Happy Reading. "Kak Ansel!" Emeli begitu sumringah menatap wajah tampan pria pujaannya. "Hai, Emeli," balas Ansel sekenanya, setelah itu ia kembali fokus pada Serly. "Ingat pesan ku yang tadi, sudah sana masuk," kata Ansel memberikan perintah kepada sang kekasih. Emeli dengan setia menunggu kepergian Serly hanya demi bisa mengobrol bersama pria pujaannya. Sejak malam itu, ia sudah jatuh hati kepada Ansel, apalagi sikap manis Ansel terhadapnya yang semakin membuat Emeli tergila-gila kepadanya. "Emeli, aku duluan ya," pamit Serly kepada temannya itu, dalam hati ia sedikit cemburu melihat tatapan memuja di mata Emeli kepada Ansel. Namun, ia tidak boleh menampakkan kecemburuannya di hadapan Emeli, dia bisa curiga mengenai hubungannya bersama Ansel. "Ah, iya," Emeli menjawabnya cepat, sebab ia tidak sabar ingin mengobrol dengan Ansel. "Kak Ansel, tunggu!" Emeli mencekal tangan Ansel, menahannya pergi dari sana karena ada hal yang ingin dia bicarakan. "Iya, ada apa?" tanya Ansel kebi
Happy Reading.Zayla dan Arion berkunjung ke makam kedua orang tuanya yang telah lama tak mereka kunjungi. Mereka berdua ingin meminta izin serta restu pernikahan yang belum sempat mereka lakukan. "Ma, Pa, aku datang membawa Zayla, istri tercinta ku," ucap Arion di depan makam Mama dan Papanya yang berjejer berdampingan. "Maaf, kami datang sedikit terlambat. Aku datang secara langsung karena ingin meminta restu kepada kalian karena aku sudah menikahi putri kesayangan kalian. Maaf juga jika caraku salah, tapi percayalah bahwa aku sangat mencintai dan menyayangi Zayla lebih dari apa pun,""Kami sudah memberikan satu cucu tampan untuk kalian, pasti Mama dan Papa senang kan?" ungkap Arion dengan mata menganak sungai. "Ma, Pa, acara pesta pernikahan kami akan dilaksanakan besok lusa, aku harap, Mama dan Papa benar-benar merestui hubungan kami. Jangan marah karena kami enggak bisa jadi saudara dan memilih untuk menjadi teman hidup selamanya. Cinta kami terlalu besar jika sekedar menjadi
Happy Reading. "Lepaskan putriku, bajing*n!" suara Fero menggema di seluruh ruangan tersebut, sehingga membuat Rafly gelagapan karena ketahuan hendak melecehkan putrinya. "Om!""Papa!"Rafly dan Serly berucap bersamaan. Mereka sangat shock melihat kehadiran sosok Fero di sana, Serly membenarkan pakaiannya yang sedikit berantakan akibat ulah Rafly barusan. Melihat hal tersebut, Fero langsung melayangkan tangannya ke wajah Rafly. Bug! "Kurang ajar sekali kamu, berani-beraninya melecehkan putri saya," kata Fero berapi-api, tangannya masih mencengkram erat kerah baju Rafly yang wajahnya sudah babak belur akibat pukulan darinya. "Ini enggak seperti yang Om pikirkan," kilah Rafly mencari pembelaan, ia takut Fero melaporkan perilakunya tersebut kepada Mama dan Papanya. "Jangan berkilah kamu, saya melihat sendiri apa yang sudah kamu lakukan terhadap Serly. Bahkan saya juga mendengar semua pembicaraan kalian dari tadi," desis Fero yang berhasil membuat kedua pasangan yang tidak saling me
Happy Reading. "Apa maksud kamu Fer!" ucap Zeya tersulut emosi, ia tak terima pulang jauh-jauh dari kota D ke kota A, begitu sampai di rumah justru dihadiahi oleh pembatalan pertunangan Serly dan Rafly. "Sudah, Ze. Jangan terlalu berambisi dengan impian mu itu. Ini semua sudah disepakati bersama secara baik-baik, kerjasama perusahaan kita dengan perusahaan keluarga Rafly juga akan tetap berjalan sebagaimana semestinya. Tolong pikirkan masa depan Serly, jangan melulu egomu yang diutamakan," tukas Fero menjelaskan panjang lebar, mereka berdua tetap memanggil nama satu sama lain akibat pertengkaran kemarin. "Pasti kamu yang berulah 'kan, iya!" kecam Zeya mencengkram lengan Serly yang saat ini sedang menangis. "Sakit, Ma," rintih Serly menahan rasa sakit pada lengannya yang dicengkeram kuat oleh Mamanya. "Zeya, lepas. Kasian Serly kesakitan," Fero membantu Serly agar terlepas dari jeratan sang Mama. Ia sudah berjanji akan menebus kesalahannya selama ini karena sudah mengabaikan Serly
