Share

Bab 2

Penulis: Karina
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-22 18:33:15
Saat aku mengirimkan pesan terakhir itu, tanganku bergetar hebat, perasaan yang tidak bisa dijelaskan juga meluap dalam hatiku.

Aku sama sekali tidak menyangka bahwa akan ada satu hari di mana aku akan mengirimkan pesan-pesan seperti ini pada seorang wanita asing.

Wanita itu membalas: "Kalau kamu mau tahu kebenarannya, datanglah ke Royal Garden."

Begitu aku membaca pesan ini, aku langsung bangun dan bersiap-siap. Kemudian, aku mengambil setelan pakaian acak dari lemari baju dan berganti pakaian, lalu bergegas menuju ke Royal Garden.

Di sepanjang perjalanan, aku merasa sangat gelisah. Sejujurnya, aku tidak tahu apa yang bisa aku lakukan di tempat itu.

Aku mungkin ingin bergegas mendapatkan sebuah jawaban karena aku takut Stevan mengkhianatiku.

Baru saja aku turun dari taksi, aku langsung melihat seorang wanita yang berjalan keluar sambil merangkul lengan Stevan.

Wanita itu memiliki bentuk tubuh yang bagus, wajahnya yang cantik terlihat sangat muda, sekujur tubuhnya juga memancarkan energi muda.

Stevan yang berada di sampingnya mengucapkan sesuatu, sehingga wanita itu tersenyum dengan genit.

Bagiku, adegan ini benar-benar sangat mengganggu.

Aku menerjang ke arah mereka dan membentangkan kedua tanganku untuk menghalangi jalan mereka.

Aku seharusnya langsung menginterogasi Stevan, tetapi suaraku malah bergetar. "Kalian lagi ngapain?!"

Stevan yang jalannya dihalangi pun mengernyit. Saat dia melihatku, tatapannya penuh akan keterkejutan ... bercampur dengan kejengkelan.

Sedangkan wanita di sisinya mengangkat alisnya dengan provokatif.

Stevan menarik wanita itu ke belakangnya dan bertanya dengan nada kesal, "Kenapa kamu bisa datang ke sini?"

Namun, aku hanya menatapnya dengan tatapan tidak percaya dan berseru, "Dia siapa?"

Tanpa menjawab pertanyaanku, Stevan malah mendorongku dengan sangat kesal.

"Untuk apa kamu datang ke sini? Kamu nggak seharusnya berada ke sini," katanya.

Aku hampir menggila karena Stevan mendorongku, sehingga aku juga langsung mendorongnya.

"Kutanya, dia siapa?!"

Aku berteriak dengan sekuat tenaga, hingga kata terakhir yang keluar dari mulutku melengking. Sedangkan Stevan juga terhuyung-huyung karena doronganku.

Dia berkata, "Kamu sudah gila, ya? Lihatlah dirimu sekarang. Kamu nggak tahu malu, ya?!"

Aku tercengang dan hanya bisa menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

Namun, dia sama sekali tidak melihatku.

Tanpa ragu-ragu, Stevan menggenggam tangan wanita itu dan pergi ke mobilnya. Setelah menunggu wanita itu duduk dengan baik di jok penumpang, dia menyalakan mesin mobil dan pergi begitu saja.

Aku berdiri diam di tempat. Aku hanya merasa seakan-akan darah dalam sekujur tubuhku membeku.

Aku mengeluarkan ponselku dan terkejut melihat wajahku yang lelah, sepasang mataku yang hampa dan rambutku yang berantakan karena tidak tidur semalaman.

Aku berjalan pulang dengan linglung. Setibanya di rumah, Stevan masih belum pulang.

Kepalaku pusing. Setelah berjalan sangat lama, telapak kakiku melepuh. Kakiku, begitu pula dengan sekujur tubuhku, semuanya terasa sangat sakit.

Aku meringkuk di atas sofa dan melihat ke depan. Tanaman hijau di atas meja pun menarik perhatianku.

