POV Sesil
***Aku dan Mama hanya bisa duduk di kursi tunggu dengan perasaan cemas. Aku terus mencoba menenangkan Mama, meskipun aku sendiri juga merasa takut. Begitu banyak yang ingin kutanyakan sama Mama, tapi melihat keadaan yang seperti ini membuatku untuk mengurungkan niat. Tangisan Mama yang tak berhenti, membuatku semakin bingung.Suara derit pintu terbuka, bergegas aku dan Mama beranjak lalu melangkah mendekati Dokter yang sempat menangani Papa telah keluar dari ruangan. "Bagaimana dengan keadaan Papa saya, Dok?" tanyaku.
Dokter itu terdengar menghela napas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan. Pikiran buruk seketika berkelebatan di kepalaku, saat melihat raut wajah dokter itu mengisyaratkan suatu yang ... entah.
"Maaf, pasien tidak bisa diselamatkan karena terkena serangan jantung."
Deg.
Jantungku seoalah-olah berhenti berdetak. Tubuhku membeku, tenggo
POV SESIL.***Aroma obat-obatan menusuk indra penciumanku, hingga lambat laut kedua netraku mengerjap pelan, lalu mulai terbuka."Di mana aku?" lirihku disaat telah menyadari aku sedang berada di ruangan yang serba putih. Hanya ada tirai berwarna biru yang digunakan sebagai penyekat. Tubuhku terbaring di atas brankar dengan jarum infus yang terpasang di punggung tangan. Kupindai ke segala sudut ruangan, tak ada siapapun."Mama?!" Tiba-tiba teringat akan sosok yang terakhir bersamaku. Namun kejadian yang mungkin saja telah membuatku tak sadarkan diri, hingga akhirnya berakhir di atas ranjang rumah sakit ini, terlintas di kelopak mataku."Mama. Dimana Mama?" Tangisku mulai pecah. Teringat dengan kedua mataku, kusaksikan tubuh Mama tertabrak sebuah truk yang sedang melaju dengan kencang. Hingga membuat tubuh itu terlindas dan tak terbentuk lagi.
POV SESIL***Kendaraan melesat dengan kecepatan sedang menuju tempat yang tadi kuberitahukan. Jantungku berdegup lebih kencang, takut jika bertemu dengan mereka, ia akan mencacidiriku, apalagi sampai menghajarku.Namun aku tak boleh mundur. Apapun konsekuensinya harus aku terima. Yang terpenting kali ini, aku aku bisa mengembalikan barang yang memang bukan milikku. Seperti yang dilakukan oleh rezky.Area kedua netraku terasa menghangat. Sedetik kemudian pandanganku terasa mengabur, seiring air mata yang mulai menganak sungai, saat kuingat begitu banyaknya dosa yang pernah kulakukan.Entah apakah Tuhan akan mengampuniku."Sudah sampai, Non." Ucapan sopir taksi menyadarkanku dari lamunan. Bergegas kuhapus bekas air mata dengan punggung tanganku. Kuberikan dua lembar uang berwarna merah kepada sopi
"Ada apa, Mas?" tanyaku saat aku menoleh dan mendapati Mas Prabu berdiri di belakangku."Yuk aku antarkan pulang. Sedari tadi nunggu taksi nggak datang-datang, kan?""Nggak usah, Mas. Ini aku mau pesan taksi online.""Nggak boleh nolak niat baik seseorang.""Tapi ....""Tapi kenapa?" ucap Mas Prabu.Akhirnya kuceritakan semua permasalahan yang terjadi padaku. Soal kematian Mama dan Papa. Soal semua harta yang telah diambil oleh pemiliknya secara paksa."Tinggalah di rumahku itu.""Nggak usah, Mas. Biar kucari kontrakan saja untuk sementara waktu.""Baiklah. Yuk aku temani." Tanpa menunggu jawabanku, Mas Prabu bergegas melangkah meninggalkanku. Tubuh lelaki
Pov prabu.***Saat aku sedang berbincang dengan Sesil, ponselku berdering. Kuambil benda pipih itu, dan nama Ibu terpampang sebagai pemanggilnya, bergegas kuangkat."Halo, Bu ....""Kamu dimana? Cepetan pulang ya. Sekarang!" jawab Ibu dari seberang telepon."Pulang? Sekarang?""Iya. Ada hal yang sangat penting," jawab Ibu yang membuatku penasaran. Padahal sebelum kutinggal semua baik-baik saja."Penting? Soal apa, Bu?" jawabku."Nanti saja sampai di rumah. Sekarang pulang lah!""Baiklah, Bu. Prabu pulang sekarang!" Panggilan telepon dari Ibu kumatikan, dan kumasukkan kembali benda pipih itu ke dalam saku.Kuhela napas panjang dan kukeluarkan secara perlahan.
