Share

82. Seperti Sudah Mengenalmu Sejak Lama

Penulis: Rosa Uchiyamana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-23 15:15:20

“Sejak sekolah!” jawab Yara dengan senyuman riang, seolah-olah ia merasa senang ada orang yang penasaran tentang kemampuan bela dirinya, terlebih lagi orang itu adalah Oliver. “Kamu tahu? Aku sering ikut turnamen saat masih sekolah, dulu. Dan aku sering masuk ke dalam juara tiga besar,” aku Yara dengan jumawa.

Kedua sudut bibir Oliver terangkat kecil, membuat Yara mengerjap karena hari ini Oliver lebih banyak tersenyum ketimbang yang lalu-lalu.

“Berarti... kalian memiliki hobi dan kemampuan yang sama,” gumam Oliver, yang masih terdengar jelas oleh Yara.

“Hm?” tanya Yara dengan gumaman. “Maksud kamu? ‘kalian’ siapa?”

“Kamu dan... Zara.”

Jawaban Oliver tersebut membuat Yara seketika terdiam.

Setelah menghela napas panjang, Oliver melanjutkan seraya menatap Yara, “Zara juga pandai bermain bela diri, tapi dia nggak bisa bermain lagi setelah kejadian hari itu. Dan dia juga sering ikut turnamen, sama sepertimu.” Oliver tersenyum samar. “Kalian ternyata memiliki persamaan juga.”

Mendengarnya
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (10)
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
Zara kamu benar" keterlaluan kok ngaku jadi Yara demi dapat Oliver, kak ocha kapan terbongkar udah ga sabar
goodnovel comment avatar
Persada Mulia
jangan sampai cerita zara hidup lg, masa yg udah neninggal hidup lg kshn yara kalau hrs mengalah lg demi zara
goodnovel comment avatar
fauziah Zie
si zara ini ulerrrr asliii!!! klo idup lg halal ditabokin berjamaah!!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   83. Kecupan Pagi Hari

    Deringan ponsel yang melengking memecah keheningan pagi itu, membuat mata Yara perlahan terbuka dan suara itu berganti dengan suara Oliver yang berbicara dengan seseorang di seberang sana. Yara mengerjap. Dalam sekejap mata, ia langsung tersadar bahwa pagi ini dirinya terbangun (lagi) dalam pelukan Oliver.Yara terdiam saat merasakan pelukan satu tangan Oliver di punggung semakin menguat, tak hanya memeluk, tapi tangan itu menjadi bantal kepala Yara.“Ya, Wanda, aku akan telat datang ke kantor. Siapkan saja keperluan untuk meeting nanti.”Mendengar nama Wanda disebut-sebut, Yara menghela napas pelan. Entah mengapa ia memiliki perasaan tidak nyaman setiap kali Oliver berhadapan dengan Wanda.“Maaf, apa suaraku barusan mengganggu tidurmu?” gumam Oliver pada Yara, sesaat setelah panggilannya dengan Wanda berakhir.Wajah mereka yang terlalu dekat membuat Yara seketika lupa bagaimana caranya bernapas.Yara menggeleng, tapi kemudian mengangguk, membuat Oliver tertawa kecil tanpa diduga-duga

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   84. Foto Baru

    Wanda merasa ada yang berbeda dan aneh dengan bosnya hari ini. Pria itu tidak seperti biasanya yang hampir selalu berwajah muram dan dingin. Hari ini Oliver tampak sering tersenyum, entah itu kepadanya, atau kepada karyawan yang lain yang ia temui.Bahkan Oliver tidak segan-segan menyapa karyawan yang berpapasan dengannya, sesuatu yang bahkan jarang Oliver lakukan sebelumnya.Tak hanya Wanda yang merasakan keanehan itu. Para peserta rapat pun merasakannya. Oliver yang biasanya keras dan tegas saat rapat berlangsung, hari ini terlihat lebih ramah dan bijaksana. Sungguh perubahan itu sangat di luar dugaan.“Apa yang membuat dia jadi berubah seperti itu?” gumam Wanda pada dirinya sendiri sambil bertopang dagu. Sebelum akhirnya bunyi interkom mengagetkannya dan terdengar suara Oliver di seberang sana.“Wanda, masuk ke ruanganku!” titah sang CEO.“Baik, Tuan. Saya ke sana sekarang.”Saat-saat bertemu dengan Oliver adalah saat yang dinantikan Wanda. Jadi saat Oliver memanggilnya, Wanda tida