Stevan-lah yang membeli tanaman itu untuk menyenangkan hatiku. Dia berkata, "Tanaman sukulen sangat kuat, seperti kamu yang tumbuh besar dengan kuat."

Setelah tidak disiram selama beberapa hari, tanaman ini sudah agak layu dan mulai menunjukkan tanda-tanda kematian.

Karena rasa sakit ini, aku tiba-tiba merindukan ibuku.

Pada masa kecilku, saat aku tidak bisa tidur, ibuku akan memelukku dan menceritakan kisah-kisah padaku. Dalam pelukan ibuku, aku selalu bisa tidur dengan lelap.

Aku merindukan pelukan ibuku.

Aku pun mengirimkan pesan pada ibuku untuk bertanya apakah Ibu bisa pulang untuk beberapa hari. Aku tidak ingin tinggal di tempatnya Stevan lagi.

Pesan itu segera dibalas. Aku membuka pesan dari ibuku dengan senang hati dan membacanya dengan perlahan, dengan bantuan cahaya yang menyinari ruang tamu melalui celah tirai jendela. Namun, kesenanganku berubah menjadi kekecewaan dan senyuman di wajahku perlahan menjadi datar.

Ibuku menyuruhku untuk bersikap patuh. Kata Ibu, Stevan tampan dan andal, juga terlalu baik untukku. Jadi, Ibu menyuruhku untuk menjaga sikapku dan menjaga keluargaku dengan baik.

Ibuku menyuruhku untuk menjaga sikapku. Jika ada perselisihan dengan Stevan, kami harus membicarakannya dengan baik. "Namanya saja hidup, nggak mungkin nggak berantem," kata Ibu.

Ibu juga berkata, jika Stevan membuatku marah, aku harus lebih bermurah hati karena semua lelaki tetap akan melakukan kesalahan.

Bab terkait

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 3

    Namun, Ibu sudah lupa. Dulu, saat aku menikah, Ibu menggenggam tanganku sambil mengingatkanku agar aku memberitahunya jika aku dianiaya. Ibu berkata bahwa Ibu pasti akan membela diriku.'Ibu, aku benar-benar sangat sedih ....' pikirku.'Bagaimana aku harus bermurah hati dan memaafkan kesalahan Stevan?'Aku memeluk diriku sendiri dan akhirnya terlelap.Saat aku bangun tidur, hari sudah malam, ruang tamu ini gelap gulita.Sheila Norman, sahabatku, tiba-tiba menghubungiku. Aku tercengang sejenak sebelum menerima panggilan itu."Halo? Nana, kamu lagi di mana?"Begitu aku menerima panggilannya, aku langsung mendengar suara Sheila.Aku menjawab dengan pelan, "Di rumah.""Stevan nggak di rumah, ya?" tanya Sheila."Iya."Suara Sheila tiba-tiba melengking. "Tahukah kamu siapa yang aku lihat barusan?!"Sebelum aku bisa menjawab, dia langsung berseru, "Aku melihat Stevan!""Dia sedang bersama seorang wanita muda. Tapi, yang terpenting adalah, dia menghabiskan banyak uang dan membelikan banyak bar

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 4

    Aku masih ingat, saat aku mengundurkan diri, aku merasa sangat gelisah karena aku tidak lagi memiliki sumber penghasilan apa pun, jumlah tabunganku pun tidak banyak.Melihatku seperti itu, Stevan memelukku dan mengelus kepalaku dengan lembut.Dia berkata, "Jangan lakukan pekerjaan yang membuatmu nggak senang. Jangan bersedih, ya. Aku suamimu, jadi milikku adalah milikmu. Aku akan berusaha keras untuk mendapatkan uang dan menghidupi keluarga kita. Aku akan menjadi pendukung terkuatmu selamanya."Pada saat itu, aku sangat memercayainya sehingga aku merasa lebih tenang. Aku menjaganya dan memasakkan sarapan untuknya setiap hari.Namun, sekarang, perihal pengangguranku menjadi senjata baginya untuk menyerangku.Dari ujung telepon lainnya, dia berkata dengan kesal, "Kalau begitu, ayo bercerai."Aku seketika tersentak. Ponselku terlepas dari tanganku dan terjatuh ke lantai, mengeluarkan suara teredam.Aku sama sekali tidak pernah memikirkan perceraian dengan Stevan ....Setelah perpisahan ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 5

