parah. Buktinya barusan dia memanggilku Reina, yang artinya dia salah mengenali orang."Reina ...," gumam Pak Arkan lagi. Kali ini lelaki itu memanggil nama tunangannya saat berada tepat di hadapanku. Tangannya terulur membelai salah satu pipiku hingga kurasakan gelenyar aneh yang menjalar ke seluruh tubuhku."Saya Ainun, Pak, bukan Reina ...." Dengan sedikit kewarasan yang masih tersisa, aku berusaha mengingatkan Pak Arkan jika aku bukan tunangannya.Pak Arkan tersenyum dengan mata sayu yang hampir terpejam. Sudah bisa dipastikan jika dia tidak dalam keadaan sadar. Aku harus mencari cara agar bisa keluar dari kamar ini. Jangan sampai terjadi hal yang tidak diinginkan.Tapi belum sempat otakku berpikir, Pak Arkan tiba-tiba saja memelukku dengan sangat erat."Jangan pergi kemana pun, Reina.

    Last Updated : 2024-01-24
  • Penyesalan Suami yang Terlambat   Gadis Malang

    POV AINUN Hidupku sejak kecil memang sudah malang. Bukan hanya tak sempat mendapatkan kasih sayang dari ibu yang melahirkan ku, tapi juga tak begitu dianggap oleh sosok yang kupanggil ayah. Kehadiranku bagaikan tak diharapkan sama sekali. Aku juga tak tahu bagaimana aku bisa terlahir di dunia ini, padahal kelihatannya tak ada yang menginginkan ku.Dan kini, kemalangan itu harus bertambah. Setelah tak ada yang percaya jika aku dijebak masuk ke kamar Pak Arkan, kenyataan tak kalah pahit datang lagi padaku. Aku hamil, yang kulakukan bersama Pak Arkan di malam terkutuk itu menghasilkan benih kehidupan di rahimku. Seakan tak cukup penderitaan yang selama ini aku rasakan, sekarang aku juga harus menanggung sebuah aib yang begitu memalukan, hamil di luar ikatan pernikahan.Aku hanya bisa menangis tersedu meratapi nasibku yang begitu menyedihkan. Tak kuhiraukan tubuhku yang kesakitan karena pukulan yang diberikan ibu padaku. Saat kehamilanku diketahui oleh ayah dan ibu, keadaan menjadi semak

    Last Updated : 2024-01-25

Latest chapter

  • Penyesalan Suami yang Terlambat   Ingin Mas Kawin Apa?

    Mama menangis tersedu sambil memeluk Ainun erat. Ainun juga tampak terisak. Kedua perempuan berbeda generasi itu tampak saling melepaskan rindu sambil menumpahkan kesedihan masing-masing."Tega sekali kamu membawa Farhan meninggalkan Mama tanpa mengatakan apapun. Setiap hari Mama merindukan kalian. Setiap hari Mama mencemaskan keadaan kalian. Hampir mati rasanya Mama setiap kali membayangkan terjadi hal buruk pada kalian." Mama berucap dengan sangat emosional sembari mengurai pelukannya."Maafkan saya, Ma. Maaf ...," ujar Ainun serak di sela isakannya."Kemana saja kamu, Ainun? Kenapa baru sekarang kamu kembali. Mama sudah merasa putus asa karena kamu dan Farhan tak juga ditemukan.""Maaf, Ma. Saya tidak bermaksud membuat Mama menjadi seperti itu ...," lirih Ainun."Kamu tidak bermaksud, tapi nyatanya kami tega memisahkan Mama dari Farhan. Harusnya meskipun kamu ingin berpisah dari Arkan, kamu jangan memisahkan Mama dengan cucu Mama satu-satunya."Ainun menundukkan wajahnya dengan pen

  • Penyesalan Suami yang Terlambat   Kejutan untuk Mama dan Papa

    Aku memandang tanganku yang disentuh lembut oleh tangan Ainun, lalu beralih melihat wajahnya juga. Agak tak percaya rasanya Ainun menerimaku. Tapi kata-katanya tadi terdengar jelas jika ia bersedia menikah kembali denganku, dan aku yakin tidak sedang salah dengar. Aku menatap Ainun lamat-lamat, memastikan jika saat dia ini sedang bersungguh-sungguh, bukan sedang menjahili ku.Ainun juga tampak sedang memandang kearahku, tapi kemudian dia menunduk dengan wajah yang agak bersemu merah. Tanpa sadar sudut bibirku sedikit terangkat. Ada perasaan aneh yang tak bisa kujelaskan dengan kata-kata saat melihatnya malu seperti itu. Kutarik kembali lengan Ainun dan kubawa lagi dia ke dalam pelukanku."Pak ...." Ainun hendak protes, tapi tampaknya kata-katanya tertahan hanya sampai di kerongkongan saja. Entah sejak kapan aku jadi sangat suka memeluknya seperti ini. Tubuh Ainun yang semula kaku pun kini jauh lebih rileks. Tanpa disadari, kami berdua tampaknya mulai menikmati tubuh kami yang saling b

