Share

Bab 3

Penulis: Karina
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-22 18:33:15
Namun, Ibu sudah lupa. Dulu, saat aku menikah, Ibu menggenggam tanganku sambil mengingatkanku agar aku memberitahunya jika aku dianiaya. Ibu berkata bahwa Ibu pasti akan membela diriku.

'Ibu, aku benar-benar sangat sedih ....' pikirku.

'Bagaimana aku harus bermurah hati dan memaafkan kesalahan Stevan?'

Aku memeluk diriku sendiri dan akhirnya terlelap.

Saat aku bangun tidur, hari sudah malam, ruang tamu ini gelap gulita.

Sheila Norman, sahabatku, tiba-tiba menghubungiku. Aku tercengang sejenak sebelum menerima panggilan itu.

"Halo? Nana, kamu lagi di mana?"

Begitu aku menerima panggilannya, aku langsung mendengar suara Sheila.

Aku menjawab dengan pelan, "Di rumah."

"Stevan nggak di rumah, ya?" tanya Sheila.

"Iya."

Suara Sheila tiba-tiba melengking. "Tahukah kamu siapa yang aku lihat barusan?!"

Sebelum aku bisa menjawab, dia langsung berseru, "Aku melihat Stevan!"

"Dia sedang bersama seorang wanita muda. Tapi, yang terpenting adalah, dia menghabiskan banyak uang dan membelikan banyak barang untuk wanita itu!"

"Jangan-jangan dia selingkuh?!"

Menghabiskan banyak uang? Aku tiba-tiba teringat bahwa Stevan sudah lama sekali tidak membelikan apa pun untukku.

"Iya," jawabku.

Suaraku sangat pelan, sedangkan Sheila terus berteriak dengan terkejut.

"Apa?! Dasar bajingan! Kalian baru menikah, tapi dia malah berani-beraninya selingkuh! Biar kuhajar dia!"

Mendengar napas Sheila yang kasar karena amarahnya, aku hanya tertawa sambil berpikir, 'Syukurlah, di dunia ini, masih ada yang menyayangiku.'

Aku pun berkata, "Jangan, jangan cari dia. Aku akan cari waktu untuk bercerai dengannya."

"Nana, kamu pasti sangat sedih, 'kan? Bagaimana kalau aku pergi menemanimu?" tanya Sheila.

Aku pun menghibur Sheila dengan tenang. "Jangan datang, sudah malam. Cepat pergi istirahat, deh."

Sebenarnya, bagaimana mungkin aku tidak ingin ditemani oleh orang lain?

Hanya saja, sekarang, sahabatku sudah berkeluarga, anaknya juga baru sebulan, aku tidak mungkin menyuruhnya untuk meninggalkan anaknya dan menemaniku untuk satu malam.

"Aku baru tanya suamiku, wanita selingkuhan itu muridnya Stevan!" seru Sheila lagi.

"Dasar mesum, bisa-bisanya dia menggoda muridnya sendiri!"

Suaminya Sheila adalah teman dekatnya Stevan, jadi wajar saja jika dia mengetahui hal ini. Namun, aku tidak menyangka bahwa Stevan akan berselingkuh dengan muridnya sendiri.

Stevan bekerja sebagai seorang profesor di universitas. Karena ketampanannya, ada banyak murid yang menyatakan perasaan mereka padanya. Namun, dia selalu memisahkan kehidupan pribadinya dengan pekerjaannya dengan sangat jelas, dia tidak pernah berhubungan dekat dengan muridnya. Tak disangka, dia akhirnya melanggar prinsipnya sendiri.

"Namanya Rachel Lowie, dia lumayan terkenal di kelas mereka ...."

Sheila masih terus melaporkan informasi yang dia dapatkan padaku, tetapi aku tidak ingin mendengarnya lagi.

Pada saat ini, notifikasi pembayaran mulai bermunculan di ponselku. Melihat jumlah pengeluaran itu, aku mengernyit karena totalnya sudah setara dengan pengeluaran tahunan kami.

Akhirnya, aku tidak tahan lagi. Aku pun menghubungi Stevan.

Setelah sekian lama, hingga aku sudah mengira bahwa Stevan tidak akan menerima panggilanku lagi, dia menerimanya.

Dari ujung telepon lainnya, dia bertanya dengan dingin, "Halo? Ada apa?"

Aku menarik napas dalam-dalam dan bertanya, "Kamu beli barang untuknya dengan uang kita?"

Dia terdiam sejenak, lalu menjawab dengan cuek, "Iya."