    "Ahh!" teriak Rachel dengan kesakitan. Secara bersamaan, air matanya mengalir.Dia berpindah ke satu sisi sambil memegang pipinya. Dengan air mata membasahi wajahnya, dia menoleh dan menatap Stevan dengan tatapan sedih.Stevan berjalan maju dan mendorongku.Aku terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang sebelum menstabilkan tubuhku sambil bersandar di dinding.Stevan berseru dengan tegas, "Cukup, Ivanna! Lihatlah dirimu sekarang, sungguh nggak tahu diri!""Dialah yang menginjak hasil pemeriksaanku. Stevan, kamu jelas-jelas pilih kasih," kataku.Stevan seketika terdiam. Dia seperti baru menyadari bahwa aku datang ke rumah sakit karena aku sedang sakit.Dia mengernyit. Dengan tatapan khawatir, dia bertanya, "Kamu sakit, ya?"Aku membungkuk dan memungut hasil pemeriksaan itu sambil hendak mengucapkan sesuatu.Namun, Rachel langsung menyela, "Bukannya kamu hanya flu, ya? Untuk apa kamu rontgen?"Stevan tiba-tiba membuang napas dan berkata, "Kamu hanya flu, untuk apa kamu semanja ini? Ra

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 6

    Dia tercengang sejenak sebelum bertanya, "Kamu mau pergi?"Aku menganggukkan kepalaku dan menjawab, "Sekarang, kita seharusnya berpisah dan menenangkan diri.""Mumpung kamu sudah pulang, aku akan memberikan kunci rumah padamu. Kamulah yang membeli rumah ini, jadi seharusnya dikembalikan padamu."Seusai berbicara, aku menarik koperku dan hendak pergi. Namun, Stevan tiba-tiba berdiri dan menghalangi jalanku."Jangan pergi."Pria ini membawa bau alkohol dengannya, bahkan nada bicaranya juga bercampur dengan kesedihan yang tersembunyi.Aku menggelengkan kepalaku dan menganggap bahwa aku sudah berpikir terlalu jauh."Stevan, kamu sudah mencintai orang lain, jadi lepaskanlah aku," kataku padanya.Namun, Stevan malah menarikku ke dalam pelukannya sambil menggumamkan sesuatu. Aku tidak bisa dan juga tidak ingin mendengar ucapannya dengan jelas.Aku mulai meronta, tetapi dia malah memejamkan matanya dan menunduk secara perlahan.Dia mau menciumku!Aku terus meronta, lalu akhirnya mengangkat tan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 7

    Saat aku sedang tenggelam dalam pikiranku, terdengar suara ketukan pintu dari luar.Ibuku pun pergi membuka pintu.Stevan berjalan masuk sambil membawa banyak barang. Dia mengucapkan kata-kata yang enak didengar, membuat ibuku dan adik iparku tertawa dengan bahagia.Setelah mereka mengobrol sejenak, dia berkata, "Ibu, semuanya salahku. Kemarin, aku membuat Nana marah. Pagi ini, aku langsung datang ke sini. Aku takut Ibu juga marah dan nggak membiarkan Nana pulang denganku."Ibuku tertawa dengan senang dan berkata, "Mana mungkin."Kemudian, ibuku membiarkan Stevan membawaku pulang. Aku tidak ingin pergi, tetapi ibuku menatapku dengan tatapan penuh peringatan sambil diam-diam mencubit lenganku.Akhirnya, aku pergi dengan Stevan. Setibanya di depan gerbang perumahan, aku melepaskan tangannya.Stevan menoleh dan mengernyit sambil berkata, "Ivanna, jangan berulah lagi. Ibumu saja sudah membiarkanmu pulang denganku. Kalau kamu nggak pulang denganku, kamu mau ke mana?"Dia menganalisis pro da