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   85. Memulai Semuanya Dari Awal

    Mata Yara mengerjap, ia merasakan kecupan lembut di puncak kepalanya, membuat napasnya tertahan sejenak dan debaran jantungnya kian cepat.Yara menoleh ke samping, dan seketika itu juga ia menyesali sikapnya, karena hal itu membuat wajahnya dan wajah Oliver nyaris bertemu. Yara berdehem dan meluruskan kembali pandangannya ke arah foto pernikahan mereka.“Oliver, apa ini?” gumam Yara dengan tenggorokan tercekat.“Foto pernikahan kita, Yara,” ucap Oliver dengan sedikit tegas tapi tetap terdengar lembut. “Kamu melihatnya foto apa memang?”“Aku tahu ini foto pernikahan kita.” Yara mendelik sejenak ke arah Oliver. “Maksudku... kenapa kamu memajangnya?”“Kenapa? Kamu nggak suka?” Wajah Oliver tampak memberengut.Yara yang melihatnya cepat-cepat menggeleng. “Bukan begitu,” sanggahnya dengan cepat. “Aku cuma nggak percaya kamu memajang foto kita. Kenapa kamu melakukannya, Oliver?”Oliver menghela napas panjang. Pria itu melepaskan pelukannya di perut Yara, lalu memegangi bahu Yara dan memutar

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   86. Manajer Yara

    “Dia ke mana, sih?” gumam Yara sambil menahan rasa kesal, entah untuk yang ke berapa puluh kalinya Yara melirik arloji. Pasalnya, Oliver sudah terlambat hampir satu jam. Yara bukan artis, jadi ia tidak punya manajer. Semua keperluan untuk syuting ia atur dan siapkan sendiri. Sementara para kru yang telah disiapkan Maven sudah berangkat lebih dulu beberapa jam yang lalu. Yara mencoba menghubungi nomor telepon Oliver sekali lagi, tapi tetap tidak aktif, membuat Yara merasa gusar sendiri. “Bukannya dia sudah berjanji akan datang tepat waktu?” gumam Yara lagi pada dirinya sendiri dengan bibir memberengut. Lima belas menit kemudian, Oliver tak kunjung pulang ke rumah dan nomor teleponnya masih tidak aktif. Yara merasa ada yang aneh dengan pria itu sejak kemarin. Oliver menjadi lebih pendiam dari sebelumnya, entah masalah apa yang sedang dihadapinya. Saat Yara memutuskan untuk pergi sendiri, tiba-tiba terdengar deru mesin mobil berhenti di depan rumah. dan tak lama kemudian muncul sos

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   87. Isi Email

    Dalam perjalanan pulang, Oliver terlihat lebih pendiam dari biasanya. Pria itu tidak banyak bicara dan jarang sekali menatap Yara. Tatapannya tampak menerawang jauh, seolah-olah jiwanya sedang tidak bersama raganya.Yara yang melihat keanehan itu hanya bisa menghela napas pelan, lalu memberanikan diri bertanya, “Oliver, ada apa? Kamu lelah, ya?”“Nggak ada apa-apa.” Helaan napas Oliver terdengar berat. Ia menjawab tanpa menatap Yara. “Aku baik-baik saja dan aku sama sekali nggak lelah.”Yara mengangguk mengerti. “Syukurlah kalau begitu. Aku pikir, kamu kelelahan menemani aku syuting seharian.”Saat ini mereka sudah berada di dalam mobil menuju rumah, duduk berdampingan di kursi belakang. Sesekali Yara menoleh ke arah Oliver yang masih terdiam seolah-olah Yara tidak ada di sampingnya. Entah mengapa, Yara merasa sedikit kecewa karena ia merasa diabaikan, padahal biasanya sikap Oliver jauh lebih kejam daripada ini, tapi dulu Yara tidak pernah merasa kecewa karena ia tahu dirinya hanya ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   88. Yara Terjatuh