  • Penyesalan Suami yang Terlambat   Meyakinkan Ainun

    "Kenapa?" Aku bertanya pada Ainun yang tampak kehilangan kata-kata. Dia hanya menggeleng kikuk dan terlihat salah tingkah."Kita hanya akan melakukan akad ulang, tidak perlu mengurus surat-surat ke KUA, jadi tidak akan terlalu merepotkan. Bisa segera dilaksanakan," ujarku.Ainun mengangkat wajahnya sejenak, lalu kembali menundukkan kepalanya. Mungkin dia merasa agak malu karena aku membicarakan pernikahan ulang kami dengan begitu gamblangnya. Aku maklum, karena di pernikahan kami sebelumnya, tak ada pembicaraan tentang pernikahan di antara kami berdua. Kami juga tak pernah benar-benar saling berhadapan seperti sekarang ini."Ainun," panggilku."Ya," Ainun menjawab sambil masih menunduk.Aku duduk di pinggiran tempat tidur, lalu memandang Ainun selama beberapa saat."Kemarilah, kita bicara." pintaku.Ainun kembali mengangkat wajahnya dan melihatku sejenak, sebelum akhirnya dia mendekat dan duduk di sampingku meski dengan sedikit ragu-ragu."Aku tidak akan meminta mu untuk memaafkan kes

  • Penyesalan Suami yang Terlambat   Menikah Kembali?

    "Ya Allah, apa saya tidak sedang salah lihat? Ini sungguhan Bu Ainun?" Bik Minah kembali bergumam tak percaya. Ainun hanya tersenyum karena tak tahu harus berkata apa. "Kita tidak disuruh masuk, Bik?" tanyaku. "Astagfirullah, maaf, Pak," ujar Bik Minah sembari menyingkirkan. Beliau Terlihat agak tidak enak karena sudah menghalangi pintu. Aku pun melangkah masuk diiringi oleh Ainun. Bik Minah juga mengikuti kami dari belakang. Sesampainya di ruang keluarga, aku mendudukkan Farhan di sofa dan mengambil alih koper yang dibawa Ainun. "Bu Ainun ...." Bik Minah kembali bergumam. Tampaknya dia masih belum percaya dengan kehadiran Ainun di rumah ini. "Apa kabar, Bik?" tanya Ainun kemudian sambil mengulas senyuman. Bik Minah balas tersenyum, tapi kemudian matanya berkaca-kaca. "Saya baik, Bu. Bu Ainun sendiri bagaimana kabarnya? Pergi kemana Ibu selama ini?" Bik Minah terlihat begitu emosional. Lagi-lagi Ainun hanya menjawab pertanyaan Bik Minah dengan senyuman. "Saya juga b

  • Penyesalan Suami yang Terlambat   Pulang

    Cukup lama Ainun tersedu di pelukanku. Aku hanya diam sembari mengusap punggungnya lembut. Tak ada kata yang kuucapkan untuk menenangkannya, karena aku tahu, saat ini yang ia perlukan adalah ruang untuk menumpahkan semua kesedihan yang ditahannya selama ini. Kubiarkan dia menangis sepuasnya agar hatinya terasa jauh lebih lega.Setelah beberapa saat, tangis Ainun pun mereda. Kurasakan tangannya tak lagi melingkar di pinggangku dan pelukan kami pun terurai. Wajah Ainun terlihat sembab, tapi kemudian matanya agak sedikit melebar saat menyadari kemeja yang kukenakan basah di bagian dada karena airmatanya."Maaf, Pak ...," ujarnya panik.Aku tersenyum tipis melihat ekspresi wajahnya itu. "Sudah merasa lebih baik?" tanyaku.Ainun tampak menunduk. Entah kenapa aku berpikir jika saat ini dia sedang malu."Kemasilah barang-barang yang mau kamu bawa," titahku lagi.Ainun tampak kikuk dan tak tahu harus melakukan apa."Jangan keras kepala, lakukanlah seperti yang kukatakan tadi. Setelah Farhan