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 8

    Saat dia berbalik, dia langsung menyeka air matanya.Aku juga ingin menangis. Aku terus mengedipkan mataku untuk menahan air mataku dari mengalir.Mendengar suara burung berkicau dari luar jendela, aku menoleh dan memandang ke luar dengan kerinduan di mataku.Tiba-tiba, suara kantong plastik terjatuh ke lantai membuyarkan lamunanku."Kenapa kamu kembali secepat ini ...."Aku tersenyum sambil menoleh. Namun, saat aku melihat pendatang itu, aku langsung terdiam.Aku melihat Stevan yang tampak panik. Sebuah kantong plastik terjatuh di lantai di depannya. Sedangkan Sheila, sahabatku, berdiri di sampingnya dengan serbasalah."Nana, aku sumpah, aku benar-benar bukan sengaja mau membawanya ke sini. Tadi, aku bertemu dengannya di rumah sakit, jadi aku nggak bisa menahan diri dari memarahinya, hingga aku salah bicara," kata Sheila.Melihat Sheila begitu gelisah, aku hanya tertawa dan berkata, "Nggak apa-apa, bagus juga kalau dia datang, ada beberapa hal yang harus dibicarakan dengan jelas."Kem

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 9

    Aku pun tersenyum dengan sinis sambil berkata, "Kalau ada urusan, pergi saja."Begitu Stevan menerima panggilan itu, ekspresinya sontak berubah. Kemudian, dia langsung berbalik dan pergi tanpa ragu-ragu.Sheila yang berada di depan pintu menegurnya. "Hei, kamu pergi begitu saja, ya!""Kalau sudah pergi, jangan datang lagi seumur hidupmu!"Aku mengirimkan pesan pada Stevan: "Sampai jumpa jam delapan pagi hari Senin, di depan pintu pengadilan. Jangan terlambat."Kemudian, aku langsung menghapus semua riwayat obrolan kami dan memblokir nomor teleponnya.Pada hari Senin, kondisiku lumayan baik. Aku sengaja berdandan tipis dan meminta Sheila untuk mengepangkan rambutku.Melihat bayangan diriku yang terlihat jauh lebih muda di cermin, aku tersenyum.Aku seperti kembali ke masa kuliahku, saat aku masih penuh semangat. Hanya saja, pada saat itu, aku tentu saja belum bertemu dengan Stevan.Tepat pukul delapan, aku tiba di depan pengadilan, sedangkan Calvin menungguku di dalam mobil.Stevan memb

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 10

    Aku tersenyum sambil menenangkan sahabatku. Aku mengatakan bahwa aku sudah tidak memedulikan pria itu, baik dia hidup senang maupun sedih, semuanya tidak lagi berhubungan denganku.Kemudian, menjelang ajalku, di masa terakhir hidupku, aku hanya berada di sisi Calvin."Calvin, apakah kamu menyukaiku?"Saat aku menanyakan pertanyaan ini, aku sudah berbaring lagi dengan lemas di ranjang rawat di rumah sakit.Calvin mendengus dan berkata, "Siapa yang menyukaimu? Jangan terlalu percaya diri, deh."Aku tertawa dan berkata, "Baguslah kalau begitu. Calvin, jangan menyukaiku, ya. Aku akan segera meninggal."Mata Calvin memerah, tetapi dia berkata dengan galak, "Cuih, cuih, Ivanna, jangan ucapkan kata-kata seperti itu."Nada bicaranya sangat galak, tetapi tangannya bergetar hebat.Aku menatapnya dengan sungguh-sungguh dan berkata, "Baiklah, aku nggak akan bilang lagi. Tapi, kamu benar-benar nggak boleh menyukaiku."Aku menatapnya lekat-lekat dan melihat matanya yang makin memerah dan sudah berli