Aku pun mengernyit dan berkata dengan kesal, "Atas dasar apa kamu beli barang untuk wanita lain dengan uangku? Stevan, kamu tahu, nggak, kamu sekarang suami siapa?"

"Uangmu? Sudah berapa lama kamu nggak kerja? Bukankah harus aku yang menghidupimu, ya? Jadi, terserah aku mau beli barang untuk siapa pun dengan uangku sendiri," kata Stevan.

Dengan suara bergetar, aku berkata, "Kita sudah menikah. Sekarang, seluruh harta kita milik bersama."

Awal tahun ini, kinerja perusahaan tempat aku bekerja kurang bagus. Bosku selalu melakukan eksploitasi tenaga kerja. Satu orang dari kami dipekerjakan layaknya tiga orang dan sering bekerja lembur, tanpa sedikit pun kenaikan gaji. Aku bertahan selama sebulan sebelum akhirnya mengundurkan diri dari perusahaan.

Bab terkait

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 4

    Aku masih ingat, saat aku mengundurkan diri, aku merasa sangat gelisah karena aku tidak lagi memiliki sumber penghasilan apa pun, jumlah tabunganku pun tidak banyak.Melihatku seperti itu, Stevan memelukku dan mengelus kepalaku dengan lembut.Dia berkata, "Jangan lakukan pekerjaan yang membuatmu nggak senang. Jangan bersedih, ya. Aku suamimu, jadi milikku adalah milikmu. Aku akan berusaha keras untuk mendapatkan uang dan menghidupi keluarga kita. Aku akan menjadi pendukung terkuatmu selamanya."Pada saat itu, aku sangat memercayainya sehingga aku merasa lebih tenang. Aku menjaganya dan memasakkan sarapan untuknya setiap hari.Namun, sekarang, perihal pengangguranku menjadi senjata baginya untuk menyerangku.Dari ujung telepon lainnya, dia berkata dengan kesal, "Kalau begitu, ayo bercerai."Aku seketika tersentak. Ponselku terlepas dari tanganku dan terjatuh ke lantai, mengeluarkan suara teredam.Aku sama sekali tidak pernah memikirkan perceraian dengan Stevan ....Setelah perpisahan ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 5

    "Ahh!" teriak Rachel dengan kesakitan. Secara bersamaan, air matanya mengalir.Dia berpindah ke satu sisi sambil memegang pipinya. Dengan air mata membasahi wajahnya, dia menoleh dan menatap Stevan dengan tatapan sedih.Stevan berjalan maju dan mendorongku.Aku terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang sebelum menstabilkan tubuhku sambil bersandar di dinding.Stevan berseru dengan tegas, "Cukup, Ivanna! Lihatlah dirimu sekarang, sungguh nggak tahu diri!""Dialah yang menginjak hasil pemeriksaanku. Stevan, kamu jelas-jelas pilih kasih," kataku.Stevan seketika terdiam. Dia seperti baru menyadari bahwa aku datang ke rumah sakit karena aku sedang sakit.Dia mengernyit. Dengan tatapan khawatir, dia bertanya, "Kamu sakit, ya?"Aku membungkuk dan memungut hasil pemeriksaan itu sambil hendak mengucapkan sesuatu.Namun, Rachel langsung menyela, "Bukannya kamu hanya flu, ya? Untuk apa kamu rontgen?"Stevan tiba-tiba membuang napas dan berkata, "Kamu hanya flu, untuk apa kamu semanja ini? Ra

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 6

    Dia tercengang sejenak sebelum bertanya, "Kamu mau pergi?"Aku menganggukkan kepalaku dan menjawab, "Sekarang, kita seharusnya berpisah dan menenangkan diri.""Mumpung kamu sudah pulang, aku akan memberikan kunci rumah padamu. Kamulah yang membeli rumah ini, jadi seharusnya dikembalikan padamu."Seusai berbicara, aku menarik koperku dan hendak pergi. Namun, Stevan tiba-tiba berdiri dan menghalangi jalanku."Jangan pergi."Pria ini membawa bau alkohol dengannya, bahkan nada bicaranya juga bercampur dengan kesedihan yang tersembunyi.Aku menggelengkan kepalaku dan menganggap bahwa aku sudah berpikir terlalu jauh."Stevan, kamu sudah mencintai orang lain, jadi lepaskanlah aku," kataku padanya.Namun, Stevan malah menarikku ke dalam pelukannya sambil menggumamkan sesuatu. Aku tidak bisa dan juga tidak ingin mendengar ucapannya dengan jelas.Aku mulai meronta, tetapi dia malah memejamkan matanya dan menunduk secara perlahan.Dia mau menciumku!Aku terus meronta, lalu akhirnya mengangkat tan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 7