  • Penyesalan Suami yang Terlambat   Teman Berbagi

    Ainun menyeka airmata yang terus luruh membasahi kedua pipinya. Ia terisak dengan agak tertahan, seakan tak ingin Farhan terganggu karena mendengar suara tangisannya."Apa maksudnya dengan hidupmu mungkin tidak akan lama lagi?" tanyaku dengan dada yang bergejolak hebat. Perasaan takut dan khawatir memenuhi pikiranku hingga tubuhku terasa agak bergetar."Saya mengidap penyakit serius, Pak. Saya tidak tahu akan mampu bertahan berapa lama lagi," jawab Ainun lirih."Penyakit serius apa, Ainun? Kamu sakit apa?" Tanpa sadar aku mencengkram kedua bahu Ainun dan memandang wajahnya dengan perasaan yang tak terlukiskan. Ainun menunduk semakin dalam. Bahunya berguncang karena tangisnya kini tak bisa lagi ia tahan. Airmata Ainun mengalir semakin deras layaknya derai hujan yang jatuh dari atas langit. Isakannya kini juga terdengar jelas. Ainun tersedu-sedu dengan sangat memilukan, membuatku paham besarnya penderitaan dan kesedihan yang saat ini ia tanggung. Dan Ainun menyimpannya seorang diri tan

  • Penyesalan Suami yang Terlambat   Alasan Ainun Kembali

    Aku tak bisa melupakan wajah pucat Ainun hingga terus memikirkannya. Setiap kali teringat raut wajah kesakitannya serta ringisan lirih yang lolos dari mulutnya hari itu, seketika aku menjadi gelisah dibuatnya. Beberapa kali aku berusaha mampir ke kediaman Ainun dan mencari tahu keadannya, Ainun bersikeras jika dirinya tidak apa-apa dan terus mengusirku. Dan akhirnya aku pun menyerah, kuturuti keinginan Ainun yang akan membicarakan semuanya saat hasil tes DNA Farhan sudah keluar.Sebegitunya dia ingin membuktikan jika Farhan itu anakku. Mungkin karena luka yang kutorehkan di masa lalu yang terlalu dalam dan menyakitkan serta begitu mencoreng harga dirinya, hingga dia tak ingin mengatakan apapun padaku sebelum bukti itu dia genggam.Aku menghela nafas dalam sambil berusaha kembali fokus pada pekerjaanku. Sudah beberapa hari berlalu, yang artinya hasil tes DNA Farhan sudah bisa dilihat dalam beberapa hari kedepan, meskipun bagiku itu sama sekali tidak ada gunanya. Toh, aku sudah tahu jik

  • Penyesalan Suami yang Terlambat   Sesuatu yang Janggal

    Aku pulang ke rumah dengan berbagai perasaan yang berbaur menjadi satu. Tapi dari semua rasa yang ada, perasaan senanglah yang kini lebih mendominasi hatiku. Akhirnya, setelah lima tahun pencarian tanpa hasil, sekarang aku kembali dipertemukan dengan Ainun dan Farhan lagi. Meskipun Ainun masih terlihat tak bersahabat dan agak menjaga jarak, tapi setidaknya aku bisa berinteraksi dengan mereka.Setelah membersihkan diri dan makan malam masakan sederhana Bik Minah, biasanya aku akan langsung masuk ke ruang kerja dan melanjutkan pekerjaan yang tidak terselesaikan di kantor. Tapi kali ini aku tidak masuk kesana, melainkan masuk ke kamar kosong yang berada di sebelah ruang kerjaku.Di lantai atas rumahku terdapat tiga buah kamar. Satu kamar tidurku, lalu kamar yang berada tepat di sebelah kamarku kuubah menjadi ruang kerja. Sedangkan kamar yang satunya lagi kubiarkan kosong. Aku mengamati setiap sudut kamar itu. Sudah ada tempat tidur dan juga lemari di sana, tapi selain itu tidak ada furn

  • Penyesalan Suami yang Terlambat   Berusaha

    "Aku tahu jika aku sudah melakukan kesalahan yang begitu fatal padamu dan juga Farhan. Aku tahu jika perlakuanku padamu benar-benar tak termaafkan. Tapi setidaknya, tolong beri aku kesempatan untuk menebus semua itu. Izinkan aku menjadi sosok ayah yang semestinya untuk Farhan, Ainun." Aku masih memeluk erat tubuh Ainun."Pak Arkan, saya mohon jangan seperti ini," ujar Ainun sambil sekali lagi berusaha lepas dari pelukanku."Maafkan kebodohanku, Ainun. Maaf karena telah menyia-nyiakan mu selama ini. Pulanglah, rumah kita sangat sepi sejak kamu pergi ....""Rumah kita?" Ainun mendorong tubuhku dengan hentakan yang lebih kuat daripada sebelumnya, hingga mau tak mau pelukanku pun terlepas."Apa Bapak yakin sedang tidak salah minum obat? Rumah mana yang Bapak maksud dengan rumah kita? Dan lagi, sejak kapan ada kata kita di antara saya dan Bapak?" tanya Ainun dengan sarkas.Aku terdiam dan menatapnya dengan perasaan bersalah yang begitu menghujam. Bukannya aku lupa dengan semua perlakuanku

DMCA.com Protection Status