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22

Bab terbaru

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 10

    Aku tersenyum sambil menenangkan sahabatku. Aku mengatakan bahwa aku sudah tidak memedulikan pria itu, baik dia hidup senang maupun sedih, semuanya tidak lagi berhubungan denganku.Kemudian, menjelang ajalku, di masa terakhir hidupku, aku hanya berada di sisi Calvin."Calvin, apakah kamu menyukaiku?"Saat aku menanyakan pertanyaan ini, aku sudah berbaring lagi dengan lemas di ranjang rawat di rumah sakit.Calvin mendengus dan berkata, "Siapa yang menyukaimu? Jangan terlalu percaya diri, deh."Aku tertawa dan berkata, "Baguslah kalau begitu. Calvin, jangan menyukaiku, ya. Aku akan segera meninggal."Mata Calvin memerah, tetapi dia berkata dengan galak, "Cuih, cuih, Ivanna, jangan ucapkan kata-kata seperti itu."Nada bicaranya sangat galak, tetapi tangannya bergetar hebat.Aku menatapnya dengan sungguh-sungguh dan berkata, "Baiklah, aku nggak akan bilang lagi. Tapi, kamu benar-benar nggak boleh menyukaiku."Aku menatapnya lekat-lekat dan melihat matanya yang makin memerah dan sudah berli

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 9

    Aku pun tersenyum dengan sinis sambil berkata, "Kalau ada urusan, pergi saja."Begitu Stevan menerima panggilan itu, ekspresinya sontak berubah. Kemudian, dia langsung berbalik dan pergi tanpa ragu-ragu.Sheila yang berada di depan pintu menegurnya. "Hei, kamu pergi begitu saja, ya!""Kalau sudah pergi, jangan datang lagi seumur hidupmu!"Aku mengirimkan pesan pada Stevan: "Sampai jumpa jam delapan pagi hari Senin, di depan pintu pengadilan. Jangan terlambat."Kemudian, aku langsung menghapus semua riwayat obrolan kami dan memblokir nomor teleponnya.Pada hari Senin, kondisiku lumayan baik. Aku sengaja berdandan tipis dan meminta Sheila untuk mengepangkan rambutku.Melihat bayangan diriku yang terlihat jauh lebih muda di cermin, aku tersenyum.Aku seperti kembali ke masa kuliahku, saat aku masih penuh semangat. Hanya saja, pada saat itu, aku tentu saja belum bertemu dengan Stevan.Tepat pukul delapan, aku tiba di depan pengadilan, sedangkan Calvin menungguku di dalam mobil.Stevan memb

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 8

    Saat dia berbalik, dia langsung menyeka air matanya.Aku juga ingin menangis. Aku terus mengedipkan mataku untuk menahan air mataku dari mengalir.Mendengar suara burung berkicau dari luar jendela, aku menoleh dan memandang ke luar dengan kerinduan di mataku.Tiba-tiba, suara kantong plastik terjatuh ke lantai membuyarkan lamunanku."Kenapa kamu kembali secepat ini ...."Aku tersenyum sambil menoleh. Namun, saat aku melihat pendatang itu, aku langsung terdiam.Aku melihat Stevan yang tampak panik. Sebuah kantong plastik terjatuh di lantai di depannya. Sedangkan Sheila, sahabatku, berdiri di sampingnya dengan serbasalah."Nana, aku sumpah, aku benar-benar bukan sengaja mau membawanya ke sini. Tadi, aku bertemu dengannya di rumah sakit, jadi aku nggak bisa menahan diri dari memarahinya, hingga aku salah bicara," kata Sheila.Melihat Sheila begitu gelisah, aku hanya tertawa dan berkata, "Nggak apa-apa, bagus juga kalau dia datang, ada beberapa hal yang harus dibicarakan dengan jelas."Kem

