Share

99. Sakit

Penulis: Rosa Uchiyamana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-05 16:01:42

“Kamu main basket juga, ya?” Pertanyaan Oliver tersebut membuat Yara menoleh ke arahnya.

Yara mengangguk, memantulkan bola lagi ke lantai dan tangannya.

“Kenapa?” tanya Yara setelah ia berhasil memasukkan bola ke dalam ring. Lalu mendekati Oliver yang berdiri di pinggir lapangan dengan pakaian kasual dan wajah yang sedikit kusut. “Kamu pikir, cuma kamu aja yang bisa main basket dan jadi atlet basket?” tanyanya lagi dengan nada bercanda sekaligus mengejek.

Oliver mengerjap. “Kamu tahu aku pernah jadi atlet basket?”

Yara menggigit bibir bagian dalamnya begitu sadar ia sudah keceplosan. Ia berdehem sambil membetulkan ikatan rambutnya. “Tentu saja aku tahu,” jawabnya dengan penuh percaya diri. “Dulu Zara sempat cerita ke aku kalau kamu itu mantan atlet basket.” Kali ini Yara berdusta.

“Ah, benar juga.” Satu sudut bibir Oliver terangkat samar. “Nggak aku sangka ternyata kamu dan Zara memiliki kesamaan yang lain.”

“Kesamaan yang lain?”

“Iya. Kalian berdua ternyata sama-sama jago karate dan
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Agni Agni
kasian yara
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
kok kamu malah ngasih harapan sam Zara sih Oliver ga suka banget aku
goodnovel comment avatar
Valenka Lamsiam
dasar cowok plinplan. kelamaan mikir. susah banget buat ngambil keputusan. siap² aja di duluin yara yang ngambil keputusan buat mundur pergi dari kehidupanmu oliver. tau rasa kamu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   100. Dia Kembali

    Yara merasa ada yang aneh dengan Oliver akhir-akhir ini. Apalagi setelah pagi itu—saat Oliver pergi tiba-tiba setelah mendapat telepon dari seseorang, Oliver lebih banyak menghabiskan waktu di kantor sampai larut malam. Lalu saat pulang ke rumah, pria itu tidak tidur di kamar Yara, melainkan di kamarnya sendiri. Namun, Yara tidak ingin berpikiran negatif. Yara mengira, perubahan sikap Oliver itu akibat dari masalah yang tengah dihadapi Oliver di kantor. [“Oliver, aku akan pergi ke rumah Mama hari ini.”] Yara mengirim pesan tersebut kepada Oliver. Namun, sampai satu jam kemudian, pesannya tak dibalas oleh pria itu. Merasa sudah meminta izin, Yara lantas pergi bersama sopir ke rumah ibunya. Ia sempat meminta para bodyguard yang selama ini menjaganya, untuk tidak ikut bersamanya. Sebab Yara tidak ingin membuat Rianti kaget melihat Yara dijaga sedemikian ketat. Atau Rianti akan curiga bahwa sempat terjadi sesuatu kepada Yara. Penculikan itu, Yara tidak cerita apapun terhadap i

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   101. Masih Istri Sah

    Pertemuan itu terasa mengharukan. Tidak bisa dipungkiri bahwa Yara merasa senang adik kembarnya masih hidup. Apalagi setelah ia mendengar kronologis Zara di negara berkonflik itu sangat mengenaskan, Yara merasa iba dan memeluk Zara dengan penuh kasih sayang. Begitu pula dengan Rianti, yang tak berhenti menangis bahagia karena Zara telah kembali. Melihat kondisi Rianti yang sakit dan bertubuh kurus kering, Zara pun tak sanggup untuk tidak meneteskan air matanya. Kini ketiganya berkumpul di ruang tamu. Mendengarkan cerita tentang perjuangan Zara untuk kembali ke tanah air setelah sembuh dari amnesia. “Sekarang kamu tinggal di mana, Nak?” tanya Rianti. “Aku tinggal di rumah kontrakan, Bu.” Zara tersenyum lembut. “Aku nggak berani datang ke rumah Oliver, walau status aku masih istri dia.” Mendengar jawaban Zara tersebut, Yara dan Rianti sama-sama menahan napas. Zara menunduk. Rianti dan Yara saling tatap satu sama lain sesaat, seolah-olah keduanya memiliki pikiran yang sama. Yara me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   102. Sebelum Semuanya Menjadi Rumit