    Ponsel yang berdenting mengalihkan perhatian Oliver dari berkas-berkas laporan yang baru selesai ia tandangani, ke arah ponselnya yang tergeletak di samping laptop.Senyuman kecil tersungging di bibir Oliver kala ia melihat nama pengirim pesan yang baru saja masuk. Yara Vianca Zettira.[“Aku sudah di Maven, lagi briefing dulu sebentar. Kamu jam berapa jemput aku?”]Oliver melirik arloji di tangan kirinya yang sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi.“Lima menit lagi aku berangkat,” balas Oliver dengan cepat.[“Oke. Aku tunggu.”]Oliver kembali tersenyum sendiri. Siang ini ia akan menemani Yara syuting lagi di daerah pegunungan.Bisa saja Oliver membiarkan Yara sendirian melakukannya, karena toh banyak kru yang akan menjaganya. Namun, Oliver tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Ia harus memastikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa Yara akan baik-baik saja selama proses syuting berlangsung.Setelah menyerahkan berkas-berkas di hadapannya kepada Wanda, Oliver pun merapikan mejanya dan h

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   89. Untuk Kita

    Oliver melangkah masuk ke dalam Lotus Cafe dengan ragu. Pikirannya terasa kacau semenjak ia mendapatkan pesan dari orang yang mengaku-ngaku sebagai Zara.Ya, Oliver akhirnya memutuskan untuk datang ke cafe ini, untuk memastikan semuanya. Apakah si pengirim pesan misterius itu benar-benar Zara, atau hanya orang iseng yang mencoba memeras uang dari Oliver?Oliver disambut oleh aroma kopi yang menyeruak begitu membuka pintu. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling cafe. Begitu matanya tertuju pada seorang wanita yang duduk di bangku paling ujung—yang tengah memandangi Oliver, mendadak Oliver merasakan jantungnya berhenti berdetak. Oliver membeku.Wanita berambut sebahu itu seketika berdiri dengan mata berkaca-kaca. Pandangan keduanya beradu beberapa saat, sebelum akhirnya wanita itu berlari ke arah Oliver dan memeluknya dengan melingkarkan kedua lengan di pinggang Oliver.“Akhirnya, kamu datang juga, Oliver,” bisik wanita itu dengan isakan pelan, air matanya kini terjatuh memenuhi pipi.“

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   90. Ke Rumah Sakit

    Oliver menghentikan laju kendaraannya di depan sebuah rumah kontrakan sederhana yang tampak kecil dan sedikit kumuh. Ia menelan saliva, tak bisa membayangkan Zara hidup di tempat seperti ini.“Jadi... di sini kamu tinggal sekarang?” tanya Oliver dengan tenggorokan tercekat.Zara menganggukkan kepalanya pelan. “Iya,” jawabnya dengan suara lembut. “Memang kurang layak, tapi mau bagaimana lagi? Sesampainya di sini aku belum mendapatkan pekerjaan. Aku masih mencoba untuk menyesuaikan diri dengan kehidupanku di sini.”Oliver terdiam. Matanya menatap rumah itu, lalu menunduk sambil menghela napas pelan.“Aku... aku belum sanggup bertemu Ibu dan Yara.” Suara lembut Zara memecah keheningan yang sempat menyelimuti mereka beberapa saat. Kedua tangannya saling meremas di atas paha. “Aku juga merindukan mereka, tapi aku belum siap. Aku nggak tahu apa yang harus aku katakan pada mereka.” Air mata kembali menumpuk di pelupuk matanya. “Tapi aku pasti akan menemui mereka secepatnya.”Oliver mengangka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01