Happy Reading. Hari ini Serly masuk kuliah pagi, ia diantar oleh Papanya karena Fero sudah berjanji akan menebus kesalahannya di masa lalu yang sudah mengabaikan Serly, sehingga putrinya itu kekurangan kasih sayang darinya. "Makasih ya, Pa. Sudah nganterin aku ke kampus," ucap Serly tersenyum lembut, ia sangat bahagia mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari Papanya walaupun sedikit terlambat. "Iya, sudah masuk sana. Nanti kamu terlambat," kata Fero membalas senyuman sang putri tercinta. Tangannya terulur mengusap puncak kepala Serly, membuat wanita cantik itu tercengang. Lagi-lagi Serly diberikan kejutan oleh sikap lembut nan hangat dari sang Papa. Ia pun turun dari dalam mobil dan masuk ke kelasnya yang terletak di lantai dua. Fero tidak langsung pulang, ia tetap menunggu Serly di parkiran kampus. Ada seseorang yang dia tunggu kedatangannya, ia yakin kalau orang itu pasti datang ke sana. Apa lagi tadi Serly menolak untuk dijemput olehnya, pasti ada sesuatu yang membuatnya me
Happy Reading. Zayla tertawa terbahak-bahak melihat wajah sedih Ansel akibat patah hati karena kesepakatannya bersama Serly. Awalnya Zayla sudah marah-marah kepada Ansel karena tidak tahu pokoknya permasalahannya, yang dia dengar tadi adalah Ansel dan Serly putus hubungan, setelah mendengar penjelasan sang Kakak, ia justru menertawai nasib malang Kakaknya tersebut. "Apa sudah puas ketawanya?" sinis Ansel menatap jengah pada sang adik yang terlihat menikmati kesedihannya. "Ternyata Kakakku ini budak cinta sejati, hahahahhaha," Zayla mencibir sang Kakak yang saat ini mendengus kesal. "Lebih baik kamu pulang, kasian Gabriel pasti merindukan tempat tidurnya," kata Ansel mengalihkan pembicaraan, ia malas jika terus diledek seperti itu oleh adiknya sendiri. "Cieeee, ada yang ngambek nih. Udah enggak perlu galau gitu, besok aku akan ke rumah Serly buat ketemu sama Om Fero," ujar Zayla mengembalikan semangat Ansel yang sempat hilang. "Beneran? Makasih ya, Zay. Kamu memang adik kakak yan
Happy Reading. Laudya mulai mengerjapkan mata pertanda sudah siuman dari pingsannya. Kepalanya terasa pusing akibat tidak ada asupan makanan yang masuk ke perutnya, sehingga menyebabkan tubuhnya tak bertenaga dan terus merasa pusing. "Kak!" Serunya begitu melihat sang Kakak yang duduk di sisi ranjang menatap sayu padanya. "Kenapa Kakak ada di kamarku? Memangnya aku kenapa?" cecarnya terus bertanya kepada Randy. "Tadi kamu pingsan, Kakak meminta Edo untuk memeriksa keadaanmu, dan ternyata kamu sedang hamil," ungkap Randy dengan suara bergetar, ia mencoba untuk bertutur kata lembut supaya adiknya tidak tertekan. Walaupun hatinya sangat kecewa dengan kehamilan Laudya, tetapi ia tidak mau menyalahkan adiknya itu karena siapa tahu adiknya hanya korban pelecehan, seperti apa yang dikatakan oleh Edo tadi. Kedua mata Laudya membulat sempurna tatkala mendengar kata hamil dari sang Kakak. "Ha-mil? A-ku hamil?" ucap Laudya terbata-bata. Otaknya mendadak blank karena tak percaya dengan ucapan
Happy Reading. Sudah beberapa hari ini nafsu makan Serly naik 180 derajat dari biasanya. Jika hari-hari sebelumnya ia makannya sedikit, jarang ngemil dan tidak suka buah-buahan, sekarang justru sebaliknya. Apa yang tidak disukainya menjadi makanan favoritnya di setiap waktu. "Ser, bukannya beberapa menit yang lalu kamu sudah sarapan, kenapa sekarang makan lagi?" ucap Fero kepada sang putri yang saat ini memakan satu mangkok mie instan. "Bukannya kamu enggak suka makan mie instan?" lanjut Fero keheranan."Tiba-tiba pengen aja, Pa," jawab Serly tetap fokus pada makanannya, yang ada dalam benaknya saat ini hanyalah makanan, makanan dan makanan. "Papa perhatikan akhir-akhir ini nafsu makan kamu meningkat. Semalam Papa juga melihat ada dua bungkus mie instan di tong sampah dekat kulkas di dapur. Enggak mungkin Bi Sri yang makan 'kan?" cecar Fero mengungkapkan apa yang dilihatnya semalam dan beberapa sebelumnya. "Mungkin karena aku kelewat bahagia bisa tinggal serumah sama Papa," cetus