    Langit yang berwarna jingga keemasan sudah berganti dengan langit gelap saat Yara duduk di atas rooftop gedung SMA, tempat ia dulu sering melarikan diri dari keramaian.Angin sepoi-sepoi menyapa wajahnya, tapi tak mampu menenangkan gelombang emosi yang bergemuruh di hatinya. Ia memandang ke kejauhan, menatap tanpa fokus pada panorama kota yang terlihat dari ketinggian itu.Di tangannya, tergenggam ponselnya yang sudah dimatikan sejak ia meninggalkan rumah ibunya. Ia tidak ingin diganggu. Tidak oleh pesan, panggilan, atau bahkan keberadaan orang lain. Hanya di sini ia merasa bisa sendiri dan jujur pada perasaannya.Air mata mengalir perlahan dari sudut matanya, menetes ke pipinya. Yara menggigit bibir bawah, mencoba menahan suara isakan yang mulai keluar. Tapi sia-sia. Segala emosi yang selama ini ia pendam mulai menyeruak, menyesaki dadanya hingga terasa sesak.“Kenapa, Tuhan? Kenapa semuanya harus serumit ini?” bisiknya, hampir tak terdengar.Ia mengusap wajahnya dengan kasar, seolah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   103. Ingin Jujur

    Ponsel yang berdering mengeluarkan Oliver dari lamunannya. Pria itu mengusap wajah dengan kasar, lalu meraih ponselnya dari dashboard. Saat mendapati nama Lucas, ia segera mengangkat panggilan tersebut. “Kamu sudah menemukan posisi Yara?” tanya Oliver tanpa basa-basi. “Sudah, Tuan. Saya kirimkan lokasi Nona Yara melalui pesan.” “Baik.” Oliver segera memeriksa pesan yang masuk, lalu mengecek posisi Yara yang tidak terlalu jauh dari posisi Oliver saat ini yang masih berada di depan rumah Rianti. Tanpa tunggu lama, Oliver segera melajukan kendaraannya dan berusaha fokus pada jalanan, meski pikirannya terasa penuh. Ucapan Rianti beberapa saat yang lalu menambah beban di pundak Oliver. Pasalnya, Oliver sendiri tidak tahu keputusan apa yang harus ia ambil. Entah siapa yang harus ia pilih. Oliver bimbang, terasa seperti berada di pinggir jurang. Setibanya Oliver di lokasi Yara beberapa saat kemudian, ia menepikan mobil ke pinggir jalan. Di hadapannya berjajar tenda-tenda pedagang ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   104. Yara Tahu

    Yara tercenung melihat kalender di hadapannya. Hari ini seharusnya ia pergi bersama Oliver ke dokter kandungan, akan tetapi Yara sengaja tidak memberitahu pria itu. Entahlah. Sejak tahu bahwa Zara telah kembali, rasanya Yara ingin memberi jarak dari Oliver. Ia merasa seolah-olah Oliver akan membuangnya.“Nggak apa-apa. kamu sudah terbiasa melakukan apapun sendirian, Yara,” gumam Yara pada dirinya sendiri.Menghela napas panjang, Yara lantas mengenakan sepatu kets dan keluar dari kamar.Saat ia akan menaiki mobil yang dikemudikan Pak Imam, sebuah mobil sport merah tiba-tiba berhenti di depan rumah. Dan Yara tahu siapa pemilik mobil merah tersebut. Senyuman lebar tersungging di bibir Yara, kala ia melihat idolanya turun dari mobil itu.“Mau pergi, ya?” Marshall menghampiri Yara sambil menenteng sebuah bingkisan di tangannya.Yara mengangguk. “Iya, baru banget mau pergi,” jawabnya, “mau ketemu Oliver?”Marshall berdecak lidah dengan mata dipicingkan. “Aku tahu ini hari kerja, Yara. Kalau

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   105. Aku Ada Di Sini Untukmu

    Marshall membawa caramel macchiato untuk Yara dan americano untuknya, ke arah meja yang ada di paling ujung. Ia menghela napas berat kala melihat raut muka Yara yang tampak sendu, tak seperti biasanya Yara yang selalu ceria.“Caramel macchiato,” gumam Marshall dengan pelan seolah-olah tidak ingin membuat Yara terkejut dengan kedatangannya. Ia menaruh hot caramel macchiato tepat di depan Yara, lalu duduk di hadapannya.Yara mengerjapkan matanya dan menatap minumannya dengan tatapan menerawang.“Minum dulu, siapa tahu bisa ngembaliin mood kamu yang sepertinya rusak itu,” gurau Marshall sebelum menyeruput americano-nya.Helaan napas Yara terasa berat, seolah-olah dadanya terhimpit dua batu tak kasat mata. Ia lantas menyeruput minumannya dan entah mengapa rasa kopi itu terasa hambar di lidah.“Sekarang, boleh aku tanya sesuatu?” tanya Marshall seraya menatap Yara.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   106. Kecewa