Bab terbaru

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   191. Janji

    Yara keluar dari apartemen Zara, ia menghampiri Oliver yang dengan sabar menunggunya di lobi. Saat menyadari kedatangan Yara, Oliver langsung mengunci ponsel yang sejak tadi ia mainkan, kemudian berdiri. Oliver menghampiri Yara dan merangkulkan lengannya di pinggang wanita itu. “Bagaimana pertemuannya?” tanya Oliver sebelum melabuhkan kecupan mesra di kening Yara, membuat Yara tersipu malu. “Nggak buruk,” jawab Yara, “tapi aku cukup merasa lelah.” Yara merasa lelah secara mental, bukan fisik. Oliver merapatkan pelukannya dengan protektif. “Gimana kalau setelah ini aku buat rasa lelah kamu hilang?” tanyanya dengan nada menggoda. Mata Yara mengerling. “Dengan cara apa?” Sambil berjalan keluar lobi, Oliver berbisik di dekat telinga Yara, “Dengan membawamu ke rangjangku.” “Astaga....” Yara memukul pelan dada Oliver. “Itu, sih, bikin makin lelah, tahu?” Oliver terkekeh-kekeh. “Lelah tapi menyenangkan, bukan?” Yara merotasi matanya dengan malas, lantas keduanya tertawa seolah-olah

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   190. Bertemu Dengannya

    Yara menekan bel berulang kali, tapi tidak ada tanda-tanda seseorang akan membuka pintu dari dalam. Mungkin dirinya datang di waktu yang tidak tepat, pikir Yara. Mungkin saja saat ini Zara sedang pergi.Karena tak kunjung mendapat sahutan, Yara akhirnya berbalik untuk kembali kepada suaminya yang menunggu di lobi.Namun, belum lima langkah Yara berjalan, pintu di belakangnya tiba-tiba terbuka, membuat langkah kaki Yara seketika terhenti.“Siapa?”Yara tertegun kala mendengar suara yang barusan bertanya kepadanya. Nada suaranya terdengar datar, seperti orang yang tidak memiliki semangat hidup.Setelah memantapkan hatinya, Yara pun berbalik menghadap orang itu, yang tak lain adalah Zara. Yara bisa melihat Zara terkejut saat menatapnya.“K-Kamu...,” bisik Zara dengan lirih. Matanya membulat, seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya.“Hai!” Yara berusaha menampilkan senyumnya dengan canggung. “Apa kabar? Boleh aku masuk?”Zara terdiam sejenak, membuat Yara merasa bahwa adiknya itu ak

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   189. Hari-Hari Yang Romantis

    Oliver menatap Yara yang tengah terlelap dengan damai. Senyuman Oliver mengembang lebar melihat betapa cantik dan polos wanitanya itu, seperti bayi yang tidak berdosa. Deru napas Yara terasa halus, membuat Oliver merasakan ketenangan yang hanya didapatkan di kala sedang bersama Yara. “Sayang, bangun,” bisik Oliver nyaris tak terdengar, seolah enggan mengganggu tidur sang istri. Ia menyapukan jemarinya di pipi yang terasa halus di bawah sentuhannya itu. Mata Yara perlahan bergetar, lalu terbuka hingga Oliver bisa menatap mata coklatnya yang indah. Tatapan mata Yara selalu membius Oliver, hingga ia merasa jatuh cinta lagi dan lagi pada orang yang sama setiap waktu. “Sudah siang? Jam berapa sekarang?” tanya Yara dengan suara serak sembari menggeliatkan tangannya ke atas. “Baru jam tujuh, Sayang,” jawab Oliver sambil tersenyum. Sontak, mata Yara terbelalak. “Jam tujuh? Astaga... kenapa kamu nggak bangunin aku? Aku harus pergi ke kantor! Ini gara-gara kamu nggak ngebiarin aku tidur t