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 7

    Saat aku sedang tenggelam dalam pikiranku, terdengar suara ketukan pintu dari luar.Ibuku pun pergi membuka pintu.Stevan berjalan masuk sambil membawa banyak barang. Dia mengucapkan kata-kata yang enak didengar, membuat ibuku dan adik iparku tertawa dengan bahagia.Setelah mereka mengobrol sejenak, dia berkata, "Ibu, semuanya salahku. Kemarin, aku membuat Nana marah. Pagi ini, aku langsung datang ke sini. Aku takut Ibu juga marah dan nggak membiarkan Nana pulang denganku."Ibuku tertawa dengan senang dan berkata, "Mana mungkin."Kemudian, ibuku membiarkan Stevan membawaku pulang. Aku tidak ingin pergi, tetapi ibuku menatapku dengan tatapan penuh peringatan sambil diam-diam mencubit lenganku.Akhirnya, aku pergi dengan Stevan. Setibanya di depan gerbang perumahan, aku melepaskan tangannya.Stevan menoleh dan mengernyit sambil berkata, "Ivanna, jangan berulah lagi. Ibumu saja sudah membiarkanmu pulang denganku. Kalau kamu nggak pulang denganku, kamu mau ke mana?"Dia menganalisis pro da

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 6

    Dia tercengang sejenak sebelum bertanya, "Kamu mau pergi?"Aku menganggukkan kepalaku dan menjawab, "Sekarang, kita seharusnya berpisah dan menenangkan diri.""Mumpung kamu sudah pulang, aku akan memberikan kunci rumah padamu. Kamulah yang membeli rumah ini, jadi seharusnya dikembalikan padamu."Seusai berbicara, aku menarik koperku dan hendak pergi. Namun, Stevan tiba-tiba berdiri dan menghalangi jalanku."Jangan pergi."Pria ini membawa bau alkohol dengannya, bahkan nada bicaranya juga bercampur dengan kesedihan yang tersembunyi.Aku menggelengkan kepalaku dan menganggap bahwa aku sudah berpikir terlalu jauh."Stevan, kamu sudah mencintai orang lain, jadi lepaskanlah aku," kataku padanya.Namun, Stevan malah menarikku ke dalam pelukannya sambil menggumamkan sesuatu. Aku tidak bisa dan juga tidak ingin mendengar ucapannya dengan jelas.Aku mulai meronta, tetapi dia malah memejamkan matanya dan menunduk secara perlahan.Dia mau menciumku!Aku terus meronta, lalu akhirnya mengangkat tan

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 5

    "Ahh!" teriak Rachel dengan kesakitan. Secara bersamaan, air matanya mengalir.Dia berpindah ke satu sisi sambil memegang pipinya. Dengan air mata membasahi wajahnya, dia menoleh dan menatap Stevan dengan tatapan sedih.Stevan berjalan maju dan mendorongku.Aku terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang sebelum menstabilkan tubuhku sambil bersandar di dinding.Stevan berseru dengan tegas, "Cukup, Ivanna! Lihatlah dirimu sekarang, sungguh nggak tahu diri!""Dialah yang menginjak hasil pemeriksaanku. Stevan, kamu jelas-jelas pilih kasih," kataku.Stevan seketika terdiam. Dia seperti baru menyadari bahwa aku datang ke rumah sakit karena aku sedang sakit.Dia mengernyit. Dengan tatapan khawatir, dia bertanya, "Kamu sakit, ya?"Aku membungkuk dan memungut hasil pemeriksaan itu sambil hendak mengucapkan sesuatu.Namun, Rachel langsung menyela, "Bukannya kamu hanya flu, ya? Untuk apa kamu rontgen?"Stevan tiba-tiba membuang napas dan berkata, "Kamu hanya flu, untuk apa kamu semanja ini? Ra