    Oliver tengah membaca laporan dari departemen humas saat wajah Yara yang dingin, tadi pagi, tiba-tiba melintas di kepalanya. Oliver memejamkan mata, mengembuskan napas kasar, dan tidak berusaha mengusir wajah Yara dari pikiran. Bohong kalau Oliver tidak menyadari perubahan sikap Yara akhir-akhir ini yang cenderung lebih pendiam. Dan Oliver terganggu dengan hal itu. Ia merasa risau diabaikan oleh Yara. Wanda yang masih berdiri di depan meja, tampak keheranan melihat sikap bosnya yang tidak biasa hari ini. “Tuan, handphone Anda bunyi.” Ucapan Wanda dan deringan ponsel membuyarkan bayangan Yara dari kepala Oliver. Oliver membuka mata, mengambil ponsel dari samping laptop dan mendapati nama seseorang yang ia perintahkan untuk mengawasi Yara. “Halo?” sapa Oliver sedetik setelah ia mengangkat panggilan tersebut. “Ada apa? Ada sesuatu dengan istri saya?” Mendengar kata ‘istri saya’, Wanda menyembunyikan keterkejutannya dan diam-diam memasang telinga sambil pura-pura fokus pada iPad d

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   107. Provokasi

    Wanda terkejut kala melihat siapa yang berdiri di hadapannya. “Nona... Yara? Anda memotong rambutmu, Nona?”Zara terkekeh pelan. Ia memeluk Wanda sejenak sambil berkata, “Senang bertemu lagi denganmu, Wanda. Tapi ngomong-ngomong, aku Zara, bukan Yara.”Mata Wanda seketika membeliak mendengarnya. Raut mukanya mendadak berubah pucat pasi. “Nona... Za-Zara? Ke-kenapa bisa Anda... bukankah Anda su-sudah....”Zara kembali terkekeh kecil. Ia menepuk bahu Wanda pelan. “Aku bukan hantu kalau-kalau kamu takut melihatku sekarang,” ujarnya dengan nada lembut. “Tapi aku benar-benar Zara. Aku masih hidup dan ceritanya panjang sekali. Lain kali akan aku ceritakan padamu kisahku. Sekarang, aku ingin ketemu Oliver.”Wanda menelan saliva, ia tak ingin percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini, tapi Zara yang ada di hadapannya terlalu nyata. Wanda tidak mungkin sedang bermimpi. Meski begitu, Wanda berusaha untuk t

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08

Bab terbaru

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 7. Ending

    Oliver duduk dengan punggung tegak di atas sunbed, netra hitam di balik kacamata hitamnya memperhatikan Yara yang sedang mengajari Avery berjalan tanpa alas kaki di atas pasir pantai. Deburan ombak sesekali terdengar dari kejauhan, diiringi bunyi sekawanan burung camar yang sesekali melintas di udara. “Sial! Apa yang laki-laki itu lakukan?” desis Oliver pada dirinya sendiri saat melihat seorang lelaki tak dikenal menghampiri Yara dan mengajaknya mengobrol. Tidak bisa dibiarkan. Detik itu juga Oliver berdiri, dan sempat bicara pada si kembar Arthur dan Airell yang tengah bermain pasir di sebelahnya, “Arthur, Airell, tunggu di sini sebentar.” Oliver bergegas menghampiri Yara setelah mendapat anggukkan dari kedua anaknya. “Maaf, ada kepentingan apa Anda dengan istri saya?” tanya Oliver pada lelaki itu tanpa basa-basi sambil menekankan kata ‘istri saya’. Lelaki yang hanya mengenakan celana selutut itu tersenyum canggung dan tampak terintimidasi oleh tatapan tajam Oliver. “Oh, t

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 6.

    “Kak Zio!”“Yeay! Kak Zio datang! Aku kangen Kak Zio!”Arthur dan Airell berlari menghampiri Zio. Zio berjongkok, merentangkan kedua tangan dan memeluk si kembar secara bersamaan.“Aku juga kangen kalian,” ucap Zio sambil tertawa bahagia.Arthur yang pertama kali melepaskan diri dari pelukan itu. “Kak Zio, ayo lihat adik aku. Avery cantik, lho!”Mendengar ucapan Arthur, Airell pun cemberut. “Memangnya aku tidak cantik?”“Cantik, sih. Tapi sedikit.” Arthur tertawa jahil.“Arthur...!” rengek Airell dengan bibir yang semakin memberengut.Zio tersenyum dan menggenggam tangan Airell. “Kamu cantik, Airell. Nggak ada yang ngalahin cantiknya kamu.”Mata Airell seketika berbinar-binar. “Sungguh?”“Hm! Aku serius.” Zio mengangguk. “Kalau begitu ayo kita lihat Avery. Di mana dia sekarang?”Airell tersenyum ceria, ia menarik tangan Zio sambil berkata, “Avery lagi sama Daddy. Ayo!”Melihat interaksi mereka bertiga, Yara pun tersenyum penuh haru. Tak bisa dipungkiri bahwa ia pun merindukan Zio.“Zi

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 5.