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   188. Pacaran Setelah Menikah

    “Sayang, hari ini aku mau ngajak kamu pacaran dulu ,” kata Oliver setelah kendaraan yang mereka tumpangi berlalu dari rumah Rianti.Tampak kerutan di kening Yara. “Pacaran?” tanyanya tak percaya.“Mm-hm.” Oliver mengangguk, ia meraih tangan Yara dan menggenggamnya, sementara tangan yang lain memegangi stir. “Banyak waktu kita yang terbuang di masa lalu, Sayang. Kita bahkan nggak sempat pacaran dulu. Jadi mulai sekarang, kita harus sering meluangkan waktu untuk berkencan berdua, tanpa anak-anak.”Mendengarnya, Yara pun terkekeh kecil. ia beringsut mendekati suaminya, menyandarkan kepala di bahu bidang pria itu. “Bukankah sekarang kita sedang pacaran?”“Iya, tapi kayak gini saja nggak cukup.”“Lalu? Memangnya kamu mau apa lagi?”“Yaa pacaran seperti orang kebanyakan, lah.” Oliver melabuhkan kecupan mesra di puncak kepala Yara. “Aku mau mengajakmu pergi ke suatu t

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   187. Mirip Bapaknya

    Genggaman lembut di tangan mengeluarkan Yara dari lamunannya. Yara menoleh dan mendapati suaminya tengah menatapnya sambil tersenyum manis. Senyuman yang membuat Yara lupa bagaimana caranya bernapas.“Kita sudah sampai, Sayang,” ucap Oliver.“Oh?”Yara mengerjap, ia menoleh ke sisi kiri dan baru menyadari bahwa kini mereka berada di halaman rumah ibunya, Rianti.“Sudah sampai ternyata,” gumam Yara sembari hendak melepas sabuk pengaman. Namun, Oliver sudah melakukannya lebih dulu untuknya.“Kamu lagi mikirin apa, hm? Dari tadi aku perhatikan kamu banyak melamun.” Oliver menatap Yara dengan sorot matanya yang dalam dan membius.Tatapan itu membuat jantung Yara berdebar-debar. Yara menghela napas panjang. “Aku cuma lagi mikirin gimana pertemuan aku dan Zara nanti,” ujarnya dengan tatapan menerawang. “Kami saudari kembar, tapi rasanya kami seperti orang asing. Ada

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   186. Asalkan Yara Bahagia

    “Aku masak sup kesukaan kamu,” kata Yara sambil memeluk Oliver dari belakang. Mereka berjalan menuju dapur dengan posisi seperti itu setelah Oliver berhasil lolos dari dua bocah kecil yang sejak tadi mengerumuninya.Oliver mengerutkan kening, sedikit terkejut. Tangannya menggenggam tangan Yara yang melingkar di depan perutnya.“Whoaa serius? Aku nggak sabar mau coba,” kata Oliver sembari tersenyum lebar.Yara terpaksa melepaskan pelukannya saat tiba di meja makan. Si kembar berlarian menuju meja makan sambil tertawa, lalu sama-sama memeluk kaki ayahnya di kiri dan kanan.Oliver kemudian mendudukkan mereka di kursi berdampingan, lalu Oliver duduk di kursi utama dan menuangkan makanan khusus anak-anak ke piring mereka masing-masing. Sementara itu Yara yang duduk di samping Oliver, berhadapan dengan si kembar, menyiapkan roti panggang dan sup untuk Oliver.Yara menatap Oliver dengan penuh harap saat pria itu mengambil sendok pertama supnya.Oliver memasukannya ke mulut, mengunyah perlaha