    Saat aku sedang tenggelam dalam pikiranku, terdengar suara ketukan pintu dari luar.Ibuku pun pergi membuka pintu.Stevan berjalan masuk sambil membawa banyak barang. Dia mengucapkan kata-kata yang enak didengar, membuat ibuku dan adik iparku tertawa dengan bahagia.Setelah mereka mengobrol sejenak, dia berkata, "Ibu, semuanya salahku. Kemarin, aku membuat Nana marah. Pagi ini, aku langsung datang ke sini. Aku takut Ibu juga marah dan nggak membiarkan Nana pulang denganku."Ibuku tertawa dengan senang dan berkata, "Mana mungkin."Kemudian, ibuku membiarkan Stevan membawaku pulang. Aku tidak ingin pergi, tetapi ibuku menatapku dengan tatapan penuh peringatan sambil diam-diam mencubit lenganku.Akhirnya, aku pergi dengan Stevan. Setibanya di depan gerbang perumahan, aku melepaskan tangannya.Stevan menoleh dan mengernyit sambil berkata, "Ivanna, jangan berulah lagi. Ibumu saja sudah membiarkanmu pulang denganku. Kalau kamu nggak pulang denganku, kamu mau ke mana?"Dia menganalisis pro da

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 8

    Saat dia berbalik, dia langsung menyeka air matanya.Aku juga ingin menangis. Aku terus mengedipkan mataku untuk menahan air mataku dari mengalir.Mendengar suara burung berkicau dari luar jendela, aku menoleh dan memandang ke luar dengan kerinduan di mataku.Tiba-tiba, suara kantong plastik terjatuh ke lantai membuyarkan lamunanku."Kenapa kamu kembali secepat ini ...."Aku tersenyum sambil menoleh. Namun, saat aku melihat pendatang itu, aku langsung terdiam.Aku melihat Stevan yang tampak panik. Sebuah kantong plastik terjatuh di lantai di depannya. Sedangkan Sheila, sahabatku, berdiri di sampingnya dengan serbasalah."Nana, aku sumpah, aku benar-benar bukan sengaja mau membawanya ke sini. Tadi, aku bertemu dengannya di rumah sakit, jadi aku nggak bisa menahan diri dari memarahinya, hingga aku salah bicara," kata Sheila.Melihat Sheila begitu gelisah, aku hanya tertawa dan berkata, "Nggak apa-apa, bagus juga kalau dia datang, ada beberapa hal yang harus dibicarakan dengan jelas."Kem

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 9

    Aku pun tersenyum dengan sinis sambil berkata, "Kalau ada urusan, pergi saja."Begitu Stevan menerima panggilan itu, ekspresinya sontak berubah. Kemudian, dia langsung berbalik dan pergi tanpa ragu-ragu.Sheila yang berada di depan pintu menegurnya. "Hei, kamu pergi begitu saja, ya!""Kalau sudah pergi, jangan datang lagi seumur hidupmu!"Aku mengirimkan pesan pada Stevan: "Sampai jumpa jam delapan pagi hari Senin, di depan pintu pengadilan. Jangan terlambat."Kemudian, aku langsung menghapus semua riwayat obrolan kami dan memblokir nomor teleponnya.Pada hari Senin, kondisiku lumayan baik. Aku sengaja berdandan tipis dan meminta Sheila untuk mengepangkan rambutku.Melihat bayangan diriku yang terlihat jauh lebih muda di cermin, aku tersenyum.Aku seperti kembali ke masa kuliahku, saat aku masih penuh semangat. Hanya saja, pada saat itu, aku tentu saja belum bertemu dengan Stevan.Tepat pukul delapan, aku tiba di depan pengadilan, sedangkan Calvin menungguku di dalam mobil.Stevan memb

