Happy Reading. "Kak!" Zayla merengek karena Arion selalu menggodanya. Namun, ia harus menahan rasa kesalnya karena sang buah hati sedang kehausan. "Cup, cup, cup, anak Mama. Briel haus ya, hum?" ucap Zayla menirukan suara anak kecil. Ia pasti akan memanjakan putranya dengan kasih sayang hingga dewasa nanti. Intinya selama Zayla masih hidup, ia akan selalu mencintai Gabriel. "Kenapa enggak dikasih susu formula saja sih, Sayang. Biar kamu enggak kecapean kalau tiba-tiba Gabriel haus tengah malam," usul Arion sambil melihat proses menyus*i Gabriel. "Selama aku masih sehat dan bisa memberikan ASI dengan baik kepada putra kita, aku enggak butuh susu formula. Sudah kewajiban seorang Ibu untuk menyus*i anaknya, kecuali bagi mereka yang punya alasan tertentu hingga benar-benar tak bisa menyus*i. Aku ingin menjadi Ibu seutuhnya untuk Gabriel, Kak," ungkap Zayla begitu mulia. Di zaman modern ini, sangat jarang sekali ada seorang wanita yang mau berkorban untuk anaknya agar bisa memberikan
Happy Reading. "Keluar!" Titah Ansel menatap lekat wajah Rula. "Ansel, tolong bantu aku kali ini saja. Aku mohon jangan usir aku dari dalam di sini," Rula benar-benar tidak tahu lagi harus membujuk Ansel dengan cara apa supaya dia mau menolongnya. "Kau mau aku menolong mu 'kan? Kalau begitu turun dan pindah ke kursi belakang," tukas Ansel sambil menatap para pria berbaju hitam yang kini mulai memeriksa setiap mobil yang berjejer di depannya. Rula tersenyum saat mendengar ucapan Ansel, ia sudah salah berburuk sangka kepada pria yang memang baik hati itu. Tanpa menunggu lama, Rula bergegas turun dari dalam mobil berwarna hitam itu, lalu pindah ke kursi belakang sesuai dengan yang diperintahkan oleh sang pemilik mobil tersebut. "Di sana ada jaket dan masker, kau pakai saja itu supaya tidak ada yang mengenalimu," kata Ansel. "Setelah itu berbaringlah," imbuhnya memasang wajah serius. Lagi-lagi Rula hanya bisa patuh dengan perintah Ansel. Diberikan pertolongan dia sudah sangat bahagi
Happy Reading. Serly pulang lebih awal diantar oleh Emeli karena tadi sempat pingsan di kantor akibat kelelahan. Dia memang disuruh pulang oleh Liam, asisten Thomas--pemilik perusahaan Company. "Kenapa sampai pingsan, kamu sakit?" tanya Emeli. "Kita ke dokter ya," imbuhnya sangat khawatir melihat wajah pucat Serly. "Enggak usah, aku cuma kecapean kok. Mending kamu balik lagi ke kantor, maaf sudah merepotkan mu," kata Serly tulus. "Hey, jangan merasa enggak enak, aku tulus kok bantuin kamu. Pokoknya kalau butuh apa-apa, kamu telepon saja aku," Emeli memang sangat tulus kepada Serly, hanya saja temannya itu masih sangat canggung. "Iya, makasih banyak, Emeli," Serly bersyukur bisa mendapatkan teman sebaik dan setulus Emeli, hal tersebut mengingatkannya kepada Zayla yang sangat ia rindukan. Setelah Emeli kembali ke perusahaan company, Serly duduk termenung, ia memikirkan masa depannya yang sudah dibuat hancur oleh Kakak dari sahabatnya sendiri. "Huh! Kacau! Coba saja dia mau berjuan
Happy Reading. "Ada apa, hum?" tanya Ansel sangat lembut, ia takut menyinggung perasaan sang pujaan hati. Serly masih setia memeluk tubuh Ansel yang membuatnya sangat hangat dan nyaman. Kepalanya menggeleng pelan seolah enggan menjawab pertanyaan Ansel. Sekalipun Serly bercerita, dia bingung memulainya dari mana. "Ya sudah kalau enggak mau cerita, tapi aku siap menjadi pendengar yang baik buat kamu kapanpun kamu mau," ucap Ansel tulus. Ia mencium puncak kepala Serly penuh dengan cinta. "Jangan pergi," hanya itu yang Serly katakan, itupun suaranya hampir tak terdengar. "Aku akan di sini menemanimu, kalaupun kamu mengusir ku, aku akan tetap di sini," kata Ansel terkekeh kecil. Serly mengulas senyum samar yang dapat dilihat oleh Ansel. Dalam hati ia sangat senang mempunyai Ansel yang mau mencintainya dengan sepenuh hati, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa dirinya sangat kecewa terhadap perlakuan Ansel semalam. Padahal pria itu hanya perlu menunggu dan berusaha lebih keras lagi dal