POV Prabu.*Keesokan hari****Jam sudah menunjukkan pukul 04.30. Setelah kulaksanakan dua rakaat shalat subuh, kurebahkan kembali tubuhku. Namun tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Dan tak berselang lama, suara Ibu memanggil namaku. Bergegas aku bangkit dan berjalan membuka daun pintu. "Ada apa, Bu?" tanyaku saat pintu sudah terbuka. "Barusan Sesil mengatakan, kalau orang tua Riko akan ke rumah besok pukul tujuh malam.""Malam ya, Bu? Jadi besok Prabu bisa bekerja terlebih dahulu," jawabku dan Ibu mengangguk. "Oh ya, Bu. Bentar." Aku kembali berjalan, menuju meja yang terletak di samping ranjang. Kubuka laci paling atas, kuambil amplop coklat di sana. Kubawa amplop itu dan kembali menemui Ibu. "Ini, Bu, uang untuk persiapan lamaran Mayang. Cukup acara lamaran seperti pada umumnya saja, uang ini pasti cukup," ucapku sembari menyerahk
POV Prabu.***Mobil kembali melesat membelah jalan raya yang terbilang lumayan ramai. Tanpa sadar senyum di bibir kembali merekah kala mengingat wajah cantik yang terbingkai oleh hijab. Debaran aneh terasa di dalam dada. Debaran yang tak pernah kurasa, kala wanita itu masih sah menjadi milikku.Apakah aku jatuh cinta? Atau hanya sekedar mengagumi perubahan dari penampilannya?Sesaat kuusap wajahku, berharap bayang-bayang wajah Sesil tak lagi menari-nari di pelupuk mataku. Kembali aku fokus membelah jalan raya.Tak berselang lama aku telah sampai di tempat tujuanku. Kuparkir kendaraan roda empatku di tempat biasanya. Bergegas kubuka pintu mobil.Pintu kuketuk dengan diiringi salam.Satu kali.Dua kali.Tak berselang lama daun pintu terbuka, hingga terlihatlah sosok perempuan yang pernah bert
POV Prabu.***Acara berjalan sesuai yang kami harapkan, hingga mendapatkan keputusan pernikahan akan diadakan dua minggu lagi dan kedua belah calon mempelai memutuskan untuk mengadakan acara sederhana saja. Yaitu hanya sekedar acara ijab Qabul dan syukuran yang dihadiri kerabat dekat saja.Hati ini terasa lega saat ternyata Ricko serius dengan apa yang diucapkannya. Serius kalau ia benar-benar ingin mempersunting Mayang. Satu yang akan selalu kuingat akan janjinya 'Penggal kepala saya jika Mayang kembali pulang dalam keadaan menangis!'Ternyata ada sosok lelaki yang begitu berani. Mudah-mudahan saja kelak ia tak akan pernah mengecewakan Mayang, apalagi hingga membuatnya menangis agar aku tak susah payah untuk memenggal kepalanya."Kak Sesiiiilll ...." Teriakan Mayang menyadarkan lamunanku. Terlihat Mayang berlari ke arah Sesil lalu menghamburk
Pov Prabu****Dua Minggu kemudian*Pagi yang begitu cerah. Para kerabat dekat silih berganti berdatangan untuk menghadiri acara pernikahan Mayang. Ada rasa haru di dalam kalbu. Aku berjalan menuju di mana Mayang berada.Aku melangkah pelan. Saat aku sudah berada di ambang pintu kamar Mayang. Ternyata di sana ada Ibu dan Mayang yang sedang saling berpelukan. "Sudah siap, May?" ucapanku membuat pelukan itu terurai. Mereka berdua menoleh ke arahku secara serentak. Bahkan terlihat mereka berdua masing-masing menyeka sudut matanya. "Keluarga Ricko sudah tiba," ucapku. Mayang dan Ibu saling berpandangan. Terlihat Ibu meraih tangan Mayang dan sedikit meremasnya, seolah-olah seperti memberi kekuatan. "Ayo kita ke depan," ucap Ibu yang dibalas anggukan oleh Mayang. "Dada Mayang berdebar, Bu.""Ah, kamu seperti gadis yang baru pertama kali menikah