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 10

    Aku tersenyum sambil menenangkan sahabatku. Aku mengatakan bahwa aku sudah tidak memedulikan pria itu, baik dia hidup senang maupun sedih, semuanya tidak lagi berhubungan denganku.Kemudian, menjelang ajalku, di masa terakhir hidupku, aku hanya berada di sisi Calvin."Calvin, apakah kamu menyukaiku?"Saat aku menanyakan pertanyaan ini, aku sudah berbaring lagi dengan lemas di ranjang rawat di rumah sakit.Calvin mendengus dan berkata, "Siapa yang menyukaimu? Jangan terlalu percaya diri, deh."Aku tertawa dan berkata, "Baguslah kalau begitu. Calvin, jangan menyukaiku, ya. Aku akan segera meninggal."Mata Calvin memerah, tetapi dia berkata dengan galak, "Cuih, cuih, Ivanna, jangan ucapkan kata-kata seperti itu."Nada bicaranya sangat galak, tetapi tangannya bergetar hebat.Aku menatapnya dengan sungguh-sungguh dan berkata, "Baiklah, aku nggak akan bilang lagi. Tapi, kamu benar-benar nggak boleh menyukaiku."Aku menatapnya lekat-lekat dan melihat matanya yang makin memerah dan sudah berli

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 1

    Stevan Nicolas sudah tidak pulang selama tiga hari, tanpa meninggalkan pesan apa pun padaku.Cuaca malam ini sangat dingin, dengan tetesan air hujan di luar terus membasahi jendela. Aku meringkuk di bawah selimut sambil menggigil kedinginan.Aku sedang demam. Tangan dan kakiku seperti membeku, tetapi wajahku panas membara.Aku memegang ponselku sambil membaca ulang semua pesan yang aku kirimkan padanya."Stevan, hari ini kamu pulang, nggak?""Stevan, kamu ke mana?""Stevan, kenapa nggak dibalas?""Aku benar-benar mengkhawatirkanmu."...Aku membaca kembali riwayat obrolan kami sebelumnya. Dia sama sekali tidak pernah mengabaikan pesanku seperti ini.Mataku sudah lelah, kepalaku juga sangat pusing. Pada saat ini, ponselku tiba-tiba bergetar. Aku bergegas membuka mataku, tetapi itu bukan Stevan.Ada sebuah notifikasi baru.Aku membukanya dan melihat seseorang dengan foto profil seorang wanita menambahkanku sebagai temannya. Dengan perasaan aneh, aku membukanya.Wanita itu meninggalkan pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22

Bab terbaru

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 10

    Aku tersenyum sambil menenangkan sahabatku. Aku mengatakan bahwa aku sudah tidak memedulikan pria itu, baik dia hidup senang maupun sedih, semuanya tidak lagi berhubungan denganku.Kemudian, menjelang ajalku, di masa terakhir hidupku, aku hanya berada di sisi Calvin."Calvin, apakah kamu menyukaiku?"Saat aku menanyakan pertanyaan ini, aku sudah berbaring lagi dengan lemas di ranjang rawat di rumah sakit.Calvin mendengus dan berkata, "Siapa yang menyukaimu? Jangan terlalu percaya diri, deh."Aku tertawa dan berkata, "Baguslah kalau begitu. Calvin, jangan menyukaiku, ya. Aku akan segera meninggal."Mata Calvin memerah, tetapi dia berkata dengan galak, "Cuih, cuih, Ivanna, jangan ucapkan kata-kata seperti itu."Nada bicaranya sangat galak, tetapi tangannya bergetar hebat.Aku menatapnya dengan sungguh-sungguh dan berkata, "Baiklah, aku nggak akan bilang lagi. Tapi, kamu benar-benar nggak boleh menyukaiku."Aku menatapnya lekat-lekat dan melihat matanya yang makin memerah dan sudah berli

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 9

    Aku pun tersenyum dengan sinis sambil berkata, "Kalau ada urusan, pergi saja."Begitu Stevan menerima panggilan itu, ekspresinya sontak berubah. Kemudian, dia langsung berbalik dan pergi tanpa ragu-ragu.Sheila yang berada di depan pintu menegurnya. "Hei, kamu pergi begitu saja, ya!""Kalau sudah pergi, jangan datang lagi seumur hidupmu!"Aku mengirimkan pesan pada Stevan: "Sampai jumpa jam delapan pagi hari Senin, di depan pintu pengadilan. Jangan terlambat."Kemudian, aku langsung menghapus semua riwayat obrolan kami dan memblokir nomor teleponnya.Pada hari Senin, kondisiku lumayan baik. Aku sengaja berdandan tipis dan meminta Sheila untuk mengepangkan rambutku.Melihat bayangan diriku yang terlihat jauh lebih muda di cermin, aku tersenyum.Aku seperti kembali ke masa kuliahku, saat aku masih penuh semangat. Hanya saja, pada saat itu, aku tentu saja belum bertemu dengan Stevan.Tepat pukul delapan, aku tiba di depan pengadilan, sedangkan Calvin menungguku di dalam mobil.Stevan memb