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 4

    Aku masih ingat, saat aku mengundurkan diri, aku merasa sangat gelisah karena aku tidak lagi memiliki sumber penghasilan apa pun, jumlah tabunganku pun tidak banyak.Melihatku seperti itu, Stevan memelukku dan mengelus kepalaku dengan lembut.Dia berkata, "Jangan lakukan pekerjaan yang membuatmu nggak senang. Jangan bersedih, ya. Aku suamimu, jadi milikku adalah milikmu. Aku akan berusaha keras untuk mendapatkan uang dan menghidupi keluarga kita. Aku akan menjadi pendukung terkuatmu selamanya."Pada saat itu, aku sangat memercayainya sehingga aku merasa lebih tenang. Aku menjaganya dan memasakkan sarapan untuknya setiap hari.Namun, sekarang, perihal pengangguranku menjadi senjata baginya untuk menyerangku.Dari ujung telepon lainnya, dia berkata dengan kesal, "Kalau begitu, ayo bercerai."Aku seketika tersentak. Ponselku terlepas dari tanganku dan terjatuh ke lantai, mengeluarkan suara teredam.Aku sama sekali tidak pernah memikirkan perceraian dengan Stevan ....Setelah perpisahan ya

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 3

    Namun, Ibu sudah lupa. Dulu, saat aku menikah, Ibu menggenggam tanganku sambil mengingatkanku agar aku memberitahunya jika aku dianiaya. Ibu berkata bahwa Ibu pasti akan membela diriku.'Ibu, aku benar-benar sangat sedih ....' pikirku.'Bagaimana aku harus bermurah hati dan memaafkan kesalahan Stevan?'Aku memeluk diriku sendiri dan akhirnya terlelap.Saat aku bangun tidur, hari sudah malam, ruang tamu ini gelap gulita.Sheila Norman, sahabatku, tiba-tiba menghubungiku. Aku tercengang sejenak sebelum menerima panggilan itu."Halo? Nana, kamu lagi di mana?"Begitu aku menerima panggilannya, aku langsung mendengar suara Sheila.Aku menjawab dengan pelan, "Di rumah.""Stevan nggak di rumah, ya?" tanya Sheila."Iya."Suara Sheila tiba-tiba melengking. "Tahukah kamu siapa yang aku lihat barusan?!"Sebelum aku bisa menjawab, dia langsung berseru, "Aku melihat Stevan!""Dia sedang bersama seorang wanita muda. Tapi, yang terpenting adalah, dia menghabiskan banyak uang dan membelikan banyak bar

  • Penyesalan Selalu Datang Terlambat   Bab 2

    Saat aku mengirimkan pesan terakhir itu, tanganku bergetar hebat, perasaan yang tidak bisa dijelaskan juga meluap dalam hatiku.Aku sama sekali tidak menyangka bahwa akan ada satu hari di mana aku akan mengirimkan pesan-pesan seperti ini pada seorang wanita asing.Wanita itu membalas: "Kalau kamu mau tahu kebenarannya, datanglah ke Royal Garden."Begitu aku membaca pesan ini, aku langsung bangun dan bersiap-siap. Kemudian, aku mengambil setelan pakaian acak dari lemari baju dan berganti pakaian, lalu bergegas menuju ke Royal Garden.Di sepanjang perjalanan, aku merasa sangat gelisah. Sejujurnya, aku tidak tahu apa yang bisa aku lakukan di tempat itu.Aku mungkin ingin bergegas mendapatkan sebuah jawaban karena aku takut Stevan mengkhianatiku.Baru saja aku turun dari taksi, aku langsung melihat seorang wanita yang berjalan keluar sambil merangkul lengan Stevan.Wanita itu memiliki bentuk tubuh yang bagus, wajahnya yang cantik terlihat sangat muda, sekujur tubuhnya juga memancarkan ener

DMCA.com Protection Status