Happy Reading. Zayla duduk di sisi ranjang sambil menyusui anaknya. Ia teramat senang akhirnya bisa melihat sang buah hati yang selama 9 bulan bersemayam di dalam perutnya. "Sayang, kapan Gabriel berhenti menyusu?" tanya Arion merengek manja. "Aku jadi terabaikan," gerutunya merasa kesal. Ternyata saingan terberat itu bukan pria lain, melainkan anak sendiri yang menjadi prioritas istrinya setelah putranya lahir. Katakan saja Arion cemburu. "Tunggu sebentar lagi, Kak. Biasanya Gabriel kan memang lama nenennya. Kakak bisa istirahat duluan kok," cetus Zayla tanpa menoleh ke arah Arion. "Jangan seperti anak kecil yang mau dimanja, sekarang ada Gabriel, jadi kalian harus giliran kalau mau punya waktu dengan aku," "Sayang," Arion semakin merengek sambil bergayut manja di lengan sang istri yang terbebas dari Gabriel. "Shuuut! Nanti Briel bangun," bisik Zayla terkekeh kecil, ia merasa lucu dengan tingkah suami manjanya itu. "Iy, iya," Arion pun membaringkan tubuhnya di agar ranjang, men
Happy Reading. "Hai," sapa Rafly saat pintu kontrakan Serly terbuka. "Silahkan masuk," Serly mempersilahkan calon tunangannya masuk ke dalam kontrakan. "Silahkan duduk," lagi-lagi Serly memperlakukan Rafly seperti tamu yang baru dia kenal. "Kamu tinggal sendirian di sini?" tanya Rafly menatap sang pujaan hati. "Iya," jawab Serly singkat dan padat. "Mau minum apa?" Serly mengalihkan pembicaraan karena ia sangat malas dan ingin segera mengusir Rafly dari sana. "Enggak perlu repot-repot, duduk saja di sini. Aku ingin berbicara serius sama kamu," pinta Rafly seraya menarik pergelangan tangan Serly hingga wanita itu terduduk di sampingnya. Serly benar-benar tidak nyaman duduk berdekatan dengan Rafly, sebenarnya ia sangat tidak suka dengan pria pilihan kedua orang tuanya itu. Sudah tak terhitung berapa kali dia hampir dilecehkan saat berduaan di suatu tempat, beruntung Serly mempunyai berbagai macam alasan agar bisa terbebas darinya. "Aku sangat merindukan mu, Sayang," ucap Rafly den
Happy Reading. 2 minggu berlalu ... Zayla menatap kartu undangan dari sahabatnya, Serly. Setelah lama tidak mendapatkan kabar darinya, ia dikejutkan dengan kabar pertunangan Serly dengan pria bernama Rafly yang akan digelar besok malam. Harapannya musnah karena tujuannya untuk menjodohkan Ansel dengan Serly sudah gagal. Padahal Zayla sangat menginginkan Serly menjadi kakak iparnya, tapi apalah daya, sahabatnya itu sudah menemukan pria pilihannya. Ia belum tahu kalau Serly terpaksa dengan perjodohan itu. "Kenapa wajah kamu ditekuk begitu? Apa kamu enggak senang dengan kabar bahagia ini, hum?" ucap Arion kepada sang istri. "Aku enggak tahu harus senang atau sedih, Kak. Tapi ya sudah kalau ini memang pilihan Serly, aku hanya bisa mendukungnya dan turut bahagia atas pertunangannya nanti," jawab Zayla tak bersemangat. Ia sudah bisa beraktivitas seperti biasanya karena sakit pasca melahirkan sudah sembuh total. "Ada apa, hum? Ayo cerita sama aku," pinta Arion merasa ada yang disembuny
Happy Reading. Pyaaar! Ansel melempar gelas ke dinding kamar saat flashback pada kejadian malam itu. Malam yang dia anggap sebagai perpisahan justru menyisakan luka yang teramat dalam, bagaimana mungkin Ansel bisa melupakan Serly sedangkan malam itu sang pujaan hati terus menyerukan namanya saat mereka bercinta. Bahkan Ansel merasa kalau Serly sudah membalas perasaannya, tetapi saat percintaan itu usai, Serly justru langsung mengusirnya begitu saja di saat nafas keduanya masih memburu. "Cepat pergi dari sini, sebelum aku benar-benar membencimu Ansel. Jujur saja ini sangat indah, tapi aku tak ingin terus seperti ini." Kata Serly kala itu dengan nafas yang tersengal-sengal sehabis bercinta. Dengan rahang mengeras, Ansel turun dari atas ranjang dan memungut pakaiannya. Tak butuh waktu lama Ansel langsung keluar dari dalam kamar setelah membenahi pakainya dan membanting pintu dengan sangat keras sehingga Serly terlonjak kaget. Tanpa Ansel sadari wanita cantik itu menangis sejadi-jad