    “Oliver, kamu baik-baik saja?” Marshall menelengkan kepala, menatap wajah sepupunya yang terdapat lingkaran hitam di bawah matanya. “Kamu sepertinya kurang tidur.”Oliver mengembuskan napas panjang. Ia duduk dengan tegap di sofa, tepat di hadapan Marshall. “Menurutmu aku bisa tidur nyenyak? Setiap malam Avery selalu bangun dan saat siang dia tidur nyenyak.”Avery William adalah nama untuk anak ke tiga Yara dan Oliver. Nama itu Oliver sendiri yang memberikannya.Mendengar keluhan Oliver, Marshall tertawa puas. “Gimana dengan Yara?”“Aku membiarkan dia tidur kalau malam. Lagian Avery selalu ingin bersamaku. Seolah-olah dia tahu kalau dulu ayahnya nggak menemani kakak-kakak dia waktu masih bayi.” Oliver tersenyum kecil, hatinya berdenyut nyeri kala membayangkan Yara melewati masa-masa mengurus bayi kembar sendirian.“Mengurus satu bayi saja sudah repot, apalagi dua,” timpal Marshall, “kamu tahu maksudku?”Oliver mengembuskan napas. “Aku tahu. Kamu nggak perlu menambah rasa bersalahku kar

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 4.

    Oliver terduduk lemas di kursi yang ada di koridor rumah sakit. Wajahnya pucat pasi. Rambutnya acak-acakan. Dan kedua lengannya tampak merah, dipenuhi bekas gigitan dan cakaran. Oliver melamun. Seakan-akan sibuk dengan dunianya sendiri, hingga Oliver mengabaikan keadaan di sekitarnya.Jingga keluar dari ruangan bersalin. Ia prihatin melihat kondisi Oliver yang tampak terguncang. Lalu menghampirinya.“Oliver, kenapa kamu diam di sini? Yara dan bayi kalian menunggu di dalam,” ucap Jingga dengan lembut.Ya, Yara sudah melahirkan beberapa saat yang lalu ditemani Oliver. Setelah bayinya berhasil dilahirkan dengan selamat dan sempurna, Oliver pun keluar dari ruangan itu dan duduk termenung sendirian.“Oliver...,” panggil Jingga saat Oliver tidak merespons ucapannya.Oliver tetap bergeming. Melamun dengan tangan gemetar.Jingga menghela napas panjang. Ia duduk di samping putranya, lalu menggenggam tangannya yang terasa dingin.Saat itulah Oliver keluar dari lamunannya dan menatap Jingga deng

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 3.

    “Oliver, perutku sakit banget.”Bisikan Yara tersebut berhasil menghentikan Oliver yang sedang berbincang-bincang dengan kliennya. Oliver langsung menoleh pada Yara dan melihat wanita itu tengah mengerutkan kening seperti menahan rasa sakit.“Sayang, perut kamu sakit?”Yara mengangguk. “Sakit banget,” katanya sembari mencengkeram lengan Oliver kuat-kuat.Raut muka Oliver seketika berubah menegang. Tangannya menangkup pipi Yara dan berkata dengan tegas, “Kita ke rumah sakit sekarang!”Tanpa basa-basi, Oliver segera mengangkat Yara ke pangkuan. Sikapnya itu mengundang perhatian dari orang-orang di sekitar mereka. Namun Oliver tampak tidak peduli. Saat itu juga ia membawa Yara keluar dari ballroom dengan ekspresi panik yang gagal ia sembunyikan.“Oliver, jangan terlalu khawatir. Sekarang sakitnya sudah hilang lagi, kok,” kata Yara, berusaha menenangkan Oliver yang kini tengah mengemudi dengan tatapan kalut.“Sayang, mana bisa aku nggak khawatir,” sergah Oliver sembari mengusap wajah deng

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 2.