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   185. Menyambutnya Pulang

    Yara tersenyum bahagia melihat Airell dan Arthur berlarian di ruang tengah dengan riang. Saat ini mereka sudah berada di rumah baru Oliver setelah pindah beberapa hari yang lalu.Anak-anak terlihat bahagia sekali. Apalagi saat mereka melihat ruangan khusus bermain yang dipenuhi mainan anak laki-laki dan perempuan. Tak hanya itu, bahkan Oliver menyediakan kolam renang dengan fasilitas lengkap seperti perosotan dan ember tumpah.Selain itu ada lapangan bola basket dan sepak bola di halaman belakang. Fasilitas lengkap yang disediakan membuat anak-anak betah bermain di rumah. Yara merasa bersyukur, terharu dan juga bahagia dengan segala fasilitas yang Oliver berikan untuk mereka.Oliver juga membawa Zio pindah ke rumah ini, dan tentu saja Yara tidak keberatan. Bagaimanapun, Zio adalah keponakannya sendiri, ia menyayangi anak itu seperti anaknya. Namun hari ini, Zio sedang tidak ada di rumah. Anak berusia 8 tahun itu kini berada di rumah Jingga. Meski tahu Zio bukan anak kandung Oliver, ta

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   184. Hadiah

    Yara tertegun kala melihat banyaknya bukti yang dikumpulkan Oliver mengenai kepalsuan video yang dikirimkan Leonard. Lantas, Yara menatap Oliver dengan mata berkaca-kaca.“Oliver...,” panggilnya lirih, yang membuat Oliver membuka matanya. Kini mata yang indah dan menghipnotis itu menatap Yara dengan lembut. “Tanpa kamu mengumpulkan semua bukti ini juga aku sudah percaya sama kamu, Oliver. Tapi terima kasih, aku sangat menghargai usaha kamu.” Yara tersenyum penuh haru.Oliver menegakkan punggungnya yang semula bersandar di sofa. Lalu memutar tubuh, menghadap Yara sepenuhnya yang duduk di sampingnya.“Aku tahu kamu mempercayaiku, Sayang,” kata Oliver sembari menangkupkan sebelah tangan di pipi kiri Yara. “Tapi aku juga ingin membuktikan padamu bahwa aku nggak pernah mengkhianati kamu selama kamu pergi.”Yara mengangguk. Ia mendekati Oliver, melingkarkan kedua tangan di pinggang pria itu dan menenggelamkan wajah di dada bidangnya. “Aku makin percaya sama kamu. Sekali lagi, terima kasih.”

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   183. Ancaman Oliver

    “Oliver, ada yang mau aku bicarakan.” Yara berusaha mendorong dada bidang Oliver agar pria itu menghentikan aktifitasnya.Namun, sepertinya Oliver tak ingin berhenti. Ia justru malah memperdalam ciumannya, membuat Yara kewalahan. Oliver mengungkung Yara di kursi penumpang dengan mesin mobil yang masih tetap menyala. Pagi ini ia kembali mengantarkan Yara ke Infinity Events setelah sebelumnya mereka mengantar anak-anak ke sekolah.“Tentang?” tanya Oliver akhirnya setelah beberapa saat kemudian. Pria itu dengan enggan menjauhkan wajah mereka.“Leonard.”“Leonard?” Sontak, Oliver menatap Yara dengan kening berkerut. “Kenapa dengan laki-laki itu? Dia mengganggumu lagi?”Yara menggeleng, ia menangkup rahang suaminya yang kasar di bawah sentuhannya. “Nggak ada, kok,” timpalnya, “tapi semalam, aku dengar dari Airell, kalau Leonard yang memberitahu Airell bahwa kamu nggak sayang dia. Sepertinya Leonard waktu datang ke sekolah, memprovokasi Airell.”“Leonard pernah datang ke sekolah anak-anak?”

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status