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 8

    Saat dia berbalik, dia langsung menyeka air matanya.Aku juga ingin menangis. Aku terus mengedipkan mataku untuk menahan air mataku dari mengalir.Mendengar suara burung berkicau dari luar jendela, aku menoleh dan memandang ke luar dengan kerinduan di mataku.Tiba-tiba, suara kantong plastik terjatuh ke lantai membuyarkan lamunanku."Kenapa kamu kembali secepat ini ...."Aku tersenyum sambil menoleh. Namun, saat aku melihat pendatang itu, aku langsung terdiam.Aku melihat Stevan yang tampak panik. Sebuah kantong plastik terjatuh di lantai di depannya. Sedangkan Sheila, sahabatku, berdiri di sampingnya dengan serbasalah."Nana, aku sumpah, aku benar-benar bukan sengaja mau membawanya ke sini. Tadi, aku bertemu dengannya di rumah sakit, jadi aku nggak bisa menahan diri dari memarahinya, hingga aku salah bicara," kata Sheila.Melihat Sheila begitu gelisah, aku hanya tertawa dan berkata, "Nggak apa-apa, bagus juga kalau dia datang, ada beberapa hal yang harus dibicarakan dengan jelas."Kem

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 7

    Saat aku sedang tenggelam dalam pikiranku, terdengar suara ketukan pintu dari luar.Ibuku pun pergi membuka pintu.Stevan berjalan masuk sambil membawa banyak barang. Dia mengucapkan kata-kata yang enak didengar, membuat ibuku dan adik iparku tertawa dengan bahagia.Setelah mereka mengobrol sejenak, dia berkata, "Ibu, semuanya salahku. Kemarin, aku membuat Nana marah. Pagi ini, aku langsung datang ke sini. Aku takut Ibu juga marah dan nggak membiarkan Nana pulang denganku."Ibuku tertawa dengan senang dan berkata, "Mana mungkin."Kemudian, ibuku membiarkan Stevan membawaku pulang. Aku tidak ingin pergi, tetapi ibuku menatapku dengan tatapan penuh peringatan sambil diam-diam mencubit lenganku.Akhirnya, aku pergi dengan Stevan. Setibanya di depan gerbang perumahan, aku melepaskan tangannya.Stevan menoleh dan mengernyit sambil berkata, "Ivanna, jangan berulah lagi. Ibumu saja sudah membiarkanmu pulang denganku. Kalau kamu nggak pulang denganku, kamu mau ke mana?"Dia menganalisis pro da

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 6

    Dia tercengang sejenak sebelum bertanya, "Kamu mau pergi?"Aku menganggukkan kepalaku dan menjawab, "Sekarang, kita seharusnya berpisah dan menenangkan diri.""Mumpung kamu sudah pulang, aku akan memberikan kunci rumah padamu. Kamulah yang membeli rumah ini, jadi seharusnya dikembalikan padamu."Seusai berbicara, aku menarik koperku dan hendak pergi. Namun, Stevan tiba-tiba berdiri dan menghalangi jalanku."Jangan pergi."Pria ini membawa bau alkohol dengannya, bahkan nada bicaranya juga bercampur dengan kesedihan yang tersembunyi.Aku menggelengkan kepalaku dan menganggap bahwa aku sudah berpikir terlalu jauh."Stevan, kamu sudah mencintai orang lain, jadi lepaskanlah aku," kataku padanya.Namun, Stevan malah menarikku ke dalam pelukannya sambil menggumamkan sesuatu. Aku tidak bisa dan juga tidak ingin mendengar ucapannya dengan jelas.Aku mulai meronta, tetapi dia malah memejamkan matanya dan menunduk secara perlahan.Dia mau menciumku!Aku terus meronta, lalu akhirnya mengangkat tan