    “Oliver, sudah kubilang, aku bisa melakukannya sendiri. Astaga....”“Tidak! Selama aku bisa melakukannya untukmu, akan kulakukan!” tegas Oliver, sebelum akhirnya pria itu memangku Yara ke kamar mandi.Yara memutar bola matanya malas, tapi ia tidak menolak lagi. Karena sekali lagi Yara menegaskan, Oliver adalah pria yang tidak menerima penolakan.Sejak awal kehamilan, Oliver selalu memberi perhatian lebih dan memanjakan Yara. Apalagi saat kehamilan Yara sudah membesar seperti sekarang, Oliver bahkan tidak mengizinkan Yara melakukan aktifitas yang sedikit berat. Pria itu lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. memenuhi segala kebutuhan Yara dan melayaninya dengan sepenuh hati.Oliver sering berkata pada Yara bahwa ia ingin menebus kesalahannya di masa lalu yang tidak menemani Yara sewaktu kehamilan si kembar.“Jangan lihat aku. Aku malu,” protes Yara saat Oliver sudah melepaskan seluruh kain yang membungkus tubuhnya.Oliver tersenyum kecil. “Apa yang membuat kamu malu, Sayang?” tanya

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 1.

    “Daddy! Mommy! Ada tamu!”“Shit!” Oliver mengumpat sambil memejamkan matanya sejenak kala mendengar seruan Airell di luar sana.Namun, hal itu tidak menyurutkan gairah Oliver. Ia berusaha menggerakkan dirinya dengan selembut mungkin agar tidak menyakiti istrinya yang kini berada di hadapannya. Posisi wanita itu memunggunginya.“Oliver...,” desah Yara sambil mencengkeram sprai erat-erat. Ia menggigit bibir bawahnya, menahan desah agar tidak keluar lebih keras lagi. “Airel bilang... ada tamu.” Yara berkata dengan napas terengah-engah. “Itu pasti Zara, dia sudah... datang.”“Ssstt!” Oliver menarik dagu Yara agar menoleh ke arahnya. Lantas dilumatnya bibir sang istri dengan rakus tanpa menghentikan gerakannya. “Jangan hiraukan, Sayang. Fokus saja padaku,” bisik Oliver sesaat setelah ia menjauhkan bibir mereka berdua.“Daddy! Mommy! Ada Aunty Zara!” seru Airell lagi, kali ini diiringi ketukan pintu.

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   211. Satu-satunya Untukku (Last Chapter)

    Lapangan basket yang biasanya dipenuhi suara bola memantul dan teriakan semangat, kini telah berubah menjadi tempat makan malam romantis yang memukau. Lampu-lampu kecil berkelap-kelip menggantung di sepanjang tiang ring basket, menciptakan suasana hangat dan romantis. Sebuah meja bundar berlapis kain putih dihiasi lilin-lilin kecil serta rangkaian bunga matahari—bunga favorit Yara. Kursi-kursi tertata rapi, dan di tengah meja, terdapat dua set hidangan yang tertata indah. Dan alunan musik romantis terdengar merdu. Yara berdiri mematung di tempatnya, matanya membulat dan bibirnya sedikit terbuka, ia tak mampu menyembunyikan kekagumannya. Oliver yang berdiri di sampingnya, hanya tersenyum melihat ekspresi istrinya itu. “Kamu suka?” tanya Oliver dengan suara lembut. Yara mengangguk perlahan dan keluar dari keterpakuannya. “Oliver... ini keren banget. Kamu benar-benar menyulap lapangan basket jadi tempat makan malam seindah ini?” Oliver tertawa kecil. “Ini bukan sekadar lapangan ba

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   210. Kejutan Dari Oliver

    Yara menatap pantulan dirinya di cermin. Senyuman lebar tersungging di bibir kala ia melihat baby bump-nya sudah sedikit membuncit.Ia jadi teringat dengan ucapan Oliver yang akhir-akhir ini selalu bilang bahwa lelaki itu sangat menyukai bentuk tubuh Yara yang sedang hamil.Dulu, waktu kehamilan pertama, Yara mendapatkan perhatian dari Oliver hanya dalam waktu singkat. Namun kali ini, hampir setiap waktu perhatian Oliver selalu tercurah padanya. Membuat Yara merasa menjadi wanita paling beruntung dan paling bahagia di dunia karena dicintai oleh lelaki seperti Oliver.Sehingga timbul di hati Yara rasa takut ditinggalkan oleh suaminya itu. Yara sudah bergantung padanya. Menjadikan lelaki itu pusat dunianya.Beranjak dari depan cermin, Yara menghampiri meja kerjanya. Di atas meja teronggok sebuah bucket bunga matahari, yang membuat Yara seketika tersenyum cerah. Ia meraih secarik kertas dari sana, dan menemukan tulisan tangan Oliver dalam kertas tersebut.‘Honey, kamu tahu perbedaan mata

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status