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 5

    "Ahh!" teriak Rachel dengan kesakitan. Secara bersamaan, air matanya mengalir.Dia berpindah ke satu sisi sambil memegang pipinya. Dengan air mata membasahi wajahnya, dia menoleh dan menatap Stevan dengan tatapan sedih.Stevan berjalan maju dan mendorongku.Aku terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang sebelum menstabilkan tubuhku sambil bersandar di dinding.Stevan berseru dengan tegas, "Cukup, Ivanna! Lihatlah dirimu sekarang, sungguh nggak tahu diri!""Dialah yang menginjak hasil pemeriksaanku. Stevan, kamu jelas-jelas pilih kasih," kataku.Stevan seketika terdiam. Dia seperti baru menyadari bahwa aku datang ke rumah sakit karena aku sedang sakit.Dia mengernyit. Dengan tatapan khawatir, dia bertanya, "Kamu sakit, ya?"Aku membungkuk dan memungut hasil pemeriksaan itu sambil hendak mengucapkan sesuatu.Namun, Rachel langsung menyela, "Bukannya kamu hanya flu, ya? Untuk apa kamu rontgen?"Stevan tiba-tiba membuang napas dan berkata, "Kamu hanya flu, untuk apa kamu semanja ini? Ra

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 4

    Aku masih ingat, saat aku mengundurkan diri, aku merasa sangat gelisah karena aku tidak lagi memiliki sumber penghasilan apa pun, jumlah tabunganku pun tidak banyak.Melihatku seperti itu, Stevan memelukku dan mengelus kepalaku dengan lembut.Dia berkata, "Jangan lakukan pekerjaan yang membuatmu nggak senang. Jangan bersedih, ya. Aku suamimu, jadi milikku adalah milikmu. Aku akan berusaha keras untuk mendapatkan uang dan menghidupi keluarga kita. Aku akan menjadi pendukung terkuatmu selamanya."Pada saat itu, aku sangat memercayainya sehingga aku merasa lebih tenang. Aku menjaganya dan memasakkan sarapan untuknya setiap hari.Namun, sekarang, perihal pengangguranku menjadi senjata baginya untuk menyerangku.Dari ujung telepon lainnya, dia berkata dengan kesal, "Kalau begitu, ayo bercerai."Aku seketika tersentak. Ponselku terlepas dari tanganku dan terjatuh ke lantai, mengeluarkan suara teredam.Aku sama sekali tidak pernah memikirkan perceraian dengan Stevan ....Setelah perpisahan ya

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 3

    Namun, Ibu sudah lupa. Dulu, saat aku menikah, Ibu menggenggam tanganku sambil mengingatkanku agar aku memberitahunya jika aku dianiaya. Ibu berkata bahwa Ibu pasti akan membela diriku.'Ibu, aku benar-benar sangat sedih ....' pikirku.'Bagaimana aku harus bermurah hati dan memaafkan kesalahan Stevan?'Aku memeluk diriku sendiri dan akhirnya terlelap.Saat aku bangun tidur, hari sudah malam, ruang tamu ini gelap gulita.Sheila Norman, sahabatku, tiba-tiba menghubungiku. Aku tercengang sejenak sebelum menerima panggilan itu."Halo? Nana, kamu lagi di mana?"Begitu aku menerima panggilannya, aku langsung mendengar suara Sheila.Aku menjawab dengan pelan, "Di rumah.""Stevan nggak di rumah, ya?" tanya Sheila."Iya."Suara Sheila tiba-tiba melengking. "Tahukah kamu siapa yang aku lihat barusan?!"Sebelum aku bisa menjawab, dia langsung berseru, "Aku melihat Stevan!""Dia sedang bersama seorang wanita muda. Tapi, yang terpenting adalah, dia menghabiskan banyak uang dan membelikan banyak bar

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 2

    Saat aku mengirimkan pesan terakhir itu, tanganku bergetar hebat, perasaan yang tidak bisa dijelaskan juga meluap dalam hatiku.Aku sama sekali tidak menyangka bahwa akan ada satu hari di mana aku akan mengirimkan pesan-pesan seperti ini pada seorang wanita asing.Wanita itu membalas: "Kalau kamu mau tahu kebenarannya, datanglah ke Royal Garden."Begitu aku membaca pesan ini, aku langsung bangun dan bersiap-siap. Kemudian, aku mengambil setelan pakaian acak dari lemari baju dan berganti pakaian, lalu bergegas menuju ke Royal Garden.Di sepanjang perjalanan, aku merasa sangat gelisah. Sejujurnya, aku tidak tahu apa yang bisa aku lakukan di tempat itu.Aku mungkin ingin bergegas mendapatkan sebuah jawaban karena aku takut Stevan mengkhianatiku.Baru saja aku turun dari taksi, aku langsung melihat seorang wanita yang berjalan keluar sambil merangkul lengan Stevan.Wanita itu memiliki bentuk tubuh yang bagus, wajahnya yang cantik terlihat sangat muda, sekujur tubuhnya juga memancarkan ener

DMCA.com Protection Status